IKPI Kembali ToT Gelar Pengisian SPT Tahunan, Bentuk Komitmen Beri Layanan Probono ke Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) tengah mempersiapkan secara matang pelaksanaan Training of Trainer (ToT) Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang akan diberikan kepada perwakilan anggota IKPI di seluruh Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan anggota dalam membantu wajib pajak dalam pengisian SPT tahunan secara lebih akurat dan efisien.

Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menyampaikan bahwa ToT ini merupakan salah satu program strategis yang sejalan dengan misi IKPI dalam meningkatkan kompetensi anggotanya. “Kami memberikan atensi khusus kepada seluruh Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (Pengcab) serta anggota IKPI terkait program ini. ToT ini sangat penting karena inline dengan kerja sama IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui program Probono kepada wajib pajak,” ujar Jemmi, di Jakarta, Minggu (23/2/2025).

Jemmi menekankan bahwa kerja sama antara IKPI dan DJP dalam program Probono bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada wajib pajak yang membutuhkan bantuan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya. Dengan adanya ToT ini, diharapkan para peserta yang telah mendapatkan pelatihan dapat menyalurkan ilmunya kepada anggota IKPI lainnya di daerah masing-masing serta memberikan layanan yang lebih optimal kepada masyarakat.

Selain itu, Jemmi juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara IKPI dan DJP dalam upaya meningkatkan kesadaran serta kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. “Melalui ToT ini, kami ingin memastikan bahwa anggota IKPI memiliki pemahaman yang kuat terkait dengan perubahan regulasi pajak, tata cara pelaporan yang benar, serta strategi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan demikian, kehadiran IKPI di tengah masyarakat dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia,” tambahnya.

Sementara itu, Koordinator Kegiatan ToT, Novia Artini, menyatakan bahwa persiapan teknis dan materi pelatihan telah disusun dengan cermat agar dapat memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta. “Kami telah menyusun kurikulum pelatihan yang mencakup berbagai aspek teknis dan praktik terbaik dalam pengisian SPT tahunan. Pelatihan ini juga akan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang perpajakan sehingga peserta dapat memperoleh wawasan yang lebih luas,” jelas Novia.

Novia menambahkan bahwa ToT ini akan dilakukan secara bertahap dan mencakup sesi teori serta praktik. Selain itu, para peserta juga akan diberikan studi kasus dan simulasi agar mereka dapat lebih memahami berbagai skenario yang mungkin dihadapi dalam pengisian SPT tahunan.

“Kami ingin memastikan bahwa peserta benar-benar memahami langkah-langkah teknis serta memiliki keterampilan dalam mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul dalam praktiknya,” ujar Novia.

Lebih lanjut, Novia juga menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih interaktif dan aplikatif dalam pelatihan ini. “Kami tidak hanya memberikan teori, tetapi juga sesi diskusi, tanya jawab, serta studi kasus langsung dari pengalaman para praktisi. Dengan demikian, peserta ToT dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dan siap menerapkannya di lapangan,” tambahnya.

Ia berharap bahwa program ToT ini dapat menjadi langkah konkret dalam meningkatkan kualitas layanan konsultasi pajak di Indonesia, serta mendukung kepatuhan pajak masyarakat secara lebih luas. Dengan adanya sinergi antara IKPI, DJP, dan anggota IKPI di berbagai daerah, diharapkan wajib pajak dapat lebih mudah dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan persiapan yang matang dan dukungan penuh dari berbagai pihak, IKPI optimis bahwa pelaksanaan ToT ini akan berjalan sukses dan memberikan dampak positif yang besar bagi dunia perpajakan di Indonesia. Program ini juga menjadi salah satu bukti nyata dari komitmen IKPI dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan, efisien, dan mudah diakses oleh seluruh masyarakat.

Sekadar informasi program ini merupakan agenda tahunan IKPI untuk anggota. “Tahun ini merupakan kegiatan ToT yang ke empat,” kata Novia. (bl)

DJP Catatkan Penerimaan Pajak Rp 33,39 Triliun dari Usaha Ekonomi Digital

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatatkan penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital mencapai total Rp 33,39 triliun hingga 31 Januari 2025. Angka ini berasal dari berbagai jenis pajak yang terkait dengan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), fintech (P2P lending), dan transaksi kripto.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, dalam keterangannya, Senin (17/2/2025) menjelaskan bahwa penerimaan tersebut berasal dari beberapa sumber pajak, yakni:

– PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) Rp 26,12 triliun

– Pajak Kripto Rp 1,19 triliun

– Pajak Fintech (P2P Lending) Rp 3,17 triliun

– Pajak atas transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) Rp 2,90 triliun.

