Cuaca Ekstrem, Layanan Telepon Kring Pajak Ditiadakan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan layanan telepon Kring Pajak hari ini ditiadakan. Kebijakan diambil sehubungan dengan potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan akan terjadi.
Saluran digital lain yang bisa dimanfaatkan wajib pajak yakni live chat pada laman www.pajak.go.id, email informasi@pajak.go.id dan pengaduan@pajak.go.id, atau Twitter @kring_pajak.

“Sehubungan dengan potensi cuaca ekstrem, layanan telepon Kring Pajak 1500200 tidak tersedia pada Rabu, 28 Desember 2022. Silakan menghubungi Kring Pajak melalui Livechat, Email dan Twitter,” bunyi pengumuman resmi DJP, Rabu (28/12/2022).

Para wajib pajak bisa menghubungi saluran digital lain selain telepon pada jam kerja yakni pukul 08.00-16.00 WIB. Otoritas pengelola pajak memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dengan adanya kondisi ini.

“Mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” imbuhnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi hari ini terjadi potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Peningkatan hujan ini diprediksi akan terjadi hingga penghujung tahun 2022.

“Prakiraan cuaca tanggal 28 Desember 2022 pada umumnya adalah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, namun bukan badai. Peningkatan curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat berpotensi terjadi pada tanggal 30 Desember 2022,” demikian informasi yang diunggah di akun Twitter BMKG.

Masyarakat diimbau agar mewaspadai dampak dari potensi cuaca ekstrem ini. Yakni adanya potensi bencana hidrometeorologi atau suatu fenomena bencana alam yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi).(bl)

Target Penerimaan Pajak 2022 Tetap Tercapai Tanpa PPS dan PPN

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak tercatat melampaui target 2022 meskipun tanpa pelaksanaan program pengungkapan sukarela atau PPS dan kenaikan tarif pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022, pemerintah mematok target penerimaan pajak tahun ini Rp1.485 triliun. Jumlahnya naik hingga 20,7 persen dari target penerimaan pajak 2021 senilai Rp1.229,6 triliun.

Dua pekan menjelang berakhirnya 2022, target penerimaan pajak tahun ini ternyata tercatat telah melampaui target.

Seperti dikutip dari Bisnis.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa per 14 Desember 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp1.634,36 triliun.

“Ini artinya sudah 100 persen lebih dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden [Perpres] 98/2022, pajak sudah menembus 110,06 persen. Naik 41,93 persen dibandingkan dengan penerimaan tahun lalu yang mencapai Rp1.152,5 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, pekan lalu.

Menurut Sri Mulyani, tercapainya target penerimaan pajak itu terjadi karena berbagai faktor, mulai dari berkah kenaikan harga komoditas (windfall) hingga peningkatan konsumsi masyarakat.

Dia pun menyebut bahwa pemberlakuan program pengungkapan sukarela (PPS) dan kenaikan tarif pajak pertumbuhan nilai (PPN) turut berkontribusi.

Ternyata, penerimaan pajak 2022 bisa mencapai target tanpa tambahan pendapatan dari PPS dan kenaikan tarif PPN. Namun, berlakunya kedua kebijakan itu membuat penerimaan negara makin moncer.

PPS, yang dikenal sebagai tax amesty jilid II, tercatat berkontribusi Rp61,01 triliun terhadap penerimaan pajak. Pendapatan itu diperoleh dari pajak penghasilan (PPh) para peserta PPS, dengan total harta yang dilaporkan mencapai Rp512,57 triliun.

Lalu, Sri Mulyani menyampaikan bahwa kenaikan tarif atas PPN menjadi 11 persen berkontribusi Rp52,5 triliun terhadap penambahan penerimaan negara.

Angka itu diperoleh dari penambahan penerimaan Rp51 triliun pada April—November 2022 dan Rp2,57 triliun pada dua pekan pertama Desember 2022, yang berarti angkanya masih akan bertambah sampai akhir tahun.

Berlakunya PPS dan kenaikan tarif PPN telah memberikan tambahan penerimaan pajak Rp113,58 triliun tahun ini. Apabila realisasi penerimaan pajak hingga 14 Desember 2022 dikurangi oleh tambahan penerimaan dari PPS dan kenaikan tarif PPN itu, hasilnya menjadi Rp1.520,78 triliun.

Begini Rinciannya Hasil perhitungan itu setara dengan 102,4 triliun dari target penerimaan pajak 2022. Artinya, apabila PPS dan kenaikan tarif PPN tidak berlaku, penerimaan pajak sejauh ini telah melampaui target. (bl)

Pemerintah Singapura Naikan Pajak Penjualan, Warga Serbu Pusat Perbelanjaan

IKPI, Jakarta: Warga Singapura menyerbu pusat perbelanjaan. Hal itu terjadi karena pajak penjualan naik mulai 1 Januari 2023 untuk pertama kalinya dalam 15 tahun.

