Penerimaan Pajak Sumatera Barat 2024 Lampaui Target, Capai Rp6,05 Triliun

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Barat sepanjang tahun 2024 mencatat capaian gemilang. Dengan realisasi mencapai Rp6,05 triliun atau 100,29 persen dari target sebesar Rp6,04 triliun, kinerja pajak di wilayah ini berhasil tumbuh positif sebesar 1,42 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Keberhasilan ini menandakan kepatuhan yang tinggi dari para Wajib Pajak serta aktivitas ekonomi yang terus bergerak positif.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Barat dan Jambi, Arif Mahmudin Zuhri, menyampaikan apresiasi kepada seluruh Wajib Pajak yang telah memenuhi kewajibannya dengan baik.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh Wajib Pajak yang telah menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar,” kata Arif dalam keterangan resminya, Jumat (7/3/2025).

Pencapaian penerimaan pajak yang melampaui target ini didorong oleh beberapa faktor utama. Salah satunya adalah penerapan tarif efektif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2024.

Kebijakan ini mendorong peningkatan setoran PPh Pasal 21 secara signifikan. Selain itu, meningkatnya daya beli masyarakat dan aktivitas ekonomi yang stabil turut berdampak pada kenaikan setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri.

Adapun penerimaan pajak di Sumatera Barat pada tahun 2024 ditopang oleh lima sektor utama yang memberikan kontribusi besar terhadap realisasi target. Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial mengalami peningkatan penerimaan akibat perubahan aturan pemungutan pajak oleh instansi pemerintah.

Selain itu, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi serta Perawatan Mobil dan Sepeda Motor juga menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan tahun sebelumnya, mencerminkan meningkatnya aktivitas bisnis di wilayah tersebut. Hal yang sama terjadi pada sektor Pengangkutan dan Pergudangan, di mana meningkatnya mobilitas barang dan jasa turut mendorong kenaikan penerimaan pajak.

Sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi juga mengalami pertumbuhan positif, yang didorong oleh peningkatan pembayaran PPh Pasal 21 dalam sektor ini. Namun, berbeda dengan sektor lainnya, industri pengolahan justru mengalami pertumbuhan negatif dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua sektor mengalami perkembangan yang sama, dan beberapa sektor masih menghadapi tantangan dalam kontribusi terhadap penerimaan pajak di Sumatera Barat. Kemudian, berdasarkan kategori jenis Wajib Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi mengalami pertumbuhan positif seiring dengan meningkatnya pembayaran PPh tahunan.

Sementara itu, Wajib Pajak Badan juga menunjukkan peningkatan penerimaan dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, Wajib Pajak Pemungut turut mengalami kenaikan setoran, terutama dari pemungutan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

Dengan pencapaian yang telah melampaui target pada 2024, proyeksi penerimaan pajak di Sumatera Barat hingga akhir tahun ini sangat optimistis. Berdasarkan data yang tersedia, penerimaan pajak mengalami deviasi positif sebesar 0,03 persen dari target yang telah ditetapkan.

Capaian ini tidak hanya mencerminkan efektivitas kebijakan perpajakan yang diterapkan pemerintah, tetapi juga menjadi indikasi bahwa perekonomian di Sumatera Barat terus bertumbuh. Dengan adanya tren positif ini, diharapkan kepatuhan Wajib Pajak semakin meningkat dan penerimaan pajak di tahun-tahun mendatang bisa terus mencapai atau bahkan melampaui target. (alf)

 

Cara Menghitung Pajak THR 2025

IKPI, Jakarta: Menjelang Lebaran 2025, banyak pekerja akan menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, perlu diketahui bahwa THR yang diterima bisa dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berikut ini adalah aturan dan cara menghitung pajak THR tahun 2025:

Aturan Pajak THR 2025

Pajak THR diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) No. 36 Tahun 2008 jo. UU Cipta Kerja Pasal 17. Tarif pajak THR bersifat progresif, tergantung pada total penghasilan selama satu tahun:

• Penghasilan hingga Rp60.000.000 dikenai pajak 5%.

• Penghasilan antara Rp60.000.000 hingga Rp250.000.000 dikenai pajak 15%.

• Penghasilan antara Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 dikenai pajak 25%.

