IKPI dan DJP Tanda Tangani Perjanjian Kerja Sama Pembentukan Tax Center

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk membentuk Tax Center. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi peran ekosistem perpajakan sebagai tax intermediaries. IKPI akan bermitra dengan DJP dan Tax Center Perguruan Tinggi untuk bersama-sama berkolaborasi meningkatkan kapasitas serta pendampingan kepada pengurus dan relawan pajak dalam memberikan edukasi dan pelayanan kepada lingkungan kampus, wajib pajak dan masyarakat luas. Hal ini selaras dengan tujuan utama bersama dalam meningkatkan Tax Ratio dan Kepatuhan Sukarela (voluntary compliance). Penandatanganan ini dilakukan oleh Ketua Umum

IKPI Vaudy Starworld dan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, pada acara IKPI Partnership Gathering 2025 di Royal Hotel Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).

Sebagai asosiasi profesi konsultan pajak, IKPI memiliki peran strategis dalam memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Melalui berbagai program yang tidak dipungut biaya (pro bono), IKPI berkomitmen memenuhi kewajibannya kepada negara. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan edukasi perpajakan melalui webinar, seminar, dan publikasi artikel untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban perpajakan. Selain itu, IKPI juga memberikan layanan konsultasi perpajakan, termasuk bagi pelaku UMKM, agar kewajiban pajak dapat dipenuhi secara benar dan adil.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI juga menjalin kolaborasi dengan Tax Center di perguruan tinggi untuk memperluas jangkauan layanan perpajakan. Hal ini mencerminkan upaya IKPI dalam membangun ekosistem perpajakan yang lebih terintegrasi. Selain itu, IKPI berfokus pada peningkatan kompetensi konsultan pajak melalui pelatihan rutin dan diskusi akademik, memastikan layanan yang diberikan selalu berkualitas. Dengan meningkatkan kesadaran pajak, IKPI turut berkontribusi pada pembangunan nasional, mengingat pajak adalah sumber pendapatan utama untuk pembangunan negara.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyatakan bahwa ruang lingkup kerja sama ini meliputi beberapa aspek utama, seperti:

• Pelaksanaan kegiatan edukasi perpajakan melalui berbagai media dan metode.

• Penyediaan layanan konsultasi perpajakan bagi masyarakat.

• Dukungan dalam kegiatan layanan perpajakan yang melibatkan Tax Center Perguruan Tinggi.

• Pelaksanaan pelatihan perpajakan bagi masyarakat.

• Penguatan citra positif antara IKPI dan DJP.

• Publikasi karya ilmiah dalam jurnal bersama.

• Penelitian bersama dalam bidang perpajakan.

Menurut Vaudy, kerja sama ini akan semakin memperkuat peran konsultan pajak dalam memberikan kontribusi nyata bagi sistem perpajakan di Indonesia. “Kami percaya bahwa sinergi antara IKPI dan DJP dapat menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel. Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami peraturan perpajakan dengan baik dan dapat menjalankan kewajibannya dengan lebih tertib,” ujar Vaudy di lokasi acara.

Sementara itu, dalam sambutannya di acara IKPI Partnership Gathering 2025, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menekankan pentingnya peran konsultan pajak dalam membantu wajib pajak memenuhi kewajibannya dengan benar dan adil. Ia juga mengapresiasi kerja sama yang telah terjalin selama ini antara DJP dan IKPI dalam memberikan edukasi perpajakan, khususnya kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Kami mengapresiasi kerja sama yang selama ini telah terjalin dengan baik. Konsultan pajak tidak hanya membantu wajib pajak memenuhi kewajibannya, tetapi juga menyampaikan hak-hak wajib pajak secara seimbang,” ujar Dwi Astuti, yang juga hadir mewakili Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo.

Dwi juga menegaskan bahwa DJP akan terus meningkatkan kualitas layanan perpajakan dengan menggandeng berbagai pihak, termasuk asosiasi profesi seperti IKPI. Ia menekankan pentingnya profesionalisme dan etika dalam menjalankan profesi konsultan pajak serta menyoroti peran pajak dalam pembangunan nasional. Menurutnya, edukasi perpajakan yang tepat akan membantu menciptakan sistem yang lebih transparan dan terpercaya.

“Pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi juga bentuk partisipasi dalam pembangunan. Banyak fasilitas yang kita nikmati hari ini, seperti pendidikan dan infrastruktur, bersumber dari pajak yang kita bayarkan,” tambahnya.

Selain itu, kerja sama ini juga akan difokuskan pada peningkatan keterampilan dan kompetensi para konsultan pajak agar mereka dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada wajib pajak. Dengan adanya pelatihan rutin dan diskusi akademik yang lebih intens, diharapkan para konsultan pajak dapat mengikuti perkembangan regulasi dengan lebih baik dan mampu memberikan konsultasi yang lebih akurat.

DJP dan IKPI juga akan mengadakan berbagai program sosialisasi perpajakan yang menyasar segmen masyarakat yang lebih luas, termasuk komunitas bisnis, mahasiswa, dan pekerja profesional. Dengan pendekatan yang lebih inklusif, kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pajak secara keseluruhan.

Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan masyarakat, serta memperkuat sinergi antara DJP dan IKPI dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih baik dan transparan. Dengan adanya kerja sama yang erat antara pemerintah dan asosiasi profesi, diharapkan wajib pajak dapat lebih mudah memahami regulasi yang berlaku dan berkontribusi secara aktif dalam membangun perekonomian Indonesia melalui kepatuhan pajak. (bl)

 

 

Google Bayar 326 Juta Euro ke Italia untuk Selesaikan Kasus Pajak

IKPI, Jakarta: Raksasa teknologi Google telah membayar 326 juta Euro kepada pemerintah Italia setelah penyelidikan atas dugaan pajak yang tidak dibayarkan, demikian disampaikan oleh jaksa di Milan pada Rabu (19/2/2025). Jaksa juga menyatakan bahwa mereka merekomendasikan penghentian proses pidana terkait kasus ini.

Otoritas pajak Italia menuduh Google Ireland Limited gagal melaporkan dan membayar pajak atas penghasilan yang dihasilkan di Italia antara tahun 2015 hingga 2019.

Penyelidikan ini berfokus pada pendapatan yang diperoleh Google dari penjualan ruang iklan di negara tersebut. Dalam kesepakatan yang dicapai dengan Google, perusahaan teknologi tersebut sepakat untuk membayar 326 juta Euro yang mencakup pajak, denda, dan bunga guna menyelesaikan permasalahan dengan otoritas pajak Italia. Jaksa di Milan mengonfirmasi pembayaran ini dalam pernyataan resmi mereka.

Sebagai tindak lanjut, jaksa telah mengajukan permintaan kepada hakim untuk menghentikan proses pidana dalam kasus ini. Hingga saat ini, Google belum memberikan komentar resmi terkait keputusan tersebut.

Tantangan Pajak bagi Raksasa Teknologi di Eropa

Kasus yang melibatkan Google ini merupakan bagian dari tantangan yang lebih luas bagi Uni Eropa dalam memastikan perusahaan teknologi membayar pajak secara adil di wilayah tersebut. Beberapa perusahaan besar dituduh mengalihkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah seperti Irlandia dan Luksemburg guna mengurangi kewajiban pajak mereka.

Salah satu kasus yang menonjol adalah keputusan Komisi Eropa pada 2016 yang memerintahkan Apple untuk membayar pajak senilai 13 miliar Euro kepada Irlandia setelah menemukan adanya kesepakatan pajak yang dinilai menguntungkan satu pihak. Namun, keputusan ini kemudian dibatalkan oleh hakim Uni Eropa karena kurangnya bukti bahwa Apple telah melanggar peraturan.

Komisi Eropa saat ini masih berusaha membalikkan keputusan tersebut, serta menantang keputusan pengadilan lain yang membatalkan perintah pembayaran pajak sebesar 250 juta Euro oleh Amazon kepada Luksemburg.

Kasus-kasus ini mencerminkan perjuangan Uni Eropa dalam menegakkan regulasi pajak terhadap perusahaan teknologi besar, yang sering kali memiliki struktur bisnis kompleks dan lintas negara untuk mengoptimalkan kewajiban pajak mereka. (alf)

DJP Laporkan Perkembangan Penerbitan Faktur Pajak dan Pelaporan SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan perkembangan terbaru terkait penerbitan faktur pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) hingga 19 Februari 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangannya pada Kamis, menyampaikan bahwa hingga 19 Februari 2025 pukul 04.00 WIB, sebanyak 803.372 wajib pajak telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong PPh.

Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak mencapai 266.608. Adapun faktur pajak yang telah diterbitkan dan divalidasi berjumlah 60.779.275 untuk masa Januari 2025, serta 14.233.029 untuk masa Februari 2025.

Di sisi lain, hingga 19 Februari 2025 pukul 12.02 WIB, terdapat 4,4 juta SPT Tahunan PPh yang telah disampaikan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4,27 juta berasal dari wajib pajak orang pribadi, sedangkan 130,5 ribu berasal dari wajib pajak badan. Penyampaian SPT Tahunan yang dilakukan melalui saluran elektronik mencapai 4,31 juta, sementara yang disampaikan secara manual sebanyak 97,8 ribu.

“Kami mengimbau kepada Wajib Pajak agar terus mengikuti pengumuman resmi yang dikeluarkan DJP,” ujar Dwi.

DJP juga menyediakan panduan langkah-langkah penggunaan aplikasi Coretax DJP yang dapat diakses melalui laman https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/. Bagi wajib pajak yang mengalami kendala, dapat menghubungi kantor pajak setempat atau layanan Kring Pajak di 1500 200.

Sebelumnya, DJP telah mengumumkan bahwa pembuatan faktur pajak dapat dilakukan melalui tiga saluran utama, yaitu Coretax, e-Faktur Client Desktop, dan e-Faktur Host-to-Host melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 tanggal 12 Februari 2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu.

Dwi memastikan bahwa data faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia secara periodik di Coretax DJP paling lambat H+2 setelah penerbitan faktur pajak. (alf)

Ketua IKPI Pengda DKJ: Rakorda 2025 Siap Dilaksanakan dengan Optimal

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah – Daerah Khusus Jakarta (Pengda DKJ) Tan Alim, menyatakan bahwa persiapan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) 2025 telah berjalan dengan baik dan siap untuk dilaksanakan sesuai agenda. Rakorda ini dijadwalkan berlangsung pada 21 Februari 2025 secara offline di Hotel Aston Kartika, Grogol, Jakarta Barat.

Menurut Tan Alim, rapat koordinasi sebelumnya telah dilakukan bersama Ketua Pengurus Cabang (Pengcab) IKPI se- DKJ guna membahas persiapan Rakorda, termasuk konfirmasi tanggal dengan Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld. Rakorda ini akan dihadiri oleh seluruh pengurus Pengda dan Pengcab IKPI se-DKJ, serta akan dibuka dengan sambutan dari Ketua Umum IKPI atau perwakilannya.

“Persiapan hingga saat ini sudah cukup matang untuk memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Kami berharap seluruh pengurus, baik di tingkat daerah maupun cabang, dapat hadir sesuai dengan target yang telah ditetapkan,” ujar Tan Alim di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Rakorda 2025 ini menargetkan kehadiran 113 peserta yang terdiri dari seluruh pengurus Pengda IKPI DKJ serta pengurus dari tujuh cabang, yakni Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Depok, dan Bekasi. Rakorda ini akan dihadiri khusus oleh para pengurus tanpa melibatkan anggota umum.

Dengan mengusung tema “Memperkuat Organisasi, Meningkatkan Kesejahteraan Anggota melalui Sinergi Program Kerja Pengda dan Pengcab yang Efektif”, Rakorda 2025 diharapkan dapat menjadi momentum strategis untuk menyelaraskan program kerja dan meningkatkan kesejahteraan anggota.

Dalam pelaksanaan Rakorda kali ini, berbagai agenda telah disusun secara sistematis untuk memastikan hasil yang maksimal. Beberapa agenda utama yang akan dibahas antara lain perencanaan program kerja tahun berjalan, serta strategi kolaborasi antara Pengda dan PengCab untuk mencapai tujuan visi misi IKPI. Selain itu, Rakorda juga menjadi ajang untuk memperkuat jaringan dan komunikasi antar pengurus guna meningkatkan efektivitas organisasi.