Rincian Penerimaan Pajak PMSE

Penerimaan pajak dari sektor PMSE menjadi yang terbesar, dengan jumlah mencapai Rp 26,12 triliun. Jumlah ini dikumpulkan dari 181 pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN. Berdasarkan data DJP, setoran PPN PMSE tersebar dalam beberapa tahun, dengan rincian sebagai berikut:

– Rp 731,4 miliar (tahun 2020)

– Rp 3,90 triliun (tahun 2021)

– Rp 5,51 triliun (tahun 2022)

– Rp 6,76 triliun (tahun 2023)

– Rp 8,44 triliun (tahun 2024)

– Rp 774,8 miliar (tahun 2025, hingga Januari).

Penerimaan Pajak Kripto

Dwi juga mencatatkan penerimaan pajak kripto yang tercatat sebesar Rp 1,19 triliun. Angka ini diperoleh dari transaksi penjualan kripto di exchanger, yang menyumbang penerimaan pajak Penghasilan (PPh) 22 sebesar Rp 560,55 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai dalam Negeri (PPN DN) sebesar Rp 634,24 miliar. Penerimaan ini tersebar dari tahun 2022 hingga 2025 dengan rincian sebagai berikut:

– Rp 246,45 miliar (tahun 2022)

– Rp 220,83 miliar (tahun 2023)

– Rp 620,4 miliar (tahun 2024)

– Rp 107,11 miliar (tahun 2025).

Sektor fintech (P2P lending) juga menunjukkan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak, yang tercatat sebesar Rp 3,17 triliun hingga Januari 2025. Penerimaan ini terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp 830,54 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp 720,74 miliar, serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,62 triliun.

Pajak atas Transaksi Pengadaan Barang/Jasa

Selain itu, DJP juga mencatatkan penerimaan pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) yang tercatat sebesar Rp 2,90 triliun. Penerimaan ini terdiri dari PPh sebesar Rp 195,54 miliar dan PPN sebesar Rp 2,71 triliun.

Dwi menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk menciptakan keadilan dalam berusaha (level playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital. Oleh karena itu, pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

Selain itu, DJP berencana menggali potensi penerimaan pajak lainnya dari sektor ekonomi digital, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dengan terus berkembangnya ekonomi digital, DJP berharap sektor ini dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara dan memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan ekonomi nasional. (alf)

Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Rumah dan Rusun

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperpanjang pemberian insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun (rusun). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2025 (PMK-13/2025) yang mulai berlaku pada 4 Februari 2025.

Perpanjangan insentif ini merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa yang telah diterapkan pada tahun 2023 dan 2024. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menjaga daya beli masyarakat serta mendorong pertumbuhan sektor properti dan industri terkait lainnya.

“Pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melalui keterangan tertulisnya, diterima Sabtu (22/2/2025).

Rincian Insentif PPN DTP

• Periode 1 Januari – 30 Juni 2025

• Insentif PPN DTP sebesar 100% atas PPN terutang dari bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

• Berlaku untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

• Periode 1 Juli – 31 Desember 2025

• Insentif PPN DTP sebesar 50% atas PPN terutang dari bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

• Berlaku untuk rumah dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, seluruh PPN-nya akan ditanggung pemerintah. Namun, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka PPN yang harus dibayar adalah 11% dari Rp500 juta atau sebesar Rp55 juta.

Dwi, perwakilan dari DJP, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi rumah atau rusun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.

“Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional di sektor properti dan sektor-sektor pendukungnya,” kata Dwi.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya memberikan stimulus bagi industri properti, mendorong investasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kepemilikan hunian yang lebih terjangkau. (alf)

Tingkatkan Efektivitas Komunikasi, IKPI DKJ Akan Gelar Rapat Terbatas Berkala

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Tan Alim, menegaskan bahwa Rapat Terbatas (RaTas) akan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan bidang yang ada. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi serta koordinasi antar-pengurus dalam menjalankan program kerja yang selaras dengan visi dan misi IKPI.