• Penghasilan di atas Rp500.000.000 dikenai pajak 30%.

Selain itu, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016, THR masuk dalam kategori penghasilan tidak teratur yang tetap menjadi objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Wajib pajak pribadi akan dikenakan pajak THR jika total penghasilannya dalam satu tahun melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp54.000.000 per tahun.

Simulasi Perhitungan Pajak THR 2025

Sebagai contoh, Pak Andi menerima gaji tahunan sebesar Rp62.000.000 dan mendapatkan THR sebesar Rp5.000.000. Berikut langkah-langkah menghitung pajak THR yang harus dibayar Pak Andi:

• Hitung Penghasilan Bruto: Rp62.000.000 + Rp5.000.000 = Rp67.000.000

• Hitung Biaya Jabatan (5% dari penghasilan bruto): Rp67.000.000 x 5% = Rp3.350.000

• Hitung Gaji Bersih: Rp67.000.000 – Rp3.350.000 = Rp63.650.000

• Hitung Penghasilan Kena Pajak: Rp63.650.000 – Rp54.000.000 = Rp9.650.000

• Hitung PPh 21 Terutang (5% dari penghasilan kena pajak): Rp9.650.000 x 5% = Rp482.500

• Hitung PPh 21 Tanpa THR: (Rp58.650.000 – Rp54.000.000) x 5% = Rp232.500

• Hitung Pajak THR (Selisih PPh 21 Akibat THR): Rp482.500 – Rp232.500 = Rp250.000

Dengan demikian, Pak Andi yang menerima THR sebesar Rp5.000.000 akan dikenai pajak THR sebesar Rp250.000, sehingga THR bersih yang diterima adalah Rp4.750.000.

Pemberian THR dan Batas Waktu Pembayaran

Pemerintah menetapkan bahwa THR bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) akan diberikan paling cepat tiga minggu sebelum hari raya, yakni pada 10 hingga 20 Maret 2025. Sementara itu, bagi pekerja swasta, THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016.

THR merupakan hak pekerja yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memastikan pekerja dapat memenuhi kebutuhan menjelang hari raya. Oleh karena itu, pemberi kerja wajib membayarkan THR sesuai aturan yang berlaku dan melakukan pemotongan pajak THR bagi pekerja yang memenuhi kriteria penghasilan kena pajak. (alf)

 

Panduan Pengisian SPT 1770 SS dan Layanan Pojok Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mendorong wajib pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2024 secara tepat waktu. Untuk mempermudah proses pelaporan, wajib pajak dapat memanfaatkan layanan Pojok Pajak atau menggunakan metode e-Filing dan e-Form melalui laman resmi DJP, www.pajak.go.id.

Cara Mengisi SPT 1770 SS untuk Penghasilan di Bawah Rp 60 Juta

Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di bawah Rp 60 juta wajib melaporkan SPT menggunakan formulir 1770 SS. Berikut langkah-langkah pengisian SPT 1770 SS melalui e-Filing:

1. Kunjungi situs www.pajak.go.id dan pilih menu “LOGIN”.

2. Masukkan NPWP, kata sandi, serta kode keamanan (CAPTCHA), lalu klik “Login”.

3. Pilih menu “Lapor” dan pilih layanan “e-Filing”.

4. Klik “Buat SPT” dan ikuti panduan pengisian yang tersedia.

5. Masukkan informasi pajak, termasuk penghasilan, pajak yang telah dipotong, daftar harta, serta kewajiban.

6. Klik “Setuju” pada bagian pernyataan untuk menyelesaikan pelaporan.

7. SPT telah dikirim dan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirim ke email wajib pajak.

Selain e-Filing, wajib pajak juga dapat menggunakan e-Form untuk mengisi SPT 1770 SS secara offline. Setelah login di www.pajak.go.id, wajib pajak dapat mengunduh formulir elektronik, mengisi data secara offline, dan mengunggahnya kembali setelah selesai.

