Ketua Umum IKPI Buka Diskusi Panel: Tax Amnesty Harus Jadi Jalan Nyata Menuju Negara Sejahtera

IKPI, Jakarta: Diskusi panel ketiga Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali digelar dengan tema yang menggelitik: “Tax Amnesty: Efektifkah Mengakselerasi dan Mendongkrak Penerimaan Pajak?”. Bertempat di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025) forum ini dibuka langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Straworld,.

Dalam sambutannya, Vaudy menyapa seluruh peserta baik dari Pengurus Pusat, anggota IKPI maupun narasumber dalam kegiatan ini. Ia menegaskan bahwa forum diskusi ini bukan sekadar rutinitas, melainkan wujud kontribusi nyata IKPI dalam menyuarakan ide dan solusi untuk bangsa.

“Pengampunan pajak membawa manfaat. Negara maju, rakyat sejahtera,” ujar Vaudy mengutip pantun yang ia bacakan.

Lebih lanjut, Vaudy menekankan pentingnya forum-forum seperti ini sebagai wadah pertukaran gagasan, serta masukan konstruktif bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang lebih efektif dan inklusif.

“Kami berharap kegiatan ini tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menjadi referensi strategis bagi pemerintah. Ini kontribusi IKPI untuk Nusa Bangsa,” tegasnya.

Diskusi panel ini menjadi rangkaian dari trilogi diskusi panel IKPI yang sebelumnya membahas tema Tax Ratio dan Badan Penerimaan Negara.

Hadir sebagai panelis adalah ahli dalam bidang perpajakan, yakni:

1. Dr. Robert Pakpahan, Ak. (Direktur Jenderal Pajak Tahun 2017 – 2019)

2. Ir. Harry Gumelar, M.Sc. (Direktur dan Kepala Kanwil DJP 2011 – 2024 dan Ketua Umum Persatuan Ahli Digitalisasi Pajak Indonesia 2024- sekarang)

3. Ajib Hamdani, S.E. (Analis Kebijakan Ekonomi APINDO)

4. Dr Heru R Hadi (Akademisi Universitas Brawijaya Malang)

Diskusi yang dimoderatori oleh Hung Hung Natalya, mantan pengurus pusat IKPI bidang pendidikan, berlangsung interaktif melalui platform Zoom dan diikuti ratusan anggota IKPI dari seluruh Indonesia.

Vaudy mengajakan untuk terus membangun solidaritas dan kontribusi aktif dari seluruh anggota, baik pengurus maupun anggota kehormatan, untuk memajukan profesi konsultan pajak di Indonesia.

Dengan semangat kolaboratif dan partisipatif, diharapkan diskusi ini menjadi refleksi sekaligus langkah nyata IKPI dalam memperkuat peran konsultan pajak sebagai mitra strategis negara dalam membangun sistem perpajakan yang berkeadilan dan berdaya saing.

Sekadar informasi, hadir juga dalam kegiatan ini;

1. Prof. A. Anshari Ritonga (Dirjen Pajak 1999-2000) Ketua Pengadilan Pajak, dan Komwasjak

Anggota kehormatan IKPI;

1. Machfud Siddik (Dirjen Pajak 2000-2001)

2. ⁠Muhamad Izmiransyah Zein (Mantan Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur)

3. ⁠Catur Rini Widosari (Mantan Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, dan pernah menjabat Direktur Keberatan dan Banding di DJP).

Dewan Kehormatan IKPI;

1. Christian Binsar Marpaung

2. Tonggo Aritonang

(bl)

BPS Sebut Butuh Rp14,8 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta

IKPI, Jakarta: Ibu Kota Jakarta memang menawarkan banyak peluang, tapi juga menuntut biaya hidup yang tak main-main. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), biaya hidup warga Jakarta pada 2022 mencapai Rp14,88 juta per bulan, jauh melampaui Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang ditetapkan sebesar Rp5.396.761 untuk tahun 2025.

Artinya, bagi banyak warga, UMP saja belum cukup untuk hidup “layak” di tengah hiruk pikuk ibu kota. Hal ini kembali menyoroti jurang antara penghasilan minimum dan kebutuhan riil masyarakat urban.

Dari data Survei Biaya Hidup (SBH) BPS 2022, pos pengeluaran terbesar masyarakat Jakarta adalah perumahan, termasuk biaya air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mencapai Rp3,19 juta per bulan. Diikuti oleh pengeluaran untuk makanan dan minuman sebesar Rp2,78 juta, serta transportasi yang memakan biaya Rp2 juta tiap bulannya.

