IKPI, Jakarta: Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan menegaskan kembali pentingnya laporan tahunan bagi seluruh konsultan pajak. Tak sekadar dokumen administratif, laporan ini kini menjadi alat vital dalam proses pengawasan dan penilaian profil risiko, yang berdampak langsung pada kredibilitas dan keberlanjutan izin praktik.
Dalam sosialisasi yang digelar bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada Jumat (11/4/2025), Analis Laporan Profesi Keuangan PPPK, Tri Wury Handayani, menekankan bahwa laporan tahunan digunakan sebagai dasar dalam pengawasan berkala maupun sewaktu-waktu. “Jika ditemukan ketidaksesuaian, PPPK dapat menerbitkan action plan hingga sanksi administratif,” tegas Wury.
Laporan tahunan, yang wajib disampaikan secara elektronik setiap tahun paling lambat 30 April, berisi informasi penting seperti daftar klien, realisasi PPL (Pengembangan Profesional Berkelanjutan), bukti keanggotaan asosiasi, hingga surat keterangan bekerja. Ketentuan ini merujuk pada PMK Nomor 175 Tahun 2022, yang memperkuat pengawasan profesi keuangan. Lebih dari sekadar pemenuhan kewajiban, laporan tahunan dinilai sebagai jembatan komunikasi antara konsultan pajak dan regulator.
“Kami memanfaatkannya untuk analisis risiko dan pemetaan profil konsultan berdasarkan kepatuhan serta kualitas layanan,” ujar Wury.
Sebagai bagian dari profesi keuangan strategis, konsultan pajak kini diposisikan sebagai penjaga integritas sistem keuangan nasional. PPPK bahkan tengah mengembangkan sistem pelaporan yang lebih sederhana dan real-time untuk meningkatkan efektivitas pengawasan.
“Profesionalisme, legalitas, dan akuntabilitas konsultan pajak menjadi kunci utama membangun sistem keuangan yang kredibel dan terpercaya,” kata Wury. (bl/alf)
IKPI, Jakarta: Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris dan Profesi Lainnya, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan, Lury Sofyan, mengungkapkan tren positif dalam perkembangan profesi konsultan pajak di Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam acara sosialisasi yang digelar bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) secara virtual melalui Zoom Meeting pada Jumat (11/4/2025).
Lury menyampaikan bahwa data per Maret 2025 menunjukkan jumlah konsultan pajak di Indonesia terus mengalami peningkatan. “Komposisinya saat ini masih didominasi oleh laki-laki sebesar 62,92%, sedangkan perempuan mencapai 37,08%,” ujarnya.
Dari sisi kualifikasi, mayoritas konsultan pajak masih mengantongi sertifikasi tingkat A, disusul oleh tingkat B dan C. Sementara itu, segmen usia terbanyak berada pada rentang 31-40 tahun, mencerminkan dominasi generasi produktif dalam sektor ini.
Lury juga menyoroti tren positif dalam pelaksanaan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP). “Tingkat partisipasi dan kuota peserta meningkat secara signifikan, begitu pula angka kelulusan. Ini mencerminkan minat yang tumbuh terhadap profesi ini,” jelasnya.
Namun, ia juga mencatat bahwa tingkat pendaftaran sebagai konsultan pajak setelah lulus ujian masih tergolong rendah. “Ini menjadi perhatian kami di PPPK. Kami mendorong para lulusan untuk segera mengambil izin praktik agar bisa berkontribusi secara langsung,” tambahnya.
Terkait pengawasan, Lury menjelaskan bahwa PPPK akan memperkuat pendekatan berbasis risiko. “Kami akan melakukan profiling risiko berdasarkan laporan tahunan dan berbagai informasi lain yang kami himpun. Konsultan pajak dengan kepatuhan tinggi akan mendapat kepercayaan lebih, sedangkan yang menunjukkan indikasi penyimpangan akan dibina atau dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan,” tegasnya. (bl/alf)
IKPI, Yogyakarta: Dalam upaya mendekatkan dunia pendidikan tinggi dengan kebutuhan nyata industri perpajakan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Penandatanganan MoU yang dilakukan oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Rektor UKDW Yogyakarta Dr. Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T ini menjadi langkah awal dari kolaborasi strategis yang bertujuan meningkatkan kompetensi dan daya saing mahasiswa di bidang perpajakan.
