PP 43/2025 Jadi Titik Balik Profesionalisme KP, Ketum IKPI: Dibutuhkan Kombinasi Pengalaman dan Kompetensi

IKPI, Kota Tangerang: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 menandai era baru profesionalisme di bidang konsultan pajak (KP). Aturan ini, kata Vaudy, menuntut para praktisi tidak hanya berpengalaman, tetapi juga memiliki kompetensi formal yang diakui secara profesional.

Hal tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Cabang Kota Tangerang bertema “Kupas Tuntas PER-11/PJ/2025, PER-8/PJ/2025, serta Update Terbaru Pengisian SPT Badan di Coretax”, Sabtu (25/10/2025). Dalam forum yang dihadiri ratusan anggota IKPI itu, ia menekankan pentingnya sinergi antara pengalaman lapangan dan kompetensi akademik untuk menjawab tantangan baru regulasi keuangan dan perpajakan nasional.

“PP 43/2025 ini bukan hanya soal kewajiban pelaporan, tetapi pesan kuat dari pemerintah agar profesi kita semakin profesional. Pengalaman tetap penting, tapi kini harus dibarengi dengan kompetensi dan sertifikasi yang jelas,” ujar Vaudy.

Ia menjelaskan, PP 43/2025 mengatur bahwa pihak yang disebut sebagai pelapor seperti bank, perusahaan pembiayaan, asuransi, hingga lembaga fintech wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara akurat. Namun, laporan tersebut hanya boleh disusun oleh pihak yang memiliki kompetensi akuntansi yang memadai atau profesi penunjang sektor keuangan seperti akuntan berpraktik maupun akuntan publik.

“Artinya, tidak semua orang bisa menyusun laporan keuangan. Hanya mereka yang punya integritas dan kemampuan profesional yang bisa melakukannya,” tambah Vaudy.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, PP ini mengatur mengenai pelaporan keuangan yang prosesnya dilakukan oleh pelapor dalam rangka menyajikan laporan keuangan kepada pengguna laporan keuangan. 

Adapun ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi: 

1) Laporan Keuangan; 

2) Komite Standar; 

3) Penyelenggaraan PBPK; 

4) dukungan ekosistem Pelaporan Keuangan; dan 

5) sanksi administratif.

Sebagai langkah strategis, Vaudy mendorong anggota IKPI yang selama ini menangani pembukuan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) program lanjutan bagi lulusan S1 untuk memperoleh gelar profesi Akuntan (Ak) sekaligus mempersiapkan diri mengikuti ujian sertifikasi profesional yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Menurutnya, kebijakan baru pemerintah ini sekaligus menjadi momentum introspeksi bagi konsultan pajak untuk memperkuat kualitas layanan. “Kita tidak bisa hanya menjadi pelaksana administrasi pajak. Konsultan pajak masa depan harus bisa membaca laporan keuangan dengan akurasi tinggi dan memahami implikasi fiskalnya,” tegas Vaudy.

Ia juga menekankan bahwa langkah peningkatan kompetensi tersebut akan memperkuat posisi konsultan pajak sebagai mitra strategis pemerintah dan dunia usaha dalam membangun sistem perpajakan yang kredibel dan berintegritas.

“Profesionalisme kita diuji bukan hanya dari jam terbang, tapi dari kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan regulasi. PP 43/2025 ini adalah titik balik menuju profesi yang lebih diakui, dihormati, dan dipercaya,” pungkasnya.

Seminar PPL IKPI Tangerang tersebut turut menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi akuntansi yang membahas secara mendalam implikasi teknis PP 43/2025 terhadap peran dan tanggung jawab konsultan pajak di era keterbukaan keuangan. 

Sekadar informasi, IKPI saat ini bekerja sama dengan PPAK Universitas Trisakti untuk memfasilitasi anggota mendapatkan gelar akuntan. “Saya imbau seluruh anggota bisa memanfaatkan kesempatan baik ini,” ujarnya. (bl)

Eks Hakim Pajak Soroti Ketimpangan dan “Kepastian Semu” dalam Hukum Pajak

IKPI, Jakarta: Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) periode 1997–1999, Nuryadi Mulyodiwarno, melontarkan kritik terhadap lemahnya kepastian hukum dan ketimpangan dalam sistem perpajakan Indonesia.

“Kalau putusan dibacakan dua tahun setelah diputus, lalu di mana certainty principle?” sindir Nuryadi saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel bertajuk “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi?” yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jumat (24/10/2025).