Biaya makan di luar seperti di restoran juga cukup menguras dompet, yaitu sekitar Rp1,47 juta. Bahkan pengeluaran untuk layanan informasi dan komunikasi, termasuk internet dan telepon, menyentuh angka Rp1,03 juta. Sektor pendidikan dan kesehatan pun tak luput dari daftar beban rutin warga.

Berikut rincian lengkap biaya hidup di Jakarta menurut SBH BPS 2022:

  • Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar: Rp3.195.697
  • Makanan, minuman, dan tembakau: Rp2.785.136
  • Transportasi: Rp2.002.249
  • Makan di luar (restoran): Rp1.475.659
  • Informasi, komunikasi, dan jasa keuangan: Rp1.030.944
  • Pendidikan: Rp959.899
  • Perawatan pribadi dan jasa lainnya: Rp958.555
  • Perlengkapan rumah tangga dan pemeliharaan: Rp940.042
  • Pakaian dan alas kaki: Rp760.122
  • Kesehatan: Rp485.611
  • Rekreasi, olahraga, dan budaya: Rp286.087

Dengan total Rp14,88 juta per bulan, angka ini mencerminkan kebutuhan seorang individu untuk hidup nyaman dan produktif di Jakarta. Sementara itu, banyak warga yang harus bertahan dengan pendapatan jauh di bawah itu, sehingga strategi bertahan hidup, seperti berbagi tempat tinggal, memasak sendiri, atau mengandalkan transportasi umum, menjadi pilihan sehari-hari.

Fenomena ini sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku kebijakan untuk lebih memperhatikan kesenjangan biaya hidup dan daya beli masyarakat urban, demi menciptakan kota yang inklusif dan ramah bagi semua lapisan sosial. (alf)

 

 

Wajib Pajak Bisa Klarifikasi saat Akses Faktur Nonaktif, Tapi ada Risiko Pencabutan PKP 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan angin segar bagi wajib pajak yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan. Melalui Peraturan Dirjen Pajak No. PER-9/PJ/2025, wajib pajak kini diberi ruang untuk menyampaikan klarifikasi atas penonaktifan tersebut.

Namun, peluang ini datang dengan konsekuensi serius. Jika klarifikasi yang diajukan ditolak, DJP berwenang mencabut status Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (4) regulasi tersebut: “Dalam hal klarifikasi wajib pajak ditolak, terhadap wajib pajak tersebut dilakukan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan.”

Penonaktifan akses faktur pajak dilakukan DJP apabila terdapat indikasi bahwa wajib pajak tersebut terlibat sebagai penerbit maupun pengguna faktur pajak tidak sah, berdasarkan hasil kegiatan intelijen perpajakan.

Untuk memulihkan akses, wajib pajak dapat menyampaikan klarifikasi resmi kepada DJP. Setelah menerima klarifikasi, DJP memiliki waktu maksimal 30 hari kalender untuk memberikan keputusan. Menariknya, jika tenggat waktu itu terlampaui tanpa keputusan, maka klarifikasi wajib pajak dianggap dikabulkan secara otomatis sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (5).

Selain itu, DJP juga berhak mencabut status PKP apabila klarifikasi tidak disampaikan dalam 30 hari sejak pemberitahuan penonaktifan akses faktur pajak diterbitkan.

Meski demikian, peluang pemulihan tetap terbuka. Jika berdasarkan data dan informasi yang dimiliki DJP ternyata wajib pajak tidak lagi memenuhi kriteria penonaktifan, maka Kepala Kanwil DJP dapat mengaktifkan kembali akses faktur secara langsung.

Peraturan ini menjadi bagian dari strategi penguatan pengawasan faktur pajak dan upaya memberantas praktik faktur pajak fiktif yang selama ini merugikan penerimaan negara. Wajib pajak diimbau segera menanggapi pemberitahuan DJP secara cermat dan transparan untuk menghindari sanksi berat, termasuk kehilangan status PKP. (alf)

 

 

Pajak Tinggi Gagal Selamatkan Krisis Ekonomi di Kenya

IKPI, Jakarta: Kenya yang dulu dijuluki sebagai lokomotif pertumbuhan Afrika Timur kini terpuruk dalam krisis ekonomi yang dalam. Kenaikan pajak yang tajam, korupsi sistemik, serta inflasi yang tak terkendali telah menggerus harapan jutaan warga, memaksa banyak dari mereka bertahan hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Tak kurang dari 40 persen penduduk kini hidup di bawah garis kemiskinan. Di sudut-sudut kota Nairobi, kenyataan ini tergambar jelas dalam kehidupan sehari-hari. Christine Naswa, seorang ibu lima anak yang mengais rezeki dengan berjualan sayuran, mengaku kerap pulang dengan tangan hampa.

