Ini yang Dibahas Tiga Senior IKPI Saat Makan Siang

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan bersama dengan Ketua Pengawas IKPI Sistomo dan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan periode 2017-2019 Robert Pakpahan, melakukan reuni kecil di sebuah restoran di Jakarta, Senin (27/2/2023).

Diskusi ringan namun berbobot-pun tercipta saat ketiga senior perpajakan ini bertemu. Ketiga alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini membahas mulai dari kebijakan perpajakan, hingga  roda organisasi IKPI yang terus bergerak maju.

Menurut Ruston, kepada seniornya itu dia meminta masukan untuk bisa tetap memajukan IKPI. Bahkan bukan itu saja, tekadnya untuk memunculkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak di Prolegnas DPR, terus memotivasi dirinya untuk terus berdiskusi dan meminta pendapat kepada berbagai pihak agar kedepan profesi konsultan pajak bisa dipayungi dengan UU.

Namun, draft RUU Konsultan Pajak yang sempat masuk dalam Prolegnas DPR beberapa tahun lalu, kini bagai hilang ditelan bumi. Harapan untuk konsultan pajak mempunyai UU-pun harus tertunda sampai waktu yang tidak tahu kapan draft itu akan kembali dimunculkan dalam agenda Prolegnas DPR.

“Kami sudah lama mengharapkan agar pengaturan hak dan kewajiban konsultan pajak layaknya profesi lainnya, seperti akuntan, advokat, dokter dan profesi lainnya yang telah diatur dengan undang-undang,” katanya. 

Menurut Ruston, sebagai pihak yang berperan sebagai penengah (intermediaries) yaitu membantu wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku dan sekaligus sebagai mitra strategis dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP), posisi konsultan pajak seharusnya dilindungi dengan perangkat hukum setingkat undang-undang. Karenanya, UU Konsultan Pajak ini diperlukan, bukan saja untuk melindungi profesi, tetapi juga untuk melindungi wajib pajak dari orang-orang yang tidak kompeten menjadi wakil atau kuasa mereka.

Lebih lanjut Ruston menceritakan, dalam pertemuan tersebut, sebagai anggota kehormatan IKPI Robert Pakpahan menyampaikan pandangannya terhadap organisasi yang memayunginya. Menurutnya, melihat IKPI yang terus berkembang meskipun sudah ada 3 asosiasi konsultan pajak lainnya, dia meminta agar pengurus tetap fokus kepada program-program kerja unggulan, seperti Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPL) untuk meningkatkan kompetensi anggota.  

“Dengan program unggulan serta eksistensi IKPI yang dirasakan wajib pajak dan pemerintah, maka seleksi alam akan berjalan dengan sendirinya, mana organisasi yang aktif dan bermanfaat untuk orang banyak,” kata Ruston seraya menirukan pesan Robert dalam pertemuan itu.

Ruston juga menyampaikan, jika Robert menyarankan agar nomenklatur Anggota Dewan Kehormatan ini ditinjau kembali. Hal ini dimaksudkan, agar mereka dapat berperan aktif dalam mendukung pembinaan dan pengembangan asosiasi IKPI, dan tidak pasif.

Ditanya sejauh mana capaian IKPI sebagai mitra pemerintah untuk membangun kesadaran/kepatuhan wajib pajak selama ini, Ruston menjawab sangat sulit  untuk mengukur sejauh mana pencapaian IKPI dalam membangun kesadaran/kepatuhan wajib pajak. 

Karena kata dia, memang IKPI tidak mempunyai target tertentu dalam melakukan penyadaran kepada para wajib pajak (WP). Namun demikian, IKPI terus menerus melakukan edukasi kepada WP melalui sosialisasi peraturan perpajakan, baik yang sudah berlaku selama ini maupun peraturan terbaru. 