Soif Noor misalnya, ia telah membeli furnitur dan peralatan untuk rumah barunya. Pembelian dilakukan empat bulan sebelum ia pindah.

Mulai tahun depan, pajak penjualan untuk segala hal mulai dari bahan makanan hingga cincin berlian naik dari 7% menjadi 8%.

“Kenaikan 1% mungkin kecil, tetapi penghematan apa pun membantu dalam lingkungan inflasi ini,” katanya dikutip dari Detik Finance dan Reuters, Rabu (28/12/2022).

Para ekonom mengatakan, dampak dari kenaikan pajak di Singapura dapat diredam dengan lonjakan belanja dari konsumen sebelum diimbangi oleh penurunan sesudahnya. Dengan membeli semuanya sekarang, Soif mengatakan dia dapat menghemat S$ 250 (US$ 185) untuk pembeliannya.

Soif mengatakan beberapa rekan prianya bergegas untuk mendapatkan cincin tunangan. Mereka didesak pacarnya untuk segera melamar, karena jika tidak maka akan lebih mahal tahun depan.

Dengan pajak penjualan yang baru di Singapura, maka tarif pajak negara tersebut lebih tinggi dari Thailand sebesar 7%. Namun, masih lebih rendah dari Indonesia sebesar 11%. Pajak tersebut setengah dari sekitar 20% yang diberlakukan di banyak negara Eropa dan di bawah Jepang 10%.

Langkah Singapura untuk menaikkan pajak ini terjadi ketika beberapa negara seperti Thailand dan Italia menyetujui keringanan pajak konsumsi dalam rangka membantu warganya mengatasi biaya hidup yang meningkat. (bl)

Pengamat Sebut UU HPP Masih Terkendala Aturan Turunan

IKPI, Jakarta: Implementasi Undang-undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) mendapatkan sorotan dari Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA. Peneliti Perpajakan CITA Fajry Akbar mengatakan UU HPP mampu mendorong penerimaan pajak pada tahun ini. Kendati demikian, masih ada sejumlah pekerjaan rumah dalam mengimplementasikan aturan tersebut.

“Belum adanya aturan turunan dari UU HPP menjadi salah satu penyebab belum optimalnya penggalian potensi penerimaan pajak melalui UU HPP,” ujar Fajry dalam keterangan resmi, seperti dikutip dari Bisnis.com, Selasa (27/12/2022).

Fajry mengakui tak mudah untuk merumuskan aturan UU HPP. Apalagi, dalam merumuskan aturan baru, dia menilai pemerintah membutuhkan waktu yang tak sebentar. Pemerintah sendiri sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan aturan turunan dari UU HPP.

Namun, dia menilai sebagian besar ketentuan dalam PP tersebut masih memerlukan aturan setingkat Menteri (Peraturan Menteri Keuangan) dan teknis, terutama untuk menggali potensi penerimaannya. Salah satunya dalam PP Nomor 50/2022.

Fajry menuturkan masih banyak ketentuan teknis yang belum diatur, meskipun dalam aturan tersebut telah dirinci terkait ketentuan pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak yang berkewajiban membayar pajak karbon.

Sebagai informasi, mekanisme carbon trading baru saja disahkan melalui UU P2SK dan diatur kembali melalui peraturan ESDM.

Namun menurut dia, pemerintah sudah seharusnya lebih cepat menerbitkan aturan turunan UU HPP guna menjawab tantangan penerimaan pajak pada 2023 mendatang.

“Apalagi mengingat aturan turunan UU HPP sendiri sudah di luar timeline semula. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi wajib pajak,” kata dia.(bl)

Ini Aturan dan Perhitungan Pajak Nataru

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi mengubah perhitungan pajak penghasilan karyawan (PPh) 21 lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Secara umum PP 55/2022 mengatur beberapa ketentuan pajak, salah satunya yaitu perlakukan perpajakan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Hal ini diatur di dalam Bab VI.

Pada Pasal 29 dijelaskan bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dinilai dengan beberapa ketentuan.

Ketentuan penilaian natura dan/atau kenikmatan yang dimaksud yakni untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, yaitu berdasarkan nilai pasar.

Serta, untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan, yaitu berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi.

“Pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” tulis Pasal 30 PP 55/2022, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (26/12/2022).

Adapun ketentuan mengenai tata cara penilaian dan perhitungan penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan akan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Menteri.

Dalam Pasal 24 PP 55/2022, pemerintah telah mengatur penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan alias tidak dipungut pajak.
Terdapat lima jenis natura yang dikecualikan dari PPh dalam PP 55/2022 tersebut. Di antaranya:

– Makanan, bahan makanan, bahan minuman atau minuman bagi seluruh pegawai.

Ini meliputi makanan yang disediakan pemberi kerja di tempat kerja, kupon makanan bagi pekerja mobile, dan bahan makanan bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.

– Natura yang disediakan di daerah tertentu.

