Indonesia Manjakan Turis Asing Lewat Skema VAT Refund

IKPI, Jakarta: Wisatawan mancanegara kini punya alasan lebih untuk berbelanja selama liburan di Indonesia. Pemerintah resmi menghadirkan fasilitas Value Added Tax Refund for Tourism (VAT Refund), sebuah kebijakan yang memungkinkan turis asing mendapatkan kembali Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang-barang yang mereka beli dan bawa keluar dari Indonesia.

Program ini bukan sekadar insentif belanja, melainkan strategi fiskal cerdas yang menggabungkan promosi pariwisata dengan penguatan ekonomi nasional. VAT Refund menjadi bukti bahwa sistem perpajakan Indonesia semakin adaptif dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Dengan adanya VAT Refund, wisatawan asing tidak hanya menikmati keindahan alam dan budaya Indonesia, tetapi juga merasa lebih terdorong untuk memborong produk lokal. Mulai dari batik, perhiasan, kriya, hingga karya seni barang-barang khas Indonesia kini menjadi incaran karena keuntungan finansial yang ditawarkan.

Efek domino dari kebijakan ini terasa hingga ke sektor ritel dan UMKM. Peningkatan konsumsi dari wisatawan mendorong omzet toko-toko lokal dan memperluas eksposur produk Indonesia ke pasar global.

Mudah, Cepat, dan Transparan

Proses pengajuan VAT Refund dirancang ramah pengguna. Wisatawan cukup menyiapkan paspor, boarding pass, bukti pembayaran, faktur elektronik dari toko bertanda “VAT Refund”, serta barang yang akan dibawa pulang. Selanjutnya, registrasi dan pengisian formulir dapat dilakukan secara daring melalui sistem Coretax DJP sebelum keberangkatan.

Layanan VAT Refund tersedia di lima bandara internasional utama: Soekarno-Hatta (Jakarta), Ngurah Rai (Bali), Kualanamu (Medan), Juanda (Surabaya), dan Yogyakarta International Airport. Minimal belanja yang dapat diklaim adalah Rp500.000, dengan pengembalian tunai hingga Rp5 juta. Jika melebihi batas tersebut, refund dilakukan melalui transfer bank.

VAT Refund bukan sekadar kebijakan teknis fiskal, tetapi juga representasi dari keadilan pajak. Barang-barang yang dibeli oleh turis dan tidak dikonsumsi di dalam negeri diperlakukan layaknya barang ekspor—bebas PPN. Dengan begitu, Indonesia menyamakan langkahnya dengan negara-negara maju yang telah lebih dahulu menerapkan sistem serupa.

Pemerintah berharap, melalui langkah ini, Indonesia mampu menarik lebih banyak wisatawan berkualitas dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Tak bisa disangkal, belanja adalah bagian penting dari pengalaman wisata. Dengan VAT Refund, Indonesia memberi nilai tambah bagi pengalaman tersebut mendorong konsumsi, memperluas pasar produk lokal, dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata. (alf)

 

 

 

Panitia Terima 16 Karya Desain Logo HUT 60 IKPI, Ketum Vaudy: Saya Harap Semua Anggota Aktif Terlibat Kegiatan

IKPI, Jakarta: Panitia HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi menerima 16 karya desain logo dari peserta yang terdiri atas anggota dan pegawai IKPI. Lomba ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan dalam menyambut ulang tahun organisasi profesi konsultan pajak tertua di Indonesia tersebut.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar lomba desain, melainkan upaya untuk memperluas partisipasi seluruh elemen dalam organisasi.

“Saya harap semua anggota aktif terlibat dalam seluruh kegiatan IKPI, tidak hanya hadir di rapat atau acara formal, tetapi juga di kegiatan kreatif seperti ini,” ujar Vaudy, Minggu (8/6/2025).

Dari 17 karya yang masuk, satu dinyatakan tidak memenuhi syarat karena bukan berasal dari anggota atau pegawai IKPI. Sehingga, total peserta yang sah berjumlah 16 orang.

