Sosialisasi Perubahan Pelaporan SPOP PBB P5L: Kanwil DJP Jaksel II Kenalkan Aplikasi Coretax

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan (Kanwil DJP Jaksel) II menggelar sosialisasi terkait perubahan cara pelaporan dan pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, serta sektor lainnya (SPOP PBB P5L). Acara yang berlangsung di Aula Lantai 2 Kanwil DJP Jaksel II ini turut dihadiri oleh 36 perwakilan Wajib Pajak dari sektor perkebunan dan pertambangan pengusahaan panas bumi.

Sosialisasi ini diselenggarakan dalam rangka menginformasikan perubahan yang terjadi seiring berlakunya aplikasi Coretax mulai 1 Januari 2025. Dalam sambutannya, Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kanwil DJP Jaksel II, Yeheskiel Minggus Tiranda, menjelaskan bahwa sejak tahun 2025, pelaporan SPOP PBB P5L tidak lagi berdasarkan lokasi objek pajak, melainkan berdasarkan lokasi administrasi Wajib Pajak.

“Perubahan administrasi ini sebenarnya bukan tantangan utama bagi Wajib Pajak karena pelaporan bisa dilakukan secara daring. Namun, tantangan terbesar adalah perubahan sistem pelaporan SPT atau SPOP yang kini menggunakan aplikasi Coretax yang baru,” ungkap Yeheskiel.

Ia juga mengingatkan bahwa keterlambatan dalam pelaporan e-SPOP PBB P5L dapat berpotensi memicu pemeriksaan dan dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jika SKP sudah diterbitkan, Wajib Pajak diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran PBB P5L.

“Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan e-SPOP PBB P5L secara tepat waktu, lengkap, dan benar,” tambah Yeheskiel.

Materi sosialisasi disampaikan oleh Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jaksel II, Fransiska Yansye, dan Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Pertama KPP Madya Jaksel II, Krisna Setyawan. Acara ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab, di mana beberapa peserta mengajukan pertanyaan terkait pelaksanaan teknis penatausahaan PBB P5L serta kendala yang ditemui dalam penggunaan aplikasi core tax di lapangan. (alf)

Pajak Air Tanah (PAT): Apa Itu dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

IKPI, Jakarta: Pajak Air Tanah (PAT) mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar orang. Namun, bagi mereka yang mengambil dan memanfaatkan air tanah, pajak ini menjadi hal yang wajib diperhitungkan. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Air Tanah, siapa yang wajib membayar, dan bagaimana cara menghitungnya? Berikut penjelasannya.

Apa Itu Pajak Air Tanah?

Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air tanah sendiri adalah air yang tersimpan dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Artinya, setiap orang atau badan yang mengambil dan memanfaatkan air tanah, baik untuk keperluan pribadi atau usaha, akan dikenakan pajak.

Objek Pajak Air Tanah

Objek pajak air tanah mencakup seluruh kegiatan yang melibatkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Namun, ada beberapa pengecualian yang tidak dikenakan pajak, antara lain:

  1. Keperluan dasar rumah tangga
  2. Pengairan pertanian rakyat
  3. Perikanan rakyat
  4. Peternakan rakyat
  5. Keperluan ibadah atau keagamaan
  6. Pemadaman kebakaran
  7. Keperluan pemerintah

Dengan demikian, penggunaan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, seperti mandi atau mencuci, tidak akan dikenakan pajak.

Siapa yang Wajib Membayar Pajak Air Tanah?

Terdapat dua istilah penting dalam pajak air tanah:

  • Subjek Pajak: Orang pribadi atau badan yang mengambil atau memanfaatkan air tanah.
  • Wajib Pajak: Orang pribadi atau badan yang berkewajiban untuk membayar pajak.

Jika kamu atau perusahaanmu menggunakan air tanah untuk kegiatan usaha, maka kamu termasuk Wajib Pajak yang harus membayar Pajak Air Tanah.

Bagaimana Cara Menghitung Pajak Air Tanah?

