IKPI di APTIKNAS Expo: SP2DK Bukan Ancaman, Tapi Alarm Kondisi Pajak Perusahaan

IKPI, Pekanbaru: Workshop edukasi perpajakan yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dalam rangkaian APTIKNAS Expo pada Rabu (5/11/2025) berhasil menarik antusiasme pelaku usaha di Pekanbaru. Tidak hanya menyampaikan aturan, IKPI menekankan bahwa kepatuhan pajak adalah strategi bisnis berkelanjutan yang bisa menyelamatkan perusahaan dari risiko hukum dan finansial.

Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Lilisen, menegaskan bahwa kehadiran IKPI dalam expo teknologi tersebut adalah bukti kolaborasi nyata antara dunia usaha dan praktisi pajak.

“IKPI ingin menunjukkan bahwa kepatuhan pajak bukan hanya kewajiban administratif, tetapi strategi keberlanjutan usaha. Ketika pelaku usaha memahami kewajiban sejak awal, iklim bisnis menjadi lebih kondusif dan risiko sengketa bisa ditekan,” ujar Lilisen.

Workshop ini banyak membahas pemicu terbitnya SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan), yang sering membuat pelaku usaha panik. Lilisen menyebut dua penyebab paling umum:

1. Perbedaan data antara laporan keuangan seperti neraca atau laba rugi dengan SPT.

2. Tidak sinkronnya data SPT dengan laporan pihak ketiga, seperti bank dan vendor.

Ia mengingatkan pelaku usaha untuk melakukan rekonsiliasi dan ekualisasi berkala, agar angka keuangan dan pelaporan ke pajak selalu cocok. Jika SP2DK terbit, wajib pajak diminta tetap tenang, memahami isi surat, lalu menyiapkan dokumen pendukung.

“Jawablah secara tertulis disertai data lengkap. Kalau ragu, datang ke AR untuk konsultasi resmi atau minta pendampingan konsultan pajak,” kata Lilisen.

Simpan Data 10 Tahun dan Rekonsiliasi Rutin

Sementara itu, Sekretaris IKPI Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), Narpika Yendra, menegaskan bahwa SP2DK bukan sesuatu yang perlu ditakuti jika administrasi perusahaan rapi.

“Pesan kami jelas: simpan data minimal 10 tahun, lakukan rekonsiliasi rutin, dan pastikan seluruh penghasilan serta biaya diakui dengan benar. Kalau itu dilakukan, perusahaan sudah punya tameng kuat saat menerima SP2DK,” jelasnya.

Menurut Narpika, edukasi gratis seperti ini penting karena pelaku usaha masih banyak yang baru belajar soal administrasi pajak, padahal dampak kesalahan bisa merembet ke pemeriksaan dan sanksi.

“IKPI berkomitmen memperluas edukasi pajak agar pelaku usaha tidak berjalan dalam ketidaktahuan. Tujuan kami bukan menakut-nakuti, tapi memberi rasa aman secara legal,” tambahnya.

Kolaborasi ini Beri Manfaat Nyata untuk Masyarakat

Ketua APTIKNAS Riau, Januar, menyampaikan apresiasi atas kolaborasi dengan IKPI yang disebut berhasil memberikan manfaat besar kepada para peserta.

“APTIKNAS Riau bekerjasama dengan IKPI mengadakan Workshop Edukasi Pajak khususnya tentang SP2DK. Edukasi gratis ini terlaksana dengan baik dan diikuti berbagai kalangan di Pekanbaru Xchange. Peserta bukan hanya mendengar materi, tapi aktif bertanya dan berdiskusi,” ujar Januar.

Ia menyampaikan penghargaan kepada pemateri dari IKPI. “Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lilisen dan Ibu Narpika yang telah mendukung kegiatan edukasi gratis ini sehingga berjalan lancar dan bermanfaat bagi banyak orang. Semoga APTIKNAS dan IKPI dapat terus menjalin kerjasama yang solid di masa depan,” tuturnya.

Dengan kolaborasi praktisi teknologi dan konsultan pajak ini, APTIKNAS Expo tidak hanya menjadi pameran teknologi, tetapi juga ruang edukasi finansial bagi dunia usaha. Workshop serupa rencananya akan terus berlanjut agar pelaku usaha di Riau makin siap menghadapi era administrasi digital dan pengawasan pajak yang semakin presisi. (bl)

Vaudy Starworld Apresiasi IKPI Jakarta Barat Gaet Banyak Peserta Umum dalam Seminar PPL

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi kepada IKPI Cabang Jakarta Barat karena berhasil menarik antusiasme peserta umum dalam kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar di Aston Kartika, Rabu (5/11/2025). Tidak hanya dihadiri anggota, seminar ini juga diramaikan sekitar 40 peserta umum dari berbagai instansi, perusahaan, dan kalangan masyarakat yang ingin memperdalam literasi perpajakan.