Adapun proses penilaian dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, seluruh anggota IKPI akan diajak berpartisipasi dengan memilih lima karya terbaik secara independen. Untuk menjamin objektivitas, identitas pembuat logo tidak akan dicantumkan selama proses pemungutan suara.

“Anggota akan diminta memilih langsung lima desain sekaligus, bukan hanya satu. Ini supaya keterlibatan mereka terasa nyata dalam menentukan arah visual organisasi,” kata Vaudy.

Lima desain dengan suara terbanyak akan masuk ke tahap kedua, di mana tim penilai yang terdiri dari empat organ Pengurus Pusat, Pengawas, Dewan Kehormatan, dan Dewan Penasehat akan memilih satu logo pemenang.

Logo terpilih nantinya akan digunakan sebagai identitas visual resmi HUT ke-60 IKPI sepanjang bulan Agustus 2025.

“Nanti, ketua panitia HUT, Pak Nuryadin turut mengoordinasikan jalannya lomba, termasuk memastikan syarat dan ketentuan sayembara dipenuhi. Panitia juga telah mencatat daftar lengkap nama-nama peserta yang lolos seleksi administrasi,” ujarnya.

Daftar peserta:

• Amalia Rahmadani

• Randi R

• Marco Lie

• Margareth Lie

• Nanang Bramita

• Luthfi Arkan

• Imora Kamul

• Tri Sari Malinda Siregar

• Fakhrul Arifin

• Sarah Suciawati

• Ikbal Renjana

• Sholatiah

• Tintje Beby

• Andreas Budiman

• Pipi Yenfi

• Rubialam

Melalui kegiatan ini, IKPI ingin menegaskan pentingnya kebersamaan dan kontribusi aktif setiap individu dalam memperkuat eksistensi organisasi. “Semakin banyak anggota yang terlibat, semakin kuat rasa memiliki kita terhadap IKPI,” kata Vaudy.

Sementara itu, Ketua Panitia HUT IKPI, Nuryadin Rahman, menambahkan bahwa pemilihan logo menjadi bagian penting dalam menggambarkan makna kedewasaan IKPI yang telah memasuki usia 60 tahun.

“Intinya ini kan hari ulang tahun IKPI yang ke-60. Ini bukan usia muda lagi, sudah matang. Karena itu, logo pun harus bisa mencerminkan kedewasaan itu,” jelas Nuryadin.

Ia menekankan pentingnya ruang kreatif bagi anggota untuk menuangkan ide-ide segar melalui sayembara ini. “Kami beri kesempatan kepada anggota bahkan pegawai IKPI untuk mengekspresikan kreativitas dan inovasi mereka dalam bentuk logo. Ini adalah langkah positif dari pengurus pusat untuk melibatkan anggota secara langsung,” ujarnya.

“Kita ingin minggu depan sudah ada pemenang logo. Karena dari logo itu nanti akan muncul tema besar HUT. Logo ini tidak sekadar visual, tapi juga mengandung filosofi yang akan mewarnai seluruh rangkaian kegiatan HUT,” ujar Nuryadin.

Diungkapkannya, logo terpilih akan mulai digunakan sejak pembukaan rangkaian kegiatan HUT pada 7 Juli mendatang. Rangkaian kegiatan mencakup berbagai acara seperti turnamen golf, fun bike, donor darah nasional, seminar, hingga puncak peringatan pada 27 Agustus.

Sekadar informasi, sayembara ini dikhususkan untuk anggota dan pegawai IKPI sebagai peserta.

Sayembara ini menawarkan total hadiah sebesar Rp 5.000.000 lengkap dengan sertifikat penghargaan. Rinciannya, pemenang utama akan mendapatkan Rp 3.500.000, sedangkan satu finalis lainnya akan memperoleh Rp 1.500.000. Panitia mengingatkan bahwa pajak hadiah ditanggung oleh pemenang. (bl)

Pajak Turis di Norwegia untuk Lindungi Destinasi Populer

IKPI, Jakarta: Norwegia resmi memperkenalkan pajak turis sebagai upaya mengatasi lonjakan wisatawan yang kian membebani infrastruktur dan kehidupan warga lokal. Kebijakan ini mendapat persetujuan parlemen dan memungkinkan pemerintah kota mengenakan pajak sebesar 3 persen untuk setiap akomodasi di wilayah yang terdampak pariwisata.