Dalam forum yang turut menghadirkan pakar pajak seperti Guru Besar Fakulyas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak periode (2010-2015) Catur Rini Widosari, dan Henro Susanto (Wakil Ketua Departemen Hukum IKPI), Nuryadi menilai praktik perpajakan di Indonesia sering kali hanya terlihat tertib secara administratif, namun jauh dari efisien dan pasti dalam penerapannya.

“Dulu di BPSP, putusan dibacakan sehari setelah ditetapkan. Sekarang? Bisa setahun lebih. Bagaimana mau disebut efisien dan pasti?” ujarnya.

Ia menyoroti lamanya proses keberatan dan sengketa pajak yang dianggap bertentangan dengan prinsip kepastian hukum. “Sudah empat puluh tahun sistem keberatan tetap 12 bulan seperti tahun 1983. Katanya reformasi, tapi praktiknya stagnan,” tegasnya.

Tak hanya soal waktu penyelesaian perkara, Nuryadi juga menyoroti dasar hukum sejumlah kebijakan modern di bidang perpajakan yang menurutnya terlalu lemah. Ia mencontohkan sistem Coretax yang disebutnya belum memiliki payung hukum yang memadai. “Sistem sebesar itu seharusnya diatur undang-undang, bukan sekadar surat keputusan atau edaran. Ini contoh form yang mengalahkan substance,” ujarnya.

Pria yang pernah menjabat Kepala Pusat Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan (1992–1997) itu menegaskan, perdebatan substance over form bukan hanya isu akademik, melainkan menyangkut arah kebijakan fiskal dan keadilan ekonomi. “Kalau aturan dibuat tanpa memahami substansi ekonomi, yang lahir hanyalah kepatuhan semu,” katanya.

Ia juga menyoroti ketimpangan sosial dalam kebijakan pajak yang masih berpihak pada kelompok kuat. “Rakyat kecil beli sarung kena PPN, sementara pengusaha besar mendapat insentif. Ini bukan sekadar soal regulasi, tapi moralitas fiskal,” ujarnya.

Nuryadi menekankan, reformasi pajak sejati harus dimulai dari perubahan paradigma. “Pajak bukan sekadar alat pungut, tapi alat pemerataan. Dan pemerataan tidak mungkin terjadi kalau hukum pajak sendiri tidak adil,” tegasnya.

Ia menyerukan agar para konsultan pajak tidak hanya terpaku pada teks peraturan, tetapi juga memahami makna ekonominya. “Kalau kita ingin memperbaiki penerimaan negara, jangan hanya bicara form. Dalami substansinya. Karena hukum pajak yang kuat hanya lahir dari niat yang adil,” pungkasnya. (bl)

Ketum IKPI Sebut “Substance Over Form” Kunci Keadilan Pajak yang Sebenarnya

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menegaskan pentingnya penerapan prinsip substance over form dalam praktik perpajakan sebagai kunci menjaga keadilan antara fiskus dan wajib pajak. Menurutnya, makna di balik transaksi sering kali lebih penting dibanding bentuk formal yang tampak di permukaan.

“Topik ini menarik karena sering kali terjadi perbedaan tafsir antara fiskus dan wajib pajak terhadap satu transaksi. Nah, di sinilah tantangan kita, bagaimana menempatkan makna yang sebenarnya agar pajak berjalan adil tanpa menafikan aturan,” ujar Vaudy saat membuka diskusi panel bertajuk “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi?” yang digelar secara luring di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan dan juga daring, Jumat (24/10/2025).

Vaudy menilai bahwa penerapan prinsip substance over form bukan sekadar persoalan teknis administrasi, melainkan juga refleksi dari nilai keadilan dalam sistem perpajakan nasional. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara kepatuhan formal dan keadilan substantif agar tidak ada pihak yang dirugikan.

“Kadang yang tampak benar di atas kertas belum tentu mencerminkan hakikat yang sebenarnya. Pajak harus dilihat dari substansi, bukan sekadar bentuk. Inilah yang menjadi roh diskusi kita hari ini,” ungkapnya.

Sekadar informasi, diskusi panel tersebut diikuti lebih dari 200 peserta melalui Zoom Meeting, menghadirkan sejumlah pakar dan tokoh perpajakan. Para narasumber antara lain Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si dari Universitas Indonesia, Catur Rini Widosari (anggota kehormatan IKPI dan mantan Kakanwil DJP Banten serta DJP Jabar III), Nuryadi Mulyodiwarno (Ketua II Pengurus Pusat IKPI periode 2014–2019), dan Henro Susanto (Wakil Ketua Departemen Hukum IKPI) yang sekaligus menjadi moderator.

Dalam kesempatan itu, Vaudy juga memberikan apresiasi atas kehadiran para tokoh senior IKPI dan mantan hakim pajak seperti Harta Indra Tarigan dan Haryono yang baru saja purna tugas. Ia berharap pengalaman dan pandangan mereka dapat memperkaya perspektif dalam pembahasan topik yang kompleks tersebut.