Panduan Pengisian SPT 1770 S untuk Penghasilan di Atas Rp 60 Juta

Bagi wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun, formulir yang digunakan adalah SPT 1770 S. Proses pengisian melalui e-Filing melibatkan:

1. Login ke www.pajak.go.id.

2. Pilih menu “Lapor” dan klik layanan “e-Filing”.

3. Klik “Buat SPT” dan pilih metode pengisian dengan panduan atau dalam bentuk formulir.

4. Masukkan data penghasilan, pajak yang telah dipotong, daftar harta, kewajiban, dan tanggungan.

5. Pastikan semua data telah diisi dengan benar sebelum mengirim SPT.

6. Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirim ke email wajib pajak.

Layanan Pojok Pajak untuk Kemudahan Pelaporan

Selain metode online, DJP juga menyediakan layanan Pojok Pajak di pusat perbelanjaan untuk membantu wajib pajak melaporkan SPT secara langsung. Salah satu lokasi Pojok Pajak adalah di Mal Central Park, Jakarta Barat, yang beroperasi mulai 3 Maret hingga 21 Maret 2025, pukul 11.00 – 15.00 WIB.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jakarta Barat Herry Setyawan, layanan ini bertujuan membantu wajib pajak melaporkan SPT Tahunan serta mendapatkan konsultasi terkait implementasi Coretax. “Keberadaan Pojok Pajak ini diharapkan dapat membantu wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan, dan konsultasi terkait implementasi Coretax,” ujarnya.

Batas akhir pelaporan SPT adalah 31 Maret 2025 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan 30 April 2025 untuk Wajib Pajak Badan. Pelaporan lebih awal disarankan agar terhindar dari kendala teknis akibat lonjakan akses di akhir periode pelaporan.

Wajib pajak yang telah memanfaatkan layanan Pojok Pajak memberikan respons positif. Immanuel, salah satu wajib pajak, mengungkapkan kepuasannya terhadap layanan ini. “Prosesnya cepat, langsung diarahkan ke petugas, dan tidak sampai lima menit sudah selesai,” ujarnya.

Kanwil DJP Jakarta Barat mengajak seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT mereka, baik secara online melalui e-Filing maupun dengan mendatangi Pojok Pajak, agar dapat memenuhi kewajiban perpajakan tepat waktu dan tanpa hambatan. (alf)

 

 

KPP Palembang Buka Layanan Lapor SPT Tahunan Menggunakan Tenda 

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Palembang, Sumatera Selatan, membuka layanan lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan menggunakan tenda yang digelar depan kantor pajak setempat. Langkah ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses pelayanan bagi wajib pajak.

Sejumlah petugas KPP terlihat melayani ratusan wajib pajak orang pribadi (WPOP) dan wajib pajak badan usaha (WPBU) yang datang untuk melaporkan SPT Tahunan mereka. Sesuai peraturan, batas waktu pelaporan SPT bagi WPOP atau pegawai adalah tiga bulan setelah akhir tahun pajak, yakni hingga akhir Maret. Sementara itu, WPBU memiliki batas waktu empat bulan setelah akhir tahun pajak, yaitu hingga akhir April.

Untuk mengoptimalkan pelayanan, petugas memberikan nomor antrean kepada wajib pajak yang ingin mendapatkan layanan di dalam gedung atau di tenda tambahan yang disediakan di halaman parkir samping gedung utama.

Salah seorang wajib pajak, Fatma Nurshanti, mengapresiasi adanya tambahan loket pelayanan di tenda. Menurutnya, inisiatif ini membantu mempercepat proses pelaporan SPT dan mengurangi waktu tunggu.

“Saat ini, banyak wajib pajak yang datang ke kantor pajak untuk mengurus NPWP atau melaporkan SPT Tahunan untuk masa pajak 2024 yang berakhir pada Maret ini. Dengan adanya loket tambahan di tenda, urusan saya menjadi lebih cepat dan mudah,” ujar Fatma.

Sebelumnya, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumsel Babel, Teguh Pribadi Prasetya, menyatakan bahwa pihaknya berupaya menambah loket pelayanan agar wajib pajak tidak perlu menunggu lama.

“Kami berupaya memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi dan badan usaha dalam menyampaikan laporan SPT pajak tahunan,” jelasnya.

Direktorat Jenderal Pajak juga menyediakan opsi bagi wajib pajak untuk melaporkan SPT secara daring melalui aplikasi e-SPT. Meskipun demikian, wajib pajak tetap diimbau untuk memperhatikan batas waktu pelaporan agar tidak terkena sanksi denda akibat keterlambatan.