Langkah ini muncul setelah rekor kunjungan tercatat pada 2024, dengan 38,6 juta pemesanan akomodasi di seluruh Norwegia. Dari jumlah itu, lebih dari 12 juta adalah wisatawan mancanegara  naik 4,2 persen dari tahun sebelumnya. Gelombang pengunjung ini sebagian besar didorong oleh minat terhadap destinasi sejuk di Eropa Utara, sebagai pelarian dari cuaca panas ekstrem di bagian selatan benua.

Salah satu wilayah yang paling merasakan dampaknya adalah Kepulauan Lofoten. Dulunya tenang dan jarang tersentuh turis, kini kawasan tersebut dibanjiri pelancong berkat popularitasnya di media sosial. Namun dengan hanya sekitar 24.500 penduduk yang tersebar di komunitas kecil, kapasitas wilayah ini untuk menampung wisatawan sangat terbatas.

“Lonjakan wisatawan telah menyebabkan tekanan nyata pada fasilitas publik,” ujar Cecilie Myrseth, Menteri Perdagangan dan Industri Norwegia dikutip dari Euronews,Sabtu(7/6/2025).

Ia menambahkan bahwa pajak baru ini akan memberikan sumber daya tambahan untuk memperkuat infrastruktur lokal.

Survei dari Norwegian Tourism Partners mengungkapkan bahwa 77 persen warga Tromsø  kota di dalam Lingkaran Arktik  merasa kewalahan oleh jumlah turis yang terus meningkat.

Tromsø sendiri menjadi magnet bagi pemburu Cahaya Utara, wisata alam liar, serta pengalaman budaya unik masyarakat Sami.

Permasalahan yang timbul pun semakin beragam. Mulai dari kemacetan di jalan-jalan kecil, fasilitas umum seperti toilet dan parkir yang tak mampu menampung pengunjung, hingga laporan wisatawan yang menggunakan halaman belakang rumah warga sebagai tempat buang air.

Melalui kebijakan ini, dana pajak akan diarahkan khusus untuk proyek-proyek peningkatan infrastruktur pariwisata. Pemerintah kota harus menunjukkan kebutuhan konkret dan mendapatkan persetujuan pemerintah pusat untuk menggunakan dana tersebut.

Selain akomodasi, pemerintah juga mempertimbangkan pemberlakuan pajak pada kapal pesiar yang singgah di kawasan rawan kelebihan turisme. Dengan kebijakan ini, Norwegia mengikuti jejak negara-negara Eropa lainnya seperti Italia dan Spanyol dalam menerapkan biaya tambahan untuk pengunjung demi menjaga keberlanjutan pariwisata.

Tujuan utamanya bukan untuk menghambat wisatawan, tetapi untuk menjamin bahwa pengalaman berkunjung tetap berkualitas, tanpa mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. (alf)

DJP Terbitkan SE-7/PJ/2025: Indonesia dan Tunisia Sepakati Modifikasi Tax Treaty Melalui MLI

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-7/PJ/2025 sebagai pedoman implementasi Multilateral Instrument (MLI) terhadap Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Tunisia. Surat edaran ini merupakan langkah strategis dalam rangka memperkuat kerja sama perpajakan internasional dan mengantisipasi praktik penghindaran pajak lintas negara.

Dalam surat edaran tersebut, DJP merinci waktu berlakunya MLI untuk kedua negara. Indonesia telah mengesahkan MLI sejak 1 Agustus 2020, sementara Tunisia menyusul pada 1 November 2023. Adapun ketentuan MLI mulai berlaku efektif untuk pajak yang dipotong di negara sumber sejak 1 Januari 2025.