Selain mengulas tema diskusi, Vaudy turut memperkenalkan kegiatan rutin IKPI seperti diskusi panel bulanan dan podcast pajak yang tayang empat kali sebulan setiap hari Minggu. Program tersebut menjadi bagian dari upaya IKPI memperluas edukasi dan literasi pajak di masyarakat.

“Podcast ini kami hadirkan agar semangat belajar pajak bisa terus hidup. Pajak bukan hanya urusan angka, tetapi juga soal memahami makna dan keadilan di balik setiap transaksi,” jelasnya. (bl)

Edukasi Perpajakan IKPI: Perubahan Bukti Potong Tantangan Adaptasi di Era Coretax

IKPI, Jakarta: Sekretaris Pengda Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Banten, yang juga menjadi narasumber pada Edukasi Perpajakan, Michael, mengingatkan para pelaku usaha dan konsultan pajak untuk bersiap menghadapi perubahan besar dalam tata cara pelaporan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21–26. Transformasi ini terjadi seiring dengan diberlakukannya Peraturan Dirjen Pajak (Per-11 Tahun 2025) yang memperkuat penerapan Coretax Administration System di seluruh lini pelaporan pajak.

Menurut Michael, regulasi baru tersebut bukan sekadar perubahan teknis, tetapi juga menuntut adaptasi mindset wajib pajak. Sistem Coretax, katanya, dirancang untuk menyederhanakan, menstandarkan, sekaligus mendigitalisasi seluruh proses pelaporan agar lebih efisien dan transparan. “Namun di lapangan, banyak perusahaan yang masih gagap memahami perubahan ini,” ujarnya dalam acara edukasi perpajakan yang digelar secara daring, Kamis (23/10/2025).

Michael menjelaskan, perubahan paling signifikan terlihat dari pembaruan format bukti potong yang kini memiliki kode baru, antara lain BP21, BP26, BPA1, dan BPA2. Semua dokumen tersebut wajib dibuat dan dilaporkan melalui sistem elektronik Coretax yang terintegrasi langsung dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Kalau dulu pakai e-Bupot atau perekam DGT Online, sekarang semuanya sudah pindah ke Coretax,” tuturnya.

Ia menekankan bahwa kesalahan kecil dalam pengisian bukti potong atau keterlambatan pelaporan dapat berakibat fatal. “Banyak yang menganggap perubahan ini cuma soal teknis input, padahal konsekuensinya bisa sampai ke sanksi administratif atau bahkan pemeriksaan pajak,” jelasnya. 

Ia mencontohkan, kasus pembetulan berulang kali pada SPT masa 2024 menjadi pelajaran penting agar adaptasi sistem baru dilakukan secara hati-hati.

Menurutnya, wajib pajak kini tidak bisa lagi hanya mengandalkan rutinitas lama. Pengelola HR dan staf payroll harus benar-benar memahami mekanisme pemotongan serta pelaporan baru agar tidak terjebak kesalahan sistem. “Kita tidak bicara compliance di atas kertas lagi, tapi compliance digital yang berbasis data real time,” tegasnya.

Menurutnya, penerapan Coretax menjadi momentum penting bagi dunia perpajakan Indonesia untuk memperkuat prinsip self-assessment. Dalam sistem ini, setiap wajib pajak harus mampu menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya secara mandiri namun akurat. “Kalau dulu masih bisa manual, sekarang tidak ada alasan lagi untuk salah. Semua terukur dan terekam,” katanya.

Meski begitu, ia mengakui bahwa transformasi digital ini memerlukan masa transisi yang tidak sebentar. DJP diharapkan terus memperkuat sosialisasi, terutama untuk sektor UMKM dan badan kecil yang belum sepenuhnya memahami struktur pelaporan Coretax. “Edukasi dan pendampingan dari asosiasi seperti IKPI juga menjadi kunci keberhasilan implementasi,” tambahnya.

Namun demikian, Michael berpesan agar para profesional pajak tidak hanya fokus pada aspek pelaporan, tetapi juga membangun budaya patuh pajak berbasis integritas. “Teknologi hanya alat. Yang menentukan tetap manusianya apakah kita mau beradaptasi dan taat atau tidak,” ujarnya. (bl)

Ketum IKPI: Saatnya KP Tak Hanya Pintar Hitung Pajak, Tapi Juga Menulis dan Berbagi Wawasan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld mengajak seluruh konsultan pajak (KP) untuk tidak hanya berfokus pada pekerjaan teknis menghitung pajak, tetapi juga aktif menulis dan berbagi pengetahuan kepada masyarakat.