Ketua IKPI Yogyakarta, Wahyandono, yang turut menyaksikan penandatanganan tersebut menyatakan bahwa kerja sama ini muncul dari kesadaran akan pentingnya penguatan kompetensi praktis mahasiswa sebagai respons terhadap dinamika industri perpajakan yang terus berkembang.
“Saat ini dunia perpajakan mengalami perubahan yang sangat cepat, baik dari sisi regulasi maupun teknologi. Mahasiswa perlu dibekali tidak hanya dengan teori, tetapi juga praktik yang sesuai dengan kondisi nyata di lapangan,” ujarnya, Jumat (18/4/2025).
Melalui MoU ini, IKPI melalui cabang Yogyakarta akan terlibat aktif dalam memberikan edukasi perpajakan melalui program Pelatihan Kompetensi Perpajakan yang diselenggarakan di UKDW. Selain itu, kerja sama ini juga menjadi wadah bagi para praktisi dan konsultan pajak untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman mereka kepada civitas akademika, khususnya mahasiswa yang mengambil konsentrasi perpajakan.
“Lebih dari sekadar pelatihan, kolaborasi ini akan melahirkan berbagai bentuk kegiatan lain seperti kuliah umum, pengembangan teknologi metaverse untuk simulasi praktik perpajakan dan akuntansi, hingga program-program sosialisasi yang bisa dilakukan bersama mitra kampus,” katanya.
Menurutnya, UKDW menjadi mitra baru IKPI dalam membangun sinergi pendidikan dan praktik perpajakan. Dengan semakin terbukanya peluang kerja di sektor pajak dan meningkatnya jumlah wajib pajak di Indonesia, Wahyandono menegaskan pentingnya peran lembaga pendidikan dalam menyiapkan lulusan yang benar-benar siap kerja dan memahami nilai-nilai etika profesi.
“Di dalam pelatihan, kami tidak hanya membahas hukum formal dan materiil perpajakan, tetapi juga memperkenalkan kode etik profesi konsultan pajak. Ini penting, agar para lulusan tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga punya integritas dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari ekosistem perpajakan nasional,” jelasnya.
Ia juga mengatakan IKPI juga membuka kemungkinan mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), melalui skema magang industri, proyek independen, penelitian terapan, hingga kewirausahaan berbasis perpajakan.
Pernyataan senada diungkapkan Rektor UKDW Dr. Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T. Ia berharap agar kerja sama ini bisa membawa dampak nyata bagi peningkatan mutu pendidikan dan kontribusi terhadap masyarakat.
“Penandatanganan MoU antara UKDW dan IKPI menjadi titik awal terbentuknya sinergi yang kuat dan berkelanjutan dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang perpajakan,” ujarnya.
Ia berharap kerja sama ini akan membuka peluang besar bagi mahasiswa untuk meningkatkan kompetensinya melalui magang, kuliah tamu, pelatihan, serta sertifikasi yang relevan dengan kebutuhan industri.
“Kami percaya bahwa pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara akademisi dan praktisi akan menjadi fondasi penting dalam mempersiapkan generasi muda yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki integritas dan wawasan etis dalam menjalankan profesinya. Semoga kerja sama ini menjadi model kolaborasi strategis antara dunia akademik dan profesional di Indonesia,” ujarnya. (bl)
IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III (Kanwil DJP Jatim III) mengalami tekanan hingga triwulan pertama 2025. Hingga 31 Maret 2025, penerimaan PPh tercatat hanya mencapai Rp1,79 triliun, mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp2,17 triliun.
Pelaksana Tugas Kepala Kanwil DJP Jatim III, YFR Hermiyana, menjelaskan bahwa penyebab utama penurunan ini adalah lonjakan restitusi atau pengembalian pajak di awal tahun serta implementasi kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) untuk PPh Pasal 21. “Kedua faktor ini secara langsung memengaruhi jumlah pemotongan dan penyetoran pajak oleh pemberi kerja,” ujar Hermiyana dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (17/4/2025).
Sebagai informasi, penerapan TER sendiri mulai berlaku sejak 1 Januari 2024 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Sementara percepatan restitusi diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) PER-5/PJ/2023 dan diperkuat oleh UU KUP yang direvisi melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Penerimaan Pajak Masih di Jalur Target
Meski PPh mengalami kontraksi, total penerimaan pajak Kanwil DJP Jatim III masih menunjukkan capaian yang cukup signifikan. Hingga akhir Maret 2025, total realisasi penerimaan mencapai Rp6,4 triliun atau sekitar 15,85 persen dari target tahunan yang dipatok sebesar Rp40,4 triliun.