Untuk jenis pajak lainnya, ketentuan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026 di Indonesia dan 28 Agustus 2025 di Tunisia.

“Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberitahukan seluruh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak mengenai saat berlaku dan saat berlaku efektif MLI untuk P3B Indonesia-Tunisia,” demikian isi kutipan SE-7/PJ/2025.

Tak hanya menjelaskan teknis pemberlakuan, SE-7/PJ/2025 juga menyertakan naskah sintesis hasil modifikasi P3B Indonesia-Tunisia dalam Bahasa Inggris. Naskah ini ditujukan sebagai panduan untuk memahami dampak MLI terhadap ketentuan dalam tax treaty tersebut.

MLI sendiri merupakan instrumen global yang memungkinkan modifikasi massal terhadap tax treaty tanpa perlu melalui jalur negosiasi bilateral yang biasanya memakan waktu lama. Dengan diberlakukannya MLI, Indonesia dan Tunisia dapat langsung menyesuaikan klausul-klausul dalam P3B guna mencegah praktik penghindaran pajak yang agresif.

Sebagai informasi, Indonesia telah meratifikasi MLI sejak 2019 melalui Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2019. Dalam perpres tersebut, Indonesia memasukkan P3B dengan berbagai negara sebagai covered tax agreement (CTA), termasuk dengan Tunisia. (alf)

 

 

IMF Sarankan Rumania Lakukan Reformasi Pajak untuk Tekan Defisit Anggaran

IKPI, Jakarta: Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan Pemerintah Rumania untuk segera melakukan reformasi struktural di sektor perpajakan guna meredam lonjakan defisit anggaran negara yang kian mengkhawatirkan. Dalam laporan terbarunya, IMF menggarisbawahi bahwa tanpa langkah konkret, Rumania berisiko terus melampaui batas defisit yang ditetapkan Uni Eropa.

“Mobilisasi pendapatan sudah menjadi keharusan,” tulis IMF dalam laporan tersebut, yang dikutip, Sabtu (7/6/2025).

Lembaga keuangan internasional itu mengusulkan serangkaian kebijakan seperti kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan cukai, penghapusan berbagai insentif PPN, serta penerapan sistem Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi progresif.

Naikkan PPN dan Cukai, Hapus Diskon PPN

IMF menyebut tarif umum PPN di Rumania yang saat ini sebesar 19% masih di bawah rata-rata Uni Eropa, yakni 22%. Laporan itu menyarankan agar tarif dinaikkan menjadi 20% tahun ini, dan meningkat menjadi 21% dalam waktu dekat.

Lebih lanjut, fasilitas pengurangan tarif PPN untuk berbagai barang dan jasa juga dinilai perlu dihapus, kecuali untuk makanan pokok. “Kebijakan ini akan membantu memperkuat basis pajak dan mendorong keadilan fiskal,” sebut IMF.

Di sisi lain, cukai atas minuman beralkohol dan produk tembakau yang tergolong rendah dibanding negara-negara Uni Eropa juga menjadi sorotan. Meski kontribusinya pada PDB mencapai 1,2% pada 2022, tarifnya dinilai belum optimal.

IMF mengusulkan agar tarif cukai disesuaikan secara berkala mengikuti inflasi, termasuk cukai bahan bakar kecuali untuk gas alam, demi mendukung kebijakan lingkungan hidup.

PPh Progresif Gantikan Tarif Tunggal

IMF juga merekomendasikan agar Rumania meninggalkan sistem PPh orang pribadi dengan tarif tunggal 10%, dan beralih ke skema tarif marjinal progresif, yakni 15% dan 25%. Langkah ini dinilai dapat meningkatkan keadilan pajak sekaligus memperkuat penerimaan negara.

Desakan ini mencuat di tengah sorotan tajam terhadap kondisi fiskal Rumania. Komisi Eropa sebelumnya menyatakan bahwa negara tersebut gagal mengendalikan defisit sejak 2020. Pada 2024, defisit APBN Rumania mencapai 9,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tertinggi di antara seluruh negara anggota Uni Eropa, dan jauh melampaui target 7,9%.