Bentuk natura daerah tertentu ini, meliputi fasilitas tempat tinggal rumah bagi pekerja dan keluarganya, pelayanan kesehatan , pendidikan, peribadatan, pengangkutan dan olahraga tertentu.

Namun, pembebasan PPh atas natura ini hanya berlaku di daerah tertentu, yakni daerah yang secara ekonomis memiliki potensi, tetapi prasarana ekonominya belum memadai dan sulit dijangkau transportasi umum.

– Natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam rangka keamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja.

Ini meliputi pakaian seragam. peralatan untuk keselamatan kerja, sarana antar jemput pegawai, penginapan awak kapal dan perlengkapan penanganan endemi, pandemi atau bencana nasional.

– Natura yang bersumber atau dibiayai dari APBN, APBD atau anggaran desa. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

– Natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu. Dalam hal ini, pemerintah tidak memberikan kepastian dalam PP ini mengenai berapa nilai batasan yang bakal dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh.

Tak seperti karyawan swasta, penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diterima oleh pegawai negeri sipil (PNS) dari anggaran pemerintah bebas dari pajak penghasilan (PPh) alias tidak potong pajak.
Hal tersebut tertuang di dalam Bab 6 pada Pasal 24 mengenai bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan bagi pihak penerima.

Dikecualikan dari objek pajak penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud meliputi:

“Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APDB), dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa,” tulis Pasal 24 huruf d.

Apabila, PNS menerima imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang tidak bersumber dari APBN, APBD, atau APBDes, maka natura atau kenikmatan tersebut menjadi objek PPh sebagaimana yang berlaku bagi pegawai swasta.

Adapun PPh Pada PP 80 Tahun 2010, diatur PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD, ditanggung oleh pemerintah.

Atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dalam bentuk apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, bendahara pemerintah wajib memotong PPh Pasal 21 final dengan tarif 0% – 15%.

Tarif PPh Pasal 21 final 0% berlaku bagi PNS golongan I dan II, anggota TNI dan Polri berpangkat tamtama dan bintara serta pensiunannya.

Tarif PPh 21 final 5% berlaku untuk PNS golongan III, anggota TNI dan Polri berpangkat perwira pertama dan pensiunannya.

Adapun tarif PPh 21 final sebesar 15% berlaku bagi pejabat, PNS golongan IV, anggota TNI dan Polri berpangkat perwira menengah dan tinggi, serta pensiunannya.

Berdasarkan Pasal 30 PP 55/2022, dijelaskan bahwa pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kemudian pada Pasal 73, ketentuan mengenai perlakuan perpajakan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud berlaku sebagai berikut:

– Bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai sebelum 1 Januari 2022, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.

– Bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022, dimulai tanggal 1 Januari 2022 atau setelahnya, mulai berlaku pada saat tahun buku 2022 dimaksud dimulai.

Kemudian pada Pasal 73 ayat (2) diatur mengenai ketentuan pemotongan pajak penghasilan bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan dan pelaporan dalam SPT, ketentuannya sebagai berikut:

– Kewajiban melakukan pemotongan pajak penghasilan seperti yang dimaksud Pasal 30, bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan mulai berlaku untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023.

– Atas penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak:

a. Tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 31 Desember 2022, dari pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan.

b. Awal tahun buku 2-22 sampai dengan tanggal 31 Desember 2022, dari pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan.

Namun, atas penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang belum dilakukan pemotongan, maka wajib pajak harus menghitung dan membayar sendiri dalam SPT 2022.

“Yang belum dilakukan pemotongan pajak penghasilan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud, atas pajak penghasilan yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri, serta dilaporkan oleh penerima dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022,” tulis Bunyi Pasal 73 ayat (2) huruf b. (bl)

 

 

Jokowi Rilis Kebijakan Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan

IKPI, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya merilis keputusan presiden terkait dengan penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Titah Presiden ini dituangkan dalam Keputusan Presiden (Kepres) No.25 Tahun 2022. Kepres ini diteken pada 23 Desember 2022. Ada empat hal yang ditetapkan Jokowi. Pertama, pengenaan tarif pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 atas penghasilan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Kedua, pengenaan tarif pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 atas penghasilan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang menjadi beban negara, dalam APBN dan APBD.

Ketiga, pemberlakukan dan penerapan tarif efektif pemotongan pajak PPh pasal 21. Terakhir, pencabutan PP No.80 tahun 2010 tentang tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang menjadi beban APBN dan APBD.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengumumkan bahwa pemerintah telah menyesuaikan pengaturan di bidang Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam satu Peraturan Pemerintah (PP) yang komprehensif dan konsolidatif.

“Dalam beleid ini, beberapa ketentuan bersifat meneruskan amanah Pasal 32C UU HPP untuk selanjutnya diatur di Peraturan Menteri Keuangan, seperti Bab II tentang Objek PPh, Bab III tentang Pengecualian dari Objek PPh, dan Bab IV tentang Biaya yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (26/12/2022).