Pajak penghasilan karyawan telah dibayarkan oleh perusahaan melalui pemotongan gaji setiap bulan. Oleh karena itu, pegawai hanya perlu melaporkan SPT Tahunan Pribadi karyawan untuk Pajak Penghasilan (PPh) 21 setiap tahun.

Dengan adanya layanan tambahan ini, diharapkan proses pelaporan pajak dapat berjalan lebih efisien, serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (alf)

 

 

IKPI Kabupaten Tangerang dan AREBI Banten Gelar Seminar Perpajakan Bertema ‘Coretax untuk Broker Properti’

IKPI, Kabupaten Tangerang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Kabupaten Tangerang bekerja sama dengan Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) DPD Provinsi Banten menggelar seminar perpajakan dengan tema “Coretax untuk Broker Properti”. Acara ini berlangsung Kamis (6/3/2025) di BSteak Gading Serpong dan dihadiri oleh sekitar 150 peserta yang merupakan para broker properti yang tergabung dalam AREBI.

Seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada para broker properti terkait aspek perpajakan yang berlaku di industri properti, khususnya dalam penerapan sistem Coretax.

Dalam kesempatan ini, Wakil Ketua IKPI Kabupaten Tangerang Indri Dhandria Alwi, yang juga sebagai pembicara utama pada seminar tersebut menyampaikan berbagai materi terkait peraturan pajak yang berlaku bagi para pelaku usaha di bidang properti.

IKPI Kabupaten Tangerang
(Foto: DOK. IKPI Cabang Kabupaten Tangerang)

Dalam pemaparannya, Indri menjelaskan bahwa sistem perpajakan di sektor properti memiliki berbagai ketentuan yang harus dipatuhi oleh para broker dan pelaku usaha properti. “Melalui seminar ini, kami ingin memberikan edukasi terkait regulasi pajak yang berkaitan dengan transaksi properti, sehingga para broker dapat menjalankan bisnis mereka sesuai dengan aturan yang berlaku dan menghindari potensi permasalahan hukum di kemudian hari,” ujar Indri.

Lebih lanjut, Indri juga menekankan pentingnya memahami aspek pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), memberikan poin-poin penting atas pemberlakuan sistem Coretax yang sudah mulai diberlakukan, serta berbagai kewajiban perpajakan lainnya yang harus dipenuhi oleh para broker properti.

Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan para pelaku usaha properti dapat lebih mudah dalam mengelola kewajiban pajaknya serta meminimalkan risiko pajak yang dapat muncul akibat ketidaktahuan atau kesalahan administrasi.

Para peserta yang hadir tampak antusias mengikuti seminar ini. Mereka aktif bertanya dan berdiskusi mengenai berbagai kasus perpajakan yang mereka hadapi dalam praktik bisnis sehari-hari. Selain mendapatkan wawasan baru terkait perpajakan, peserta juga memperoleh kesempatan untuk menjalin networking dengan sesama profesional di industri properti.

Ketua DPD AREBI Provinsi Banten Vemby, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi antara AREBI dan IKPI Kabupaten Tangerang dalam menyelenggarakan seminar ini dan berharap dapat terus melanjutkan kolaborasi ini.

Dengan terselenggaranya seminar ini, IKPI Kabupaten Tangerang berharap dapat terus memberikan edukasi dan pendampingan bagi para pelaku usaha di berbagai sektor, khususnya dalam memahami aspek perpajakan yang relevan dengan bisnis mereka. IKPI juga berkomitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan berbagai asosiasi dan komunitas bisnis demi meningkatkan kesadaran serta kepatuhan pajak di kalangan pengusaha dan profesional.

Acara berlangsung sukses dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh peserta dalam menjalankan bisnis properti mereka secara lebih profesional dan sesuai dengan regulasi perpajakan yang berlaku. (bl)

IKPI Cabang Denpasar dan Dinkop Bali Sepakati Kolaborasi Peningkatan Kesadaran Pajak UMKM

IKPI, Denpasar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Denpasar menggelar audiensi dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Dinkop) Provinsi Bali pada Kamis (6/3/2025). Pertemuan yang berlangsung di Kantor Dinkop Bali ini membahas berbagai rencana kolaborasi dalam meningkatkan pemahaman pajak bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Pulau Dewata.