Pesan tersebut dikatakan melalui sambutan resminya yang disampaikan Ketua Departemen Keanggotaan dan Etik IKPI, Robert Hutapea, dalam kegiatan Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar IKPI Cabang Jakarta Timur, Rabu (21/10/2025).

“PPL bukan sekadar memenuhi kewajiban jam pelatihan, tapi wadah untuk memperluas wawasan dan kontribusi intelektual. Konsultan pajak seharusnya tak hanya menghitung pajak, tapi juga menulis, berdiskusi, dan berbagi wawasan bagi kemajuan profesi,” tegas dalam pesannya.

Manfaatkan Platform Digital IKPI

Vaudy juga mengingatkan agar para anggota memanfaatkan fasilitas website resmi IKPI sebagai ruang berbagi gagasan. Menurutnya, setiap anggota memiliki kesempatan untuk menulis, baik membahas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) secara utuh maupun sekadar mengulas satu bab atau pasal tertentu yang menarik untuk didiskusikan.

“Melalui tulisan, kita bisa ikut membentuk opini publik dan membantu pemerintah dalam menyederhanakan pemahaman pajak bagi masyarakat,” ujar Robert menyampaikan pesan Vaudy.

Ketua Umum IKPI pun mengapresiasi upaya pengurus cabang Jakarta Timur yang secara rutin menyelenggarakan PPL sebagai sarana pembelajaran dan diskusi. Ia menegaskan bahwa Pengurus Pusat IKPI sepenuhnya mendukung setiap kegiatan cabang dan daerah di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Robert juga menyampaikan sejumlah langkah strategis yang telah dilakukan Pengurus Pusat IKPI dalam memperjuangkan kepentingan profesi kepada pemerintah, baik di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Direktorat P2PK

Beberapa isu penting yang tengah diperjuangkan antara lain:

• Penguatan peran konsultan pajak dalam pengembangan sektor keuangan (UU P2SK)

• Urgensi Undang-Undang Konsultan Pajak

• Ketentuan terkait kuasa wajib pajak non-konsultan pajak

• Penanganan anggota yang terlambat daftar ulang izin konsultan pajak sesuai PMK 111/2014

• Optimalisasi sistem SIKOP (Sistem Informasi Konsultan Pajak)

“Langkah-langkah ini adalah bagian dari upaya kami memastikan profesi konsultan pajak tetap kredibel, kompeten, dan diakui secara hukum,” ujar Robert.

Selain aspek regulasi, ia  juga menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan dan benefit anggota. Pengurus Pusat IKPI telah menjalin kerja sama strategis dengan berbagai institusi di bidang pendidikan, akomodasi, kesehatan, dan olahraga.

Di antaranya, kerja sama pendidikan dengan Universitas Pelita Harapan (UPH) dan Universitas Trisakti, serta potongan harga khusus di beberapa hotel seperti Swissbel Hotel, Aston Kartika Grogol, Hotel Santika, dan Hotel Episode.

Untuk layanan kesehatan, anggota mendapat diskon 10–15% di Prodia, harga khusus medical check-up di Pramita, dan diskon hingga 20% di Optik Melawai.

IKPI juga menggandeng Permata Sentul Golf dan Driving Range Pringgondani untuk fasilitas olahraga. Bahkan, komunitas olahraga dan seni kini mulai terbentuk, termasuk IKPI Golfer Community yang telah dideklarasikan 13 Oktober lalu, serta komunitas runner IKPI yang akan diluncurkan pada 26 Oktober 2025.

“Komunitas ini bukan hanya soal olahraga, tapi juga sarana mempererat solidaritas dan memperluas jejaring profesional antaranggota,” kata Robert.

Inagurasi Anggota Tetap Baru dan Imbauan Coretax

Menutup sambutannya, Robert mengingatkan pentingnya anggota untuk segera memenuhi kewajiban PPL Technical Skill (TS) dan Non-Technical Skill (NTS) tahun 2025 melalui IKPI Smart, serta melakukan validasi akun Coretax guna mendukung pelaporan SPT Tahunan.

Selain itu, IKPI akan menggelar Inagurasi dan Pembekalan Anggota Tetap Baru pada Senin, 27 Oktober 2025, di Gedung IKPI, Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Kegiatan tersebut akan memuat sesi inagurasi, sharing pengalaman, hingga pembekalan tentang praktik konsultasi pajak, standar profesi, kode etik, dan hak serta kewajiban konsultan pajak.