Vaudy mengatakan kehadiran peserta umum menunjukkan bahwa kegiatan IKPI semakin inklusif dan diminati masyarakat luas. Menurutnya, konsultan pajak dan organisasi profesinya harus mampu menjangkau publik, bukan hanya kalangan internal.

“Saya sangat mengapresiasi Pengcab Jakarta Barat. Tidak semua kegiatan PPL berhasil menarik peserta umum sebanyak ini. Ini bukti bahwa IKPI semakin dipercaya, semakin terbuka, dan semakin dekat dengan masyarakat,” ujar Vaudy.

Ia menilai capaian tersebut penting untuk memperluas pemahaman publik mengenai perpajakan, apalagi di tengah kompleksitas aturan dan digitalisasi sistem pajak. Dengan semakin banyak masyarakat mengikuti seminar IKPI, literasi pajak akan meningkat dan hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak bisa berjalan lebih sehat.

“Literasi perpajakan tidak boleh hanya berhenti di kalangan profesional. Semakin banyak masyarakat memahami pajak, semakin baik untuk negara dan perekonomian. Dan ini langkah nyata yang dilakukan Pengcab Jakarta Barat,” tambahnya.

Vaudy memastikan IKPI Pusat akan terus mendukung cabang-cabang yang aktif dan kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi publik. Ia menyebut upaya tersebut sejalan dengan semangat organisasi untuk hadir sebagai “rumah besar” bagi profesi perpajakan dan mitra masyarakat dalam pemenuhan kewajiban pajak.

“IKPI bukan hanya tempat konsultan pajak belajar, tetapi wadah berbagi pengetahuan kepada publik. Ketika masyarakat merasa nyaman belajar pajak dari IKPI, itu berarti organisasi ini relevan dan bermanfaat,” katanya.

Seminar PPL Jakarta Barat kali ini menghadirkan sapto Windi Argo sebagai narasumber dan Wiwik Budianti sebagai moderator. Selain anggota IKPI, para peserta umum yang hadir sebagian besar berasal dari dunia usaha, praktisi keuangan, dan masyarakat yang ingin memahami regulasi terbaru perpajakan.

Vaudy berharap keberhasilan ini dapat menjadi contoh bagi cabang IKPI di daerah lain untuk lebih aktif menjangkau publik dan memperluas edukasi perpajakan. “Saya berharap makin banyak cabang yang mengikuti jejak Jakarta Barat. Kegiatan PPL yang terbuka untuk umum sangat penting untuk memperkuat literasi pajak nasional,” ujarnya. (bl)

IKPI Buka Ruang Anggota Jadi Penulis, Pengajar hingga Pembicara di Ruang Publik

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa anggota IKPI memiliki peluang luas untuk berkontribusi di ruang publik tidak hanya sebagai konsultan pajak, tetapi juga sebagai penulis, pengajar, pembicara, dan penggerak edukasi perpajakan. Hal tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar PPL IKPI Cabang Jakarta Barat di Aston Kartika, Rabu (5/11/2025).

Vaudy menjelaskan bahwa IKPI sengaja membuka ruang tersebut karena profesi konsultan pajak harus hadir lebih aktif dalam menyebarkan literasi perpajakan kepada masyarakat. Menurutnya, perpajakan tidak bisa hanya dibahas di ruang teknis dan ruang kantor, melainkan harus beredar di ranah pendidikan, media, dan diskusi publik.

“Kami ingin konsultan pajak Indonesia naik kelas. Tidak hanya mengerjakan laporan pajak, tetapi ikut membangun edukasi publik. Karena ketika masyarakat paham pajak, negara diuntungkan dan profesi ini ikut dihargai,” ujar Vaudy.

Ia juga menegaskan bahwa banyak anggota IKPI memiliki kemampuan intelektual dan pengalaman praktis yang layak dibagikan lebih luas. Oleh sebab itu, IKPI memberi kesempatan bagi anggotanya menjadi pengajar pelatihan, penulis artikel, pembicara seminar, hingga kontributor podcast dan ruang konsultasi publik.

“Kalau ilmu hanya disimpan, profesi ini tidak berkembang. Tapi kalau dibagikan, reputasi konsultan pajak naik, masyarakat terbantu, dan citra IKPI ikut menguat,” tegasnya.

Vaudy menyampaikan bahwa kesempatan ini juga dibuka untuk memberi ruang generasi muda konsultan pajak menunjukkan kompetensi dan memperluas jejaring profesional. “Banyak anggota muda yang punya energi besar. IKPI ingin mereka tampil, berani berbicara, berani menulis, dan ikut membentuk masa depan profesi,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Vaudy menegaskan bahwa peningkatan jumlah anggota ikut memperkuat posisi IKPI. Per 4 November 2025, jumlah anggota mencapai 7.704 orang, meningkat dari 7.093 pada 31 Desember 2024 dan 6.922 pada akhir 2023. Menurutnya, pertumbuhan ini menunjukkan bahwa IKPI semakin dipercaya sebagai wadah profesional pajak.