Selain RaTas, Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (PengCab) IKPI DKJ juga sepakat untuk menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) secara offline setiap tahun. Tan Alim menegaskan bahwa Rakorda merupakan amanat Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi dan menjadi sarana evaluasi serta koordinasi yang sangat penting bagi Pengda dan PengCab.

“Rakorda menjadi sarana evaluasi dan koordinasi yang sangat penting bagi Pengda dan PengCab. Banyak masukan membangun, ide kreatif, serta dorongan yang mendorong terbentuknya program-program yang selaras dengan visi dan misi IKPI,” ujar Tan Alim, Minggu (22/2/2025).

Lebih lanjut, ia berharap selama masa bakti 2024-2029, Pengda dan PengCab IKPI DKJ dapat terus berkomunikasi serta berkontribusi secara maksimal bagi kemajuan organisasi dan kesejahteraan anggota.

Dalam Rakorda yang akan digelar secara rutin, IKPI DKJ juga akan membahas berbagai program strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme para konsultan pajak di Jakarta. Salah satu fokus utama adalah peningkatan kompetensi melalui berbagai pelatihan dan seminar yang akan diadakan secara berkala.

Selain itu, IKPI DKJ juga berencana untuk memperkuat kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan sektor swasta, guna memastikan kebijakan perpajakan yang lebih baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi anggota IKPI, tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat luas.

Dengan adanya komitmen ini, IKPI DKJ optimis dapat menciptakan kolaborasi yang lebih solid serta mendukung profesionalisme konsultan pajak di Indonesia. Ke depan, IKPI DKJ akan terus berupaya menghadirkan inovasi dan terobosan baru dalam mendukung anggotanya agar semakin kompeten dan siap menghadapi tantangan di bidang perpajakan. (bl)

BKF dan IBFD Kolaborasi Bahas Implementasi Pajak Minimum Global di ASEAN

IKPI, Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) menggelar workshop pemerintahan yang membahas implementasi Pajak Minimum Global di kawasan ASEAN. Acara ini dihadiri oleh para pakar perpajakan internasional IBFD serta perwakilan pemangku kepentingan dari berbagai negara ASEAN yang bertanggung jawab atas kebijakan tersebut.

Bertempat di Gedung BKF Kementerian Keuangan, workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas negara-negara ASEAN dalam menerapkan Pajak Minimum Global. Selain itu, forum ini juga menjadi wadah untuk memperkuat kerja sama regional serta berbagi pengalaman antara Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam dalam mengelola kebijakan pajak ini. Dengan meningkatnya koordinasi antarnegara, diharapkan implementasi Pajak Minimum Global dapat berjalan dengan lebih efektif dan adil di seluruh kawasan.

Dikutip dari website resmi BKF (fiskal.kemenkeu.go.id), selama tiga hari pelaksanaan (17-19 Februari), workshop membahas berbagai agenda penting, termasuk implementasi Pajak Minimum Global di tingkat internasional, perkembangan terkini serta isu-isu yang muncul di berbagai negara, desain Pajak Top-Up Minimum Dalam Negeri yang memenuhi syarat, desain aturan inklusi perpajakan dan administrasi Pajak Minimum Global, serta strategi dalam mengelola sengketa dan kompetisi pasca penerapan Pajak Pilar Dua.

Para peserta juga mendapatkan wawasan mendalam mengenai tantangan yang mungkin dihadapi dalam penerapan kebijakan ini, termasuk harmonisasi regulasi antarnegara dan kesiapan infrastruktur pajak yang mendukung.

Selain sesi diskusi panel dengan para ahli, workshop ini juga menyajikan studi kasus dari beberapa negara yang telah lebih dahulu mengadopsi Pajak Minimum Global. Hal ini memberikan gambaran konkret mengenai implementasi kebijakan, kendala yang dihadapi, serta solusi yang diterapkan di negara-negara tersebut. Dengan adanya studi kasus ini, peserta workshop dapat mempelajari pengalaman nyata dan menyesuaikannya dengan kondisi fiskal di negara masing-masing.