“Inagurasi adalah fondasi awal bagi anggota baru untuk memahami nilai-nilai profesi dan berjejaring dengan senior. Ini langkah penting sebelum terjun memberikan jasa konsultasi kepada masyarakat,” ujarnya. (bl)

IKPI Bangun Jejaring Internasional: Gelar Seminar Bersama KACTAE dan Bahas UU Konsultan Pajak dengan KACPTA

(Foto: DOK. PP-IKPI)

IKPI, Seoul: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas langkah diplomasi profesinya di tingkat global. Dalam kunjungan kerja ke Korea Selatan pertengahan Oktober ini, delegasi IKPI melaksanakan dua agenda penting bersama dua lembaga konsultan pajak terkemuka, yakni Korean Association of Certified Tax Accountants Examination (KACTAE) dan Korean Association of Certified Public Tax Accountants (KACPTA).

Kegiatan ini bukan sekadar silaturahmi antarlembaga, tetapi juga membuka peluang konkret untuk kerja sama pendidikan, pertukaran gagasan, dan penguatan regulasi profesi konsultan pajak di Indonesia.

Seminar Internasional di Korea University

Pertemuan pertama digelar pada 16 Oktober 2025 di Korea University, melalui kerja sama antara IKPI dan KACTAE. Kegiatan ini diisi dengan seminar internasional yang menghadirkan pembicara dari kedua negara, membahas topik-topik terkini di bidang perpajakan global dan profesionalisme konsultan pajak di era digital.

Seminar tersebut menjadi wadah penting bagi pertukaran pandangan antara akademisi, praktisi, dan regulator pajak dari Indonesia dan Korea Selatan.

Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI David Tjhai menegaskan bahwa kerja sama lintas negara sangat dibutuhkan untuk memperkuat kompetensi konsultan pajak di Indonesia agar mampu menghadapi tantangan regional dan global.

“Konsultan pajak tidak lagi bekerja dalam ruang domestik. Dunia perpajakan kini bergerak melintasi batas negara, sehingga kolaborasi seperti ini menjadi sangat strategis,” ujar David.

Selain seminar tatap muka, IKPI dan KACTAE juga sepakat menjajaki kerja sama penyelenggaraan seminar internasional daring secara berkala, yang memungkinkan partisipasi anggota dari kedua negara tanpa batas geografis.

Kesepakatan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju pertukaran keilmuan dan peningkatan mutu pelatihan profesi di kedua negara.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Pertemuan Strategis dengan KACPTA

Empat hari berselang, Senin (20/10/2025), Ketua Umum IKPI bersama jajaran pengurus IKPI bertemu Presiden KACPTA, Koo Jae Yi, di kantor pusat asosiasi tersebut di Seoul. Pertemuan hangat itu membahas penguatan profesi konsultan pajak dan pentingnya Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) di Indonesia.

Pada kesempatan itu, David mengapresiasi sistem Korea Selatan yang telah memiliki regulasi jelas bagi profesi konsultan pajak.

“KACPTA menunjukkan bahwa regulasi yang kuat mampu meningkatkan profesionalisme dan kepercayaan publik. Indonesia juga perlu memiliki UU serupa untuk memperkuat profesi ini,” kata David.

Sementara itu, Presiden KACPTA, Koo Jae Yi, mendukung gagasan tersebut. Ia menuturkan bahwa sebelum adanya undang-undang di negaranya, profesi konsultan pajak menghadapi banyak kendala.

“Regulasi yang baik melindungi semua pihak pemerintah, wajib pajak, dan konsultan pajak. Karena itu kami menyarankan agar Indonesia segera memiliki payung hukum profesi ini,” ujar Koo.

Kedua asosiasi sepakat melanjutkan kerja sama lewat webinar internasional dan forum pertukaran pengalaman antaranggota AOTCA (Asia-Oceania Tax Consultants’ Association) guna memperkuat posisi profesi di tingkat regional.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Menyerap Inspirasi Profesionalisme

Setelah pertemuan resmi, rombongan IKPI diajak berkeliling gedung megah KACPTA di kawasan Seocho-gu, Seoul. Para delegasi mengunjungi berbagai fasilitas seperti ruang pelatihan, perpustakaan dengan lebih dari 20 ribu koleksi buku pajak, hingga ruang riset dan pelayanan anggota.

“Kami sangat terinspirasi oleh tata kelola dan semangat profesionalisme KACPTA. Ini menjadi contoh nyata bagaimana asosiasi profesi dapat tumbuh kuat dan berwibawa,” kata David usai kunjungan.

Rangkaian kegiatan di Korea Selatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan bagian dari misi besar IKPI memperkuat jejaring internasional, memperjuangkan pengakuan hukum bagi profesi konsultan pajak, dan membangun reputasi Indonesia dalam kancah perpajakan global.