Kontribusi terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai Rp4,3 triliun—atau setara 15,83 persen dari target PPN dan PPnBM sebesar Rp27,58 triliun.
Sementara itu, penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga mencatatkan pertumbuhan, yakni sebesar Rp3,59 miliar. Menurut Hermiyana, pertumbuhan ini didorong oleh pembayaran pajak dari tahun-tahun sebelumnya.
Yang menarik, kategori “jenis pajak lainnya” justru melampaui ekspektasi. Dari target Rp84,36 miliar, realisasi penerimaan mencapai Rp236,80 miliar—melonjak hingga 280,69 persen.
Capaian tersebut banyak disumbang oleh penerimaan non-rutin seperti pelunasan tunggakan, sanksi administrasi, serta koreksi hasil pemeriksaan tahun lalu.
Langkah Strategis Hadapi Tantangan
Hermiyana menegaskan bahwa pihaknya tak tinggal diam. Kanwil DJP Jatim III berkomitmen untuk mengakselerasi strategi intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis data, sekaligus memperkuat pengawasan serta layanan pajak yang responsif.
“Kami menyadari bahwa tantangan penerimaan tahun ini cukup kompleks, tapi kami akan terus menjaga kepercayaan masyarakat dan menggali potensi penerimaan secara berkeadilan dan berkelanjutan,” pungkasnya. (alf)
IKPI, Panama: Ibu kota Panama, Panama City, mengambil langkah maju dalam adopsi teknologi finansial dengan secara resmi mulai menerima cryptocurrency sebagai alat pembayaran untuk berbagai layanan publik. Kebijakan ini menandai babak baru dalam transformasi digital sektor pemerintahan kota tersebut.
Wali Kota Panama City, Mayer Mizrachi, mengungkapkan bahwa pemerintah kota baru saja mengesahkan proposal yang memungkinkan kantor-kantor pemerintah lokal menerima pembayaran dalam bentuk aset digital. Masyarakat kini dapat membayar pajak, tiket, izin, hingga biaya layanan lainnya menggunakan Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), serta stablecoin seperti USDC dan USDT (Tether).
“Pemerintahan sebelumnya sempat mencoba mendorong undang-undang untuk hal ini di senat, tapi kami menemukan cara yang lebih sederhana tanpa perlu legislasi baru,” ujar Mizrachi, dikutip dari Decrypt, Kamis (17/4/2025).
Untuk menunjang kebijakan ini, pemerintah kota akan bekerja sama dengan lembaga perbankan yang telah memiliki infrastruktur guna menerima aset kripto dan langsung mengonversinya ke mata uang fiat. Kolaborasi ini bertujuan untuk memudahkan transisi serta menjaga kestabilan nilai transaksi bagi penerima layanan.
Langkah progresif Panama City ini berlangsung di tengah tren global yang semakin menerima cryptocurrency sebagai alat tukar sah, baik di sektor pemerintahan maupun swasta. Meski saat ini hanya beberapa jenis aset digital yang diterima, Mizrachi menegaskan bahwa kebijakan ini adalah awal dari transformasi digital layanan publik di kota tersebut.
Belum ada konfirmasi apakah jenis kripto lain akan ditambahkan dalam daftar di masa mendatang, namun inisiatif ini diyakini akan menjadi landasan penting menuju modernisasi sistem pembayaran publik di Panama. (alf)
IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Salah satu fokus utama dalam peraturan ini adalah pengaturan teknis mengenai pemungutan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 yang tertuang dalam Pasal 223 dan Pasal 224.
Pasal 223 PMK 81/2024 menetapkan bahwa pihak-pihak tertentu yang berstatus sebagai pemungut pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) huruf b hingga huruf h, memiliki empat kewajiban utama:
• Memungut dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22.
• Menyampaikan bukti pemungutan tersebut kepada Wajib Pajak yang dipungut.
• Membuat bukti pemungutan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk apabila menggunakan dokumen yang dipersamakan sebagaimana diatur dalam Pasal 222 ayat (2).
• Melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir, melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.