Kondisi ini memburuk dari tahun sebelumnya yang mencatat defisit 6,6%. Tanpa reformasi kebijakan yang mendalam, Rumania berpotensi menghadapi sanksi fiskal dari Brussels dan tekanan pasar yang lebih besar di masa mendatang. (alf)

 

Pemerintah Longgarkan Pajak Barang Bawaan Penumpang, Aturan Baru Berlaku 6 Juni 2025

IKPI, Jakarta: Ada kabar gembira bagi para pelancong dari luar negeri. Pemerintah resmi melonggarkan aturan perpajakan atas barang bawaan penumpang internasional melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2025. Regulasi anyar ini menjadi revisi total atas PMK 203 Tahun 2017, dan akan mulai diterapkan pada 6 Juni 2025.

PMK 34/2025 membawa angin segar bagi pelaku perjalanan internasional, dengan memberikan sejumlah kemudahan serta kejelasan hukum dalam proses kepabeanan. Diundangkan pada 28 Mei lalu, aturan ini mempertegas hak dan kewajiban penumpang serta awak sarana pengangkut, sekaligus menyederhanakan sejumlah prosedur yang sebelumnya dianggap rumit dan memberatkan.

Salah satu hal utama adalah perluasan fasilitas pemberitahuan lisan. Jika sebelumnya hanya bisa dilakukan di tempat tertentu, kini kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, jemaah haji reguler, hingga tamu negara kategori VVIP mendapat kemudahan menyampaikan pemberitahuan secara langsung tanpa prosedur rumit.

Yang juga patut dicatat, dalam aturan baru ini barang pribadi yang melebihi batas nilai bebas bea (FOB US$500) tetap dikenai bea masuk dan PPN/PPnBM, namun tidak lagi dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Ini artinya, beban fiskal bagi penumpang jadi lebih ringan dan jelas.

Bagi jemaah haji, kebijakan ini adalah bentuk nyata perhatian pemerintah. Jemaah reguler kini bebas dari bea masuk untuk seluruh barang pribadi. Sementara jemaah haji khusus mendapat pembebasan hingga FOB US$2.500 per orang, per kedatangan.

PMK ini juga mengakomodasi penghargaan internasional. Bagi WNI yang menerima medali, trofi, atau hadiah lain dari ajang resmi luar negeri, bea masuk akan dibebaskan selama penerima bisa menunjukkan bukti sah partisipasi.

Tak kalah penting, tarif untuk barang nonpribadi kini lebih spesifik. Ketimbang mengikuti tarif umum, barang-barang tersebut dikenakan bea masuk 10%, PPN/PPnBM, serta PPh 5%. Sementara untuk barang pribadi yang melebihi batas bebas bea, tarif tetap 10% dengan penghapusan pungutan PPh.

Pemerintah juga memperjelas dasar pengenaan pajak. Dokumen Customs Declaration (CD) dan PIBK ditetapkan sebagai acuan resmi untuk perhitungan nilai dan pungutan pajak. Hal ini memberikan kepastian hukum dan meminimalisir potensi sengketa.

Aturan Berlaku Surut, Mulai Januari 2025

Yang cukup mengejutkan, PMK 34/2025 berlaku surut. Artinya, penghapusan PPh juga berlaku bagi barang pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut yang sudah diimpor sejak 1 Januari 2025—selama mendapat pembebasan bea masuk.

Pemerintah juga menegaskan bahwa bea masuk tambahan tidak dikenakan pada barang pribadi penumpang dan awak, sebuah ketentuan baru yang memberikan rasa aman tambahan bagi pelancong.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa terbitnya PMK 34/2025 adalah wujud komitmen pemerintah untuk terus menyempurnakan pelayanan.

“Aturan ini hadir sebagai respons atas kebutuhan masyarakat dan demi memberikan kepastian hukum dalam proses kepabeanan barang bawaan penumpang,” ujar Nirwala saat media briefing di Jakarta, Rabu (4/6/2025).