Dengan semangat kolaborasi dan visi global, IKPI menegaskan tekadnya menjadikan konsultan pajak Indonesia tidak hanya kompeten di dalam negeri, tetapi juga diakui di tingkat internasional sejajar dengan negara-negara maju di kawasan Asia dan Oseania.

Hadir Pengurus Pusat IKPI pada pertemuan tersebut:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld

2. ⁠Wakil Ketua Umum, Nuryadin Rahman

3. ⁠Ketua Departemen Hubungan Internasional, David Tjhai 

4. ⁠Ketua Bidang Negara AOTCA dan Asia, Suhardi Sumbadji

5. ⁠Anggota Bidang Negara AOTCA dan Asia, Jeklira Tampubolon 

6. ⁠Anggota Bidang SDA, Andi M. Johan

(bl).

Kolaborasi IKPI dan ISCA Siapkan Konsultan Pajak Kelas Dunia

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas jejaring internasionalnya dengan menjalin kerja sama strategis bersama Institute of Singapore Chartered Accountants (ISCA). Kolaborasi ini diharapkan menjadi langkah besar dalam meningkatkan kompetensi dan daya saing konsultan pajak Indonesia di tingkat global.

Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI David Tjhai menjelaskan bahwa tujuan utama kerja sama ini adalah untuk mendorong profesionalisme dan memperkuat kapasitas konsultan pajak Indonesia agar mampu bersaing sebagai profesional kelas dunia.

(Foto: Istimewa)

“Kerja sama dengan ISCA ini menjadi bagian dari upaya IKPI untuk menerapkan best practices global dan memperluas jaringan antar konsultan pajak di dunia,” kata David, baru-baru ini.

Menurutnya, terdapat beberapa bidang yang menjadi fokus kolaborasi antara IKPI dan ISCA, di antaranya pertukaran pengetahuan melalui seminar dan konferensi internasional, pelatihan serta sertifikasi bersama, hingga riset terkait isu digitalisasi dan keberlanjutan perpajakan.

Sementara itu, Ketua Bidang Pajak Internasional Negara-Negara Afrika IKPI Rianto Abimail menambahkan, kerja sama ini akan membantu anggota IKPI dalam menghadapi berbagai tantangan global seperti pajak lintas negara atas transaksi fisik maupun transaksi digital, dan update ketentuan pajak di berbagai negara khususnya Singapura.

“Anggota IKPI akan berkesempatan untuk dapat belajar melalui Platform yang disediakan ISCA baik pajak ataupun akuntansi, dan ISCA memberikan peluang bagi Anggota IKPI dapat berkolaborasi aktif dengan Anggota ISCA agar dapat tercipta peluang-peluang bisnis, ujar Rianto.

Lebih kanjut Rianto mengungkapkan, Ke depan, kedua organisasi berencana melaksanakan program joint training dan seminar internasional, mengembangkan modul pelatihan dan sertifikasi bersama, serta mempublikasikan hasil riset dan studi kasus kolaboratif untuk memperkaya wawasan profesi.

“Anggota IKPI akan dilibatkan aktif dalam berbagai kegiatan lintas negara agar manfaat kerja sama ini benar-benar terasa nyata,” ujarnya.

Dikatakan David, kerja sama IKPI dan ISCA juga diharapkan menjadi contoh kolaborasi regional dalam memperkuat profesi perpajakan, sekaligus mendorong terbentuknya ekosistem perpajakan yang transparan, adil, dan berdaya saing di Indonesia dan Singapura.

Pada kesempatan yang sama, Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat, Suryani mengatakan bahwa

Kolaborasi IKPI dan ISCA akan memberikan lebih banyak pengetahuan, jaringan kerjasama antar konsultan pajak Indonesia dan Singapura khususnya menciptakan peluang usaha baru bagi konsultan pajak.

Pertemuan antara kedua organisasi dihadiri oleh David Tjhai (Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI), Rianto Abimail (Ketua Bidang Pajak Internasional Negara-Negara Afrika IKPI), Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat), dan A. Praditya dari ISCA Singapura. (bl)

Presiden KACPTA Sarankan Indonesia Dukung Pembentukan UU Konsultan Pajak

IKPI, Seoul: Presiden Korean Association of Certified Public Tax Accountants (KACPTA), Koo Jae Yi, menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) di Indonesia. Hal tersebut disampaikannya dalam pertemuan bilateral antara KACPTA dan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang berlangsung di kantor pusat KACPTA, Seoul, Korea Selatan, Senin (20/10/2025).

