Gilman Pradana Klaim IPO Perkuat Transparansi Fiskal dan Kepatuhan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam webinar kolaborasi IKPI–AEI yang dihadiri ratusan peserta, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia, Gilman Pradana Nugraha, menyampaikan klaim kuat bahwa langkah perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) bukan hanya memperluas akses pendanaan, tetapi juga mendorong transparansi fiskal dan memperketat kepatuhan pajak secara signifikan.

Gilman menegaskan bahwa menjadi perusahaan terbuka mengharuskan entitas usaha membangun tata kelola yang jauh lebih disiplin dibandingkan saat masih tertutup. Audit laporan keuangan, pengawasan publik, pengaturan free float, hingga kewajiban pengungkapan informasi berkala membuat perusahaan tidak memiliki ruang untuk mengelola pajak secara longgar. “Begitu perusahaan menjadi Tbk, setiap angka harus bisa dipertanggungjawabkan. Laporan keuangan dan laporan pajak harus selaras,” tegasnya.

Menurut Gilman, salah satu dampak terbesar IPO adalah munculnya transparansi fiskal yang tidak hanya melindungi investor, namun juga memperkuat basis pemajakan nasional. Perusahaan terbuka harus menyajikan laporan keuangan yang audited, mematuhi PSAK, menjalani review ketat dari auditor, OJK, dan Bursa, hingga memastikan rekonsiliasi fiskal tidak menimbulkan potensi sengketa di masa depan. “IPO memaksa perusahaan membangun budaya kepatuhan. Pajak adalah bagian paling fundamental dari itu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam proses pra-IPO, konsultan pajak memainkan peran sentral. Mulai dari tax diagnostic, pemeriksaan kepatuhan historis, analisis risiko pajak, hingga pembersihan potensi eksposur yang dapat menggagalkan pendaftaran emiten. “Tidak ada investor yang mau membeli saham perusahaan dengan masalah pajak yang belum diselesaikan. Perpajakan menjadi parameter awal due diligence,” kata Gilman.

Menurutnya, perusahaan yang lolos IPO adalah perusahaan yang memenuhi standar tertinggi dari sisi governance dan fiskal. Hal ini pada akhirnya menciptakan dampak sistemik: meningkatnya penerimaan negara dari PPh transaksi saham, PPh dividen, dan PPh Badan perusahaan Tbk yang tata kelolanya semakin baik. “Pasar modal yang kuat memperkuat fiskal negara. IPO memperbaiki perilaku pajak perusahaan,” ucapnya.

Gilman menilai bahwa kenaikan jumlah investor dari 1,2 juta menjadi 19 juta dalam satu dekade terakhir membawa perubahan besar pada ekosistem fiskal Indonesia. Aktivitas pasar modal menjadi jalur baru bagi penerimaan pajak yang sebelumnya tidak tersedia ketika perusahaan masih tertutup. Transparansi yang semakin luas menciptakan disiplin fiskal tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada investor.

Meski tahun 2025 disebut sebagai tahun penuh ketidakpastian akibat perubahan kebijakan dan transisi pemerintahan, Gilman tetap optimistis bahwa tahun 2026 akan menjadi momentum percepatan IPO yang lebih berkualitas—lebih transparan, lebih patuh pajak, dan lebih siap bersaing dalam pasar global. “IPO bukan hanya mekanisme pendanaan. IPO adalah mekanisme penegakan disiplin fiskal perusahaan,” tegasnya. (bl)

Webinar IKPI–EAI Ungkap Tantangan Pajak Menuju IPO: Michael Paparkan Risiko, Insentif, dan Kewajiban Pembukuan Perusahaan

IKPI, Jakarta: Ratusan peserta mengikuti webinar kolaborasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Asosiasi Emiten Indonesia (EAI) dengan antusias. Michael, anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan, yang menjadi salah satu narasumber pada kegiatan tersebut memaparkan secara rinci hubungan erat antara kesiapan perpajakan dan keberhasilan Initial Public Offering (IPO). 

Ia menegaskan bahwa banyak perusahaan cenderung fokus pada pencarian pendanaan, padahal aspek perpajakan sering menjadi faktor penentu bagi auditor, underwriter, dan regulator pasar modal.

Dalam penjelasannya, Michael menggambarkan bahwa proses go public harus dimulai dari kesadaran bahwa perusahaan akan memasuki lingkungan bisnis dengan standar transparansi yang sangat tinggi. Penilaian nilai perusahaan oleh appraisal, kesiapan struktur organisasi, SOP, hingga kejelasan alur transaksi seluruhnya menjadi bagian dari rangkaian due diligence. 

“IPO bukan sekadar melepas saham. Semua aktivitas perusahaan dari sepuluh tahun ke belakang akan dibuka dan diperiksa,” ujarnya.