Perhitungan pajak air tanah didasarkan pada nilai perolehan air tanah, yang dihitung dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:

  • Harga air baku: Berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian air tanah.
  • Bobot air tanah: Ditentukan oleh berbagai aspek seperti sumber air, lokasi, tujuan pemanfaatan, volume, kualitas, dan dampak terhadap lingkungan.

Tarif pajak air tanah ditetapkan sebesar 20% dari nilai perolehan air tanah. Semakin besar nilai perolehan air tanah, semakin besar pula jumlah pajak yang harus dibayarkan.

Kapan Pajak Air Tanah Terutang?

Pajak air tanah mulai terutang saat air tanah diambil atau dimanfaatkan. Artinya, jika air tanah digunakan untuk keperluan usaha, maka kewajiban pajak ini berlaku sejak saat itu juga.

Wilayah Pemungutan Pajak Air Tanah

Wilayah pemungutan Pajak Air Tanah ini mencakup Provinsi DKI Jakarta. Jadi, pajak ini hanya berlaku bagi siapa saja yang mengambil dan/atau memanfaatkan air tanah di wilayah Jakarta.

Kesimpulan

Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan bagi siapa saja yang mengambil dan memanfaatkan air tanah, dengan pengecualian untuk keperluan tertentu seperti rumah tangga, pertanian rakyat, dan kegiatan sosial lainnya. Tarif pajak ini adalah 20% dari nilai perolehan air tanah, yang wajib dibayar sejak air tanah mulai digunakan.

Dengan membayar pajak air tanah, kita turut berkontribusi dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian sumber daya air tanah agar tetap bermanfaat bagi semua. (alf)

IKPI Pekanbaru Tegaskan Komitmen sebagai Garda Terdepan dalam Mediasi Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru selalu berkomitmen menjadi garda terdepan untuk memediasi wajib pajak dengan pihak fiskus guna mewujudkan Indonesia maju dan kuat. Sebagai asosiasi pajak kelas dunia, IKPI terus berupaya memberikan edukasi dan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat terkait perpajakan.

Dalam rangka mendukung hal tersebut, IKPI Cabang Pekanbaru mengadakan workshop bertajuk “Memahami Coretax dari Nol” pada 23 Februari 2025. Workshop ini diselenggarakan melalui media sosial IKPI dan anggota IKPI yang mendapatkan respons positif dari para pengguna Coretax, khususnya di Pekanbaru dan sekitarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Rubialam S Pane (Rubi) menyatakan, acara ini menjadi momentum penting di tengah pro dan kontra yang muncul sejak viralnya aplikasi Coretax pada 1 Januari 2025. “Melalui acara ini, kami akan memperkenalkan Coretax secara lebih mendalam kepada masyarakat, terutama wajib pajak yang diwajibkan menggunakan aplikasi tersebut, sehingga mereka dapat memahaminya tanpa banyak keraguan,” kata Rubi, Senin (24/2/2025).

Diungkapkan Rubi, workshop menghadirkan narasumber dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Lukman Nul Hakim dan ketua panitia, Nayla Sa’diah Siddik.

Dikatakan Rubi, awalnya kegiatan tersebut menetapkan jumlah peserta sebanyak 60 untuk memastikan efektivitas sesi tanya jawab. Namun, karena animo yang luar biasa dan keluwesan narasumber yang tidak membatasi jumlah peserta, jumlah peserta membeludak hingga mencapai 133 dan ditambah panitia sekitar 15, sehingga total peserta yang hadir kurang lebih 150.

(Foto: IKPI Cabang Pekanbaru)

Dalam laporannya, Ketua Panitia menyampaikan bahwa suksesnya acara ini berkat kerja sama yang baik dari seluruh panitia serta anggota IKPI Cabang Pekanbaru.

Interaksi peserta dengan narasumber berlangsung sangat aktif. Link pertanyaan yang dibagikan panitia langsung dipenuhi oleh peserta yang ingin mengatasi kendala dalam penggunaan Coretax.