Koo Jae Yi menjelaskan bahwa Korea Selatan telah memiliki regulasi khusus yang mengatur profesi konsultan pajak sejak beberapa dekade lalu. Kehadiran undang-undang tersebut, menurutnya, menjadi fondasi kuat dalam menegakkan profesionalisme, transparansi, dan integritas profesi konsultan pajak di negaranya. Bahkan UU KP berpengaruh pada penerimaan perpajakan di negaranya  karena UU KP salah satunya menugaskan para konsultan pajak untuk berperan dalam penerimaan negara khususnya dari perpajakan.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

“Sebelum ada undang-undang, profesi kami menghadapi banyak kendala, bahkan penerimaan negara dari sektor perpajakan rendah. Tidak ada kejelasan dalam batas peran dan tanggung jawab, serta kurangnya pengawasan terhadap praktik profesional. Namun setelah UU diberlakukan, sistem menjadi jauh lebih tertib dan terstandar,” kata Koo.

Ia menambahkan, peran konsultan pajak di Korea kini bukan hanya sebagai penyedia jasa, melainkan juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam menjaga kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan penerimaan negara. KACPTA secara rutin berkoordinasi dengan otoritas pajak untuk memberikan masukan terkait kebijakan fiskal dan reformasi administrasi pajak.

Menurut Koo, keberadaan undang-undang yang kuat juga membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap profesi konsultan pajak. Masyarakat dan pelaku usaha merasa lebih aman karena terdapat aturan jelas yang mengatur etika, kompetensi, serta mekanisme pengawasan terhadap para praktisi.

“Regulasi yang baik melindungi semua pihak baik konsultan pajak, pemerintah, maupun wajib pajak. Karena itu, kami menyarankan agar pemerintah Indonesia memberikan dukungan penuh terhadap pembentukan UU Konsultan Pajak,” ujar Koo.

Dalam kesempatan tersebut, Koo juga mengapresiasi langkah aktif IKPI yang terus memperjuangkan pengakuan hukum bagi profesi konsultan pajak di Indonesia. Ia menilai kolaborasi antaranggota Asia-Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA) dapat menjadi sarana saling belajar dan memperkuat posisi profesi di tingkat regional.

“Kami melihat IKPI sangat progresif dan visioner. Dengan kerja sama seperti ini, saya yakin Indonesia akan mampu membangun sistem profesi yang kuat dan diakui secara internasional,” ungkapnya.

Pertemuan bilateral tersebut ditutup dengan kesepahaman untuk melanjutkan dialog teknis melalui kegiatan bersama, termasuk webinar dan forum pertukaran pengalaman antaranggota AOTCA. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses harmonisasi regulasi dan memperkuat peran konsultan pajak dalam sistem perpajakan global. (bl)

Ketua Umum IKPI dan Rombongan Diajak Berkeliling Gedung KACPTA di Seoul

IKPI, Seoul: Suasana sore di Seoul terasa hangat saat Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, bersama jajaran pengurus pusat IKPI, melakukan kunjungan ke kantor Korean Association of Certified Public Tax Accountants (KACPTA), Senin (20/10/2025) pukul 16.00 waktu setempat.

Dalam kunjungan yang berlangsung penuh keakraban itu, rombongan IKPI disambut langsung oleh President KACPTA, Koo Jae Yi, beserta timnya. Tak hanya berdiskusi formal, KACPTA juga mengajak para tamu dari Indonesia berkeliling melihat berbagai fasilitas di gedung megah mereka yang berlokasi di 105, Myeongdal-ro, Seocho-dong, Seocho-gu, Seoul.

Gedung KACPTA yang berdiri megah di kawasan bisnis elit Seoul itu menjadi pusat kegiatan utama bagi para konsultan pajak di Korea Selatan. Dari luar, bangunan ini menampilkan desain modern dan kokoh, namun di dalamnya terasa hangat dan penuh semangat profesionalisme.

Rombongan IKPI mendapat kesempatan berkeliling ke berbagai ruangan penting, mulai dari ruang pertemuan besar tempat KACPTA kerap menggelar konferensi dan rapat anggota, hingga kelas-kelas pelatihan berukuran sedang dan kecil yang digunakan untuk kegiatan pembinaan anggota dan pelatihan profesional.

Salah satu tempat yang menarik perhatian adalah perpustakaan KACPTA, yang menyimpan sekitar 20 ribu koleksi buku dan referensi perpajakan. Koleksi tersebut tidak hanya mencakup literatur pajak Korea, tetapi juga buku-buku internasional yang menjadi rujukan utama bagi para profesional di bidang perpajakan dan akuntansi.

“Kami sangat kagum dengan fasilitas yang dimiliki KACPTA. Semua dirancang dengan detail dan mendukung pengembangan kompetensi anggota mereka,” ujar Vaudy  usai berkeliling gedung.