Lebih lanjut dia mengungkapkan, edukasi WP oleh IKPI pusat dan cabang di seluruh Indonesia tentu akan meningkatkan pemahaman atas hak dan kewajiban perpajakan WP di wilayah masing-masing. Pemahaman akan peraturan akan meningkatkan kesadaran dan lalu kesadaran akan meningkatkan kepatuhan membayar pajak yang pada akhirnya meningkatkan penerimaan pajak.

Menurutnya, DJP sendiri dalam berbagai kesempatan mengakui bahwa jumlah pegawai yang hanya 45.000 tidak mungkin cukup untuk melakukan sosialisasi dan edukasi peraturan perpajakan kepada WP, sehingga membutuhkan peran Konsultan Pajak. 

“Peran Konsultan Pajak sangat vital dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. IKPI yakin bahwa Konsultan Pajak cukup berperan dalam tercapainya penerimaan diatas target dalam 2 tahun terakhir,” ujarnya.

Ruston juga menyampaikan semakin harmonisnya hubungan IKPI dan DJP. Namun koteks harmonisasi hubungan itu dikatakan lebih ke arah positif, seperti masing-masing menjalankan perannya dengan baik. 

“Mengutip kalimat pak Dirjen Pajak Suryo Utomo yang sering diucapkan dalam berbagai kesempatan. Konsultan Pajak dan DJP ibarat dua sisi rel kereta api yang menuju satu tujuan. Nah, konsultan pajak di sebelah kiri dan DJP disebelah kanan. Ini sebagai penopang gerbong di sebelah kiri, posisi konsultan pajak harus kuat dan tidak gampang goyah. Oleh karena itu, diperlukan UU untuk mengaturnya agar profesi KP lebih kuat landasan hukumnya. Ini salah satu keinginan IKPI yang belum tercapai,” ujarnya. (bl) 

 

IKPI Sebut Konsultan Pajak di Indonesia Butuh Payung Hukum Kuat untuk Berikan Sumbangsih

IKPI, Jakarta: Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menyatakan, peran konsultan pajak di Indonesia belum semaksimal di negara lain seperti Jepang. Penyebabnya, keberadaan dan peran konsultan pajak di negara ini belum diwadahi undang-undang.

Menurutnya, profesi konsultan pajak di Jepang sudah dipayungi undang-undang tersendiri sejak tahun 1942. Oleh karena itu IKPI terus memperjuangkan hadirnya UU Konsultan Pajak.

Selain itu lanjut Ruston, IKPI juga melakukan hubungan dan kerja sama dengan organisasi profesi konsultan pajak dari negara-negara anggota Asia Oceania Tax Consultant Asociation (AOTCA) khususnya Jepang dan Korea Selatan yang profesi konsultan pajaknya sudah tertib.

“Kami secara proaktif senantiasa memberikan masukan kepada DPR yang telah berinisiatif menyampaikan usulan RUU Konsultan Pajak. Sayangnya, kini usulan itu hilang bagai ditelan bumi, padahal di tahun 2014, RUU Konsultan Pajak sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tapi kami akan berjuang lagi agar RUU itu bisa kembali dibahas di DPR,” kata Ruston dalam acara Webinar yang diselenggarakan IKPI Cabang Depok dengan tema ‘Mimpi dan Realita UU Konsulatan Pajak’, Kamis (13/10/2022).

Dikatakannya, dengan UU Konsultan Pajak maka impian konsultan pajak menjadi profesi yang terhormat (officium nobile) akan terwujud dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana menyatakan sangat mendukung untuk terciptanya UU Konsultan Pajak.

Dukungan nyata tersebut akan diberikan Hikmahanto, salah satunya dengan bersama-sama menyusun naskah akademik dengan rekan-rekan di Fakultas Hukum UI.

“Biasanya jika naskah akademik disusun oleh akademisi dan asosiasi, ini akan menjadi nilai plus untuk pertimbangan DPR dan pemerintah untuk dilakukan pembahasan di DPR,” kata Hikmahanto.

Namun demikian kata dia, sebenarnya ada kabar baik dari draft RUU yang sudah pernah masuk dalam jadwal Prolegnas Prioritas di DPR.