Michael juga menguraikan berbagai ketentuan perpajakan yang berlaku bagi perusahaan publik. Tarif PPh Badan sebesar 22% dapat diturunkan 3% apabila perusahaan memenuhi persyaratan jumlah dan penyebaran kepemilikan saham publik. Ia menjelaskan bahwa tarif pajak atas transaksi saham di Bursa Efek Indonesia ditetapkan 0,1% dari nilai bruto penjualan, sementara penawaran perdana dikenai tambahan 0,5%. Perbedaan perlakuan pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan luar negeri juga menjadi perhatian karena investor pasar modal tidak selalu berasal dari domestik.

Pemaparan Michael berlanjut pada isu pembukuan sebagai aspek paling rawan. Ia menegaskan bahwa Pasal 28 UU KUP mewajibkan perusahaan menyimpan catatan, dokumen, dan pembukuan selama 10 tahun. Kesalahan kecil seperti penamaan akun, penggolongan biaya yang tidak dapat dikurangkan, serta ketidaksesuaian antara laporan keuangan dan SPT dapat menjadi temuan dalam proses tax due diligence. Menurutnya, konsultan pajak memegang peran penting untuk memastikan laporan komersial dan laporan fiskal dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Michael juga menyinggung penerapan Coretax yang meningkatkan keterbukaan data. Sistem baru ini memungkinkan DJP mengakses rangkaian informasi yang sebelumnya tidak terintegrasi, termasuk data keuangan perbankan. “Dengan Coretax, perusahaan harus benar-benar disiplin. Semua ketidaktepatan bisa langsung terlihat,” tegasnya.

Menutup paparannya, Michael menekankan bahwa IPO adalah proses strategis yang membutuhkan kesiapan panjang, bukan keputusan sesaat. Ia menilai bahwa kerja sama dan edukasi antara IKPI dan EAI sangat penting untuk memastikan perusahaan yang ingin go public memahami kewajiban fiskal, risiko yang mungkin muncul, dan manfaat yang bisa diperoleh dari keterbukaan pada pasar modal. 

“Ketika tata kelola dan pajak beres, perusahaan bukan hanya siap masuk bursa, tetapi juga mampu tumbuh lebih sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya. (bl)

AEI Sebut Insentif Pajak Jadi Magnet Baru IPO

IKPI, Jakarta: Direktur Eksekutif AEI, Gilman Pradana Nugraha, mengungkapkan betapa strategisnya peran insentif pajak dalam mendorong perusahaan melantai di bursa. Menurutnya, insentif fiskal yang diberikan pemerintah kini menjadi “magnet baru” yang mampu menarik minat perusahaan untuk melakukan Initial Public Offering (IPO). Hal itu dikatakannya dalam webinar kolaborasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) yang dihadiri ratusan peserta, baru-baru ini.

Dalam paparannya, Gilman menjelaskan bahwa salah satu keuntungan terbesar bagi perusahaan yang resmi berstatus Tbk adalah kesempatan memperoleh penurunan tarif PPh Badan sebesar 3%. Insentif ini diberikan kepada perusahaan yang mampu memenuhi syarat free float minimal 40 persen angka yang disebut Gilman cukup menantang namun memberikan manfaat fiskal yang sangat nyata. “Insentif ini menghemat biaya perusahaan secara langsung. Dan penghematan itu bisa dikonversi menjadi kapasitas ekspansi,” ujarnya.

Gilman menegaskan bahwa di tengah biaya permodalan yang tinggi dan tingkat suku bunga yang fluktuatif, perusahaan kini semakin melihat IPO sebagai opsi pendanaan yang lebih efisien. Tidak hanya karena potensi dana besar dari publik, tetapi juga karena adanya fasilitas perpajakan yang memperkecil beban keuangan perusahaan secara struktural. “IPO bukan sekadar membuka kepemilikan. IPO hari ini adalah strategi fiskal,” katanya.

Ia juga mengungkapkan bahwa insentif pajak tak hanya berlaku bagi perusahaan, tetapi juga bagi pendiri atau pemegang saham individu. Setelah perusahaan menjadi Tbk, founder yang menjual sahamnya dikenakan tarif pajak final hanya 0,5%. Menurut Gilman, hal ini membuat banyak perusahaan keluarga yang sebelumnya enggan membuka struktur kepemilikan kini mulai melirik pasar modal. “Banyak perusahaan besar yang masih privat karena tidak merasa perlu pendanaan. Tapi insentif pajak memberi alasan baru untuk mempertimbangkan IPO,” jelasnya.

Gilman kemudian menggambarkan besarnya potensi pasar modal saat ini. Nilai transaksi harian yang mencapai hampir Rp17 triliun, jumlah investor yang melonjak menjadi 19 juta, serta indeks yang terus mencetak rekor baru menjadi bukti bahwa minat publik terhadap pasar modal berada pada titik tertinggi. Fenomena ini menciptakan peluang besar bagi perusahaan yang ingin mengakses dana publik sekaligus menikmati insentif perpajakan.