Sementara itu ketentuan lainnya, untuk penyusutan harta berwujud berupa bangunan permanen dan/atau amortisasi harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, Wajib Pajak dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun berdasarkan UU PPh atau masa
manfaat sebenarnya sesuai pembukuan Wajib Pajak dengan syarat taat asas.

“Khusus untuk harta yang dimiliki sebelum tahun pajak 2022 dan telah disusutkan/diamortisasi sesuai masa manfaat dalam UU PPh, Wajib Pajak masih dapat memilih menggunakan masa manfaat sebenarnya sesuai pembukuan Wajib Pajak dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak,” paparnya.

Untuk ketentuan pemberian natura dan/atau kenikmatan, yang mana sebelumnya bukan merupakan objek pajak bagi pihak penerima dan tidak dapat dibebankan bagi pihak pemberi, saat ini menjadi objek pajak bagi pihak penerima dan dapat dibebankan bagi pihak pemberi
(taxable and deductable).

Dikecualikan dari pengenaan pajak (nontaxable) adalah natura dan/atau kenikmatan yang meliputi:

1) makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
2) natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3) natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan;
4) natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD/APBDesa; atau
5) natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Ketentuan ini berlaku sejak tahun pajak 2022. Namun, kewajiban pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan oleh pemberi kerja mulai berlaku untuk penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023. Natura dan/atau kenikmatan yang diterima pada tahun pajak 2022 dan belum dilakukan pemotongan PPh, makan PPh atas penghasilan tersebut wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2022 oleh penerimanya.(bl)

Kemenkeu Terbitkan Laporan Belanja Perpajakan 2021

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2021 yang menginventarisasi berbagai insentif perpajakan, baik dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, percepatan pemulihan ekonomi, maupun insentif perpajakan lain yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung kinerja ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Seperti dikutip dari Kontan.co.id, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, peran insentif perpajakan cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pada tahun 2021, perekonomian Indonesia mampu tumbuh positif dan bahkan sudah 1,6% lebih tinggi dibandingkan dengan level pra pandemi (2019).

Dukungan insentif fiskal baik yang berlaku secara umum maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis mampu berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.

Termasuk kebijakan Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian kendaraan bermotor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN DTP) atas pembelian rumah yang mampu mencapai tujuannya untuk menggerakkan sektor riil.

“Melihat perekonomian tahun 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” ujar Febrio dalam keterangan resminya, Senin (26/12/2022).

Seiring dengan peningkatan pemanfaatan fasilitas akibat semakin pulihnya perekonomian dan penambahan insentif dalam rangka penanggulangan dampak covid-19 yang baru berlaku pada tahun 2021, belanja perpajakan tahun 2021 mencapai R p299,1 triliun atau sebesar 1,76% dari PDB.
Nilai tersebut meningkat 23,8% dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp 241,6 triliun atau 1,56% dari PDB.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk tahun 2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp175 triliun atau 58,5% dari total estimasi belanja perpajakan.

Jumlah ini meningkat 24,2% dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin.

Selain itu, Febrio bilang, semakin pulihnya perekonomian nasional mendorong peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut juga semakin tinggi.

Febrio mengatakan, Penyusunan Laporan Belanja Perpajakan terus disempurnakan, salah satu bentuknya adalah penyajian estimasi belanja perpajakan untuk satu tahun ke depan. Selain itu, untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan.

Insentif perpajakan merupakan salah satu kebijakan fiskal yang melengkapi instrumen APBN, bekerja dari sisi belanja negara sehingga penyusunan Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja.

“Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan,” jelas Febrio.

Di tahun 2022 dan ke depan, tantangan pembangunan ekonomi nasional mengalami pergeseran dari semula pandemi covid-19 menjadi gejolak perekonomian global yang diperparah oleh perang di Ukraina dan meningkatnya tensi geopolitik.

Untuk itu, Febrio menegaskan, kebijakan insentif perpajakan di 2022 dan ke depan tentunya dapat diarahkan untuk menjawab berbagai tantangan baru tersebut.
Penguatan daya saing perekonomian juga mutlak dilakukan untuk terus memperkuat daya tahan perekonomian nasional dalam menghadapi tekanan eksternal.

Selain itu, kebijakan insentif perpajakan juga akan dioptimalkan untuk mendukung akselerasi transformasi perekonomian dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (bl)

Pemerintah Hapus PPh untuk Parsel dan Hampers

IKPI, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ‘kado’ manis di perayaan Hari Natal tahun ini. Kepala Negara akhirnya merilis daftar fasilitas natura atau imbalan yang diberikan kantor, yang dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh) alias tidak dipungut pajak.

Relaksasi ini bak hadiah Natal di akhir tahun. Pasalnya, hal ini dapat mendorong penjualan dan pembelian kado, antaran, parsel dan hampers Natal.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, aturan soal fasilitas natura ini tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, yang ditandatangani sejak 20 Desember 2022.