“Ekonomi sudah hancur. Tak ada uang beredar di Kenya. Anak-anak saya menangis karena lapar, tapi saya hanya bisa memeluk mereka tanpa jawaban,” ucapnya seperti dikutip AFP, Kamis (12/6/2025).

Meskipun pemerintah Presiden William Ruto telah memangkas beberapa jenis pajak melalui revisi RUU Keuangan, masyarakat menilai langkah tersebut sebatas kosmetik. Harga-harga tetap tinggi, pendapatan stagnan, dan beban hidup terus menumpuk.

Seorang pedagang di pusat bisnis Nairobi menggambarkan tahun ini sebagai periode tergelap dalam karier berdagangnya selama lebih dari tiga dekade. “Sejak pemerintahan ini naik, pajak langsung naik. Tapi kami tidak melihat manfaatnya. Yang ada malah penjualan anjlok dan toko saya pernah dijarah saat unjuk rasa,” katanya, enggan disebutkan namanya.

Pemerintah berdalih, kebijakan pajak diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan membayar utang luar negeri yang menumpuk. Namun, sejumlah ekonom menilai strategi ini kontraproduktif.

“Masyarakat Kenya sudah terlalu lelah. Pajak tidak lagi dirasakan sebagai kontribusi untuk negara, melainkan beban yang memiskinkan,” tutur Kwame Owino, Direktur Institute for Economic Affairs.

Kondisi ini diperburuk oleh tekanan eksternal dari lembaga-lembaga donor seperti IMF, yang mensyaratkan reformasi fiskal sebagai syarat bantuan. Ironisnya, pengeluaran pemerintah untuk membayar bunga utang kini melampaui anggaran untuk sektor vital seperti kesehatan dan pendidikan.

Patricia Rodrigues, analis politik dari Control Risks, menyebut Ruto telah kehilangan legitimasi moral di mata rakyat. “Ia naik dengan janji memperjuangkan rakyat kecil, tapi realitasnya sangat jauh dari itu. Banyak warga merasa dikhianati,” ujarnya.

Parlemen dijadwalkan membahas rancangan anggaran baru pekan ini. Namun, tekanan publik memaksa pemerintah menahan diri dari rencana menaikkan pajak langsung, demi menghindari potensi gelombang protes susulan.

“Masalah kita bukan hanya soal pajak, tapi soal kepercayaan. Jika korupsi terus dibiarkan, maka siapa pun yang berkuasa, rakyat akan tetap menderita,” kata seorang warga Nairobi dengan nada getir.

Menjelang Pemilu 2027, harapan akan perubahan mulai memudar. “Orang Kenya selalu memilih pencuri,” sindir pedagang tadi, mengakhiri obrolan dengan senyum pahit. (alf)

 

 

 

 

Kanwil DJP Jakut Serentak Blokir Rekening 139 Penunggak Pajak Senilai Rp176 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara mengambil langkah tegas terhadap 139 Wajib Pajak yang membandel. Melalui koordinasi dengan delapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayahnya, DJP Jakut akan memblokir rekening para penunggak secara serentak dengan total nilai tunggakan mencapai lebih dari Rp176 miliar.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara, Wansepta Nirwanda, menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk memberikan efek jera kepada Wajib Pajak yang telah diingatkan namun tetap tidak menunjukkan iktikad baik. “Rekening mereka diblokir karena tidak juga melunasi utang pajaknya, meskipun sudah diberikan Surat Teguran dan Surat Paksa,” ujar Wanda,  dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis (12/6/2025).

Sebanyak 878 Surat Permintaan Blokir Rekening telah diajukan ke 53 kantor pusat dan daerah lembaga jasa keuangan (LJK) sektor perbankan. Tindakan ini akan berlangsung pada 17–19 Juni 2025.

Menurut Wanda, langkah pemblokiran ini merupakan bagian dari prosedur penagihan aktif oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN). Ia menambahkan bahwa DJP memiliki dasar hukum yang kuat dalam menjalankan aksi tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023.