Di samping itu, workshop juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam administrasi perpajakan, khususnya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengumpulan pajak. Pemanfaatan teknologi dalam sistem perpajakan diharapkan mampu mendukung pelaksanaan Pajak Minimum Global secara optimal, sehingga negara-negara ASEAN dapat menghindari praktik penghindaran pajak yang merugikan perekonomian regional.

Dengan diselenggarakannya workshop ini, diharapkan negara-negara ASEAN dapat semakin siap dalam menghadapi tantangan dan peluang terkait implementasi Pajak Minimum Global, serta memperkuat koordinasi dalam merumuskan kebijakan fiskal yang efektif dan berkeadilan di kawasan. Ke depan, kolaborasi lintas negara ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan pajak yang lebih solid dan mampu menciptakan lingkungan usaha yang lebih stabil bagi investor serta memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat. (alf)

 

CEO INDODAX Soroti Tantangan dalam Implementasi Pajak Kripto di Indonesia

IKPI, Jakarta: CEO INDODAX, Oscar Darmawan, menegaskan bahwa meskipun regulasi pajak kripto telah diberlakukan sejak 2022, masih terdapat tantangan signifikan dalam implementasinya. Ia menyebutkan bahwa sebagian besar biaya transaksi di INDODAX digunakan untuk membayar pajak.

“Sebagian besar biaya transaksi di INDODAX digunakan untuk membayar pajak,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/2/2025).

Penerapan pajak atas aset kripto di Indonesia bermula pada tahun 2017, ketika pemerintah mengakui kripto sebagai komoditas yang sah untuk diperdagangkan berdasarkan ketetapan Kementerian Perdagangan. Hingga tahun 2022, sistem perpajakan yang berlaku masih mengandalkan mekanisme self-reporting, di mana para investor melaporkan pendapatan dari kripto melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan dikenai pajak penghasilan progresif.

Namun, sejak 2022, pemerintah Indonesia beralih ke sistem pajak final bagi transaksi aset kripto melalui platform exchange berizin. Dalam skema baru ini, transaksi kripto dikenakan pajak penghasilan final sebesar 0,1% serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11%. Meski tarif ini relatif rendah dibandingkan negara lain, Oscar Darmawan menyoroti beberapa kendala yang masih dihadapi oleh para pelaku industri.

Salah satu tantangan utama adalah penerapan PPN yang dianggap kurang ideal, sebab tetap dikenakan meskipun trader mengalami kerugian. Hal ini berbeda dengan mekanisme capital gains tax yang umumnya hanya berlaku saat terjadi keuntungan.

Selain itu, masih terdapat kesulitan dalam pemungutan pajak bagi trader yang menggunakan platform exchange luar negeri. Hingga saat ini, belum ada mekanisme yang jelas terkait pemungutan pajak atas transaksi yang dilakukan melalui platform asing, sehingga para trader harus melaporkan kewajiban pajaknya secara mandiri.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Oscar Darmawan menyarankan agar para trader berkonsultasi dengan account representative (AR) di kantor pajak masing-masing guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Lebih lanjut, ia berharap agar revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 dapat mempertimbangkan penghapusan PPN pada transaksi kripto.

Menurutnya, dengan status kripto yang kini diklasifikasikan sebagai aset keuangan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seharusnya transaksi kripto tidak lagi dikenakan PPN, seperti halnya produk keuangan lainnya.

“Diharapkan ke depannya kripto sudah tidak lagi dikenakan PPN layaknya produk keuangan lainnya,” ujarnya. (alf)

Update: 4,4 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT Tahunan, DJP Ingatkan Jangan Terlambat!

IKPI, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 4,4 juta wajib pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) per 19 Februari 2025. DJP mengimbau wajib pajak yang belum melapor untuk segera melakukan pelaporan agar lebih nyaman dan tenang.

“Hingga saat ini sudah 4,4 juta SPT Tahunan disampaikan. Terima kasih atas partisipasi #KawanPajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan!” tulis DJP dalam pengumuman resmi di akun Instagram @ditjenpajakri, Jumat (21/2/2025).

Dari total pelaporan yang masuk, sebanyak 4,27 juta merupakan wajib pajak orang pribadi, sedangkan 130,5 ribu berasal dari wajib pajak badan. Adapun mayoritas pelaporan dilakukan melalui saluran elektronik e-Filing di djponline.pajak.go.id dengan total 4,31 juta laporan, sementara 97,8 ribu lainnya dilakukan secara manual.