Artinya, masyarakat tak perlu khawatir, karena bingkisan seperti hampers saat perayaan hari keagamaan seperti Hari Raya dan Natal dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh).

“Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud,” tulis Pasal 24 PP ini yang dikutip Minggu (25/12/2022).

Terdapat lima jenis natura yang dikecualikan dari PPh dalam PP 55/2022 tersebut. Di antaranya:

– Makanan, bahan makanan, bahan minuman atau minuman bagi seluruh pegawai.

Ini meliputi makanan yang disediakan pemberi kerja di tempat kerja, kupon makanan bagi pekerja mobile, dan bahan makanan bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.

– Natura yang disediakan di daerah tertentu.

Bentuk natura daerah tertentu ini, meliputi fasilitas tempat tinggal rumah bagi pekerja dan keluarganya, pelayanan kesehatan , pendidikan, peribadatan, pengangkutan dan olahraga tertentu.

Namun, pembebasan PPh atas natura ini hanya berlaku di daerah tertentu, yakni daerah yang secara ekonomis memiliki potensi tetapi prasarana ekonominya belum memadai dan sulit dijangkau transportasi umum.

– Natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam rangka keamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja.

Ini meliputi pakaian seragam. peralatan untuk keselamatan kerja, sarana antar jemput pegawai, penginapan awak kapal dan perlengkapan penanganan endemi, pandemi atau bencana nasional.

– Natura yang bersumber atau dibiayai dari APBN, APBD atau anggaran desa. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

– Natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Bingkisan atau hampers dalam rangka hari raya atau fasilitas peribadatan di lokasi kerja yang dimanfaatkan oleh semua pegawai, termasuk dalam kategori jenis dan/atau batasan tertentu yang dikecualikan dari PPh.

Kendati demikian, pemerintah tidak memberikan kepastian dalam PP ini mengenai berapa nilai batasan yang akan dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh. (bl)

Lima Srikandi IKPI Bicara Keseimbangan Keluarga dan Karir di Hari Ibu

IKPI, Jakarta: Ibu mempunyai peran vital dalam membangun sebuah keluarga. Bagaimana tidak, tugas ibu ternyata bukan hanya sekadar mengurus anak, suami atau berkutat di dapur saja.

Di era modern dan serba digitalisasi ini, rupanya peran ibu di dalam keluarga semakin kompleks. Mereka kebanyakan sudah mempunyai karir sejak belum berkeluarga.

Namun, saat perempuan memutuskan untuk berkeluarga di sinilah terjadi kesepakatan (komitmen) antara pasangan. Artinya, perempuan masih diperbolehkan melanjutkan karirnya atau hanya diminta fokus untuk mengurus keluarga oleh pasangannya.

Di Hari Ibu yang jatuh pada Kamis, 22 Desmber 2022, lima Srikandi dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) masing-masing punya cerita yang berbeda bagaimana mereka menyeimbangkan pekerjaan (karir) dan kepentingan keluarga lewat aplikasi Zoom yang disaksikan oleh 400an anggota IKPI dari berbagai wilayah di Indonesia.

Bertindak sebagai moderator pada bincang profesi dengan tema “Kunci Sukses Wanita pada Profesi Konsultan Pajak” adalah Anggota Departemen PPL IKPI Jemmi Sutiono, serta lima narasumber yang berbagi cerita yakni Engeline Siagian dan Sri Wahyuni Sujono, keduanya adalah Anggota Dewan Pengawas IKPI.

Sedangkan tiga Srikandi lainnya adalah Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari, Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina, serta Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Lilisen.

Cerita menarik pertama kali dipaparkan Engeline Siagian. Menurut dia, profesinya sebagai konsultan pajak memang dirasakan menyita banyak waktu, sementara sebagai ibu rumah tangga ada juga tanggung jawab yang sangat penting dan harus dikerjakannya.

Dengan demikian, sebenarnya ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Tetapi, memang dibutuhkan keseimbangan agar dalam menjalankan pekerjaan dan ibu rumah tangga bisa dilakukan dengan baik.

“Jadi dibutuhkan komitmen kuat antara saya sebagai seorang istri dengan suami dan anak. Komitmen yang sama juga kita buat terhadap pekerjaan, jadi jangan sampai kedua kewajiban ini bertabrakan,” kata Engeline.

Menurut Engeline, dia beruntung karena ada mertua dan asisten rumah tangga yang tinggal bersama dengan keluarga kecilnya. Ibu mertua dan asisten rumah tangganya dikatakan sangat menyayangi anak-anaknya, sehingga dia tidak terlalu khawatir meninggalkan mereka saat dirinya bekerja.

Namun demikian kata dia, pada saat-saat tertentu tetap ada skala prioritas mana yang harus didahulukan. Karena, sangat mustahil kepentingan keluarga dan pekerjaan bisa selalu dijalankan secara bersamaan.