Selain fasilitas pembelajaran, rombongan juga diajak melihat ruang kerja dan ruang administrasi KACPTA, yang terlihat tertata efisien dan profesional. Setiap bagian memiliki fungsi yang jelas, mulai dari pelayanan anggota, riset perpajakan, hingga pengembangan sistem pelatihan digital.

Kunjungan berakhir dengan sesi foto bersama dan pertukaran cendera mata di lobi utama gedung. Vaudy menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat yang diberikan KACPTA, sekaligus berharap kerja sama antara kedua asosiasi ini dapat terus berkembang.

“Kami merasa sangat terinspirasi. KACPTA bukan hanya memiliki organisasi yang kuat, tetapi juga semangat kolaboratif yang luar biasa. Semoga kerja sama antara IKPI dan KACPTA semakin erat di masa mendatang,” kata Vaudy. (bl)

IKPI – KACPTA Dorong Kolaborasi Regional, Bahas Pembentukan UU Konsultan Pajak

IKPI, Seoul: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, melakukan pertemuan bilateral dengan President Korean Association of Certified Public Tax Accountants (KACPTA), Koo Jae Yi, di kantor pusat KACPTA, Korea Selatan, Senin (20/10/2025). Pertemuan tersebut berlangsung hangat dan penuh pertukaran gagasan mengenai penguatan profesi konsultan pajak di tingkat regional.

Baik IKPI maupun KACPTA sama-sama merupakan anggota dari Asia-Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA), sebuah organisasi internasional yang mewadahi asosiasi konsultan pajak di kawasan Asia dan Oseania. Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran konsultan pajak dalam mendorong kepatuhan dan penerimaan perpajakan negara masing-masing.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Vaudy menyampaikan apresiasi atas sambutan dan keterbukaan KACPTA dalam berbagi pengalaman. Ia menilai bahwa sistem perpajakan Korea Selatan yang modern tidak lepas dari peran kuat profesi konsultan pajak yang telah diatur secara komprehensif melalui undang-undang tersendiri.

“Kami belajar banyak dari pengalaman KACPTA. Mereka telah menunjukkan bahwa regulasi yang jelas dapat memperkuat profesionalisme, meningkatkan kepercayaan publik, dan pada akhirnya mendukung penerimaan negara,” ujar Vaudy.

Ia menjelaskan, di Indonesia hingga saat ini belum terdapat Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) yang secara khusus mengatur profesi ini. Akibatnya, masih ada kesenjangan dalam pengakuan dan perlindungan terhadap profesi konsultan pajak, padahal kontribusi mereka terhadap sistem perpajakan cukup besar.

“Konsultan pajak merupakan mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kepatuhan dan edukasi perpajakan. Oleh karena itu, Indonesia sudah seharusnya memiliki UU KP seperti halnya di Korea Selatan,” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan bilateral ini, Vaudy mengusulkan penyelenggaraan diskusi lebih lanjut dengan KACPTA. Diskusi tersebut akan menjadi forum berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam pembinaan profesi konsultan pajak di masing-masing negara.

“Kami ingin menjadikan diskusi ini sebagai jembatan pengetahuan. Melalui dialog lintas negara, kami berharap bisa memperkuat posisi konsultan pajak Indonesia dan membuka jalan menuju pembentukan UU KP,” tutur Vaudy.

Vaudy menegaskan, pertemuan tersebut menjadi tonggak penting dalam diplomasi profesi konsultan pajak di Asia, sekaligus menandai langkah aktif IKPI dalam membangun sinergi internasional khususnya hubungan bilateral. Ia menegaskan, kerja sama ini tidak hanya sebatas pertukaran pengalaman, tetapi juga merupakan bentuk nyata dari komitmen bersama untuk membangun sistem perpajakan yang lebih kuat, transparan, dan profesional di kawasan. 

Hadir Pengurus Pusat IKPI pada pertemuan tersebut:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld

2. ⁠Wakil Ketua Umum, Nuryadin Rahman

3. ⁠Ketua Departemen Hubungan Internasional, David Tjhai 

4. ⁠Ketua Bidang Negara AOTCA dan Asia, Suhardi Sumbadji

5. ⁠Anggota Bidang Negara AOTCA dan Asia, Jeklira Tampubolon 

6. ⁠Anggota Bidang SDA, Andi M. Johan

Dari Korean Association of Certified Public Tax Accountants – KACPTA

    1. President Korean Association of Certified Public Tax Accountants, Koo, Jae Yi

    2. Cho, In Jung, Director of International Affairs

    3. Yuna Joung, Research Planning Division International Relations CPA Australia

(bl)

en_US