DJP menegaskan bahwa pelaporan SPT Tahunan merupakan bentuk kontribusi nyata wajib pajak dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, masyarakat yang belum melapor diimbau segera menyampaikan SPT Tahunan melalui e-Filing agar proses lebih mudah dan nyaman.

Sebagai informasi, SPT Tahunan 2024 dapat mulai dilaporkan sejak 1 Januari 2025. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, sedangkan untuk wajib pajak badan paling lambat 30 April 2025.

Bagi wajib pajak yang belum melapor, DJP mengingatkan agar segera melakukan pelaporan di https://djponline.pajak.go.id untuk menghindari kendala di akhir batas waktu pelaporan.(alf)

Sebanyak 120 Peserta Umum Hadiri Seminar Coretax IKPI Pengda Sumbagteng 

IKPI, Dumai: Setelah sukses di Kota Dumai, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) kembali menggelar seminar bertajuk “Manajemen Administrasi serta Pelaporan Pajak Coretax Sistem 2025”. Seminar ini membahas berbagai aspek perpajakan, termasuk Role Akses, Layanan Perpajakan, P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper.

Acara yang diselenggarakan di Novotel Pekanbaru pada Sabtu (22/2/2025) ini menghadirkan narasumber utama dari Direktorat Jenderal Pajak, Lukman Nul Hakim. Seminar ini menarik perhatian banyak peserta, terdiri dari 120 peserta umum dan 15 anggota IKPI.

(Foto: IKPI Pengda Sumbagteng)

Ketua IKPI Pengda Sumbagteng, Lilisen, menjelaskan bahwa seminar ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan pemahaman langsung kepada wajib pajak di Provinsi Riau terkait pelaporan pajak menggunakan Coretax Sistem. “Kami IKPI berperan sebagai perantara antara DJP dan Wajib Pajak. Kami membantu wajib pajak menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Lilisen juga menegaskan bahwa IKPI selalu mendukung program sosialisasi perpajakan yang baru dan berperan dalam meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat. Saat ini, IKPI menaungi 7.077 anggota konsultan pajak, dengan IKPI Pengda Sumbagteng membawahi dua cabang, yakni IKPI Cabang Padang dengan 23 anggota dan IKPI Cabang Pekanbaru dengan 75 anggota.

(Foto: IKPI Pengda Sumbagteng)

Dalam seminar ini, topik Coretax atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) menjadi sorotan utama. Sistem ini dianggap mampu mengubah cara administrasi perpajakan dengan mengintegrasikan berbagai fungsi perpajakan yang sebelumnya terpisah-pisah. “Coretax memungkinkan pengawasan yang lebih baik dan transparansi yang lebih tinggi dalam setiap proses perpajakan,” kata Lilisen, Sabtu (22/2/2025).

Pada kesempatan yang sama, Lukman Nul Hakim selaku narasumber menjelaskan bahwa Coretax merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018. Sistem ini dirancang untuk memodernisasi administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak.

Seminar ini mendapat sambutan hangat dari peserta, yang aktif mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Salah satu peserta, Hartono, mengungkapkan bahwa seminar ini memberikan banyak informasi baru dan bermanfaat bagi wajib pajak dalam melaporkan data perpajakan. “Saya berharap IKPI Pengda Sumbagteng lebih sering mengadakan seminar dan praktik pengisian pajak menggunakan Coretax Sistem agar wajib pajak lebih terbantu,” ungkapnya.

Dengan tingginya antusiasme peserta, diharapkan edukasi perpajakan semacam ini dapat terus dilakukan agar masyarakat semakin memahami kewajiban pajaknya dan dapat melaporkan pajak dengan lebih mudah dan benar. (bl)

Ketum IKPI: Anggota Harus Aktif dan Berinteraksi dalam Seminar Perpajakan

IKPI, Bekasi: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, menegaskan pentingnya peran aktif anggota dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan organisasi. Hal ini disampaikan dalam sambutannya pada seminar perpajakan yang diadakan oleh IKPI Cabang Kota Bekasi di Bekasi, Sabtu (22/2/2025).