Dia juga menegaskan, harus ada waktu khusus berkualitas yang kita sediakan untuk suami dan anak. Kondisi itu nantinya bisa dimanfaatkan juga untuk meminta dukungan penuh orang-orang yang kita sayangi tersebut atas pekerjaan yang sedang dijalankan.

“Jadi kita harus komitmen dan serius dengan pekerjaan yang diambil. Kalau tidak, mana bisa nanti klien percaya dengan kerja kita. Komitmen dan kepercayaan keluarga itu pertama harus datang dari suami,” ujar Engeline.

Namun demikian, Engeline menyatakan kalau dirinya kurang beruntung karena ibunda sudah dipanggil sang pencipta di usia yang masih terbilang muda. Ini yang menyebabkan dirinya tidak dapat merasakan kasih sayang ibunda secara penuh, apalagi saat itu Oma dari lima cucu ini baru kembali dari menemani suaminya yang menjalani pendidikan di Amerika Serikat.

Saat ini, berkat komitmen dan kepercayaan keluarga yang mendukung karirnya sebagai konsultan pajak. Engeline juga pernah menjabat salah satu pimpinan di kantor konsultan pajak yang mempekerjakan ratusan karyawan.

Cerita lainnya juga diungkapkan Sri Wahyuni Sujono. Dia menyatakan rasa bangganya menjadi konsultan pajak, apalagi saat ini jumlah konsultan pajak perempuan semakin banyak yakni angkanya mencapai 37 persen.

Ini menunjukan kalau profesi konsultan sangat menarik dan menjanjikan secara ekonomi. Namun di tengah kemenarikan menjadi konsultan pajak, ada juga yang perlu diketahui banyak orang khususnya bagi perempuan yang sudah berkeluarga atau akan berkeluarga.

Dari pengalaman Sri, di awal merintis karirnya sebagai konsultan pajak, pekerjaan ini membutuhkan banyak waktu dari pekerjaan kantoran biasannya. Tidak jarang dia mengerjakan pekerjaan hingga larut malam, dan itu dia lakukan selama beberapa tahun.

Dengan demikian, Sri sepakat dengan para rekannya yang juga menjadi narasumber dalam bincang profesi kali ini. Buatlah komitmen yang mantap dengan keluarga khususnya suami, agar pekerjaan yang menyita banyak waktu ini tidak menjadi masalah dikemudian hari.

Sebagai perempuan, Sri juga mengaku bangga bisa bersaing dengan kaum adam dalam menjalankan profesi ini. Sebab, pada masanya memulai karir, banyak dari mereka yang terkesan mengecilkan kemampuan perempuan dan menganggap kaum hawa tidak bisa bekerja keras.

“Disini saya buktikan, bahwa saya mampu untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan pimpinan. Jadi intinya perempuan juga bisa bersaing pada profesi ini,” ujar Sri.

Dia mengungkapkan, pada saat muda memang sering terlintas rasa bersalah karena tidak cukup waktu untuk bersama mereka dikarenakan pekerjaan yang menyita banyak waktu. Tetapi dia menganggap, itu adalah bagian dari hambatan hidup yang harus dijalani.

Namun demikian, hambatan yang dijalani Sri terbilang masih pada kegiatan positif yakni menghabiskan waktu untuk pekerjaan. Karena kata dia, ada juga rekannya yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga merasa kebingungan membuang waktu luangnya.

“Kalau tidak ada kegiatan, itu buat kita jadi stres juga. Makanya kesibukan ini bisa diambil dari sisi positifnya. Jadi sekarang saya cukup bersukur karena semua itu sudah bisa dilewati,” ujarnya.

Sri juga menceritakan kalau dirinya se-keluarga juga bermalam Mingguan di kantor klien. Hal ini disebabkan, adanya salah perhitungan dari timnya dan harus segera diperbaiki. Kondisi tersebut menyebabkan Sri yang saat itu sedang asik nonton untuk menikmati malam Minggu dengan keluargapun harus bubar.

“Malam itu juga saya harus mengerjakan kesalahan tersebut hingga pukul 02.30 WIB. Setelah selesai saya bilang kepada anak-anak, inilah pekerjaan ibu. Kalau suami sudah mengerti, karena se profesi,” kata dia.

Semakin usia anak bertambah, mereka semakin mengerti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Bahkan mereka juga rela mengalah agar orang tuanya yang sudah tua tida terlalu capek dengan pekerjaannya.

“Jadi, saat anak-anak sudah masuk SMA mereka bilang kalau cari rumah yang dekat dengan kantor saja, biar sekolah anak-anak sedikit jauh tidak apa-apa. Padahal waktu mereka kecil, saya berpikiran sebaliknya dari yang mereka pikirkan saat ini,” ujarnya.

Yang juga tidak kalah seru adalah, cerita dari Zeti Arina. Perempuan asal Surabaya ini, menceritakan kisah yang sangat menarik untuk disimak atau bahkan dijadikan pelajaran hidup bagi wanita karir yang juga berpofesi sebagai ibu rumah tangga.