“Pemblokiran ini merupakan tahapan awal sebelum penyitaan dilakukan. Namun, jika penanggung pajak memenuhi ketentuan Pasal 33 Ayat (1) PMK 61/2023, seperti melunasi sebagian tunggakan atau menyampaikan permohonan resmi, maka blokir dapat dicabut,” jelas Wanda.

Langkah serentak ini disebut sebagai bagian dari strategi pengamanan penerimaan negara tahun 2025 melalui pencairan piutang pajak. Selain itu, Wanda menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah taat membayar kewajiban sesuai ketentuan.

“Penegakan hukum ini bukan untuk menghukum, melainkan mendorong kepatuhan dan memperkuat integritas sistem perpajakan nasional,” pungkasnya.(alf)

 

 

Warga DKI Bisa Nikmati Pemutihan Denda Pajak Kendaraan Mulai 14 Juni

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi pemilik kendaraan bermotor di Ibu Kota! Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-498 Jakarta, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggulirkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor. Kebijakan ini akan berlangsung mulai Sabtu, 14 Juni hingga 31 Agustus 2025.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati, mengatakan bahwa melalui program ini, warga yang memiliki tunggakan pajak hanya perlu melunasi pokok pajaknya tanpa dibebani denda.

“Jadi kalau ada tunggakan, yang dibayarkan cukup pokok pajaknya saja. Tidak ada sanksi denda selama periode pemutihan ini. Prosedurnya sama seperti pembayaran pajak kendaraan pada umumnya,” jelas Lusiana, Kamis (12/6/2025).

Program ini merupakan bagian dari upaya Pemprov DKI mendorong kesadaran pajak sekaligus memberikan keringanan bagi warga menjelang perayaan HUT Jakarta pada 22 Juni mendatang.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menekankan bahwa pemutihan ini bukan ditujukan untuk mereka yang menghindari pajak, melainkan sebagai insentif bagi warga yang mau patuh dan segera melunasi kewajiban mereka.

“Yang penting harus bayar di hari itu atau dalam periode yang ditentukan. Artinya, ini penghargaan bagi yang bersedia bayar, bukan pembiaran terhadap yang lalai,” ujar Pramono di Balai Kota, Rabu (11/6/2025).

Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan kesempatan ini, pembayaran bisa dilakukan melalui berbagai kanal resmi, termasuk Samsat, aplikasi pembayaran digital, serta layanan drive-thru.

Dengan adanya program ini, Pemprov DKI berharap tingkat kepatuhan pajak kendaraan meningkat, sekaligus mendorong terciptanya sistem transportasi yang lebih tertib dan berkelanjutan di Jakarta. (alf)

 

 

 

 

Ketua Umum IKPI Ajak Anggotanya Tingkatkan Kontribusi dan Adaptasi di Tengah Perubahan Regulasi

IKPI, Tegal: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld menyampaikan sejumlah pesan penting kepada seluruh anggota dalam rangka memperkuat profesionalisme dan kontribusi di tengah perubahan regulasi perpajakan yang semakin dinamis. Pesan tersebut disampaikan dalam sambutan resmi oleh Ketua Bidang Olahraga IKPI, Wisnu Sambhoro, saat membuka kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan IKPI Cabang Tegal, Rabu (11/6/2025).

Dalam sambutannya, Ketua Umum IKPI mengapresiasi dedikasi pengurus daerah dan cabang dalam melaksanakan program edukasi berkelanjutan. “Kami menyampaikan terima kasih kepada pengda dan cabang, khususnya IKPI Cabang Tegal, yang telah menginisiasi dan menyelenggarakan kegiatan PPL ini. Ini merupakan bentuk nyata komitmen organisasi dalam menjaga mutu dan integritas profesi konsultan pajak,” ujar Wisnu mewakili Ketua Umum, Kamis (12/6/2025).

Ketua Umum menegaskan bahwa Pengurus Pusat (PP) IKPI mendukung penuh setiap kegiatan yang bertujuan memperkuat kompetensi anggota di seluruh wilayah Indonesia. “Kegiatan seperti ini tidak hanya relevan, tetapi juga sangat dibutuhkan untuk memastikan anggota IKPI tetap adaptif dalam menghadapi perkembangan kebijakan perpajakan, termasuk regulasi baru seperti PMK Nomor 15 Tahun 2025,” jelasnya.

Lebih dari itu, Ketua Umum juga mendorong agar kegiatan PPL tidak hanya menjadi ruang pembelajaran internal, tetapi juga terbuka dan bermanfaat bagi masyarakat umum. “Kami berharap kegiatan ini bisa memberi manfaat yang lebih luas, termasuk bagi pelaku usaha, mahasiswa, dan masyarakat yang ingin memahami perpajakan secara lebih mendalam. IKPI harus menjadi jembatan edukasi antara kebijakan dan masyarakat,” ujarnya.