Dalam audiensi ini, Ketua IKPI Cabang Denpasar, I Made Sujana, menyampaikan bahwa pihaknya siap berkontribusi dalam upaya peningkatan kesadaran pajak bagi UMKM. Ia menekankan pentingnya edukasi pajak agar para pelaku usaha memahami kewajiban perpajakan mereka, sehingga dapat menjalankan bisnis dengan lebih tertib dan berkelanjutan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Denpasar)

Sementara itu, Dinkop menyambut baik kehadiran IKPI dan mengapresiasi inisiatif yang ditawarkan. Sekretaris Dinas Koperasi, I Ketut Meniarta, mengungkapkan harapan agar kerja sama ini dapat terus berlanjut dan memberikan manfaat bagi UMKM binaan Dinkop. “Kami menyambut baik kolaborasi dengan IKPI dalam mendukung UMKM memahami kewajiban pajak mereka. Semoga kerja sama ini dapat berlangsung jangka panjang,” ujarnya.

Pelatihan Pajak bagi UMKM Binaan Dinkop

Salah satu agenda utama dalam audiensi ini adalah rencana pelatihan perpajakan bagi UMKM binaan Dinkop. IKPI menyatakan kesiapannya untuk terlibat dalam program edukasi pajak bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam mengenai aturan perpajakan, pelaporan pajak, serta manfaat kepatuhan pajak bagi keberlangsungan usaha mereka.

Selain pelatihan, IKPI juga berencana mengadakan kegiatan Gerai Pajak yang bertujuan memberikan layanan konsultasi pajak bagi UMKM. Dinkop menyatakan dukungan terhadap inisiatif ini dan bersedia membantu dalam sosialisasi kepada UMKM binaan mereka. Namun, karena keterbatasan waktu dan fasilitas di kantor Dinkop, kegiatan tersebut tidak dapat diselenggarakan di sana.

Sebagai alternatif, panitia akan mengadakan Gerai Pajak di pusat perbelanjaan seperti Lippo Mall atau Level 21, guna memberikan akses yang lebih luas kepada para pelaku usaha.

Pendaftaran dan Promosi Kegiatan Kegiatan Gerai Pajak akan terbuka untuk umum dan IKPI akan menyiapkan flyer serta link pendaftaran melalui Google Form yang akan disebarluaskan melalui media sosial. Langkah ini diharapkan dapat menarik minat lebih banyak UMKM untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Dalam audiensi ini, perwakilan dari Dinas Koperasi Provinsi Bali yang hadir antara lain:
• I Ketut Meniarta, SSTP., M.Si. (Sekretaris Dinas)
• Ni Wayan Suwidiartini, S.Sos (Pengawas Koperasi Ahli Muda)
• I Made Yoga Darma Putra (Tenaga Administrasi)

Sementara itu, dari IKPI Cabang Denpasar, hadir:

• I Made Sujana (Ketua IKPI Cabang Denpasar)
• Ida Ayu Niki Safitri (Sekretaris IKPI Cabang Denpasar)
• I Gusti Ketut Wira Widiana (Sekretaris IKPI Cabang Denpasar)
• A.A. Gde Sanjaya Adi Pranata (Humas IKPI Cabang Denpasar)
• I Gusti Agung Bagus Putra Prameswara (Pengembangan Profesi IKPI Cabang Denpasar)
• Luh Indah Novitasari (Ketua Panitia)
• Ni Nyoman Suryaningsih (Anggota)
• Ida Bagus Putu Pramana Putra (Anggota)
• I Putu Artha Satria Wibawa (Anggota)

Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan UMKM di Bali dapat lebih memahami pentingnya pajak dalam usaha mereka serta meningkatkan kepatuhan dalam administrasi perpajakan. IKPI Cabang Denpasar berkomitmen untuk terus memberikan edukasi dan pendampingan bagi pelaku usaha dalam bidang perpajakan demi mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. (bl)

Prabowo Targetkan Peningkatan Tax Ratio hingga 15 Persen pada 2029

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menargetkan peningkatan rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio secara signifikan dalam lima tahun ke depan. Target tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029.