Pendapat menarik juga disampaikan Lisa Purnamasari. Dalam bincang profesi ini Lisa mengungkapkan keluarga adalah segalanya.

Karena kata Lisa, dalam menjalankan suatu pekerjaan seorang istri harus mendapatkan persetujuan (ridho) suami. Dengan demikian, pekerjaan itu nantinya akan terasa lebih ringan.

Sebagai ibu rumah tangga dan pekerja, dia mengungkapkan harus ada keseimbangan dalam menjalankan kedua peran ini. Sebab, menurut pandangan Lisa, dalam menjalankan antara pekerjaan dan tugas ibu rumah tangga itu sama pentingnya. Dengan demikian, tugas dari dua pekerjaan berbeda itu harus sama-sama dijalankan dengan serius dan ikhlas.

Lisa juga menceritakan, ada hambatan yang datang pada pekerjaan, persisnya pada awal2 karirnya ketika bekerja di Gani Djemat Group, dimana dia dihadapkan pada pilihan antara memanfaatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke LN atau fokus pada pengobatan/therapy yg sedang dijalankannya dalam rangka ikhtiar untuk mendapatkan keturunan.

Namun demikian, Lisa yang kala itu baru saja menikah harus dapat menentukan prioritasnya dalam pengambilan keputusan.

“Jadi saat itu cita-cita dalam pekerjaan saya memang tidak terlalu muluk, disitulah saya mengambil keputusan mana yang lebih menjadi skala prioritas,” katanya.

Selain peran suami dan anak, Lisa juga tidak mengesampingkan peran sang bunda yang telah membesarkan dan mendidiknya hingga saat ini.

Di matanya, ibunda adalah orang tua yang luar biasa. Sejak ditinggal oleh Ayahanda, sang ibu yang tadinya ibu rumah tangga, terpaksa harus bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup dan biaya pendidikan ke-empat anaknya.

Ibunda Lisa menurutnya mempunyai perhatian yg detail terhadap anak-anaknya, mulai dari hal terkecil seperti sekadar memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada anaknya. Ini dilakukan sang bunda sampai saat ini, walaupun anak-anaknya sudah berkeluarga dan tidak lagi tinggal serumah dengannya.

“Ibu selalu mengunjungi rumah anaknya saat hari lahir tiba. Nampaknya itu menjadi perhatian dan kebiasan ibu untuk anaknya yang tak hilang sampai saat ini,” kata Lisa.

Terkadang ibu juga memberikan anaknya yang berulang tahun dengan kejutan-kejutan kecil, seperti membawa kado.

Tetapi menurut Lisa, rupanya pemikiran ibunda berbeda dengan sang anak. Walaupun mereka sudah berusia dewasa, perhatian dan kasih sayang bunda tak akan hilang hanya karena termakan usia.”Hal ini terkadang yang membuat kita malu kepada ibunda. Karena kesibukan pekerjaan, biasanya anak ada yang lalai dalam memberikan perhatian yang sama kepada orang tuanya,” kata Lisa.

Berbicara pekerjaan, kini Lisa telah membangun konsultan pajak sendiri dan memiliki puluhan pegawai yang membantunya baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap.

Tetapi, sesibuk apapun Lisa dalam melakukan pekerjaannya, keluarga merupakan prioritas utama yang akan dia pilih dibandingkan dengan segudang pekerjaan yang membutuhkan jasanya.

Rupanya pendapat Zeti dalam menjalankan karir dan ibu rumah tangga juga sama dengan tiga nara sumber sebelumnya, yakni menjalankan komitmen dengan suami. Menurtnya, hal itu adalah merupakan syarat utama yang wajib dijalankan oleh para wanita karir yang telah memiliki keluarga.

Karena jika tidak ada komitmen diawal dengan suami, kesibukan pekerjaan konsultan pajak yang menyita banyak waktu biasanya akan menyisakan masalah. “Jadi ketika sama-sama sudah berkomitmen, percayalah keberatan-keberatan keluarga khususnya dalam permasalahan pembagian waktu itu akan dapat diminimalisir,” kata Zeti.

Dia juga menegaskan, istri yang ideal itu adalah bergantung kepada penerimaan suami terhadap pasangannya. Jadi jika komitmen itu benar-benar bisa dijalankan dengan baik, maka Insha Allah suami akan mengatakan bahwa istrinya adalah pasangan yang ideal.

Zeti juga tidak memungkiri kalau dirinya bukan istri yang bisa setiap saat menemani suami makan, mengambilkannya handuk, atau membuatkannya kopi. Tetapi, ada waktu-waktu tertentu yang memang dia sediakan untuk memiliki waktu berkualitas bersama suami dan anak-anak.

“Jadi kalau sudah komitmen mengizinkan istri untuk berkarir, suami juga harus siap di mana ada waktu-waktu dirinya harus melayani kebutuhan sendiri (mandiri),” katanya.