Menurut Rubi, moderator, Merrisa Susanti, dengan sigap memilih dan membacakan pertanyaan peserta, memastikan fokus pada jawaban narasumber, serta mengupayakan kepuasan peserta melalui penjelasan yang rinci dan sesuai dengan regulasi terkait. :Narasumber pun menjawab setiap pertanyaan dengan lugas dan jelas, bahkan memperagakan langsung tahapan penggunaan Coretax di layar,” ujarnya.

Dengan keberhasilan workshop ini, IKPI Cabang Pekanbaru berharap dapat terus berkontribusi dalam memberikan edukasi perpajakan dan mendukung implementasi sistem perpajakan digital yang lebih efektif dan efisien di Indonesia. (bl)

Insentif Pajak Harus Lebih Berpihak pada Masyarakat Luas

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti kebijakan insentif pajak yang diberikan pemerintah dan menegaskan bahwa insentif yang diberikan harus lebih berpihak pada kebutuhan masyarakat luas.

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menilai bahwa salah satu bentuk insentif yang bermanfaat adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi karyawan tertentu. Menurutnya, insentif ini memungkinkan masyarakat membayar pajak lebih rendah, sehingga daya beli mereka meningkat.

“Insentif ini bisa menaikkan daya beli masyarakat,” ujar Huda dikutip, Minggu (9/2/2025).

Namun, ia mengkritisi kebijakan insentif pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DTP untuk sektor perumahan dan mobil listrik, yang dinilai tidak dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Gunanya bukan untuk menjadi boosting daya beli, melainkan menaikkan penjualan dan mendorong investasi di dua sektor tersebut. Tidak langsung untuk mendorong daya beli,” katanya.

Huda berpendapat bahwa insentif sebaiknya diberikan dalam bentuk perpajakan dan subsidi untuk barang-barang yang dikonsumsi masyarakat luas secara rutin. Ia mencontohkan subsidi untuk Public Service Obligation (PSO) pada Kereta Rel Listrik (KRL) dan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite sebagai bentuk insentif yang lebih langsung membantu masyarakat.

“Masyarakat akan sangat dibantu secara langsung, bukan harus beli mobil listrik terlebih dahulu,” tambahnya.

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa jika kebijakan PPN DTP tidak dilanjutkan, maka daya beli masyarakat bisa terganggu. Oleh karena itu, menurutnya, melanjutkan kebijakan ini adalah langkah yang tepat.

“Tapi jika ingin lebih tepat sasaran, PPN DTP untuk mobil listrik saya rasa perlu ditinjau ulang. Selain karena ini murni produk impor dan konsumennya masyarakat kelas super atas, dampak lingkungan juga tidak akan terasa,” ujar Wijayanto.

Dengan berbagai pandangan ini, diskusi mengenai insentif pajak masih terus bergulir, terutama terkait efektivitas dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat luas. (alf)

IKPI Sumbagteng Apresiasi Keberhasilan Kegiatan PPL Cabang Padang

IKPI, Padang: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) Lilisen, mengungkapkan rasa bangga dan mendukung penuh keberhasilan pelaksanaan kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang diadakan oleh IKPI Cabang Padang di Padang, Sabtu (8/2/2025). Kegiatan yang semula diperkirakan hanya akan dihadiri oleh sejumlah kecil peserta, ternyata berhasil menarik lebih dari 150 peserta, sebuah angka yang jauh melampaui ekspektasi awal.

Lilisen menyampaikan bahwa kegiatan PPL ini sudah direncanakan sejak awal tahun 2025 dan telah menjadi fokus utama dalam upaya pengembangan kompetensi konsultan pajak di wilayah Sumatera Bagian Tengah. Sebagai bentuk komitmen dan dukungan terhadap keberhasilan acara tersebut, Lilisen turut hadir langsung dalam seminar yang dilaksanakan di Padang.