Tan Alim menambahkan bahwa keterlibatan aktif dari seluruh peserta sangat diharapkan agar setiap pengurus dapat memberikan masukan konstruktif demi kemajuan IKPI DKJ. Diskusi dan koordinasi yang baik dalam Rakorda ini diyakini akan menjadi pondasi kuat bagi organisasi dalam menghadapi tantangan dan peluang di masa mendatang.

“Kami ingin memastikan bahwa Rakorda ini bukan hanya menjadi ajang seremonial, tetapi benar-benar menghasilkan kebijakan dan langkah strategis yang dapat memberikan manfaat bagi seluruh anggota IKPI DKJ Khususnya dan Seluruh Anggita IKPI Umumnya. Oleh karena itu, kami mengajak semua pengurus untuk hadir dan berpartisipasi secara aktif,” kata Tan Alim.

Lebih lanjut, ia juga menegaskan pentingnya menjaga profesionalisme dan sinergi dalam menjalankan program kerja yang telah disepakati. Dengan dukungan penuh dari seluruh pengurus, Rakorda ini diharapkan mampu menghasilkan keputusan-keputusan strategis yang akan memperkuat organisasi dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

“Semoga Rakorda pertama dalam masa bakti 2024-2029 ini dapat dihadiri oleh seluruh pengurus serta Ketua Umum IKPI. Kami berharap Rakorda berjalan lancar sesuai agenda yang telah disusun,” ujarnya. (bl)

IKPI se-Bali Nusra Bahas Perpanjangan PP 55/2022 Diperpanjang dengan DJP Bali

IKPI, Denpasar: Dalam audiensi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali, pada Jumat (14/2/2025), Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) se-Bali Nusra membahas perpanjangan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022), yang memungkinkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap membayar pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% hingga akhir 2025.

Perpanjangan ini diumumkan oleh pemerintah pada Desember 2024 sebagai upaya mendukung keberlangsungan UMKM di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi. Namun, hingga kini, teknis implementasi perpanjangan tersebut masih menunggu regulasi lebih lanjut dari pemerintah.

IKPI Bali Nusra Meminta Kejelasan Teknis

Ketua IKPI Bali Nusra, I Kadek Agus Ardika, menyoroti perlunya kejelasan aturan teknis agar pelaku UMKM tidak mengalami kebingungan dalam menjalankan kewajiban pajaknya.

“Saat ini, pelaku UMKM masih bisa membayar pajak Januari 2025 dengan tarif 0,5% sesuai dengan pernyataan resmi pemerintah. Namun, kami berharap ada aturan teknis yang lebih jelas agar tidak terjadi kesalahan administrasi di kemudian hari,” ujar Agus Ardika dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/2/2025).

Ia menambahkan bahwa kepastian regulasi sangat penting bagi para pelaku usaha kecil agar mereka dapat merencanakan keuangan dengan lebih baik tanpa kekhawatiran terkait perubahan aturan yang tiba-tiba.

Dampak Perpanjangan PP 55/2022 bagi UMKM

Kebijakan perpanjangan tarif pajak 0,5% ini dinilai memberikan angin segar bagi UMKM, terutama di sektor yang masih dalam tahap pemulihan setelah terdampak pandemi. Dengan tarif pajak yang lebih ringan, diharapkan pelaku usaha kecil tetap dapat bertahan dan berkembang tanpa terbebani kewajiban pajak yang lebih tinggi.

Meski demikian, masih ada tantangan yang perlu dihadapi, terutama terkait sosialisasi dan pemahaman UMKM terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena itu, IKPI mengimbau anggotanya untuk terus mengikuti perkembangan kebijakan ini dan memastikan bahwa UMKM mendapatkan informasi yang akurat terkait perpanjangan tarif pajak ini.

Pemerintah diharapkan segera menerbitkan peraturan teknis guna memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha. Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan UMKM dapat tetap mematuhi kewajiban perpajakan mereka tanpa kendala administrasi.

Ke depan, IKPI Bali Nusra berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan otoritas pajak guna memastikan bahwa kebijakan perpajakan yang berlaku dapat berjalan dengan baik dan tidak menyulitkan pelaku usaha kecil di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

Hadir pada pertemuan tersebut adalah Perwakilan Pengurus IKPI se-Bali Nusra:

 

Penerimaan Pajak Indonesia Masih Terbatas, Penasehat Presiden Soroti Ketergantungan pada Pembayar Pajak Terbatas

IKPI, Jakarta: Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa penerimaan pajak Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan negara yang terlalu besar pada jumlah pembayar pajak yang terbatas, meskipun jumlah penduduk Indonesia sangat besar.