Namun, ia mengingatkan bahwa setiap perusahaan yang ingin memperoleh manfaat fiskal harus mempersiapkan struktur tata kelola dan kepatuhan pajak dengan serius. Mulai dari kesiapan laporan keuangan yang audit-ready hingga rekonsiliasi fiskal yang tidak menyimpan risiko. “Insentif pajak hanya berlaku bagi yang siap. Perusahaan harus bersih, teratur, dan transparan,” tegasnya.

Gilman menilai bahwa setelah melewati tahun politik dan berbagai penyesuaian regulasi, tahun 2026 akan menjadi momentum bagi perusahaan yang ingin memanfaatkan insentif perpajakan dalam kerangka IPO. “Magnet IPO hari ini bukan hanya kapitalisasi pasar, tetapi juga efisiensi pajak yang semakin atraktif,” pungkasnya. (bl)

Kolaborasi IKPI–EAI Kupas Proses IPO: Michael Tekankan Kesiapan Pajak sebagai Penentu Kelancaran Go Public

IKPI, Jakarta: Webinar kolaborasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Asosiasi Emiten Indonesia (EAI) yang diikuti ratusan peserta menghadirkan penjelasan komprehensif mengenai proses Initial Public Offering (IPO). Michael, anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan yang menjadi salah satu pembicara, menyampaikan bahwa keputusan untuk menjadi perusahaan terbuka harus disertai persiapan menyeluruh, mulai dari nilai perusahaan, tata kelola, hingga kepatuhan perpajakan.

Dalam paparannya, Michael menjelaskan lima alasan utama mengapa perusahaan memilih untuk go public, yaitu akses pendanaan yang lebih mudah, peningkatan nilai perusahaan, penguatan citra korporasi, keberlanjutan usaha, serta insentif perpajakan bagi emiten. Ia menekankan bahwa kesuksesan IPO tidak hanya ditentukan oleh prospek bisnis, tetapi juga oleh ketertiban administrasi internal perusahaan. Penilaian bisnis dan aset oleh lembaga appraisal menjadi fondasi untuk menentukan valuasi awal sebelum saham dilepas kepada publik. 

“Appraisal akan menentukan nilai bisnis dan aset. Semakin baik nilainya, semakin kuat posisi perusahaan saat memasuki pasar,” ujar Michael.

Pada aspek perpajakan, Michael menilai bahwa banyak perusahaan belum memahami bahwa setiap ketidaksesuaian pada pembukuan dan SPT masa lalu bisa menjadi hambatan besar dalam proses go public. Ia mengingatkan bahwa fasilitas penurunan tarif PPh Badan sebesar 3% bukan diberikan secara otomatis, tetapi harus memenuhi syarat kepemilikan publik minimum 40% dan dimiliki setidaknya 300 pihak yang masing-masing tidak menguasai lebih dari 5% saham. 

Selain itu, perusahaan publik memiliki mekanisme khusus dalam perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang harus berbasis laporan triwulanan. Michael menyoroti pentingnya pembukuan yang akurat selama 10 tahun karena seluruh dokumen tersebut akan diuji melalui proses tax due diligence. Kesalahan dasar seperti chart of accounts yang tidak konsisten, jurnal yang tidak sinkron dengan laporan keuangan, atau ketidaktepatan pemisahan penghasilan final dan non-final kerap menjadi temuan utama yang dapat menghambat proses IPO. 

Ia menegaskan bahwa perpajakan bersifat rule based, sehingga setiap unsur dalam laporan keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan ketika dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang PPh maupun KUP.

Dalam penjelasannya, Michael juga memaparkan dampak implementasi sistem inti administrasi perpajakan Coretax yang membuat seluruh data perusahaan semakin transparan, termasuk keterhubungan dengan perbankan. “Sekarang tidak ada lagi ruang untuk inkonsistensi data. Laporan keuangan, transaksi, hingga pembukuan semuanya terhubung dalam satu ekosistem,” tegasnya. 

Selain itu, transaksi saham di bursa, baik oleh badan maupun orang pribadi, dikenai pajak 0,1% dari nilai bruto penjualan dan tambahan 0,5% khusus saat IPO perdana.

Michael mengingatkan bahwa IPO bukan hanya aksi korporasi, tetapi juga ujian kepatuhan total. Ia berharap edukasi yang diberikan IKPI dan EAI mampu membantu perusahaan bersiap lebih matang sebelum melangkah ke Bursa Efek Indonesia. 