“Pertumbuhan ini bukan sekadar data statistik. Ini bukti kepercayaan. Dan ketika kepercayaan itu ada, organisasi harus memberi ruang seluas mungkin agar anggotanya berkembang, bukan sekadar tercatat sebagai anggota,” kata Vaudy.

Ia mendorong anggota, khususnya yang baru bergabung, untuk tidak pasif dalam organisasi. “IKPI hidup karena anggotanya bergerak. Bukan hanya datang seminar, tapi ikut terlibat. Menulis, mengajar, berbagi pengetahuan itulah kontribusi nyata,” ujarnya.

Vaudy kembali menegaskan makna tiga yel-yel IKPI “IKPI untuk Nusa Bangsa”, “IKPI Pasti Bisa”, dan “IKPI Jaya Jaya Jaya” sebagai komitmen menghadapi tantangan zaman, termasuk digitalisasi dan modernisasi perpajakan. “Konsultan pajak harus adaptif, kolaboratif, dan berperan aktif di masyarakat. Itulah semangat IKPI untuk Nusa Bangsa,” katanya. (bl)

Vaudy Starworld Tegaskan IKPI Bukan Sekadar Organisasi, Tetapi Rumah Besar Para Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa IKPI bukan hanya organisasi profesi, melainkan rumah besar bagi para konsultan pajak untuk tumbuh, berjejaring, dan berkontribusi bagi bangsa. Pernyataan itu disampaikan Vaudy dalam pembukaan Seminar PPL IKPI Cabang Jakarta Barat di Aston Kartika, Rabu (5/11/2025).

Dalam sambutannya, Vaudy memberikan penghormatan kepada jajaran Dewan Kehormatan, Dewan Penasehat, Pengawas, pengurus pusat, pengurus daerah, pengurus cabang, narasumber, panitia, senior IKPI, anggota, dan peserta umum yang hadir pada kegiatan tersebut. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada panitia yang telah memastikan kegiatan berjalan lancar.

“IKPI bukan sekadar organisasi. IKPI adalah rumah perjuangan para pejuang pajak Indonesia, tempat kita tumbuh, mengabdi, dan dikenang,” ujar Vaudy di hadapan ratusan peserta.

Ia menegaskan bahwa jumlah anggota IKPI terus meningkat setiap tahun. Per 4 November 2025, total anggota mencapai 7.704 orang, naik dari 7.093 pada 31 Desember 2024 dan 6.922 pada akhir 2023. Menurutnya, tren tersebut menunjukkan kepercayaan publik yang semakin kuat. “Angka ini bukan sekadar statistik. Ini bukti bahwa IKPI relevan, dipercaya, dan dibutuhkan,” ujarnya.

Vaudy menekankan bahwa keanggotaan IKPI memberikan banyak manfaat, bukan hanya secara administratif, tetapi juga untuk pengembangan kompetensi. IKPI membuka ruang bagi anggotanya untuk mengajar, menulis, membuat podcast, memberi konsultasi publik, dan bekerja sama dengan berbagai lembaga.

“Kami ingin konsultan pajak Indonesia naik kelas. Bukan hanya duduk di balik meja, tetapi hadir sebagai intelektual, pendidik, dan problem solver di dunia perpajakan,” tegasnya.

Dalam sambutan itu, Vaudy juga menjelaskan makna filosofis tiga yel-yel IKPI, yaitu “IKPI untuk Nusa Bangsa”, “IKPI Pasti Bisa”, dan “IKPI Jaya Jaya Jaya”. Ketiganya, kata Vaudy, bukan hanya slogan, tetapi komitmen organisasi.

“IKPI untuk Nusa Bangsa berarti profesi ini bekerja untuk rakyat dan negara. IKPI Pasti Bisa adalah optimisme menghadapi perubahan. Dan IKPI Jaya Jaya Jaya adalah komitmen bahwa kita akan tetap relevan lintas generasi,” ujarnya menegaskan.

Ia mengajak seluruh anggota IKPI, khususnya para anggota baru, agar tidak hanya menjadi penonton dalam organisasi. “IKPI ini hidup kalau anggotanya bergerak. Ikut pelatihan, PPL, komunitas, seminar, dan berkontribusi untuk profesi. Kita tidak boleh pasif,” kata Vaudy.

Menutup sambutan, Vaudy menyerukan soliditas anggota. “Mari kita buktikan bahwa IKPI adalah organisasi yang dinamis, inklusif, dan solid di seluruh Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, satu suara: IKPI Pasti Bisa, IKPI Jaya!”