Dalam dokumen tersebut, Prabowo menetapkan target rasio penerimaan pajak sebesar 11,52-15 persen terhadap PDB pada tahun 2029. Selain itu, rasio pendapatan negara terhadap PDB juga ditargetkan mencapai 13,75-18 persen pada tahun yang sama. Target ini jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi rasio penerimaan perpajakan pada 2024 yang hanya sebesar 10,07 persen dan realisasi rasio pendapatan negara yang mencapai 12,82 persen terhadap PDB.

Untuk tahun 2025, pemerintah menetapkan target rasio penerimaan pajak sebesar 10,24 persen dan rasio pendapatan negara sebesar 12,82 persen terhadap PDB. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan menerapkan berbagai kebijakan, termasuk optimalisasi pendapatan negara, optimalisasi belanja negara, serta perluasan sumber dan pengembangan inovasi pembiayaan.

Strategi Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Untuk meningkatkan rasio penerimaan negara hingga 23 persen terhadap PDB, pemerintah akan menerapkan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tiga capaian utama:
• Meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan menargetkan penambahan Wajib Pajak (WP) sebesar 90 persen.
• Meningkatkan kepatuhan pelaporan pajak dengan target kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan dan Orang Pribadi sebesar 100 persen.
• Meningkatkan indeks efektivitas kebijakan penerimaan negara hingga 100 persen pada 2029.

Reformasi Sistem Pajak Berbasis Digital

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan melakukan sejumlah intervensi kebijakan, di antaranya implementasi sistem informasi inti perpajakan (oretax system) dan interoperabilitas dengan sistem informasi stakeholder terkait untuk mewujudkan sistem pajak berbasis data.

Selain itu, pemerintah juga akan melakukan simplifikasi proses bisnis dan kelembagaan, serta penguatan kebijakan perpajakan. Reformasi lainnya mencakup pembenahan tata kelola ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan, termasuk penerapan dan peningkatan kepatuhan perpajakan.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan peningkatan pendapatan negara dapat tercapai secara optimal sesuai dengan potensi perekonomian, tanpa menghambat iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. (alf)

DJP Tanggapi Pemotongan Pajak Penghasilan bagi Pegawai Magang

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menanggapi perdebatan yang muncul di media sosial terkait pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap pegawai magang. DJP menegaskan bahwa pengenaan PPh tidak bergantung pada jenis pekerjaan, status pekerja, atau perubahan sistem administrasi perpajakan Coretax.

“Perlu kami sampaikan bahwa pengenaan PPh tidak berdasar pada jenis pekerjaan, status pekerja, atau karena adanya penyesuaian sistem administrasi perpajakan Coretax DJP,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP  Dwi Astuti, Kamis (6/3/2025).

Dwi menjelaskan bahwa seseorang menjadi wajib pajak jika telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Persyaratan subjektif mencakup keberadaan subjek pajak, misalnya orang pribadi yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan atau memiliki niat bertempat tinggal tetap di Indonesia. Sementara itu, persyaratan objektif berkaitan dengan penerimaan penghasilan.

“Secara khusus, Pasal 8 Ayat (4) UU PPh menyebutkan bahwa penghasilan anak yang belum dewasa digabungkan dengan penghasilan orang tua. Anak yang belum dewasa adalah yang berusia di bawah 18 tahun dan belum pernah menikah,” kata Dwi.

DJP menegaskan bahwa pengenaan pajak dilakukan jika seseorang menerima penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang saat ini ditetapkan sebesar Rp 54 juta per tahun untuk wajib pajak orang pribadi.

Ramai di Media Sosial

Perdebatan mengenai pajak bagi pegawai magang bermula dari unggahan di media sosial Twitter atau X. Salah satu pengguna dengan akun @risouhtele mengeluhkan pemotongan pajak sebesar 5% pada gajinya sebagai pegawai magang.

“Lu bayangin ya gaji intern yang nggak seberapa itu sekarang kena potong pajak 5%??? Peraturan baru apa lagi ni di bawah rezim sontoloyo ini,” cuitnya, Kamis (6/3/2025).