Ketentuan mengenai penyetoran dan konsekuensi atas pelanggaran diatur dalam Pasal 224, yang menyatakan:
• Penyetoran PPh Pasal 22 harus mengikuti ketentuan dalam Pasal 94.
• Pelaporan dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 171.
• Apabila pemungut pajak tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 221 dan Pasal 223, akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dengan pengaturan ini, PMK 81/2024 memberikan landasan operasional yang jelas bagi pelaksanaan pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 22 dalam sistem administrasi perpajakan. (alf)
IKPI, Depok: Kepatuhan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap kewajiban perpajakan tidak hanya berdampak pada tertib administrasi, tetapi juga menjadi bentuk kontribusi nyata bagi pembangunan nasional. Hal ini disampaikan Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, dalam sambutannya pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Pelaporan SPT PPh Badan di Grha Arka, Kota Depok, Kamis (17/4/2025).
“Ini bukan sekadar pelaporan pajak. Ini adalah bentuk partisipasi langsung UMKM dalam membangun Nusabangsa,” ujar Nuryadin, yang juga menjabat sebagai Ketua IKPI Cabang Kota Depok periode 2014–2024.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan Bimtek tersebut merupakan tindak lanjut dari instruksi Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, yang tertuang dalam surat edaran kepada seluruh cabang di Indonesia untuk mengadakan sosialisasi dan pendampingan teknis kepada pelaku UMKM secara gratis atau pro bono.
Arahan ini juga sejalan dengan pernyataan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP, Dwi Atuti di acara yang diselenggarakan IKPI beberapa waktu lalu bersama dengan para asosiasi.
Pada kesempatan itu kata Nuryadin, DJP melalui Dwi Astuti, mendorong IKPI untuk hadir di tengah masyarakat dengan memberikan edukasi pajak secara cuma-cuma.
“Ini sesuai dengan Mars kita: IKPI hadir untuk Nusabangsa. Maka inilah wujud nyatanya, kita bantu UMKM agar patuh terhadap kewajiban perpajakannya,” tegas Nuryadin.
Menurutnya, kepatuhan pajak UMKM memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem usaha yang sehat. Pemerintah sendiri, kata dia, telah menyediakan berbagai fasilitas untuk UMKM, seperti pembebasan pajak penghasilan bagi UMKM pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta, dan kemudahan pelaporan bagi UMKM berbadan hukum dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar.
Namun, ia menekankan bahwa keringanan pajak tidak berarti bebas dari pelaporan. “Laporkan dulu omzetnya, itu syaratnya. Kalau pencatatan dan pelaporan dari awal sudah rapi, saat naik kelas nanti, UMKM tidak akan mengalami hambatan administratif,” tambahnya.
Sebagai pengurus pusat, Nuryadin turut memantau pelaksanaan kegiatan serupa di berbagai kota. Ia menyebutkan bahwa antusiasme pelaku UMKM terhadap kegiatan Bimtek cukup tinggi, termasuk di Depok yang mencatat kehadiran peserta secara penuh dari pagi hingga sore hari.
“Yang datang ke Bimtek ini bukan sekadar ingin tahu, tapi langsung ingin lapor. Mereka bawa laptop, bawa datanya, dan langsung dibimbing. Ini bukan sosialisasi, tapi tindakan nyata,” katanya.
Ia berharap kegiatan seperti ini bisa dilaksanakan lebih masif oleh seluruh cabang IKPI di Indonesia. Saat ini, ia mencatat baru sekitar 70–80% cabang yang aktif menyelenggarakan kegiatan serupa. Ke depan, ia mendorong agar seluruh cabang tidak hanya mengadakan Bimtek, tetapi juga rutin melakukan sosialisasi peraturan-peraturan terbaru, termasuk melalui platform daring seperti Zoom Meeting.
“Yang datang ke Bimtek adalah orang-orang terpilih, orang-orang yang mau berkontribusi untuk Nusabangsa. IKPI akan terus hadir dan menjadi jembatan antara wajib pajak dan negara,” kata Nuryadin. (bl)
IKPI, Jakarta: Di balik capaian positif penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Barat yang menembus Rp16,71 triliun hingga akhir Maret 2025, terdapat dinamika menarik yang mencerminkan denyut ekonomi wilayah tersebut. Sektor-sektor tertentu mulai menunjukkan tanda perlambatan yang patut diwaspadai.
Realisasi penerimaan itu telah mencapai 21,3% dari target tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp78,59 triliun. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan tercatat 4,32%. Namun, angka-angka ini menyimpan cerita yang lebih kompleks.