Sekadar informasi, seminar PPL IKPI Cabang Jakarta Barat menghadirkan narasumber Sapto Windi Argo dan moderator Wiwik Budianti, yang membahas peningkatan kompetensi konsultan pajak menghadapi perkembangan regulasi dan digitalisasi perpajakan. Acara diikuti anggota IKPI dan peserta umum dari berbagai instansi dan korporasi. (bl)

Konsultan Pajak Harus Melek AI! Yuk, Gali Pengetahuan di Seminar IKPI Jatim

IKPI, Surabaya: Dunia perpajakan nasional tengah bergerak menuju era digital yang sepenuhnya terintegrasi. Menyambut perubahan besar itu, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Jawa Timur akan menggelar seminar nasional bertema “AI & Coretax: Otomatisasi Cerdas SPT Tahunan”, pada Sabtu, 6 Desember 2025 di Hotel Shangri-La Surabaya dan dapat diikuti secara hybrid (luring dan daring).

Ketua IKPI Pengda Jawa Timur Zeti Arina menjelaskan, tema ini diangkat sebagai respons atas implementasi penuh Coretax System untuk pelaporan SPT Tahun Pajak 2025, yang akan menjadi tonggak baru transformasi administrasi perpajakan nasional.

“Kita semua berada di ambang transformasi besar dalam administrasi perpajakan nasional, yaitu implementasi penuh Coretax System. Ini bukan sekadar pembaruan sistem, melainkan perubahan fundamental menuju ekosistem perpajakan yang sepenuhnya digital dan terintegrasi,” ujar Zeti, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, kehadiran Artificial Intelligence (AI) akan menjadi bagian penting dari sistem perpajakan modern. AI diyakini dapat membantu konsultan pajak menyusun SPT tahunan dengan lebih cepat, efisien, dan akurat.

Zeti menegaskan, peran AI akan sangat signifikan dalam menghadapi Coretax. Volume data yang harus diolah, mulai dari data transaksi, e-faktur, hingga bukti potong, akan meningkat pesat dan menuntut ketelitian tinggi.

“AI bisa mengambil alih proses validasi data, rekonsiliasi antar-database, dan klasifikasi transaksi secara otomatis. Tugas yang biasanya butuh waktu seminggu bisa diselesaikan dalam hitungan menit,” jelasnya.

Selain efisiensi, AI juga membantu konsultan mendeteksi anomali dan potensi kesalahan pelaporan sebelum SPT dikirimkan ke DJP, serta memberikan analisis prediktif untuk mendukung nasihat strategis bagi klien.

Siapkan Anggota Hadapi Era Coretax

Seminar ini menjadi langkah nyata IKPI Jawa Timur dalam mempersiapkan para anggotanya menghadapi perubahan sistem pelaporan pajak berbasis digital.

“Sebagai organisasi profesi, kami wajib memastikan anggota kami kompeten dan relevan dengan perkembangan zaman. Kami tidak ingin anggota tertinggal, justru harus menjadi yang terdepan dalam memanfaatkan teknologi,” tegas Zeti.

Kegiatan ini menghadirkan dua pembicara ahli lintas bidang, yaitu Lili Supriyadi, mantan IT DJP dan Founder Praxtax.id & TaxHero.id, serta Aulia Harvy, Founder Surya Microsystem Teknologi.

“Pak Lili memahami seluk-beluk Coretax dan bahkan memiliki dummy sistem untuk latihan. Sementara Pak Aulia akan mengajarkan bagaimana ‘memerintah’ AI dengan benar tanpa harus paham IT. Bahkan orang awam pun bisa belajar memanfaatkan AI untuk tugas-tugas perpajakan,” terang Zeti.

Zeti menepis anggapan bahwa penggunaan AI hanya bisa dilakukan oleh orang yang mahir teknologi.

“Itu anggapan yang salah. Kami tidak akan membahas algoritma rumit. Seminar ini fokus dari sudut pandang pengguna, bagaimana AI membantu rekonsiliasi ribuan data e-faktur dalam waktu 5 menit, dan bagaimana itu bisa menghemat waktu serta mengurangi risiko denda,” katanya.

Selain itu, ia juga mengajak seluruh konsultan pajak dan masyarakat luas untuk ikut serta dalam seminar ini, baik secara langsung maupun daring.