Dalam sambutannya, Vaudy menekankan bahwa anggota IKPI tidak boleh hanya menjadi peserta pasif yang sekadar hadir, duduk, diam, mendengar, dan pulang. Sebaliknya, mereka harus aktif berinteraksi dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk berbagi serta memperluas jaringan profesional.

“Anggota IKPI harus mengoptimalkan pertemuan offline dengan tujuan utama, yaitu mempererat silaturahmi sesama anggota, memperluas jaringan antar konsultan pajak, serta mendiskusikan berbagai permasalahan yang dihadapi klien. Selain itu, pertemuan ini juga menjadi media berbagi pengalaman dan membuka peluang kerja sama antar anggota dalam menangani klien,” ujar Vaudy.

(Foto: Istimewa)

Seminar perpajakan ini dihadiri oleh para konsultan pajak dari berbagai wilayah yang tergabung dalam IKPI Cabang Kota Bekasi. Dalam kegiatan ini, peserta tidak hanya mendapatkan wawasan terbaru mengenai kebijakan perpajakan, tetapi juga berkesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman mengenai praktik perpajakan di lapangan.

Ia menegaskan, dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan para anggota IKPI semakin solid, saling mendukung, dan mampu meningkatkan profesionalisme dalam memberikan layanan kepada klien.

Vaudy juga menegaskan bahwa keterlibatan aktif anggota sangat penting untuk kemajuan organisasi dan pengembangan kompetensi di bidang perpajakan.

Seminar ini merupakan salah satu upaya IKPI dalam memperkuat organisasi serta meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dan dunia usaha. Diharapkan kegiatan serupa terus berlangsung dan menjadi wadah efektif bagi anggota dalam mengembangkan diri. (bl)

DI Seminar Nasional STIAMI Ketua IKPI Kota Bekasi Soroti Pentingnya Sistem Bupot Bulanan dengan TER

IKPI, Bekasi: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Bekasi, Iman Julianto, menyoroti pentingnya sistem Bukti Pemotongan Bulanan Pegawai Tetap dengan TER (Monthly Payment). Dalam pernyataannya pada Sabtu (22/2/2025), ia menegaskan bahwa bukti pemotongan ini telah berpindah ke menu ISSUED setelah mendapatkan Nomor Bukti Potong.

Iman juga menjelaskan bahwa bukti pemotongan yang telah diterbitkan masih bisa dibatalkan dengan mencentang bukti pemotongan berstatus ‘Normal/Pembetulan’ dan menekan tombol ‘Cancel’.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Bekasi)

Iman menegaskan, “Dengan adanya sistem ini, diharapkan perusahaan lebih tertib dalam pemotongan pajak karyawan dan pelaporan menjadi lebih transparan serta akurat.”

Pelaporan SPT PPh Pasal 21

Dalam konteks pelaporan SPT PPh Pasal 21, Iman menekankan bahwa jika status SPT Nihil, maka saat menekan tombol ‘Pay And Submit’, SPT akan terkirim otomatis. Sementara itu, jika status SPT Kurang Bayar, metode pelunasan dapat dilakukan dengan ‘Deposit Balance Transfer’ jika saldo mencukupi atau dengan ‘Create Billing Code’ jika tidak memiliki saldo deposit pajak.

Setelah SPT berhasil ditandatangani secara elektronik:

• Untuk status SPT Masa Nihil, SPT akan langsung terkirim.

• Untuk status SPT Masa Kurang Bayar, SPT baru terkirim setelah kode billing dilunasi, tanpa perlu memasukkan kode NTPN dalam draft SPT.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Bekasi)

Apabila kode billing kadaluarsa sebelum dilunasi, maka status SPT Masa yang sebelumnya berada di ‘Tax Return Waiting for Payment’ akan kembali menjadi draft dan bergeser ke ‘Tax Return Not Submitted’.

Akses ke Bukti Pemotongan TER

Untuk mengakses bukti pemotongan bulanan pegawai tetap dengan TER, wajib pajak dapat memilih menu e-Bupot, lalu memilih opsi terkait bukti pemotongan tersebut.

Menurut Iman, perubahan sistem perpajakan dengan Coretax berdampak signifikan pada implementasi PPh 21. Ia menjelaskan bahwa akun Coretax perusahaan hanyalah wadah bagi akun Coretax pribadi para pengurus yang ditunjuk oleh direktur sebagai PIC utama.