Dengan kebijakan ini, Bea Cukai berharap arus masuk barang bawaan akan lebih terkendali, sesuai dengan arah kebijakan ekonomi dan perdagangan nasional, tanpa mengorbankan kenyamanan masyarakat. (alf)

 

Faktur Pajak Gabungan jadi Solusi Praktis PKP dengan Banyak Transaksi Bulanan

IKPI, Jakarta: Pelaku usaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menyusun faktur pajak setiap kali melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Namun, bagi PKP yang kerap melakukan transaksi berulang kepada pelanggan yang sama dalam satu bulan, kini ada solusi efisien dengan menggunakan faktur pajak gabungan.

Ketentuan terbaru mengenai faktur pajak gabungan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, yang memberikan kemudahan dalam penyusunan administrasi pajak. Faktur ini memperbolehkan PKP menggabungkan seluruh transaksi kepada satu pembeli dalam sebulan menjadi satu dokumen pajak.

Apa Itu Faktur Pajak Gabungan?

Faktur pajak gabungan adalah faktur yang memuat akumulasi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada satu pihak yang sama dalam satu bulan kalender. Misalnya, jika PT A menjual barang kepada PT B sebanyak tiga kali selama bulan April, PT A dapat menyusun satu faktur gabungan yang mencakup semua transaksi tersebut.

Berbeda dari faktur pajak pedagang eceran (faktur digunggung), faktur gabungan bisa digunakan tanpa mempersoalkan apakah pembelinya merupakan konsumen akhir atau bukan. Ini menjadikannya fleksibel dan sangat berguna untuk pelaku usaha menengah hingga besar.

Beberapa hal yang wajib diperhatikan PKP saat membuat faktur pajak gabungan antara lain:

• Satu Pembeli, Satu Bulan: Faktur hanya boleh dibuat jika seluruh transaksi ditujukan kepada pembeli yang sama dan terjadi dalam bulan yang sama.

• Satu Kode Transaksi: Jika terdapat transaksi dengan kode berbeda (misalnya kode untuk penjualan biasa dan penjualan barang mewah), maka harus dibuat faktur terpisah per kode.

• Informasi Wajib: Nama, NPWP, alamat penjual dan pembeli, rincian transaksi, nominal PPN dan PPnBM, serta nomor seri dan tanda tangan penanggung jawab wajib tercantum lengkap.

Namun, tidak semua transaksi bisa digabung. Penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan tidak boleh dimasukkan dalam faktur gabungan.

Faktur pajak gabungan harus diterbitkan paling lambat akhir bulan saat penyerahan BKP/JKP dilakukan. Uang muka yang diterima pada bulan tersebut juga wajib dimasukkan ke dalam faktur gabungan.

Sebagai ilustrasi, PT X melakukan beberapa penyerahan BKP kepada PT B sepanjang September 2025 dengan total nilai transaksi dan uang muka sebesar Rp10.250.000. Seluruh transaksi tersebut dapat dijadikan satu faktur gabungan yang dibuat maksimal tanggal 30 September 2025. (alf)

 

 

DJP Ubah Aturan Main Pelaporan PPN Melalui Formulir C 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi meluncurkan Formulir C sebagai bagian dari reformasi administrasi perpajakan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/2025). Formulir baru ini diperkenalkan sebagai instrumen pelaporan khusus bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas nama pihak lain.

Langkah ini menandai berakhirnya masa berlaku PER-29/PJ/2015 yang selama satu dekade menjadi pedoman penyampaian SPT Masa PPN. Dengan demikian, Formulir 1111 AB—yang sebelumnya digunakan untuk merekap penyerahan, perolehan, dan penghitungan pajak masukan—resmi ditinggalkan.

Menurut Lampiran E dalam aturan baru tersebut, Formulir C diwajibkan bagi PKP yang memfasilitasi transaksi penjualan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP), baik berwujud maupun tidak. Formulir ini harus mencantumkan secara rinci data penjual dan pembeli, nomor faktur pajak, tipe transaksi, nilai transaksi, hingga jumlah PPN atau PPnBM yang dipungut.