“Era Coretax dan AI bukan ancaman bagi profesi konsultan pajak, melainkan peluang emas. Pekerjaan administratif mungkin akan berkurang karena otomatisasi, tapi peran kita sebagai strategic advisor justru makin dibutuhkan,” tutupnya. (bl)

IKPI Pengda DKJ dan GKI Serpong Gelar Seminar Pajak Gratis: Kupas Tuntas Pengisian SPT di Sistem Coretax Terbaru

IKPI, Tangerang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda DKJ bekerja sama dengan Posyanbankum dan Komisi Pekabaran Injil GKI Serpong menggelar seminar pajak gratis bertema “Kupas Tuntas Pengisian SPT PPh Orang Pribadi di Sistem Coretax Terbaru”, Sabtu (1/11/2025), di Bahtera Nuh GKI Serpong.

Kegiatan dimulai pukul 09.30 WIB dengan ibadah bersama, kemudian dilanjutkan sambutan oleh Ketua IKPI Pengda DKJ Tan Alim dan Ketua Posyanbankum GKI Serpong Teddy Sinaga. Dalam sambutannya, Tan Alim menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata kontribusi IKPI dalam memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat.

(Foto: Istimewa)

“IKPI tidak hanya berperan dalam ranah profesi, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk membantu masyarakat memahami kewajiban perpajakan, apalagi dengan penerapan sistem Coretax yang baru,” ujar Tan Alim.

Ia menambahkan, melalui kegiatan edukatif seperti ini, diharapkan masyarakat semakin paham cara melaporkan SPT tahunan dengan benar dan tepat waktu. Menurutnya, perubahan sistem administrasi pajak melalui Coretax seringkali menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak, sehingga peran konsultan dan edukasi publik menjadi semakin penting.

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi seminar yang dipandu oleh moderator Humala Napitupulu dan menghadirkan narasumber Daniel Mulia. Sekitar 40 peserta mengikuti kegiatan ini dengan antusias, terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan seputar pengisian SPT dan penggunaan fitur baru di sistem Coretax.

(Foto: Istimewa)

“Antusiasme peserta luar biasa. Ini menandakan masyarakat ingin memahami lebih dalam tentang cara pelaporan pajak yang benar di era digital,” ujar Daniel Mulia di sela sesi tanya jawab.

Selain Tan Alim, kegiatan ini juga dihadiri oleh jajaran Pengda DKJ lainnya, antara lain Mardi D. Muljana, Humala Napitupulu, Daniel Mulia, Yeni Halim, Ferry Halimi, dan Hery Juwana.

Acara ditutup pada pukul 12.30 WIB dengan sesi foto bersama seluruh peserta dan panitia. Tan Alim berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut di berbagai wilayah sebagai bentuk kolaborasi antara IKPI dan lembaga masyarakat dalam meningkatkan literasi pajak.

“Kami ingin semangat tax education ini terus hidup, agar kepatuhan pajak tumbuh dari kesadaran, bukan karena kewajiban semata,” tutup Tan Alim. (bl)

Mahasiswa UI dan IKPI Bahas Tantangan Pajak di Era Digital dan AI

IKPI, Jakarta: Revolusi digital telah mengubah hampir semua aspek kehidupan, termasuk dunia perpajakan. Dalam podcast spesial Hari Sumpah Pemuda yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), topik tersebut menjadi sorotan utama.

Diskusi yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan wahyu Setiawan.

Dalam perbincangan, Rian Sumarta menyoroti reformasi digital yang tengah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui sistem Coretax (Core Tax Administration System). Ia menyebut sistem itu sebagai tonggak baru untuk mempercepat transformasi layanan perpajakan nasional.

“Dengan Coretax pelaporan dan pembayaran pajak jadi lebih cepat dan efisien. Tapi memang, tantangan di lapangan masih ada, terutama di daerah yang belum sepenuhnya siap secara digital,” kata Rian.

Pandangan serupa disampaikan oleh Pasha, yang menilai reformasi digital adalah langkah maju meski belum sempurna. “Masih banyak error karena masa transisi. Tapi arah perubahannya sudah benar—menuju digitalisasi dan pelayanan satu pintu,” jelasnya.

Menurutnya, digitalisasi pajak akan membuka ruang bagi generasi muda untuk terlibat dalam inovasi sistem dan penyederhanaan regulasi.

Selain membahas Coretax, podcast ini juga menyinggung pengalaman para mahasiswa saat magang di kantor konsultan pajak. Ryan menceritakan tantangan menghadapi klien dari berbagai latar belakang.

“Wajib pajak di Indonesia sangat beragam. Ada yang belum paham aturan, ada juga perusahaan asing yang suka membandingkan kebijakan Indonesia dengan negaranya. Di situlah kita harus tanggap menjelaskan perbedaan secara profesional,” ujarnya.

Pasha menambahkan, perubahan regulasi yang cepat membuat para calon konsultan pajak harus terus belajar. “Tahun ini aja sudah ada Omnibus Law, aturan Coretax  sampai global minimum tax. Kita harus paham semuanya supaya bisa bantu wajib pajak dengan benar,” ujarnya.