Unggahan tersebut mendapat banyak respons dari warganet, beberapa di antaranya juga mengungkapkan pengalaman serupa. Akun lain menambahkan bahwa dalam sistem Coretax kini terdapat kode pajak “imbalan kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang” yang dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17.

DJP kembali menegaskan bahwa pengenaan PPh bagi pegawai tidak memandang status pegawai dan didasarkan pada perhitungan berikut:

• Jumlah penghasilan neto

• Dikurangi PTKP

• Dihitung berdasarkan tarif progresif Pasal 17

Dengan klarifikasi ini, DJP mengimbau masyarakat untuk memahami ketentuan perpajakan dengan merujuk pada regulasi yang berlaku serta menghubungi DJP jika membutuhkan informasi lebih lanjut. (alf)

 

Penerimaan Pajak di Sejumlah Wilayah Indonesia per Januari 2025: Papua Alami Penurunan Terdalam

IKPI, Jakarta: Sejumlah wilayah di Indonesia telah mempublikasikan realisasi penerimaan pajak per 31 Januari 2025, meskipun Kementerian Keuangan belum mengumumkan secara menyeluruh kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk periode Januari atau Februari 2025. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang dirilis pada Rabu (5/3/2025), beberapa daerah mengalami kontraksi penerimaan pajak, sementara lainnya mencatatkan pertumbuhan positif.

Papua, Papua Barat, dan Maluku Alami Penurunan Terdalam

Papua, Papua Barat, dan Maluku mencatatkan penurunan penerimaan pajak paling dalam, yakni 41,27% secara tahunan (year-on-year/yoy). Kantor Wilayah DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku mencatat realisasi penerimaan pajak Januari 2025 sebesar Rp485,59 miliar.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh kontraksi setoran Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 71,17% (yoy), yang dipengaruhi oleh implementasi sistem perpajakan baru, Coretax. Sistem ini menyebabkan pemusatan setoran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang ke pusat, terutama dari sektor pertambangan. Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencatat pertumbuhan positif 18,67% (yoy) didorong oleh peningkatan belanja pemerintah atas barang dan jasa.

“Meskipun mengalami kontraksi 41,27% (yoy), penerimaan pajak tetap menunjukkan tren yang stabil di tengah proses transisi sistem perpajakan yang sedang berlangsung,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti.

Lampung Catat Kontraksi 21,42%

Lampung menempati posisi kedua dalam daftar wilayah dengan penurunan penerimaan pajak tertinggi, yakni 21,42% (yoy) menjadi Rp377,08 miliar hingga 31 Januari 2025. PPN tetap menjadi kontributor utama dengan nilai Rp225,9 miliar atau tumbuh positif 6,14% (yoy). Sementara itu, PPh mengalami penurunan signifikan sebesar 48% dengan total penerimaan Rp135,4 miliar.

Kepala Seksi Data dan Potensi Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, Novidar, menyebutkan bahwa meskipun terjadi penurunan, kinerja penerimaan pajak masih sesuai dengan target awal tahun.

Jawa Timur Alami Penurunan 2,7%

Penerimaan pajak di Jawa Timur hingga 31 Januari 2025 mencapai Rp19,05 triliun, turun 2,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ditjen Pajak menyebutkan bahwa faktor utama penurunan ini adalah implementasi sistem perpajakan baru (Coretax) yang mempengaruhi kelancaran administrasi perpajakan.

Penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tetap mendominasi dengan kontribusi 66,32%, sementara PPh nonmigas berkontribusi sebesar 32,95%. Di sisi lain, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mengalami pertumbuhan signifikan masing-masing 693,01% dan 311,23%.

Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Catat Pertumbuhan Positif

Berbeda dengan daerah lainnya, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara mencatat pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 23,4% (yoy) menjadi Rp2,01 triliun. PPh nonmigas menjadi penyumbang utama dengan kontribusi Rp1,06 triliun atau tumbuh 25,01% dibandingkan periode yang sama pada 2024. Penerimaan PBB juga meningkat sebesar 99,51% menjadi Rp0,05 triliun, sementara pajak lainnya tumbuh 89,3% menjadi Rp0,03 triliun.