Berbagai jenis transaksi telah diklasifikasikan secara spesifik menggunakan kode transaksi, antara lain:

• 001: Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

• 002: Pengadaan barang atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah.

• 003: Transaksi terkait perdagangan aset kripto.

• 100: Jenis transaksi lainnya sesuai petunjuk teknis di portal wajib pajak.

Penunjukan “pihak lain” dalam konteks ini merujuk pada pihak yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewajiban pemungutan atau pelaporan pajak berdasarkan Pasal 32A Undang-Undang KUP. Mereka bertindak sebagai penghubung langsung dalam transaksi yang melibatkan pemungutan pajak, termasuk pelaku platform digital atau marketplace.

Dengan Formulir C, DJP menegaskan komitmennya dalam menciptakan sistem pelaporan PPN yang lebih transparan, akuntabel, dan adaptif terhadap perkembangan model bisnis digital. Reformasi ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sekaligus menyederhanakan proses administrasi perpajakan bagi pelaku usaha dan pemungut PPN non-tradisional. (alf)

 

 

Mulai 1 Juli Pengusaha Wajib Pusatkan PPN

IKPI, Jakarta: Dunia usaha perlu bersiap menghadapi transformasi besar dalam sistem administrasi perpajakan. Mulai 1 Juli 2024, pengusaha kena pajak (PKP) wajib melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang. Ketentuan ini merupakan bagian dari implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 yang sekaligus menghapus penggunaan NPWP cabang.

Dalam aturan tersebut, setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) antarunit usaha, baik dari pusat ke cabang maupun antarcabang secara resmi diakui sebagai penyerahan BKP sebagaimana tertuang dalam Pasal 1A ayat (1) huruf f UU PPN. Artinya, jika tidak dilakukan pemusatan, masing-masing cabang dapat dikenai PPN secara terpisah.

Namun, dengan berlakunya PMK 136/2023 yang merevisi PMK 112/2022, pemerintah menegaskan bahwa pemusatan bukan lagi bersifat opsional, melainkan kewajiban administratif. Seluruh kegiatan usaha harus dilaporkan secara terintegrasi, terlepas dari lokasi cabang.

Selain menekan potensi penghindaran pajak, pemusatan juga memberikan manfaat efisiensi, khususnya bagi perusahaan yang beroperasi di wilayah terpencil. Pengumpulan data dan pelaporan SPT Masa PPN yang sebelumnya memakan biaya dan waktu, kini dapat dilakukan secara lebih ringkas melalui satu titik pusat.

Dengan sistem baru ini, transaksi internal antarunit usaha tidak lagi dianggap sebagai penyerahan kena pajak. Konsekuensinya, PKP tidak perlu menerbitkan faktur pajak untuk transaksi antarcabang, yang secara signifikan mengurangi beban administrasi.

Sebagai langkah antisipasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan ketentuan PENG-4/PJ.09/2024, yang menyatakan bahwa bila PKP tidak menyampaikan pemberitahuan pemusatan hingga 30 April 2024, DJP akan menetapkannya secara jabatan berdasarkan tempat kedudukan PKP.

Di sisi lain, pemerintah kini memperkenalkan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) sebagai pengganti identitas cabang. NITKU digunakan sebagai penanda lokasi usaha, namun seluruh kewajiban perpajakan tetap dipusatkan dan ditangani melalui NPWP pusat.