“Penerimaan dari sektor perdagangan—yang biasanya menjadi tulang punggung pajak—justru turun 5,32%. Ini sinyal yang harus kita cermati bersama,” ujar Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar dalam keterangannya, Kamis (17/4/2024).
Penurunan juga terjadi pada sektor konstruksi, yang tercatat hanya menyumbang Rp559 miliar atau merosot 10,06% dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini bisa mencerminkan melambatnya geliat pembangunan fisik di wilayah barat ibu kota.
Sebaliknya, beberapa sektor justru menunjukkan performa impresif. Industri pengolahan tumbuh signifikan hingga 25,16%, mengumpulkan Rp2,08 triliun. Bahkan sektor pengangkutan dan pergudangan mencatat lonjakan 39,55% menjadi Rp719,5 miliar—mencerminkan peningkatan aktivitas logistik dan distribusi barang di tengah pulihnya rantai pasok pasca-pandemi.
Secara jenis pajak, dominasi tetap dipegang oleh pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp4,94 triliun dengan pertumbuhan 9,65%. Namun PPN dan PPnBM justru menurun 6,59%—indikasi lain dari lesunya konsumsi atau perubahan pola belanja masyarakat.
Yang menarik, “pajak lainnya” melonjak drastis hingga 3.511,98% menjadi Rp512 miliar—angka yang kemungkinan besar didorong oleh transaksi atau kebijakan insidentil yang tidak terjadi pada periode sebelumnya.
Farid juga menyoroti pentingnya partisipasi wajib pajak dalam pelaporan. Hingga pertengahan April, SPT tahunan yang masuk baru mencapai 254.793 atau 63,35% dari target 402.188.
“Kami sangat mengharapkan doa, dukungan, dan kerja sama dari seluruh wajib pajak serta pemangku kepentingan agar target 2025 dapat tercapai dengan kolaborasi yang solid,” ujar Farid.(alf)
IKPI, Yogyakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Yogyakarta kembali menjalin kerja sama strategis dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) melalui perpanjangan nota kesepahaman (MoU) yang telah berjalan selama setahun terakhir. Penandatanganan ini menjadi bukti nyata dari sinergi positif antara dunia akademik dan industri perpajakan dalam mendukung peningkatan kompetensi mahasiswa.
Ketua IKPI Yogyakarta, Wahyandono, menyebut bahwa kerja sama sebelumnya telah menghasilkan berbagai kegiatan konkret yang bermanfaat bersama Tax Center Universitas Atma Jaya Yogyakarta, seperti pelaksanaan Brevet A-B bersama, program magang enam bulan di kantor konsultan pajak anggota IKPI, serta kuliah umum yang menghadirkan para praktisi perpajakan sebagai narasumber.
(Foto: DOK. IKPI Cabang DIY)
“Selama setahun, meskipun MoU awal hanya mencakup pelaksanaan Brevet, kami berhasil memperluasnya ke program magang dan kuliah umum. Ini menunjukkan antusiasme tinggi dari kedua belah pihak dan pentingnya penguatan kompetensi mahasiswa yang sesuai dengan kebutuhan industri,” ujar Wahyandono, Kamis (17/4/2025).
Program magang tersebut menjadi bagian dari pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), yang memberi kesempatan mahasiswa untuk mengonversi pengalaman praktiknya menjadi 20 SKS. IKPI Yogyakarta, menurut Wahyandono, sangat mendukung kebijakan MBKM yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
“Melalui MBKM, mahasiswa Atma Jaya tidak hanya mendapatkan pengalaman kerja langsung di dunia perpajakan, tetapi juga pemahaman mendalam tentang tantangan profesi dan pentingnya kode etik. Ini sejalan dengan misi IKPI dalam membentuk konsultan pajak yang profesional dan berintegritas,” katanya.
(Foto: DOK. IKPI Cabang DIY)
Selain melanjutkan program-program yang sudah berjalan, bersama Tax Center Universitas Atma Jaya Yogyakarta, IKPI juga akan membuka pelatihan terbuka untuk umum terkait perkembangan terbaru di dunia perpajakan. Ke depan, kerja sama juga akan mencakup penyelenggaraan bimbingan belajar Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) untuk mendorong lahirnya lebih banyak profesional pajak yang tersertifikasi.