Salah satu pesan penting yang juga disampaikan adalah ajakan kepada seluruh anggota untuk lebih aktif berbagi pengetahuan melalui website resmi IKPI. “Tulisan atau opini tidak perlu membahas satu PMK secara keseluruhan. Membahas satu bab, satu ayat, atau bahkan satu isu kecil yang relevan saja sudah sangat bermanfaat. Website IKPI adalah ruang kolaborasi dan ekspresi intelektual anggota,” jelasnya.

Tak hanya itu, pidato tersebut juga menyinggung agenda besar organisasi dalam waktu dekat, yakni perayaan Hari Ulang Tahun ke-60 IKPI. Ia mengajak seluruh pengurus dan anggota untuk turut serta menyukseskan perhelatan tersebut. “HUT ke-60 adalah momentum besar dalam sejarah IKPI. Saya mengajak semua elemen organisasi, dari pusat hingga daerah, untuk ikut berpartisipasi aktif. Ini saat yang tepat untuk menegaskan kembali peran strategis kita dalam sistem perpajakan nasional,” tegasnya.

Pesan-pesan itu mencerminkan arah organisasi yang semakin terbuka, responsif, dan progresif dalam menghadapi tantangan zaman. Peran konsultan pajak kini tidak lagi terbatas sebagai pendamping wajib pajak, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dan edukator bagi masyarakat.

Dengan semangat kolaboratif dan pembaruan berkelanjutan yang digaungkan melalui kegiatan PPL seperti yang digelar IKPI Cabang Tegal ini, IKPI terus mengukuhkan eksistensinya sebagai organisasi profesi yang adaptif, relevan, dan berdampak luas bagi pembangunan sistem perpajakan Indonesia yang lebih baik. (bl)

Pengukuhan PKP Bisa Lewat Coretax, Ini Prosedur Lengkapnya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan regulasi terbaru, PER-7/PJ/2025, yang memuat ketentuan teknis mengenai pengajuan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara elektronik melalui portal wajib pajak atau sistem administrasi terbaru, Coretax. Ketentuan ini menjadi sorotan utama di berbagai media nasional hari ini.

Lewat sistem digital tersebut, pengusaha kini bisa mengajukan permohonan PKP tanpa harus datang langsung ke kantor pajak. Cukup dengan mengisi dan menandatangani formulir secara elektronik, lalu mengunggahnya lewat coretax system, lengkap dengan peta lokasi dan foto tempat usaha.

“Permohonan pengukuhan PKP dilakukan secara elektronik melalui portal wajib pajak, dengan menyertakan peta dan foto lokasi usaha,” demikian tertulis dalam Pasal 52 ayat (3) PER-7/PJ/2025.

Siapa Wajib Ajukan Pengukuhan PKP?

Berdasarkan beleid ini, setiap pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa kena pajak sesuai dengan UU PPN, wajib dikukuhkan sebagai PKP, kecuali termasuk kategori pengusaha kecil dengan omzet tahunan tidak melebihi Rp4,8 miliar, sebagaimana diatur dalam PMK 164/2023.

Dengan status PKP, pelaku usaha dapat melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi yang dilakukan.

Langkah-Langkah Pengajuan Melalui Coretax

Pengajuan melalui Coretax system atau portal wajib pajak kini menjadi salah satu kanal resmi, sebagaimana diperkuat dalam PMK 81/2024. Namun, pengajuan juga masih bisa dilakukan lewat kanal lain yang terhubung dengan sistem DJP atau melalui contact center resmi.

Bila dokumen dinyatakan lengkap, sistem akan secara otomatis menerbitkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) paling lambat satu hari kerja. Sebaliknya, jika permohonan tidak memenuhi syarat, tidak akan diterbitkan BPE dan permohonan tidak akan diproses lebih lanjut.

BPE ini memiliki kedudukan yang setara dengan surat keterangan pengukuhan PKP, dan menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan verifikasi administratif.

Setelah menerima BPE, KPP akan melakukan penelitian kantor terhadap permohonan, yang meliputi:

• Pemeriksaan data dan dokumen identitas usaha, termasuk klasifikasi bidang usaha.

• Pengecekan kelengkapan lampiran, seperti peta, foto lokasi, dan surat pernyataan aktivitas usaha.