Dalam acara “Kumparan The Economics Insights 2025” yang digelar di The Westin, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025) Bambang menyatakan, karena bergantung hanya kepada basis pajak yaitu pembayar pajak yang jumlahnya tidak seberapa besar dibandingkan jumlah penduduk Indonesia, maka tax ratio RI hanya sekitar 10 persen.

Tax ratio Indonesia yang masih di angka 10 persen tersebut menjadikannya sebagai salah satu negara dengan tax ratio terendah di kawasan ASEAN, bahkan berada jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Bambang menambahkan, Indonesia ingin menjadi anggota OECD, namun tax ratio yang rendah menjadi salah satu tantangan terbesar.

Meskipun demikian, Bambang menegaskan bahwa meningkatkan tarif pajak atau menambah objek pajak bukanlah prioritas utama. “Pengalaman saya atau pengamatan saya adalah, tentunya kita tidak menjadikan kenaikan tarif pajak maupun penambahan objek pajak sebagai prioritas. Kalau memang itu dirasakan sangat mendesak, barangkali boleh-boleh saja, tapi yang lebih penting nomor satu adalah untuk bisa meningkatkan penerimaan pajak,” ujar Bambang.

Lebih lanjut, Bambang juga menyoroti praktik transfer pricing yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun perusahaan domestik Indonesia. Ia menjelaskan bahwa banyak keuntungan yang seharusnya dikenakan pajak di Indonesia justru dipindahkan ke negara lain dengan tarif pajak yang lebih rendah, sehingga merugikan pendapatan negara.

“Nah keuntungan itu dipindahkan ke negara lain yang menjanjikan PPh badan atau corporate income tax yang jauh lebih rendah. Tentunya ini kerugian bagi kita,” jelas Bambang.

Bambang juga mengungkapkan kesepakatannya dengan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Panjaitan, yang sering menekankan pentingnya penerapan Coretax sebagai langkah untuk mendeteksi penerimaan pajak yang lebih akurat dan memperluas basis pajak.

“Karena salah satu cara kita untuk bisa mendeteksi penerimaan pajak yang lebih akurat dan memiliki basis pajak yang lebih luas adalah melalui sistem yang komprehensif seperti Coretax,” ujar Bambang.

Pernyataan ini menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara, yang menjadi kunci penting dalam mendukung pembangunan nasional.(alf)

DEN Dorong Presiden Prabowo Audit Coretax untuk Tingkatkan Rasio Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan audit terhadap Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax). Hal ini disampaikan Luhut dalam acara “Economic Insight 2025” di Westin Hotel, Jakarta, Rabu (19/2/2025).

Luhut menilai bahwa Coretax, yang sudah dirancang lebih dari sepuluh tahun, belum juga selesai dan ini menjadi salah satu hambatan utama bagi peningkatan rasio perpajakan Indonesia yang masih terbilang rendah.

Menurut Luhut, implementasi Coretax yang belum tuntas perlu dievaluasi lebih dalam agar bisa mengetahui penyebab dari keterlambatannya. Dia menekankan pentingnya sebuah audit untuk menggali lebih dalam kendala-kendala yang menghambat sistem ini.

“Coretax ini harus dipercepat. Buat saya, sebenarnya sederhana, masa Cortex sudah 10 tahun tidak jadi-jadi? Ada apa ini? Ini perlu dilihat. Makanya saya saran Presiden (Prabowo Subianto) audit saja, Pak,” ujar Luhut.

Lebih lanjut, Luhut menambahkan bahwa Presiden memiliki kewenangan untuk mengevaluasi sistem perpajakan yang ada saat ini, terutama terkait rendahnya *tax ratio* yang hanya sekitar 10%. “Kita harus bertanya kenapa tax ratio kita masih 10% saja? Kenapa tidak bisa naik begitu? Jadi hal semacam ini perlu kita jawab dengan melakukan audit tadi,” ungkapnya.

Pemerintah, menurut Luhut, juga perlu mempelajari lebih dalam alasan di balik rendahnya rasio pajak di Indonesia dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perpajakan yang ada. Sebab, potensi pendapatan pajak Indonesia sebenarnya sangat besar, apalagi jika Coretax diterapkan dengan optimal.