“Kami memang sudah merencanakan kegiatan ini sejak Januari 2025 dan kami merasa sangat senang bisa mendukung penuh pelaksanaan kegiatan PPL ini. Kehadiran saya di sini juga sebagai bentuk dukungan terhadap Cabang Padang yang telah bekerja keras dalam menyelenggarakan acara ini. Namun, saya mengakui bahwa sebelumnya sempat ada rasa ragu terkait dengan jumlah peserta yang sedikit, sehingga kami sempat khawatir jika acara ini tidak berjalan sesuai harapan, bahkan bisa menimbulkan kerugian finansial bagi penyelenggara,” kata Lilisen.

Dia juga menambahkan bahwa untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk tersebut, IKPI Pengda Sumbagteng sempat meminta bantuan dari pusat agar dapat memberikan dukungan finansial jika diperlukan. “Kami meminta bantuan kepada pusat untuk siap membantu, jika terjadi kekurangan dana atau kerugian finansial dalam kegiatan ini. Namun, alhamdulillah, jumlah peserta yang hadir melebihi ekspektasi kami. Ini membuktikan bahwa antusiasme para konsultan pajak dan wajib pajak di wilayah ini sangat besar terhadap peningkatan kapasitas dan pengetahuan mereka,” ujarnya.

Kehadiran 150 peserta ini, menurut Lilisen, menjadi sebuah indikator positif bahwa kegiatan-kegiatan seperti ini sangat dibutuhkan dan diharapkan oleh konsultan pajak dan wajib pajak di wilayah Sumatera Bagian Tengah. Sebagai organisasi yang memiliki tujuan untuk memperkuat kapasitas anggotanya, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata dalam meningkatkan pemahaman mereka mengenai perubahan dan perkembangan di dunia perpajakan, termasuk soal Coretax yang menjadi isu sentral.

Ia juga berharap agar cabang IKPI lainnya di Sumatera Bagian Tengah dapat memanfaatkan momen penting seperti ini untuk menyosialisasikan isu-isu terkini seputar perpajakan kepada anggota dan masyarakat luas. “Kegiatan ini juga merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk mendalami lebih jauh berbagai masalah yang berkaitan dengan pajak, termasuk isu-isu terkait Coretax, yang harus terus disosialisasikan kepada seluruh anggota IKPI dan masyarakat umum agar lebih memahami dan mengaplikasikan ketentuan perpajakan dengan benar dan tepat,” ujar Lilisen.

Menurutnya, penting bagi setiap cabang untuk terus melaksanakan kegiatan pelatihan dan seminar yang relevan dengan kebutuhan para konsultan pajak, agar mereka dapat selalu mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia perpajakan. “Kami berharap agar cabang lain di wilayah Sumatera Bagian Tengah dapat menyelenggarakan kegiatan serupa, agar semakin banyak anggota yang mendapat kesempatan untuk belajar dan memperdalam ilmu pajak,” tambahnya.

Lebih lanjut, Lilisen juga menyatakan bahwa keberhasilan acara ini menunjukkan betapa pentingnya peran IKPI dalam mendorong pengembangan profesionalisme konsultan pajak. “IKPI bukan hanya sekadar organisasi, tetapi menjadi wadah yang dapat menyatukan para konsultan pajak untuk terus belajar dan berkembang bersama. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh cabang untuk terus bekerja sama dan berinovasi dalam menghadirkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi seluruh anggota,” katanya.

Sekadar informasi, pada kesempatan itu Lilisen juga mengajak jajaran pengurus IKPI Pengda Sumbagteng diantaranya:

1. Ketua Pengda Lilisen

2. Anggota Pety

3. Anggota Santia Derlianingsih

4. Anggota Haryati

(bl)

BRI UMKM EXPO(RT) 2025: Memperluas Akses Pasar Global untuk UMKM

 


IKPI, Jakarta: PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) sukses menyelenggarakan BRI UMKM EXPO(RT) 2025 yang berlangsung pada 30 Januari hingga 2 Februari di ICE BSD. Acara ini melibatkan lebih dari 1.000 pelaku UMKM terbaik di tanah air dan mengusung tema Broadening MSMEs Global Outreach, yang menegaskan komitmen BRI dalam memperluas akses pasar bagi UMKM serta meningkatkan daya saing produk lokal di kancah internasional.