Artinya, tidak ada pihak terutama dari pemerintah dan DPR yang menolak kehadiran naskah akademik dan RUU tentang Konsultan Pajak ini.

“Karena kalau misalnya ada penolakan, nah itu yang agak repot. Karena ketika kita membuat RUU berikut naskah akademiknya, itu hanya diperbolehkan lewat tangan pemerintah atau DPR,” kata dia.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Ramhman, menyatakan terima kasih atas dukungan akademisi dan politisi untuk terbentuknya UU Konsultan Pajak tersebut.

Dengan dukungan itu, IKPI menyatakan kembali bersemangat dan akan kembali menyusun ulang naskah akademik untuk kemudian disosialisasikan kepada para stakeholder.

“Kami (IKPI) akan membuka diri untuk mewujudkan terciptanya UU Konsultan Pajak yang sudah bertahun-tahun hilang dari daftar Prolegnas DPR. Untuk itu, kami akan merangkul berbagai kalangan untuk menyusun atau membahas kembali naskah akademik tersebut,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019 Fahri Hamzah, menyatakan dukungannya untuk mewujudkan terciptanya Undang-Undang Konsultan Pajak di Indonesia.

Dengan adanya regulasi yang baik tentang konsultan pajak, nantinya profesi/organisasi yang menaungi profesi ini bisa berkembang yang kemudian bisa mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas.

Maka, itu akan mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara secara lebih luas.

“Prinsipnya saya menyambut baik ikhtiar dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak yang memang sangat dibutuhkan secara nasional,” kata Fahri.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini pendapatan negara terbesar atau sekitar 70 persen berasala dari pajak.

Tahun ini, pendapatan negara dari sektor pajak tercatat lebih dari Rp 2.000 triliun dan itu adalah angka yang sangat besar.

Dengan demikian lanjut Fahri, jika pendapatan pajak sebegitu penting bagi perekonomian Indonesia dan khususnya bagi Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka sudah seharusnya penataan sistem yang memungkinkan negara bisa mengambil untung dari kegiatan ekonomi masyarakat melalui pajak itu harus difasilitasi.

“Selama ini dengan sistem peradilan pajak yang agak monolitik dan posisi masyarakat dalam hal ini swasta yang kurang didamping oleh konsutan pajak, itu pasti mencipatakan ketimpangan pada penerimaan negara. Jadi kalau negara bisa memfasilitasi dengan adanya perlindungan atau regulasi yang baik tentang konsultan pajak, dan nanti konsultan pajaknya berkembang, maka nanti mereka (konsultan) akan mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas, dan itu mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara juga secara lebih luas,” tutur Fahri. (Sumber berita: https://wartakota.tribunnews.com/2022/10/13/ikpi-sebut-konsultan-pajak-di-indonesia-butuh-payung-hukum-kuat-untuk-berikan-sumbangsih)

IKPI Sebut Konsultan Pajak di Indonesia Butuh Payung Hukum Kuat

IKPI, Jakarta: Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menyatakan, peran konsultan pajak di Indonesia belum semaksimal di negara lain seperti Jepang. Penyebabnya, keberadaan dan peran konsultan pajak di negara ini belum diwadahi undang-undang.

Menurutnya, profesi konsultan pajak di Jepang sudah dipayungi undang-undang tersendiri sejak tahun 1942. Oleh karena itu IKPI terus memperjuangkan hadirnya UU Konsultan Pajak.

Selain itu lanjut Ruston, IKPI juga melakukan hubungan dan kerja sama dengan organisasi profesi konsultan pajak dari negara-negara anggota Asia Oceania Tax Consultant Asociation (AOTCA) khususnya Jepang dan Korea Selatan yang profesi konsultan pajaknya sudah tertib.