Dengan lebih dari 73 juta wajib pajak terdaftar di Indonesia, Wahyandono menilai bahwa dunia perpajakan masih sangat terbuka bagi para profesional muda. Oleh karena itu, kerja sama dengan perguruan tinggi seperti Atma Jaya dinilai sangat strategis dalam menyiapkan generasi baru yang siap menghadapi tantangan dunia kerja.
(Foto: DOK. IKPI Cabang DIY)
“Di Atma Jaya, lebih dari 50% mahasiswa akuntansi mengambil konsentrasi perpajakan. Ini menandakan betapa tingginya minat terhadap bidang ini. IKPI hadir untuk mendampingi dan memberikan transfer pengetahuan langsung dari para praktisi kepada mahasiswa,” tambahnya.
Wahyandono menyampaikan bahwa kerja sama serupa juga akan dikembangkan dengan kampus-kampus lain di wilayah Yogyakarta. “Di Yogyakarta ini ada sekitar 164 perguruan tinggi. Kami sangat terbuka untuk membangun kolaborasi dengan kampus-kampus lain. Semakin banyak lulusan yang paham dan kompeten di bidang pajak, maka akan semakin kuat pula fondasi perpajakan Indonesia di masa depan,” tegasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya Yogyakarta, W. Mahestu Noviandra Krisjanti, Ph.D, menyambut baik kolaborasi berkelanjutan ini. Menurutnya, kerja sama dengan IKPI Yogyakarta memiliki nilai strategis yang besar dalam mendampingi mahasiswa, khususnya mereka yang mengambil konsentrasi perpajakan.
“Mereka mengajak kolaborasi karena memandang IKPI sebagai organisasi tertua dan tersebar luas di Indonesia. Animo mahasiswa kami terhadap konsentrasi perpajakan memang cukup tinggi, sehingga keterlibatan para praktisi dari IKPI sangat penting untuk memberikan pendampingan langsung di lapangan,” ujar Mahestu.
Lebih lanjut, Mahestu menekankan pentingnya pembekalan nyata bagi mahasiswa melalui interaksi langsung dengan dunia profesi. “Sharing ilmu dari para anggota IKPI Yogyakarta bukan hanya memberikan pengetahuan teknis, tetapi juga wawasan praktikal tentang tantangan perpajakan dewasa ini. Dengan begitu, lulusan kami tidak hanya siap secara akademis, tetapi juga siap terjun dan berkontribusi secara profesional di dunia praktik nanti,” katanya. (bl)
IKPI, Jakarta: Bayangkan kalau membayar pajak bukan lagi sesuatu yang bikin pusing kepala, tapi justru jadi bagian dari identitas kita sebagai warga negara yang sadar, keren, dan bertanggung jawab. Itulah pesan utama dari Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam orasi ilmiahnya yang disampaikan di acara Dies Natalis ke-65 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (UNDIP), beberapa waktu lalu.
Dengan tajuk orasi “Pajak: Antara Kebutuhan dan Kepatuhan”, Suryo mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengubah pola pikir tentang perpajakan—dari kewajiban administratif menjadi bagian dari gaya hidup.
“Kita perlu menjadikan kepatuhan pajak sebagai gaya hidup. Bukan hanya karena itu kewajiban, tapi karena kita semua membutuhkan pajak untuk menjaga stabilitas ekonomi,” ujarnya.
Kalimat ini tidak sekadar seruan kosong. Suryo menyampaikan bahwa lebih dari 80 persen penerimaan negara bergantung pada pajak dan kepabeanan, yang digunakan untuk mendanai hampir seluruh aktivitas pemerintahan—mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurut laporan APBN KiTa edisi Desember 2024, penerimaan pajak sepanjang 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun, sementara penerimaan dari kepabeanan dan cukai menyentuh Rp300,2 triliun. Angka-angka ini tidak hanya menunjukkan performa, tapi juga jadi bukti bahwa kontribusi wajib pajak punya peran strategis di tengah tantangan ekonomi global.
Di tempat terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa belanja negara yang dibiayai dari penerimaan pajak juga berperan sebagai “tameng ekonomi” menghadapi gejolak global.
“Kami menggunakan belanja negara sebagai shock absorber di tengah risiko ketidakpastian. Termasuk lewat bantuan sosial, subsidi energi, hingga pelaksanaan pemilu serentak 2024,” ujarnya.(alf)