Iman menambahkan, “Sistem Coretax memberikan kendali yang lebih besar kepada perusahaan dalam pengelolaan perpajakan mereka, sekaligus memastikan bahwa semua pemrosesan dilakukan secara aman dan terstruktur.”

(Foto: DOK. IKPI Cabang Bekasi)

Perbedaan Coretax dan DJP Online

Dalam paparannya, Iman menekankan perbedaan mendasar antara Coretax dan DJP Online:

• Di DJP Online, sertifikat elektronik milik perusahaan dalam format .p12 harus dipasang di browser.

• Di Coretax, sertifikat elektronik bersifat personal dan berupa tanda tangan digital dengan passphrase.

Menurutnya, Alakun Coretax pribadi menjadi sangat penting karena akun perusahaan hanya berfungsi sebagai wadah, sehingga direktur perlu menetapkan peran akses kepada para pengurus yang ditunjuk.

Menurut Iman, penerapan Coretax memberikan beberapa manfaat, baik bagi pemberi penghasilan (perusahaan) maupun penerima penghasilan (karyawan dan freelancer):

• Data bukti potong otomatis terisi dalam SPT (prepopulated), mempermudah pengisian dan pelaporan.

• Memudahkan pembuatan bukti potong pegawai tetap (A1 dan A2) di akhir tahun.

• Transparansi pemotongan PPh karena bukti potong dapat langsung diterima melalui akun wajib pajak.

Pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 21

Iman menjelaskan bahwa ada tiga skema pembuatan bukti potong PPh dalam Coretax DJP:

• Input manual di Coretax DJP.

• Unggahan massal file XML pada akun wajib pajak.

• Pembuatan massal melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

Dalam sistem baru ini, pemotong wajib mengisi NPWP penerima sesuai dengan NIK yang terdaftar di Coretax DJP. Jika NIK belum terdaftar, sistem akan meminta konfirmasi penggunaan NPWP sementara (Temporary TIN).

Dengan implementasi sistem ini, Iman berharap proses perpajakan menjadi lebih transparan dan mempermudah wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban mereka. “Kami optimis bahwa dengan sistem yang lebih modern dan akurat ini, administrasi perpajakan akan semakin mudah dan efisien bagi semua pihak,” kata Iman.

Hadiri Undangan Seminar Nasional di Institut STIAMI

Sekadar informasi, kehadiran Iman sebagai narasumber utama pada seminar nasional ini diminta oleh Institut STIAMI. Acara ini merupakan kolaborasi antara dunia akademisi, usaha, dan industri, yang diselenggarakan oleh Institut STIAMI Kampus B Cikarang pada 13 Februari 2025.

Dalam seminar ini, Iman selaku Ketua IKPI Bekasi, serta perwakilan dari Kanwil DJP Jawa Barat II menjadi narasumber. Undangan juga ditujukan kepada Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II R Dasto Ledyanto

Acara ini turut dihadiri oleh Rektor Institut STIAMI, Prof. Dr. Sylviana Murni, yang memberikan sambutan pembuka, serta Haryono Wibowo selaku dosen STIAMI.

Selain itu, seminar ini dihadiri oleh anggota APINDO DPK Kabupaten Bekasi, GNIK (Gerakan Nasional Indonesia Kompeten) Area Direktur Kabupaten Bekasi, serta para pelaku usaha.

Dalam sesi seminar, Iman menyampaikan materi terkait pemahaman Coretax dalam konteks PPh 21, sementara Benny, selaku penyuluh dari Kanwil DJP Jawa Barat II, membahas Coretax secara lebih luas.

Para peserta sangat antusias mengikuti pemaparan kami, sehingga tercipta diskusi yang interaktif. Sebagai Ketua IKPI Bekasi, ia merasa bangga dapat turut mengedukasi serta mensosialisasikan Coretax kepada masyarakat, berkolaborasi dengan DJP.

“Institut STIAMI juga sangat mengapresiasi kehadiran kami, dan acara juga dihadiri oleh para dosen dan dekan dari program baik Sarjana maupun Pascasarjana Institut STIAMI,” ujarnya. (bl)

en_US