BRI UMKM EXPO(RT) 2025 menampilkan lima kategori produk unggulan, yaitu home decor & craft, fashion & wastra, food & beverage, accessories & beauty, serta healthcare & wellness. Selain itu, acara ini juga diisi dengan berbagai kompetisi bergengsi, seperti Indonesia Barista Championship & Indonesia Brewers Cup Championship, serta pertunjukan Nusantara Culinary dan Fashion Show.

Untuk menambah semarak acara, BRI UMKM EXPO(RT) 2025 menghadirkan penampilan spesial dari musisi papan atas Indonesia seperti Juicy Luicy, Tulus, Lyodra, dan Maliq & D’Essentials, yang memberikan pengalaman menarik bagi pengunjung.

Direktur Utama BRI, Sunarso, menyampaikan bahwa acara ini merupakan bagian dari strategi perseroan dalam memperkuat peran UMKM sebagai motor penggerak perekonomian nasional. “BRI UMKM EXPO(RT) 2025 bertujuan membuka akses UMKM ke pasar global dan meningkatkan kontribusi UMKM terhadap neraca perdagangan dan penyerapan tenaga kerja,” ujarnya. (alf)

Pengguna Threads Temukan Celah Keamanan di Sistem Coretax DJP, Buat NPWP Hanya 1 Detik

IKPI, Jakarta: Seorang pengguna Threads dengan akun @mughu.id membagikan pengalamannya saat menemukan celah keamanan di sistem Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Celah tersebut memungkinkan pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya dengan menggunakan API Coretax melalui Node.js, tanpa validasi yang seharusnya dilakukan oleh sistem.

Dalam unggahannya, @mughu.id mengaku kesulitan saat mencoba membuat NPWP melalui website resmi Coretax. Namun, ketika ia mencoba melakukan permintaan melalui API menggunakan Node.js, NPWP justru berhasil dibuat dalam waktu 1 detik tanpa hambatan.

“Dari kemarin nyoba mau buat NPWP lewat web Coretax buat keluarga susah bener diaksesnya (killing time banget), dan tadi sekalinya berhasil saya langsung coba buat post request API pake Node.js dan boom, 1 detik jadi!” tulisnya dalam unggahan pada Selasa (4/2/2025).

NPWP Bisa Dibuat dengan Nama “Test Bug”

Dua hari sebelumnya, dalam unggahan lain, @mughu.id membuktikan celah keamanan tersebut dengan mencoba mendaftarkan NPWP menggunakan nama “Test Bug”. Hasilnya, NPWP tetap berhasil dibuat dan dikirim ke emailnya, meskipun data yang dimasukkan tidak sepenuhnya valid.

“Data sukses dengan modal NIK yang valid, data lainnya tanpa validasi, dan NPWP langsung masuk ke email! Saya coba masukkan nama Test Bug,” tulisnya. (alf)

Menteri Airlangga Pastikan Penyempurnaan Sistem Coretax Tak Hambat Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Senin (3/2/2025). Kunjungan untuk meninjau perkembangan perbaikan sistem Coretax, yang masih mengalami kendala sejak diimplementasikan secara nasional pada 1 Januari 2025.

Dalam pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajaran pegawai DJP, Airlangga menekankan pentingnya mempercepat penyempurnaan sistem administrasi pajak tersebut. Hal ini dilakukan agar penerimaan negara tidak terganggu dan tujuan awal Coretax untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak dapat tercapai.

“Kami memastikan bahwa penerimaan anggaran tidak terganggu dengan implementasi Coretax yang masih memerlukan penyempurnaan. Apalagi sistem ini langsung diberlakukan secara nasional,” ujar Airlangga, Selasa (4/2/2025).

Airlangga juga menyoroti pentingnya konektivitas sistem Coretax dengan instansi lain, seperti perbankan dan perusahaan, untuk memperkuat pengawasan kepatuhan wajib pajak. Menurutnya, sistem ini tidak hanya bergantung pada DJP, tetapi juga memerlukan kesiapan dari pihak wajib pajak, terutama perusahaan yang memproduksi banyak faktur atau melakukan pemotongan pajak.