“IPO itu proses panjang. Jika fondasi pajaknya kuat, perusahaan akan jauh lebih percaya diri di mata investor,” ujarnya. (bl)

IKPI Pengda DKJ Kunjungi Kanwil DJP Jakpus, Bahas Tantangan Coretax 2026

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Khusus Jakarta (DKJ) melakukan kunjungan silaturahmi ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat (Jakpus), Rabu (10/12/2025). Rombongan yang dipimpin Ketua Pengda DKJ, Tan Alim, disambut langsung oleh Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat Eddi Wahyudi bersama jajaran pimpinan.

Pada kesemptan itu, Tan Alim memperkenalkan struktur kepengurusan pengurus daerah dan cabang yang hadir yang dilanjutkan oleh Eddi Wahyudi yang juga memperkenalkan jajaran Kanwil kepada rombongan IKPI sebelum memasuki diskusi terkait kesiapan menghadapi implementasi Coretax 2026, yang akan mulai digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan 2025.

(Foto: Istimewa)

Dalam dialog tersebut, Eddi menyampaikan bahwa program kerja IKPI untuk tahun 2026 akan beririsan dengan transformasi sistem DJP. Ia menjelaskan bahwa DJP dan relawan pajak baru saja melakukan stress test pelaporan SPT, dan hasilnya dinilai cukup berhasil. Karena itu, ia berharap konsultan pajak turut membantu mengawal kelancaran operasional Coretax. DJP, tambahnya, siap memberikan pendampingan jika dibutuhkan.

Eddi menegaskan bahwa DJP kini lebih menitikberatkan penggunaan teknologi informasi sebagai tulang punggung administrasi pajak. Efisiensi menjadi salah satu hasil nyata, di mana penggunaan kertas kini tinggal kurang dari 30 persen dibandingkan sebelumnya.

(Foto: Istimewa)

Ia juga menyampaikan pentingnya sinkronisasi data dan teknologi antara wajib pajak, DJP, dan konsultan pajak, mengingat potensi edukasi perpajakan masih sangat besar.
Menurut Eddi, apabila sistem berjalan efektif, kualitas pelaporan SPT Tahunan dan tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat signifikan. Penguasaan sistem oleh konsultan pajak juga diyakini mampu mempersempit tax gap di lapangan. Ia turut mencontohkan pengalaman Australian Tax Office (ATO) yang membutuhkan 15 tahun membangun sistem sejenis, namun Indonesia dinilainya bisa bergerak lebih cepat karena fondasi digital sudah lebih matang.

Dalam kesempatan tersebut, IKPI juga memberikan masukan melalui Santoso Aliwarga yang menyinggung perlunya evaluasi terhadap PMK 15, terutama menyangkut batas waktu penanganan SP2DK, pemeriksaan, dan keberatan. Menurutnya, penerapan aturan tersebut dapat menjadi tidak selaras dengan kesiapan Coretax yang masih dalam pengembangan. Karena itu IKPI menilai revisi atau penyesuaian waktu implementasi penting untuk memastikan regulasi dan teknologi bergerak sejalan.

(Foto: Istimewa)

Hadir rombongan dari IKPI

Pengda DKJ
• Tan Alim
• Mardi D. Muljana
• Onny Ritonga
• Hery Juwana

Pengurus Cabang
• Suryani (Ketua Jakpus)
• Santoso Aliwarga (Jakpus)
• Heri Purwanto (Jakpus)
• Tri Muryani (Jakpus)
• Maykel Susanto (Jakpus)
• Edwin Setiadi (Jakpus)
• Rian Sumarta (Jakut)
• Sophia Rengganis (Jakbar)
(bl)

Ketum IKPI Tegaskan Peran Konsultan Pajak dalam Mendorong Emiten Tumbuh Berkelanjutan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa profesi konsultan pajak memegang peran strategis dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan emiten, terutama di tengah meningkatnya dinamika pasar modal dan meningkatnya minat perusahaan untuk melantai di bursa. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam kegiatan kolaboratif antara IKPI dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) yang digelar secara dari, Rabu (10/12/2025).

Dalam sambutannya, Vaudy menunjukkan apresiasi kepada AEI dan menegaskan bahwa forum ini bukan sekadar pertemuan seremonial, melainkan ruang untuk memperkuat ekosistem usaha secara menyeluruh. Ia menjelaskan bahwa perkembangan pasar modal tidak dapat dibaca secara parsial.

Menurutnya, proses bisnis emiten, termasuk perjalanan menuju Initial Public Offering (IPO), sangat dipengaruhi oleh kepastian perpajakan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehatan keuangan perusahaan.

Dengan demikian, konsultan pajak memiliki peran penting dalam menjembatani pemahaman antara regulasi pemerintah, kebutuhan dunia usaha, dan ekspektasi investor. Di tengah regulasi pajak yang terus berkembang, kehadiran konsultan pajak menjadi penentu bagi perusahaan agar tidak salah langkah dalam menyikapi kewajiban perpajakannya.

