IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Focus Group Discussion (FGD) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Suwardi Hasan memberikan pandangannya terkait penyelenggaraan FGD Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP), pada Kamis (5/12/2024).
Suwardi menegaskan bahwa acara ini merupakan langkah awal yang penting untuk menyemangati serta mendorong kembali upaya aktif yang dilakukan oleh Tim Task Force RUU Konsultan Pajak untuk terus memperjuangkan dalam mewujudkan lahirnya UU Konsultan Pajak.
Dikatakan Suwardi, RUU KP sudah 8 tahun sejak dibahas di DPR dan pernah masuk Prolegnas prioritas di Tahun 2018, namun tak sempat dibahas dengan Pemerintah. Nah di dalam FGD ini, kami berharap nantinya bermunculan ide-ide segar yang bisa mendorong dan memberikan masukan jika kiranya ada hal-hal baru yang perlu diupdate/dimutahirkan dalam RUU Konsultan Pajak termasuk naskah akademisnya, sehingga RUU KP masuk kembali kedalam Prolegnas Prioritas DPR dan segera dibahas,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (6/2024).
Secara garis besar lanjut Suwardi, penyelenggaraan FGD ini bertujuan untuk mengumpulkan dan kompilasi pemikiran, masukan, dan kontribusi yang konstruktif dari seluruh anggota IKPI dan pemangku kepentingan, khususnya yang terlibat dalam Tim Task Force. “FGD ini menjadi wadah yang tepat untuk saling bertukar ide dan pandangan mengenai RUU Konsultan Pajak, serta memberikan dukungan kepada Tim Task Force yang bekerja keras mengawal proses legislasi tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, penyelenggaraan FGD ini juga memiliki peran strategis dalam memastikan agar RUU Konsultan Pajak dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan profesi konsultan pajak di Indonesia. Dalam hal ini, FGD bertujuan untuk menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Tim Task Force guna memperkaya substansi RUU tersebut dengan perspektif praktis dan mendalam dari para pelaku di lapangan.
Dalam FGD tersebut terjadi tukar menukar pandangan mengenai hal-hal yang sebaiknya dimasukkan dan yang tidak dalam RUU KP, termasuk usulan dari Doni Budiono mengenai lulusan universitas dari jurusan tertentu (Akuntansi, FIA, Hukum) yang mendapatkan waiver / pengecualian tanpa mengikuti ujian sertifikasi, namun usulan tersebut juga mendapat tantangan dari Lani Dharmasetya bahwa bagaimana menentukan kualitas dari lulusan tersebut, karena begitu banyak universitas yang mempunyai kualitas yang berbeda-beda mulai dari universitas ternama sampai dengan universitas yang tidak jelas nama dan statusnya, sedangkan melihat ke belakang mengenai kebijakan pemberian gelar akuntan oleh beberapa universitas negeri tertentu, sekarang kebijakan tersebut telah dihapuskan oleh Pemerintah, bukankah pemberian fasilitas / waiver untuk lulusan universitas seperti set back / langkah mundur.
Selain juga terjadi perbedaan pandangan bagaimana strategi yang akan digunakan untuk meng-gol-kan RUU KP, apakah melewati jalur Pemerintah atau melalui jalur DPR, karena apapun jalur yang akan dipilih, semua memiliki plus minus nya sendiri-sendiri.
Adapun I Kadek Sumadi dan Heru R Hadi menyampaikan bahwa jangan sampai UU Konsultan Pajak yang diperjuangkan justru akan membelenggu kemandirian organisasi dan anggota. Diingatkan oleh Pino Siddharta bahwa impian seluruh Konsultan Pajak khususnya anggota IKPI, tentunya memiliki UU seperti UU Advokat, namun profesi KP tidak sama dengan Advokat sebagai salah satu unsur penegak hukum, sehingga semua anggota IKPI harus mengetahui mengenai hak dan kewajiban, serta tanggung jawab yang harus dipikul seorang KP jika UU KP terealisasi, karena Pemerintah tidak mungkin memberikan cek kosong sebuah undang-undang, jika Pemerintah tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan UU tersebut.
Tentunya perbedaan pandangan antar para narasumber dan juga pertanyaan dari beberapa anggota, memberikan banyak wawasan dan pemikiran, karena UU adalah produk politik maka pasti akan terjadi tawar menawar, sehingga take and give pasti akan terjadi tidak mungkin hanya win-win saja, termasuk juga fakta saat ini terdapat asosiasi konsultan pajak lebih dari satu. Yang diharapkan dalam diskusi ini, agar pihak yang jika usulannya tidak / belum terakomodir, maka tidak menjatuhkan atau menggagalkan cita-cita semua KP untuk memiliki UU KP secara mandiri dan profesional dengan dukungan penuh stakeholders.
“Sebagai bagian dari upaya mendukung Tim Task Force, FGD ini diharapkan dapat memberikan dukungan moral dan intelektual yang kuat agar proses legislasi RUU Konsultan Pajak berjalan dengan baik dan menghasilkan regulasi yang memberikan manfaat nyata bagi profesi konsultan pajak dan dunia perpajakan secara keseluruhan,” kata Suwardi.
Kedepannya, FGD RUU Konsultan Pajak akan terus diadakan dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan dan profesional di bidang perpajakan seperti Pemerintah, DPR, Kadin, Apindo, dan dunia pendidikan/akademisi, serta KP dari asosiasi lainnya, semoga proses ini diharapkan mampu memperkuat kolaborasi antara IKPI, pemerintah, serta berbagai pihak terkait dalam mengawal pengesahan RUU ini menjadi undang-undang yang dapat memberikan kerangka hukum yang jelas dan mendukung tidak hanya perkembangan profesi konsultan pajak di Indonesia, namun tujuan utamanya agar dapat membantu Pemerintah untuk meningkatkan Tax Rasio, dan menjaga kepentingan hukum perpajakan wajib pajak.
Sekadar informasi, FGD RUU Konsultan Pajak ini dihadiri oleh sedikitnya 1.084 anggota IKPI. Hadir sebagai narasumber utama adalah:
1. Ketua Tim Task Force RUU Konsultan Pajak, Associate Prof. Dr. Edy Gunawan
2. Ketua Pengkaji Tim Task Force, Sistomo
3. Ketua Pengawas IKPI, Dr. Prianto Budi Saptono
4. Anggota Dewan Pembina IKPI, Dr. Heru. R. Hadi
5. Anggota Dewan Kehormatan IKPI, I. Kadek Sumadi
6. Ketua Departemen Litbang IKPI, Pino Siddharta
7. Ketua Departemen Pengembangan Organisasi, Dr. Nuryadin Rahman
8. Ketua Departemen Litbang dan FGD periode 2019-2024, Dr. Lani Dharmasetya
9. Anggota Tim Task Force RUU KP Dr. Doni Budiono
(bl)