Diskusi kemudian berlanjut pada topik masa depan profesi konsultan pajak di era kecerdasan buatan (AI). Pasha sempat bertanya apakah teknologi mampu menggantikan peran manusia dalam bidang perpajakan. Pertanyaan itu memicu respons menarik.

Rian menegaskan bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti. “AI bisa bantu analisis data, tapi tidak bisa menggantikan empati, interpretasi, dan komunikasi manusia. Profesi konsultan pajak bukan sekadar menghitung, tapi memahami konteks dan niat wajib pajak,” katanya.

Sementara Dewi menilai bahwa AI justru dapat menjadi mitra strategis bagi konsultan pajak. Dengan bantuan teknologi, pekerjaan bisa lebih efisien tanpa menghilangkan nilai kemanusiaan di dalam profesi.

“AI bisa mempercepat pekerjaan, tapi human touch—kemampuan menjelaskan, menenangkan, dan membimbing klien itu tetap tak tergantikan,” ujarnya.

Dewi juga menekankan bahwa di tengah percepatan teknologi, semangat kemanusiaan dan etika profesional justru harus diperkuat. “Kecerdasan buatan bisa meniru logika, tapi tidak bisa meniru empati. Itu sebabnya konsultan pajak tetap relevan, karena mereka bekerja dengan hati,” tegasnya.

Dewi juga menegaskan, mereka bisa belajar banyak dari semangat Sumpah Pemuda, bahwa perubahan besar selalu dimulai dari generasi muda yang berani beradaptasi. Digitalisasi dan AI bukan ancaman, tapi peluang untuk berkontribusi lebih baik bagi negeri. (bl)

Mantan Pejabat DJP Tegaskan Kepatuhan Pajak Harus Tumbuh dari Kepercayaan, Bukan Ketakutan

IKPI, Jakarta: Mantan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Catur Rini Widosari, menegaskan bahwa kepatuhan pajak tidak boleh dibangun atas dasar rasa takut terhadap sanksi, melainkan atas kesadaran dan kepercayaan terhadap institusi perpajakan. Pernyataan itu disampaikan dalam podcast Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertema “Kepatuhan Pajak: Takut Sanksi atau Sadar Kewajiban?”  yang dipandu oleh Agnez, dengan narasumber pendamping Asih Arianto, selaku Direktur Eksekutif IKPI, baru baru ini.

Podcast tersebut dikemas santai namun mendalam antara praktisi dan mantan pejabat pajak mengenai akar masalah kepatuhan di Indonesia yang sering kali masih bersifat formalitas.

Dalam sesi tersebut, Catur (sapaan akrab) menekankan bahwa efektivitas sistem perpajakan nasional tidak bisa hanya bertumpu pada ancaman sanksi atau kekuatan otoritas, tetapi harus ditopang oleh trust (kepercayaan) masyarakat terhadap pemerintah.

“Mau sekuat apa pun aturan dibuat, tanpa adanya kepercayaan, masyarakat tidak akan takut pada sanksi itu. Karena yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun kepercayaan terhadap institusi,” ujar Catur.

Menurutnya, banyak wajib pajak yang selama ini patuh hanya karena takut diperiksa atau dikenai denda. Padahal, kepatuhan sejati justru lahir dari kesadaran bahwa pajak adalah bentuk kontribusi bersama untuk membangun negara.

“Kepatuhan tidak cukup hanya sekadar melapor SPT. Datang memenuhi SP2DK pun sudah bagian dari kepatuhan. Tapi kalau masyarakat memahami tujuan pajak, mereka akan patuh tanpa harus ditekan,” jelasnya.

SP2DK Bukan Ancaman, tapi Kesempatan untuk Klarifikasi

Catur juga menyoroti persepsi keliru masyarakat terhadap surat SP2DK atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan Keterangan dari DJP, yang sering kali dianggap sebagai ancaman.

Padahal, menurutnya, SP2DK adalah sarana klarifikasi yang justru memberi ruang dialog antara wajib pajak dan fiskus.

“SP2DK itu bukan surat ancaman, tapi permintaan penjelasan. Kalau belum paham, wajib pajak bisa datang dan bertanya. Kalau belum siap, mereka berhak meminta waktu tambahan. DJP harus melayani, bukan menakuti,” tegas Catur.

Ia menambahkan, era digital membuat pengawasan pajak semakin terbuka melalui integrasi data ILAP (Institusi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain) serta sistem Coretax. Sistem ini memungkinkan data ekonomi mengalir otomatis ke DJP tanpa perlu pelaporan manual. Namun, kemajuan teknologi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan.

“Sekarang semua serba transparan, tidak ada lagi tempat bersembunyi. Tapi pelayanan juga harus seimbang edukatif, komunikatif, bukan intimidatif,” katanya.