“Situasi ekonomi dan proses bisnis emiten di Indonesia tidak berdiri sendiri. Perpajakan adalah bagian dari perjalanan mereka. Konsultan pajak hadir untuk memastikan setiap keputusan bisnis dipahami konsekuensi pajaknya secara tepat, sehingga emiten dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan,” ujar Vaudy.

Ia menambahkan bahwa kemampuan konsultan pajak untuk menerjemahkan kompleksitas aturan menjadi langkah-langkah praktis menjadikan profesi ini sangat dibutuhkan, terutama pada saat perusahaan bersiap memasuki pasar modal. Sejumlah perusahaan yang tengah gencar mengejar IPO membutuhkan pendampingan yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis.

Vaudy mencermati bahwa meningkatnya pembukaan Kantor Perwakilan Operasional (KPO) baru dan pertumbuhan jumlah emiten menunjukkan bahwa bursa sedang bergerak cepat. Pergerakan cepat ini, menurutnya, harus diimbangi dengan kepastian perpajakan agar emiten tidak terjebak pada risiko kepatuhan yang dapat menghambat pertumbuhan jangka panjang.

“Ketika perpajakan dipahami dengan baik, risiko turun, kepercayaan meningkat, dan perusahaan mampu bertahan dalam persaingan yang semakin ketat. Inilah kontribusi nyata yang diberikan konsultan pajak bagi emiten,” lanjutnya.

Vaudy juga menyoroti perlunya sinergi berkelanjutan antara IKPI dan AEI sebagai dua organisasi yang berada dalam satu ekosistem yang sama, yakni ekosistem pertumbuhan usaha.

Melalui kegiatan bersama seperti ini, kedua organisasi dapat bertukar gagasan, membahas perubahan regulasi terkini, dan memadukan sudut pandang bisnis serta perpajakan untuk menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif.

Ia menegaskan bahwa IKPI terbuka untuk terus memperluas kolaborasi dengan asosiasi profesi lain, terutama yang terlibat dalam proses pembentukan tata kelola perusahaan, audit, dan manajemen risiko. Semakin banyak pihak yang saling memahami fungsi dan proses bisnis masing-masing, semakin solid pula fondasi pertumbuhan usaha Indonesia.

“Acara seperti ini bukan hanya tentang berbagi materi, tetapi menyambungkan pengetahuan yang sebelumnya terpisah. Ketika dunia usaha dan perpajakan saling memahami, kita menghadirkan ruang bagi emiten untuk tidak sekadar tumbuh, tetapi tumbuh berkelanjutan,” ujarnya.

Vaudy berharap kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan agar konsultan pajak, emiten, dan asosiasi profesi lainnya bergerak dalam pemahaman yang sama. Dengan perpajakan yang jelas dan proses bisnis yang dipahami menyeluruh, ia yakin perusahaan Indonesia akan semakin siap menghadapi persaingan global dan memperkuat kepercayaan investor. (bl)

Kolaborasi AEI–IKPI: Budi Hermawan Sampaikan Peluang Konsultan Pajak Duduki Kursi Komisaris dan Komite Audit

IKPI, Jakarta: Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) dan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi membuka babak baru kolaborasi melalui webinar perdana bertema Proses Bisnis IPO dan Dampak Perpajakannya, Rabu (10/12/2025). Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komite Akuntansi dan Pajak AEI, Budi Hermawan, yang mewakili Ketua Umum AEI Armand Wahyu Dihartono, menyampaikan sambutan yang menegaskan besarnya peluang sinergi antara kedua organisasi, termasuk akses bagi konsultan pajak untuk menduduki jabatan publik di perusahaan terbuka.

Budi langsung mengapresiasi Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, beserta seluruh jajarannya yang telah memfasilitasi pertemuan strategis ini. Ia menilai inisiatif tersebut menjadi titik awal penyamaan persepsi antara dua asosiasi yang selama ini bergerak di ruang yang saling berkaitan, namun belum banyak berinteraksi secara terstruktur. 

Menurutnya, kerja sama ini akan membuat kedua pihak saling memahami proses bisnis, tantangan, serta ruang kontribusi yang dapat dilakukan secara bersama.

Budi menekankan bahwa peluang kolaborasi tidak berhenti pada pertukaran pengetahuan teknis, tetapi juga menyentuh aspek strategis seperti peran konsultan pajak dalam struktur tata kelola perusahaan. Ia menyebut posisi seperti Komisaris Independen, Komite Audit, hingga staf ahli merupakan jabatan publik yang sangat mungkin diisi oleh anggota IKPI, mengingat kompetensi mereka dalam mengelola isu perpajakan yang kompleks mulai dari pajak internasional, transfer pricing, hingga kepatuhan pajak nasional. 