Seiring dengan diberlakukannya sistem Coretax sejak 1 Januari 2025, yang mewajibkan seluruh pelaporan dilakukan secara digital dan terpusat, pelaku usaha dituntut untuk menyesuaikan sistem pelaporan internal mereka. (alf)

 

IKPI Gelar Diskusi Panel Nasional: Kupas Efektivitas Tax Amnesty untuk Dorong Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Dalam rangka melanjutkan kajian strategis terhadap peningkatan penerimaan pajak dan reformasi kebijakan fiskal di Indonesia, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menggelar sebuah forum diskusi panel nasional bertajuk “Tax Amnesty: Efektifkah Mengakselerasi dan Mendongkrak Penerimaan Pajak?”. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian seri diskusi yang telah dilaksanakan oleh IKPI untuk membedah isu-isu krusial dalam sistem perpajakan Indonesia, yang sebelumnya telah mengangkat topik tentang Tax Ratio dan optimalisasi peran Badan Penerimaan Negara.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyampaikan bahwa penyelenggaraan forum ini merupakan bentuk komitmen IKPI untuk terus berkontribusi secara aktif dalam pembangunan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan efektif.

Menurutnya, isu tax amnesty atau pengampunan pajak kembali menjadi sorotan di tengah upaya pemerintah untuk mencari strategi baru dalam mengakselerasi penerimaan negara, terutama di tengah dinamika ekonomi global dan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin besar.

“Tema Tax Ratio dan Badan Penerimaan Negara telah kita dalami bersama dalam dua seri diskusi sebelumnya. Kini, IKPI menghadirkan forum diskusi yang membahas efektivitas kebijakan tax amnesty sebagai salah satu instrumen untuk mendongkrak penerimaan pajak. Diskusi ini diharapkan tidak hanya menjadi ruang tukar gagasan, tetapi juga memberikan rekomendasi konkret dalam perumusan kebijakan fiskal nasional,” ungkap Vaudy, Sabtu (7/6/2025).

Diskusi panel yang akan digelar pada Jumat, 13 Juni 2025 pukul 15.00–18.00 WIB melalui platform Zoom Meeting ini, menghadirkan para narasumber yang memiliki rekam jejak dan keahlian mumpuni di bidang perpajakan dan kebijakan publik. Mereka antara lain:

• Dr. Robert Pakpahan, Ak., Direktur Jenderal Pajak RI periode 2017–2019, yang dikenal sebagai salah satu arsitek reformasi pajak digital. Saat ini merupakan Anggota Kehormatan IKPI.

• Ir. Harry Gumelar, M.Sc., Direktur dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (2011–2024), sekaligus Ketua Umum Persatuan Ahli Digitalisasi Pajak Indonesia (2024–sekarang). Saat ini merupakan Anggota Kehormatan IKPI.

• Ajib Hamdani, S.E., analis kebijakan ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), yang aktif mengawal isu reformasi fiskal dan investasi.

• Dr. Heru R. Hadi, Ak., S.H., M.H., C.P.A., akademisi dari Universitas Brawijaya Malang, yang juga pakar hukum perpajakan dan tata kelola fiskal. Saat ini merupakan Anggota Dewan Penasehat IKPI.

Diskusi ini akan dipandu oleh moderator berpengalaman, Hung Hung Natalya, S.E., S.H., Ms in Finance, C.Med., merupakan anggota IKPI dan pernah menjadi pengurus pada Departemen Pendidikan Pengurus Pusat IKPI periode 2019–2024.

Selain menjadi forum ilmiah, kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi ajang peningkatan kompetensi dan wawasan praktisi perpajakan, baik anggota IKPI maupun masyarakat luas yang berkecimpung di sektor perpajakan, hukum, ekonomi, hingga pemerintahan. Oleh karena itu, acara ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya (gratis), sebagai bagian dari kontribusi IKPI dalam mencerdaskan dan memperkuat ekosistem perpajakan nasional.

Bagi masyarakat yang ingin bergabung, dapat melakukan registrasi melalui tautan berikut: https://bit.ly/DiskusiPanelTaxAmnesty

Dengan semakin meningkatnya tantangan penerimaan negara dan kebutuhan akan reformasi kebijakan fiskal yang adaptif, Vaudy berharap diskusi ini dapat memberikan perspektif baru dalam menjawab pertanyaan kunci: apakah tax amnesty benar-benar mampu menjadi solusi jangka panjang atau sekadar tambalan sesaat bagi penerimaan negara?. (bl)

en_US