Luhut menjelaskan bahwa dengan penerapan sistem Coretax, diproyeksikan Indonesia dapat menarik pendapatan pajak hingga Rp 1.500 triliun. Ia menambahkan bahwa perbaikan sistem perpajakan, termasuk melalui digitalisasi, bisa memperbaiki efisiensi dan meningkatkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) serta rasio pajak, yang berpotensi menyumbang hingga 6,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Kalau kita memperbaiki, ada beberapa item yang diberikan, termasuk digitalisasi tadi, itu kita bisa memperbaiki ICOR kita dan juga menaikkan tax ratio kita, (kontribusinya) dari 6,4% ke GDP atau setara dengan Rp 1.500 triliun. Kami pikir ya kita dapat sepertiganya saja saya kira sudah bagus,” kata Luhut.

Dengan langkah-langkah tersebut, Luhut berharap sistem perpajakan Indonesia dapat lebih efisien dan berkelanjutan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.(alf)

KPP Pratama Surakarta Buka Layanan Pojok Pajak Hingga Malam

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta memperluas akses layanan dengan membuka Pojok Pajak di Kelurahan Gilingan, Kota Surakarta. Layanan ini beroperasi setiap hari mulai pukul 16.00 hingga 19.00 WIB, yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak (WP) yang ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) baik untuk individu maupun badan usaha setelah pulang bekerja.

Kepala KPP Pratama Surakarta, Herry Wirawan, menjelaskan bahwa penambahan waktu layanan sore hingga malam ini bertujuan untuk membantu Wajib Pajak yang tidak dapat mengurus administrasi SPT pada jam kerja reguler. Dengan adanya Pojok Pajak, WP dapat lebih fleksibel dalam melaksanakan kewajiban perpajakan mereka.

“Layanan ini termasuk aktivasi atau permintaan kembali Electronic Filing Identification Number (EFIN), permohonan perubahan data Wajib Pajak, hingga asistensi dalam pengisian dan pelaporan SPT Tahunan. Kami memastikan semua layanan tersedia hingga WP selesai melaporkan SPT mereka,” ungkap Herry dalam keterangan tertulis yang diterima oleh media, Rabu (19/2/2025).

Penyediaan layanan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi WP dalam menghadapi kebijakan terbaru Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait implementasi Multi-Factor Authentication (MFA) yang berlaku sejak 2025. Setiap WP diwajibkan untuk memverifikasi identitas mereka melalui nomor handphone atau email untuk mengakses laman pajak.go.id. Langkah ini diambil untuk menjaga kerahasiaan data WP dan mencegah terjadinya pencurian akun.

Selain layanan di Pojok Pajak, KPP Pratama Surakarta juga memberikan informasi kepada WP melalui WhatsApp Blast mengenai jadwal layanan Pojok Pajak di kelurahan atau wilayah lainnya. Herry mengimbau kepada seluruh masyarakat agar segera melaporkan SPT Tahunan mereka sebelum batas akhir yang ditetapkan, yaitu 31 Maret untuk WP orang pribadi dan 30 April untuk WP badan. Keterlambatan pelaporan akan dikenakan sanksi administratif berupa denda, yakni Rp 100 ribu untuk WP orang pribadi dan Rp 1 juta untuk WP badan.

Salah satu Wajib Pajak, Rahayu, menyampaikan apresiasinya terhadap layanan Pojok Pajak. “Saya selalu memanfaatkan layanan Pojok Pajak di kelurahan untuk melaporkan SPT Tahunan pribadi saya, bahkan untuk TK Aisyiyah 41 Tegalharjo,” ujar Rahayu.

Layanan Pojok Pajak ini diharapkan dapat mempermudah WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa mengganggu rutinitas harian mereka, serta meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelaporan SPT Tahunan tepat waktu.(alf)

DPD akan Panggil Dirjen Pajak Terkait Penurunan Laporan Faktur Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ahmad Nawardi mengungkapkan rencana untuk memanggil Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan Suryo Utomo, setelah adanya penurunan signifikan dalam laporan faktur pajak akibat penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax).