Menurutnya, emiten membutuhkan profesional yang memahami risiko dan kewajiban perpajakan secara komprehensif, sehingga konsultan pajak berpotensi menjadi aset penting dalam menjaga integritas tata kelola.

Selain peluang formal, Budi menyoroti pentingnya kedekatan non-formal sebagai pembuka jalan ke ranah profesional. Aktivitas seperti golf, perayaan HUT organisasi, rakernas, hingga pertemuan santai lainnya disebut dapat menjadi wahana membangun jejaring dan kepercayaan. Bahkan, AEI secara khusus mengundang Ketua Umum IKPI untuk menghadiri HUT AEI pada 12 Desember 2025 di Gedung Bursa, sebagai bagian dari upaya mempererat hubungan kedua asosiasi.

Budi juga menyinggung potensi kolaborasi lintas asosiasi, seperti dengan organisasi Investor Relations dan Corporate Secretary, yang perannya sangat besar dalam tata kelola perusahaan terbuka. Menurutnya, kedekatan IKPI dengan kelompok-kelompok tersebut akan memperluas peluang kerja sama, terutama dalam isu perpajakan dan transparansi informasi korporasi.

Ia menegaskan bahwa IKPI memiliki kemampuan besar untuk mendukung emiten dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Melalui program PPL, webinar, serta kegiatan edukasi lainnya, IKPI dinilai dapat memperkuat kompetensi anggota AEI sekaligus meningkatkan pemahaman konsultan pajak terhadap kebutuhan dunia pasar modal. 

Budi menyatakan optimismenya bahwa inisiatif ini akan berkembang menjadi kolaborasi besar di masa mendatang, termasuk dalam pemenuhan jabatan publik yang disyaratkan OJK bagi perusahaan terbuka.

“Ini adalah awal yang membuka banyak peluang baru ke depan,” ujarnya. (bl)

UGM Resmi Buka RPL Magister Akuntansi 2026, Prof. Irwan: Pendaftaran Online Dibuka untuk Anggota IKPI

IKPI, Jakarta: Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi membuka pendaftaran Program Recognition of Prior Learning (RPL) Magister Akuntansi FEB UGM untuk perkuliahan Februari 2026. Program ini disambut antusias seluruh anggota IKPI se-Indonesia, mengingat skema RPL memberi pengakuan akademik atas pengalaman profesional anggota IKPI yang selama ini bekerja di bidang perpajakan.

Dalam pemaparannya, Guru Besar Departemen Akuntansi FEB UGM Prof. Irwan Taufiq Ritonga menegaskan bahwa pendaftaran RPL tahun ini sepenuhnya dilakukan secara online melalui laman resmi UGM. Mekanisme digital tersebut, menurutnya, dibuat untuk memudahkan anggota IKPI dari berbagai daerah tanpa harus datang ke Yogyakarta. “Bapak dan Ibu tidak perlu ke Jogja. Semua proses dapat dilakukan secara online, mulai dari membuat akun sampai mengunggah portofolio,” ujar Prof. Irwan.

Pada kesempatan yang sama, pihak UGM memastikan bahwa SK Rektor tentang kerja sama RPL dengan asosiasi konsultan pajak, termasuk IKPI, telah terbit dua pekan sebelumnya. SK terbaru tersebut untuk pertama kalinya mencantumkan nama asosiasi secara eksplisit sebagai mitra resmi RPL, sehingga peserta dari IKPI mendapatkan jalur yang lebih terstruktur dan diakui secara administratif.

Program RPL Magister Akuntansi FEB UGM dibuka dalam dua gelombang, yakni 25–27 Desember untuk gelombang pertama dan 13–17 Januari untuk gelombang kedua. Seluruh berkas dan portofolio diunggah melalui Intake RPL pada akun UM UGM yang wajib dibuat setiap peserta. Penetapan hasil seleksi akan dilakukan pada 22 Januari, disusul pengumuman pada 23 Januari, sementara registrasi mahasiswa baru dijadwalkan pada 23–27 Januari 2026. Perkuliahan akan dimulai 1 Februari 2026, memberi waktu sekitar tujuh minggu bagi calon peserta untuk mempersiapkan dokumen.

Dalam penjelasannya, Prof. Irwan banyak menekankan peran portofolio dalam menentukan berapa banyak mata kuliah yang dapat direkognisi. Peserta diminta menyiapkan 11 jenis dokumen yang menggambarkan rekam jejak profesional secara komprehensif, mulai dari riwayat pekerjaan, sertifikat kompetensi seperti USKP, logbook pekerjaan, penilaian kinerja, hingga bukti keanggotaan IKPI. 

Semua bukti tersebut, beserta narasi satu proyek yang menjelaskan kasus kerja nyata yang pernah ditangani peserta, akan dinilai oleh tim assessor untuk menentukan jumlah rekognisi mata kuliah. “Jika portofolio sangat lengkap, rekognisi bisa mencapai tujuh mata kuliah,” kata Prof. Irwan.