Bengkulu Tunjukkan Pertumbuhan 11%

Realisasi penerimaan pajak di Bengkulu mencapai Rp149,07 miliar, tumbuh 11% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, Kepala Seksi Penjaminan Kualitas Data DJP Bengkulu, Nimang Duwi Renggani, menyatakan bahwa masih ada tantangan dalam aktivitas ekonomi yang sedang dalam pemulihan.

Berdasarkan jenis pajak, PPN tumbuh signifikan sebesar 118,11% menjadi Rp95,04 miliar, didorong oleh stabilnya harga komoditas sawit dan kopi. PPh berkontribusi sebesar Rp52,4 miliar, sementara penerimaan PBB mencapai Rp548,9 juta.

Sumatra Utara Capai Rp1,43 Triliun

Di Sumatra Utara, realisasi penerimaan pajak hingga 31 Januari 2025 tercatat sebesar Rp1,43 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari PPN Impor yang mencapai Rp359,33 miliar, tumbuh 17% (yoy). PPh Pasal 21 juga mencatat penerimaan signifikan sebesar Rp243 miliar.

“Penerimaan pajak awal tahun didominasi oleh PPN Impor sebesar Rp359,33 miliar yang tumbuh 17% (yoy), serta PPh Pasal 21 sebesar Rp243 miliar,” ujar Kepala Kanwil DJP Sumatra Utara I, Arridel Mindra.

Dengan beragam kondisi di berbagai wilayah, realisasi penerimaan pajak awal tahun 2025 mencerminkan tantangan dan peluang dalam sistem perpajakan nasional di tengah transisi administrasi dan perubahan kebijakan fiskal. (alf)

 

 

Kanwil DJP Jatim III Perkenalkan Fitur Taxpayer Ledger untuk Cegah Sengketa Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) III memperkenalkan fitur Taxpayer Ledger (Buku Besar Wajib Pajak) dalam aplikasi Coretax kepada Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Malang. Fitur ini dihadirkan untuk meningkatkan transparansi dan mencegah potensi sengketa pajak.

Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen Kanwil DJP Jatim III, Erna Irawati, dalam keterangan resminya yang diterima, Rabu (6/3/2025) menjelaskan bahwa Taxpayer Ledger merupakan fitur yang mencatat seluruh transaksi perpajakan Wajib Pajak, baik dari sisi kewajiban maupun hak yang telah dilakukan.

“Buku Besar Wajib Pajak memberikan informasi lengkap tentang posisi perpajakan seseorang atau badan, sehingga Wajib Pajak bisa lebih mudah melakukan rekonsiliasi data serta memastikan kepatuhan mereka,” ujar Erna.

Fitur ini memiliki dua menu utama. Pertama, menu Debit yang mencatat kepatuhan kewajiban Wajib Pajak, seperti Surat Pemberitahuan Kurang Bayar (SPTKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Tagihan Pajak (STP), hingga putusan hukum yang menyebabkan adanya kekurangan pembayaran pajak. Kedua, menu Kredit yang mencerminkan hak Wajib Pajak, seperti pembayaran pajak yang telah dilakukan, deposito pajak, restitusi yang diterima dalam SPT Lebih Bayar (SPTLB) atau SKP Lebih Bayar (SKPLB), serta kompensasi atau pengurangan pajak tertentu.

Dengan adanya Buku Besar Wajib Pajak di Coretax, Wajib Pajak, khususnya di sektor properti, dapat lebih mudah memonitor status pajaknya secara real-time. Hal ini diharapkan mampu mencegah potensi sengketa akibat perbedaan pencatatan serta memastikan perhitungan pajak yang lebih akurat.

Lebih lanjut, Erna berharap fitur ini dapat mendorong kepatuhan sukarela yang lebih tinggi karena dapat mengurangi risiko denda atau sanksi akibat kesalahan administrasi perpajakan. Implementasi fitur ini diyakini dapat membantu meningkatkan rasio pajak yang saat ini masih berkisar antara 10,09 persen hingga 10,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Ke depan, Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya mengedukasi Wajib Pajak mengenai pemanfaatan teknologi dalam sistem perpajakan. Digitalisasi dan transparansi yang semakin meningkat diharapkan dapat memberikan manfaat besar bagi Wajib Pajak serta membantu pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara. (alf)

 

en_US