Rencana pemanggilan tersebut disampaikan Nawardi usai rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPD, Senayan, Jakarta. Dalam rapat tersebut, Nawardi menanyakan masalah terkait sistem Coretax, namun ia menyatakan bahwa hingga saat ini penjelasan lebih lanjut dari Menteri Keuangan belum diterima, sehingga Komite IV berencana untuk mendalami masalah ini lebih lanjut dengan mengundang Dirjen Pajak.

“Saya ingin memperdalam persoalan ini. Yang pasti, ke depannya kami akan mengundang Dirjen Pajak,” ujar Nawardi kepada wartawan, Selasa (18/2/2025).

Nawardi juga mengungkapkan bahwa penurunan laporan faktur pajak tersebut berdampak langsung pada penerimaan negara. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, target penerimaan dari pengumpulan faktur pajak pada 2025 diprediksi hanya mencapai Rp 50 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 172 triliun.

“Faktur pajak yang diterbitkan tahun ini jauh berkurang. Pada tahun lalu, jumlah faktur yang masuk mencapai 60 juta, namun tahun ini hanya 20 juta faktur,” ungkap Nawardi. Penurunan tersebut diduga terkait dengan masalah pada penerbitan faktur dalam sistem Coretax.

Meskipun Coretax dipandang sebagai sistem pembayaran pajak digital yang canggih dan menjanjikan, Nawardi menekankan perlunya segera dilakukan perbaikan agar sistem ini tidak mengganggu penerimaan negara lebih lanjut. “Jangan sampai Coretax tidak digunakan sama sekali, apalagi sudah menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun,” ujarnya.

Sebagai informasi, pada 13 Februari 2025, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti melaporkan bahwa jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan sepanjang Januari 2025 tercatat sebesar 52,5 juta faktur. Sementara pada Februari 2025, jumlah faktur yang diterbitkan hanya mencapai 6,91 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 46,9 juta faktur pada Januari dan 6,20 juta faktur pada Februari telah divalidasi atau disetujui.

Dengan penurunan yang signifikan ini, Komite IV DPD berharap pemerintah dapat segera mengatasi masalah teknis yang ada dalam penerapan Coretax agar target penerimaan negara dapat tercapai tanpa hambatan. (alf)

Pemerintah Terbitkan PMK 15/2025, Berikan Kepastian Hukum Proses Pemeriksaan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan peraturan terkait pemeriksaan pajak, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15 Tahun 2025. Aturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam proses pemeriksaan pajak, termasuk pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan terpisah.

Dalam peraturan tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa diterbitkannya PMK ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. PMK 15 Tahun 2025 ini mengatur penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pemeriksaan pajak guna menciptakan kepastian hukum bagi wajib pajak.

“Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pemeriksaan pajak,” bunyi PMK No. 15 Tahun 2025 yang dikutip Rabu (19/2/2025).

Jenis Pemeriksaan Pajak

PMK ini memberikan rincian mengenai jenis-jenis pemeriksaan pajak yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemeriksaan tersebut dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu pemeriksaan lengkap, pemeriksaan terfokus, dan pemeriksaan spesifik.

1. Pemeriksaan Lengkap
Merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pajak secara menyeluruh pada seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, dengan pendekatan yang mendalam.

2. Pemeriksaan Terfokus
Pemeriksaan ini berfokus pada satu atau beberapa pos tertentu dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang diuji secara lebih mendalam.

3. Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan yang dilakukan secara sederhana dan terfokus pada satu atau beberapa pos tertentu dalam Surat Pemberitahuan, data, atau kewajiban perpajakan lainnya.

Ruang Lingkup Pemeriksaan

Pemeriksaan pajak yang diatur dalam PMK ini mencakup berbagai jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak tertentu. Pemeriksaan juga bisa mencakup satu atau beberapa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Adapun jenis pajak yang dikenakan kebijakan pemeriksaan antara lain adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, PBB, Pajak Penjualan, Pajak Karbon, dan pajak lainnya yang diadministrasikan oleh DJP sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, pemeriksaan dapat dilakukan untuk tujuan lainnya, seperti penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan tersebut.

Dengan diterbitkannya PMK 15 Tahun 2025 ini, diharapkan proses pemeriksaan pajak dapat berjalan lebih efisien, transparan, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, memberikan kejelasan bagi wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. (alf)

en_US