Skema kuliah RPL tetap mengikuti standar akademik UGM, yaitu 14 pertemuan tatap muka untuk setiap mata kuliah. Walaupun dosen diberi keleluasaan untuk menggunakan maksimal empat pertemuan daring, kebijakan utamanya tetap berbasis luring demi menjaga mutu. Untuk memudahkan peserta dari luar kota, UGM menyediakan guesthouse kampus dengan tarif terjangkau, sekitar Rp120.000 per malam.

Pada sesi diskusi, sejumlah peserta dari IKPI menyampaikan kekhawatiran terkait biaya perjalanan dan peluang mengikuti kuliah secara daring. Menanggapi hal tersebut, Prof. Irwan mengatakan bahwa kelas daring penuh belum memungkinkan karena berdampak pada kualitas pembelajaran. Namun ia menambahkan bahwa jadwal kuliah yang dipusatkan pada Jumat dan Sabtu dirancang agar peserta luar kota dapat meminimalkan waktu tinggal di Yogyakarta.

Pertanyaan lain datang dari peserta yang memiliki banyak gelar dan pengalaman luas sebagai dosen serta praktisi. Ia menanyakan kemungkinan memperoleh rekognisi lebih banyak dibanding peserta umum. Prof. Irwan menjawab bahwa rekognisi ditentukan sepenuhnya oleh kualitas portofolio, bukan jumlah gelar. “Semakin baik portofolionya, semakin besar peluang rekognisi. Tapi batas maksimal tetap tujuh mata kuliah,” kata Prof. Irwan.

Selain itu, peserta menanyakan apakah brevet A, B, dan C dapat digunakan sebagai dasar rekognisi. Prof. Irwan menjelaskan bahwa yang diakui adalah sertifikat resmi kelulusan brevet tersebut, serta dokumen pendukung lainnya seperti pengalaman menangani pekerjaan perpajakan. Legalisir lama dengan cap basah juga tetap dianggap sah.

Untuk peserta yang belum memiliki skor TPA atau TOEFL, UGM membuka opsi bimbingan intensif yang akan diumumkan melalui grup resmi IKPI. Prof. Irwan mengingatkan peserta untuk berhati-hati terhadap penyedia tes palsu yang mengatasnamakan kampus. “Pastikan mengakses link resmi yang kami bagikan. Banyak penyedia TPA dan TOEFL tidak resmi yang beredar,” ujarnya.

Prof. Irwan menegaskan kembali bahwa RPL UGM–IKPI merupakan upaya memperkuat kompetensi perpajakan nasional melalui jalur akademik yang kredibel. “Program ini adalah penghargaan atas apa yang sudah Bapak dan Ibu kerjakan bertahun-tahun sebagai konsultan pajak. UGM berkomitmen mengakui pengalaman profesional itu secara akademik,” ujarnya.

Berikut Teknis Pendaftaran Resmi MAKSI UGM:

1. Menyiapkan berkas persyaratan

Laman: maksi.feb.ugm.ac.id/admission/registration

2. Mengisi pendaftaran online

Laman: maksi.feb.ugm.ac.id/prosedur-pendaftaran-magister

3. Membuat akun UM UGM

Laman: um.ugm.ac.id/pendaftaran/public

4. Mengunggah dokumen melalui Intake RPL

Peserta mengisi formulir aplikasi, evaluasi diri, CV, narasi proyek, dan portofolio.

5. Mengikuti asesmen & registrasi

Peserta mengikuti asesmen portofolio dan wawancara sebelum melakukan registrasi di Simaster UGM. (bl)

PPL IKPI Pengda Banten: Coretax Tak Toleransi Kesalahan, “Kunci SPT Ada pada Input yang Bersih”

IKPI, Sukabumi: Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Banten yang digelar di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini menyoroti perubahan besar dalam mekanisme pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2025. Michael, yang tampil sebagai pemateri utama, menegaskan bahwa Coretax tidak lagi memberi ruang bagi kesalahan input.

Menurutnya, dengan berlakunya PER-11/PJ/2025, setiap SPT PPh Badan kini wajib disampaikan melalui Coretax Administration System (CTAS) yang secara otomatis melakukan validasi dan pengecekan silang antar data. 

Ia menjelaskan bahwa sistem tersebut mampu membaca ketidakwajaran angka dalam SPT mulai dari omzet, bukti potong, transaksi afiliasi hingga perhitungan angsuran. 

“Coretax tidak akan membiarkan satu angka pun yang tidak masuk akal. Sistem langsung memunculkan peringatan begitu menemukan ketidaksesuaian. Kunci SPT ada pada input yang bersih, bukan pada perbaikan di akhir,” ujar Michael.