• Verifikasi status fiskal, memastikan bahwa pemohon tidak sedang diblokir dari akses faktur pajak.

Bila memenuhi seluruh persyaratan, kepala KPP akan menerbitkan surat pengukuhan PKP. Namun bila ada kekurangan, maka akan diterbitkan surat penolakan.

Kedua jenis keputusan tersebut wajib dikeluarkan dalam waktu maksimal 10 hari kerja sejak BPE diterbitkan. Jika hingga batas waktu tersebut belum ada keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan secara otomatis, dan surat pengukuhan harus diterbitkan dalam satu hari kerja setelahnya. (alf)

 

Misbakhun Soroti Kesenjangan Rasio Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengangkat persoalan mendasar terkait stagnasi rasio pajak nasional yang dinilai tidak sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun penerimaan pajak rutin mencapai target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Misbakhun menilai capaian tersebut belum mencerminkan potensi maksimal yang dimiliki negara.

“Kita sering merasa puas karena target penerimaan pajak tercapai, tapi itu belum mendekati potensi riil kita,” kata Misbakhun dalam sebuah diskusi di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Ia menjelaskan, ukuran paling sederhana untuk menilai rasio pajak adalah membandingkan penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sebagai contoh, pada tahun 2020, PDB Indonesia menyentuh angka Rp 15.000 triliun, sementara penerimaan pajak hanya sebesar Rp 1.072 triliun. Menurutnya, perbandingan ini menunjukkan masih adanya ruang yang sangat besar untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap ekonomi nasional.

“Ekonomi kita bertumbuh, tapi rasio pajaknya tak ikut naik. Itu yang jadi masalah,” jelasnya.

Politikus asal Partai Golkar ini menilai, stagnasi tersebut bukan persoalan baru. Ia menyoroti bahwa fenomena ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan rasio pajak sudah terjadi sejak lama, namun belum pernah ditelaah secara serius baik oleh pemerintah maupun kalangan akademisi.

“Belum ada riset komprehensif dari lembaga riset dalam negeri ataupun universitas top dunia yang benar-benar mengupas tuntas soal anomali ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia membandingkan dengan kondisi tahun 2004 saat rasio pajak Indonesia berada di angka 12,7%. Seandainya dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan konsisten sebesar 0,2% per tahun, maka saat ini rasio pajak Indonesia bisa saja menyentuh 16%. Jika target itu tercapai, katanya, pemerintah bahkan bisa mengurangi ketergantungan pada utang karena APBN akan mengalami surplus.

“Ini soal gap yang terus dibiarkan. Pertumbuhan ekonomi dan tax ratio kita seperti berjalan di jalur berbeda, dan kita tidak pernah benar-benar mencari tahu penyebabnya,” pungkasnya. (alf)

 

 

 

 

DPR Tegaskan Pengusaha Tak Patuh Pajak Sulit Dapat Pinjaman Bank

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti eratnya kaitan antara kepatuhan pajak dan kemudahan akses pembiayaan bagi pelaku usaha. Ia menegaskan bahwa pelaporan serta pembayaran pajak menjadi faktor kunci yang dinilai oleh perbankan sebelum menyetujui permohonan kredit.

“Kalau tidak bayar pajak, jangan harap bisa dapat pinjaman dari bank. Percaya sama saya,” ujar Misbakhun dalam sebuah forum di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Menurut politisi Partai Golkar itu, proses verifikasi perbankan terhadap pengajuan kredit tak bisa dilepaskan dari dokumen perpajakan, terutama Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Hal ini berlaku tak hanya bagi pelaku usaha besar, tetapi juga UMKM yang ingin mengakses pembiayaan formal.

“Setiap kali mau ajukan pinjaman, pasti ditanya: usahanya apa, untuk apa, dan mana laporan SPT-nya,” tambahnya.

Misbakhun menilai bahwa kepatuhan dalam pelaporan pajak mencerminkan kredibilitas dan kesehatan keuangan sebuah usaha. Oleh sebab itu, bank akan menjadikan dokumen pajak sebagai tolok ukur utama dalam menilai kelayakan calon debitur.

“Semua perusahaan yang mendapat pembiayaan dari bank pasti diminta laporan pajaknya. Itu pasti,” tegasnya.

Pernyataan ini menjadi pengingat bagi dunia usaha agar lebih disiplin dalam menjalankan kewajiban perpajakan, terutama dalam menghadapi tantangan pembiayaan di tengah dinamika ekonomi saat ini. (alf)

 

 

 

 

 

en_US