“Kami secara proaktif senantiasa memberikan masukan kepada DPR yang telah berinisiatif menyampaikan usulan RUU Konsultan Pajak. Sayangnya, kini usulan itu hilang bagai ditelan bumi, padahal di tahun 2014, RUU Konsultan Pajak sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tapi kami akan berjuang lagi agar RUU itu bisa kembali dibahas di DPR,” kata Ruston dalam acara Webinar yang diselenggarakan IKPI Cabang Depok dengan tema ‘Mimpi dan Realita UU Konsultan Pajak’, Kamis (13/10/2022).

Dikatakannya, dengan UU Konsultan Pajak maka impian konsultan pajak menjadi profesi yang terhormat (officium nobile) akan terwujud dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana menyatakan, sangat mendukung untuk terciptanya UU Konsultan Pajak. Dukungan nyata tersebut akan diberikan Hikmahanto, salah satunya dengan bersama-sama menyusun naskah akademik dengan rekan-rekan di Fakultas Hukum UI.

“Biasanya jika naskah akademik disusun oleh akademisi dan asosiasi, ini akan menjadi nilai plus untuk pertimbangan DPR dan pemerintah untuk dilakukan pembahasan di DPR,” kata Hikmahanto.

Namun demikian kata dia, sebenarnya ada kabar baik dari draft RUU yang sudah pernah masuk dalam jadwal Prolegnas Prioritas di DPR. Artinya, tidak ada pihak terutama dari pemerintah dan DPR yang menolak kehadiran naskah akademik dan RUU tentang Konsultan Pajak ini.

“Karena kalau misalnya ada penolakan, nah itu yang agak repot. Karena ketika kita membuat RUU berikut naskah akademiknya, itu hanya diperbolehkan lewat tangan pemerintah atau DPR,” kata dia.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Ramhman menyatakan, terima kasih atas dukungan akademisi dan politisi untuk terbentuknya UU Konsultan Pajak tersebut. Dengan dukungan itu, IKPI menyatakan kembali bersemangat dan akan kembali menyusun ulang naskah akademik untuk kemudian disosialisasikan kepada para stakeholder.

“Kami (IKPI) akan membuka diri untuk mewujudkan terciptanya UU Konsultan Pajak yang sudah bertahun-tahun hilang dari daftar Prolegnas DPR. Untuk itu, kami akan merangkul berbagai kalangan untuk menyusun atau membahas kembali naskah akademik tersebut,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019 Fahri Hamzah, menyatakan dukungannya untuk mewujudkan terciptanya Undang-Undang Konsultan Pajak di Indonesia. Dengan adanya regulasi yang baik tentang konsultan pajak, nantinya profesi/organisasi yang menaungi profesi ini bisa berkembang yang kemudian bisa mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas. Maka, itu akan mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara secara lebih luas.

“Prinsipnya saya menyambut baik ikhtiar dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak yang memang sangat dibutuhkan secara nasional,” kata Fahri.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini pendapatan negara terbesar atau sekitar 70 persen berasal dari pajak. Tahun ini, pendapatan negara dari sektor pajak tercatat lebih dari Rp 2.000 triliun dan itu adalah angka yang sangat besar.

Dengan demikian lanjut Fahri, jika pendapatan pajak sebegitu penting bagi perekonomian Indonesia dan khususnya bagi Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka sudah seharusnya penataan sistem yang memungkinkan negara bisa mengambil untung dari  kegiatan ekonomi masyarakat melalui pajak itu harus difasilitasi.

“Selama ini dengan sistem peradilan pajak yang agak monolitik dan posisi masyarakat dalam hal ini swasta yang kurang didamping oleh konsutan pajak, itu pasti mencipatakan ketimpangan pada penerimaan negara. Jadi kalau negara bisa memfasilitasi  dengan adanya perlindungan atau regulasi yang baik tentang konsultan pajak, dan nanti konsultan pajaknya berkembang, maka nanti mereka (konsultan) akan mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas, dan itu mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara juga secara lebih luas,” kata Fahri. (Sumber berita: https://rm.id/baca-berita/nasional/144194/ikpi-sebut-konsultan-pajak-di-indonesia-butuh-payung-hukum-kuat)

en_US