“Semua pihak harus mempersiapkan interoperabilitas, baik perbankan maupun wajib pajak. Ini bukan sistem satu pihak. Perusahaan yang memproduksi banyak faktur atau sering melakukan pemotongan pajak perlu memiliki sistem tersendiri,” jelas Airlangga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah mengakui adanya tantangan dalam implementasi Coretax, terutama terkait adaptasi sistem oleh wajib pajak dan instansi terkait. Namun, ia optimistis bahwa dengan perbaikan berkelanjutan, sistem ini akan mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam administrasi perpajakan.

Pemerintah berharap, dengan penyempurnaan yang terus dilakukan, Coretax dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung penerimaan negara dan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Hal ini dianggap krusial mengingat penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara untuk mendukung berbagai program pembangunan. (alf)

Deflasi Januari 2025 Catatkan Penurunan 0,76 Persen, BPS: Ini Deflasi Pertama Sejak September 2024

IKPI, Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya (month to month). Secara tahunan, inflasi tercatat 0,76 persen (year on year/yoy).

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa deflasi ini merupakan deflasi pertama setelah terakhir kali terjadi pada September 2024 lalu. “Pada Januari 2025, secara bulanan atau month to month dan tahun kalender year to date, terjadi deflasi sebesar 0,76 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025,” ungkap Amalia dalam konferensi pers, Senin (3/2).

Amalia menjelaskan bahwa kelompok penyumbang deflasi terbesar berasal dari sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mengalami penurunan harga sebesar 9,16 persen. Kelompok ini memberikan andil deflasi sebesar 1,44 persen. Salah satu komoditas utama yang berperan dalam deflasi adalah tarif listrik, yang memiliki andil deflasi sebesar 1,47 persen.

Selain itu, beberapa komoditas lainnya turut memberikan kontribusi pada deflasi, di antaranya adalah tomat dengan deflasi 0,03 persen, ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara yang masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen.

BPS juga mencatat bahwa deflasi terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, dengan 34 dari 38 provinsi mengalami deflasi. Sementara itu, empat provinsi lainnya tercatat mengalami inflasi. Papua Barat menjadi provinsi dengan deflasi terdalam sebesar 2,29 persen, sementara Kepulauan Riau mencatat inflasi tertinggi sebesar 0,43 persen.

Dengan deflasi yang terjadi pada Januari 2025, BPS berharap dapat membantu menjaga daya beli masyarakat di tengah berbagai dinamika ekonomi yang ada. (alf)

Panduan Coretax DJP Tersedia untuk PIC dan Wajib Pajak Badan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah merilis panduan Coretax yang ditujukan bagi Penanggung Jawab (PIC) fitur impersonate, serta penambahan role akses bagi wajib pajak badan. Panduan ini dapat diunduh secara gratis melalui tautan resmi DJP di [pajak.go.id/reformdjp/coretax](https://pajak.go.id/reformdjp/coretax).

Panduan ini diharapkan dapat memudahkan para penanggung jawab dan wajib pajak badan dalam memahami dan mengelola hak akses serta fitur-fitur terbaru dalam sistem Coretax.

Dengan adanya fitur impersonate, PIC dapat lebih fleksibel dalam mengelola akun pajak, sementara penambahan role akses memastikan keamanan dan akurasi data pajak.

“Bagi #KawanPajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut atau bantuan teknis, DJP menyediakan layanan Kring Pajak yang dapat dihubungi melalui nomor telepon 1500 200,” tulis pengumuman yang dikutip dari Instagram DJP, Sabtu (1/2/2025).

Selain itu, wajib pajak juga dapat mengakses layanan konsultasi melalui akun Twitter/X resmi Kring Pajak (@kring_pajak) atau langsung menghubungi Helpdesk Kantor Pajak terdekat.

DJP terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak melalui inovasi dan penyediaan panduan yang komprehensif. Diharapkan, langkah ini dapat mendukung kemudahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan serta meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. (alf)

en_US