Jika ada pekerjaan di luar kota atau-pun luar negeri yang memakan waktu lama, Zeti juga selalu menawarkan suami dan anaknya untuk turut serta dalam kegiatannya. Jika mereka tidak sedang ada kegiatan, maka Zeti memboyong keluarganya untuk ikut menemani perjalanan kerja.

Kesuksesan Zeti dalam berkarir kini sudah terlihat. Saat ini dia sudah memiliki 25 karyawan handal yang bisa dipercaya dan siap membantu tugas-tugas beratnya.

Sementara itu, perjuang berbeda disampaikan Lilisen. Dia mengaku harus berjuang menghadapi kerasnya kehidupan. Sebab, sang bunda sudah menghadap sang pencipta saat usianya masih anak-anak.

Akhirnya, Lilisen kecil saat itu diasuh oleh sang nenek yang datang langsung dari negeri tirai bambu. Didikan nenek yang keras terhadap cucu-cucunya, membuat mereka tak bisa santai-santai dalam menjalani hidup seperti layaknya anak-anak kecil pada umumnya yang banyak menghabiskan waktu kecil mereka untuk bermain.

Saat itu kata Lilisen, nenek sangat keras mengajarkan cucunya untuk berprilaku disiplin, tanggung jawab, dan serius dalam menjalankan pendidikan.

Rupanya sikap keras nenek terhadap Lilisen terbayar sudah. Dalam karirnya sebagai konsultan pajak, kini dia sudah memiliki sejumlah karyawan.

Lilisen menceritakan, dirinya menjadikan profesi konsultan pajak dikarenakan tuntutan ekonomi sehingga dia dan suaminya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga.

Menjadi pekerja sekaligus merangkap sebagai ibu rumah tangga rupanya memang dirasakan berat oleh Lilisen. Apalagi saat itu dirinya mempunyai bayi, dan tidak ada orang untuk membantu mengasuhnya.

Akibatnya, Lilisen harus membawa anaknya itu ikut menemani ibunya bekerja. Kondisi ini dialami dia selama beberapa bulan hingga akhirnya Lilisen mendapatkan pengasuh untuk sang buah hati.

Singkat cerita, bayi yang dahulu ikut menemani sang ibu bekerja kini sudah besar dan bersekolah. Disinilah masalah baru muncul, karena sebagai seorang ibu, rupanya Lilisen sangat konsen dengan perhatiannya terhadap tumbuh kembang anak hingga pendidikannya.

Lilisen rupanya adalah sosok ibu yang mau turun tangan langsung untuk mendidik anaknya sendiri. Darisinilah dia mulai selektif menerima klien untuk pekerjaannya, di mana keluarga adalah prioritas utama yang menjadi tujuan hidup dari Lilisen.

Dari sejak dini Lilisen mengaku sudah mengajarkan anaknya untuk berdisiplin, tanggung jawab, serta tertib dalam pendidikan. Hal ini dilakukan, agar saat mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan menjalani hal yang baru dalam situasi apapun, mereka sudah harus siap karena dasar ilmunya sudah diajarkan orang tua.

Hal ini juga yang diajarkan nenek Lilisen saat dia masih anak-anak, dan ilmu itu kini dia turunkan kepada anak-anaknya. (bl)

Menkeu Keluarkan Aturan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

Peraturan ini mulai berlaku 60 hari sejak tanggal diundangkan atau 5 Desember 2022, yakni 3 Februari 2022.

“Untuk melaksanakan Pasal 43A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) agar lebih berkepastian hukum, perlu dilakukan penggantian atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, seperti dikutip dari Liputa6.com, Jumat (23/12/2022).

Neil menjelaskan di dalam peraturan tersebut, beberapa ketentuan bersifat menambahkan ketentuan yang sudah ada.

Ketentuan tersebut antara lain, pertama, ketentuan pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukper disampaikan paling lama satu bulan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukper berakhir. Ketentuan ini sebelumnya tidak ada.

Kedua, dalam rangka upaya ultimum remedium untuk memulihkan kerugian negara, meskipun telah terbit Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, wajib pajak tetap dapat mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan syarat mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum, dan terhadap pengungkapan tersebut diterbitkan pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukper.

Ketiga, menambahkan pada ketentuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang harus melampirkan Surat Setoran Pajak atau sarana lain, keterangan sanksi berupa denda sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP, yakni 100 persen dari jumlah pajak kurang dibayar atau lebih kecil dari aturan sebelumnya, yaitu 150 persen dari pajak kurang dibayar.

Keempat, menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan dan/atau dibetulkan setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukper disampaikan, SPT tersebut dianggap tidak disampaikan.

Kelima, menegaskan pendelegasian wewenang dari Direktur Jenderal Pajak kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum atau Pejabat Administrator untuk beberapa hal, seperti menerbitkan surat pemberitahuan pemeriksaan, pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan, dan lain lain.(bl)

 

en_US