Catur menjelaskan bahwa rendahnya tingkat kepatuhan sebagian masyarakat sering kali bukan karena enggan bayar pajak, melainkan karena rasa tidak percaya bahwa uang pajak benar-benar dikelola dengan baik.

“Banyak yang bilang, ‘Saya tidak masalah bayar pajak, tapi uangnya dipakai untuk apa?’ Nah, di situ letak tantangannya. Membangun kepercayaan itu tidak bisa hanya dari DJP, tapi dari seluruh pemerintah,” ungkapnya.

Ia menilai kepercayaan publik akan meningkat jika pemerintah konsisten menjaga transparansi penggunaan anggaran, memperbaiki pelayanan publik, dan menunjukkan hasil nyata dari penerimaan pajak.

Contohnya, infrastruktur yang baik, bantuan sosial yang tepat sasaran, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi bukti nyata manfaat pajak yang bisa dirasakan langsung.

“Jangan menuntut hasil langsung dari pembayaran pajak. Lihatlah di sekitar jalan yang lebih baik, fasilitas publik yang lebih rapi itu semua hasil kontribusi kita bersama,” ucapnya.

Pendidikan Pajak Jadi Kunci

Sebagai akademisi dan pembimbing mahasiswa setelah pensiun dari DJP, Catur menekankan pentingnya edukasi pajak sejak dini.

Ia berpendapat, literasi pajak harus menjadi bagian dari pembentukan karakter warga negara agar generasi muda memahami fungsi pajak bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga tanggung jawab moral.

“Kepatuhan lahir dari tahu, paham, lalu sadar. Karena kalau sudah sadar, orang akan patuh bahkan tanpa diawasi,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa dunia pendidikan dan profesi pajak harus berperan aktif dalam menanamkan nilai integritas dan kesadaran pajak.

Menurutnya, para mahasiswa dan calon konsultan pajak perlu memahami bahwa mereka bukan hanya pekerja pajak, tapi juga bagian dari sistem yang menjaga keberlanjutan fiskal negara.

Perjalanan Karier dan Refleksi

Dalam kesempatan itu, Catur juga bercerita tentang pengalamannya saat dipindah ke Direktorat Keberatan Pajak DJP sebuah posisi yang awalnya mengejutkan namun kemudian menjadi titik penting dalam kariernya.

“Awalnya saya kaget juga, tapi saya percaya pada takdir. Tidak ada pilihan selain menjalankan amanah dengan ikhlas. Yang penting kita bekerja sesuai etika dan menjaga integritas,” ucapnya.

Ia menilai, kejujuran dan ketulusan dalam bekerja adalah bagian dari kepatuhan moral yang sejalan dengan nilai-nilai pajak itu sendiri: gotong royong, kontribusi, dan tanggung jawab sosial.

Namun, ia mengingatkan bahwa membangun kepatuhan pajak adalah pekerjaan jangka panjang yang harus dilakukan bersama oleh pemerintah, aparat pajak, konsultan, akademisi, dan masyarakat.

“Kita harus beralih dari kepatuhan karena takut menjadi kepatuhan karena sadar. Karena ketika kepercayaan tumbuh, kepatuhan akan datang dengan sendirinya,” pungkasnya. (bl)

IKPI Ajak Generasi Muda Wujudkan Semangat Sumpah Pemuda Lewat Kontribusi Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam momentum Hari Sumpah Pemuda tahun ini, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam memperkuat kontribusi pajak untuk pembangunan nasional. Pesan itu mengemuka dalam podcast spesial bertema “Semangat Sumpah Pemuda dan Kontribusi Lewat Pajak” yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan Aahyu Setiawan, dari Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, baru- baru ini.

Dewi Sukowati membuka perbincangan dengan nada optimistis. Ia menyebut semangat Sumpah Pemuda tak hanya dimaknai sebagai peringatan sejarah, tetapi juga sebagai panggilan bagi generasi muda untuk memberi kontribusi nyata bagi negeri.

“Pajak itu bentuk modern dari semangat Sumpah Pemuda. Kalau dulu para pemuda bersatu memperjuangkan kemerdekaan, sekarang kita bersatu menjaga keberlanjutan bangsa melalui kepatuhan pajak,” ujarnya.

Dewi menegaskan bahwa pajak merupakan instrumen vital dalam pembiayaan negara. Karena itu, memahami pajak sejak dini menjadi bentuk partisipasi cerdas generasi muda terhadap pembangunan nasional. Menurutnya, edukasi pajak seharusnya tidak lagi dianggap rumit, melainkan perlu dibawa ke ruang-ruang diskusi populer seperti podcast, agar lebih mudah dicerna oleh masyarakat luas.

Dalam sesi perkenalan, Pasha dan Ryan dari Universitas Indonesia mengaku banyak teman sebayanya masih merasa pajak itu menakutkan.