Ia menegaskan pentingnya menata proses dari hulu. Semua dokumen dasar laporan keuangan lengkap, bukti potong atau pungut, rincian transaksi hubungan istimewa, daftar penyusutan fiskal, hingga pembagian sektor usaha harus disiapkan dan diverifikasi sejak awal tahun pajak. 

Menurutnya, sering terabaikan oleh wajib pajak dan konsultan pajak yang bekerja mendekati tenggat waktu.  “Bukan sistem yang salah, tapi data yang tidak disiapkan dengan benar. Jika fondasi datanya kuat, SPT akan mengalir dengan lancar,” imbuhnya.

Michael juga menekankan bahwa rekonsiliasi per sektor, yang kini diwajibkan melalui Lampiran 1A–1L, merupakan salah satu titik rawan kesalahan. Banyak perusahaan yang belum terbiasa melaporkan laporan keuangan berdasarkan segmen usaha, padahal format baru SPT mensyaratkan detail tersebut. 

Selain itu, bagian Induk SPT kini memuat pernyataan transaksi yang lebih rinci, termasuk fasilitas pajak, penanaman modal, hingga potensi penggunaan sisa lebih untuk pembangunan sarana prasarana. Michael menegaskan bahwa seluruh bagian tersebut harus konsisten dengan lampiran lainnya, karena Coretax akan memeriksanya secara otomatis.

Ia mengingatkan bahwa status kurang bayar atau lebih bayar sekarang ditentukan sepenuhnya oleh data yang telah tervalidasi dalam sistem. “Jika input salah, maka seluruh rangkaian SPT ikut rusak. Coretax hanya menjalankan logika berdasarkan data. Kesalahan kecil pun berpotensi mengundang klarifikasi atau pemeriksaan,” jelasnya.

Perubahan ini menjadikan peran konsultan pajak semakin strategis, terutama dalam memastikan kualitas data sejak awal. Seminar PPL tersebut pun menjadi momentum bagi anggota IKPI untuk memperkuat pemahaman teknis dan meningkatkan kesiapan menghadapi SPT 2025.

Dengan pendekatan yang lebih ketat dan berbasis data, pesan Michael menjadi jelas, bahwa kesuksesan SPT di era Coretax hanya bisa dicapai jika seluruh inputnya bersih, terstruktur, dan disiapkan sejak awal tahun. (bl)

PPL IKPI Pengda Banten: Michael Sebut Era Coretax Ubah Cara Kerja Konsultan Pajak

IKPI, Sukabumi: Seminar PPL Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Banten di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini menjadi ruang diskusi yang intens terkait perubahan besar sistem perpajakan nasional. Michael, yang juga merupakan anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan, yang menjadi narasumber seminar menyampaikan bahwa “SPT Tahunan Badan 2025 bukan lagi pekerjaan rutinitas, melainkan transformasi total.”

Seluruh perubahan tersebut muncul seiring diberlakukannya PER-11/PJ/2025, yang mengatur format baru SPT Tahunan PPh Badan dan mewajibkannya diproses melalui Coretax Administration System (CTAS). Dalam pemaparannya, Michael menunjukkan bagaimana SPT 2025 kini mencakup lebih banyak bagian, lebih detail, dan sepenuhnya berbasis validasi data otomatis.

Ia memaparkan bahwa Coretax sudah terhubung dengan data pembayaran, bukti potong, hingga transaksi tertentu yang telah terekam dalam sistem DJP. “Begitu Anda isi satu bagian, sistem akan menguji logika, kecocokan angka, hingga lampiran pendukungnya. Bukan lagi sekadar upload formulir seperti dulu,” jelasnya.  

Michael menegaskan bahwa konsultan pajak dan perusahaan tidak bisa lagi mengandalkan pola kerja manual, terutama karena SPT kini mewajibkan hingga 14 kelompok lampiran utama, termasuk rekonsiliasi per sektor usaha, daftar kepemilikan, daftar PPh dipotong/dipungut, angsuran Pasal 25, kompensasi kerugian fiskal, hingga dokumen utang luar negeri. 

“Perusahaan yang dulu hanya punya satu laporan rekonsiliasi, sekarang harus menyiapkan tampilan laporan sesuai sektor. Kalau usahanya campuran, maka rekonsiliasi juga harus multisektor, dan itu harus konsisten dengan laporan akuntansi,” ujar Michael.

Ia juga mengingatkan bahwa risiko pemeriksaan meningkat signifikan, khususnya bagi wajib pajak yang memiliki transaksi hubungan istimewa, transaksi luar negeri, atau fasilitas investasi. 

Michael menegaskan bahwa kewajiban dokumentasi kini menjadi faktor paling menentukan. “Kalau dulu banyak WP berpikir yang penting isi SPT, sekarang tidak bisa begitu. SPT 2025 adalah SPT berbasis governance, bukan hanya compliance,” tutupnya. (bl)

en_US