“Kalau aku, satu kata: serem,” ungkap Pasha.

Ia menjelaskan, banyak masyarakat yang melihat pajak hanya dari sisi kewajiban membayar, tanpa memahami manfaat yang dihasilkan bagi kesejahteraan publik.

Sementara itu, Ryan menggambarkan kesan pertamanya tentang pajak dengan kata “bingung”. Menurutnya, masyarakat sering kali tidak tahu pajak apa saja yang mereka bayarkan setiap hari.

“Kita makan di restoran, beli barang, semua kena pajak. Tapi banyak yang nggak tahu bedanya pajak pusat dan pajak daerah,” tuturnya.

Bagi Ryan, tantangan mahasiswa fiskal justru terletak pada bagaimana menjelaskan konsep rumit itu dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum.

Dewi menilai fenomena itu sebagai peluang bagi kalangan muda untuk menjadi agen edukasi pajak. Ia berharap mahasiswa jurusan fiskal mampu berperan aktif di masyarakat dengan cara menjelaskan sistem perpajakan secara sederhana dan komunikatif.

“Kalau anak muda sudah paham dan bisa menjelaskan pajak dengan bahasa rakyat, itu langkah besar untuk menumbuhkan budaya pajak yang sehat,” katanya.

Di sisi lain, Dewi juga menyinggung soal persepsi negatif yang kerap melekat pada pajak. Menurutnya, hal itu hanya bisa diubah dengan memperbanyak literasi, transparansi, dan komunikasi dua arah antara otoritas pajak, konsultan, dan masyarakat.

“Kalau masyarakat merasa didengarkan dan dijelaskan dengan baik, kepatuhan pajak akan tumbuh dari kesadaran, bukan paksaan,” ujarnya.

Diskusi podcast kemudian menyoroti peran konsultan pajak dalam membangun jembatan komunikasi antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dewi menekankan, profesi konsultan pajak memiliki fungsi edukatif, bukan sekadar administratif.

“Kami tidak hanya membantu menghitung pajak, tapi juga menjelaskan aturan baru, menenangkan wajib pajak yang bingung, bahkan mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung sengketa,” jelasnya.

Dewi berpesan kepada generasi muda Indonesia.

“Sumpah Pemuda adalah semangat untuk bersatu, berkontribusi, dan mencintai negeri. Hari ini, cara termudah melanjutkan semangat itu adalah dengan menjadi warga negara yang sadar pajak. Dari pemuda, untuk Indonesia,” tutupnya. (bl)

Bangun Sinergi Pajak, IKPI Pengda DKJ Kunjungi KPP Badan dan Orang Asing

IKPI, Jakarta: Dalam rangka mempererat kemitraan antara konsultan pajak dan otoritas perpajakan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah DKI Jakarta (Pengda DKJ) melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Badan dan Orang Asing (Badora), Rabu  (29/10/2025).

Kunjungan yang berlangsung hingga sore hari itu diterima langsung oleh Kepala KPP Badora Natalius, didampingi para kepala seksi pengawasan dan para supervisor fungsional di ruang rapat lantai 2.

Ketua IKPI Pengda DKJ Tan Alim menyampaikan, suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh keakraban. “Pak Natalius menyambut kami dengan sangat terbuka dan humoris. Beliau menegaskan keinginannya untuk menjalin kemitraan yang positif dan produktif dengan rekan-rekan di IKPI,” ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Natalius juga mengimbau agar para konsultan pajak anggota IKPI memperkenalkan diri sebagai kuasa Wajib Pajak (WP) setiap kali berurusan di KPP Badora. Ia menegaskan keterbukaannya terhadap masukan dari para konsultan jika terdapat hal-hal yang dirasa kurang berkenan dalam pelayanan jajarannya.

“Pak Natalius berpesan agar seluruh jajaran di KPP Badora bertindak profesional dan menjaga integritas kantor,” tambah Tan Alim.

KPP Badora saat ini memiliki 132 pegawai dengan target penerimaan pajak sebesar Rp17,268 triliun pada tahun 2025. Sekitar 70 persen penerimaan ditopang dari sektor Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Adapun lebih dari 40.000 Wajib Pajak terdaftar di KPP tersebut, meliputi ekspatriat, pelaku PMSE, Bentuk Usaha Tetap (BUT), Kantor Perwakilan Dagang Asing (KPDA), kerja sama operasi (KSO), pelayaran asing, penerbangan asing, serta badan internasional.

Dalam kunjungan tersebut, IKPI Pengda DKJ diwakili oleh:

• Tan Alim (ketua)

• Hery Juwana

• Chamdun M.

• Esty Aryani

• Kosasih

Sedangkan dari pengurus cabang hadir:

• Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara)

• Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur)

• Santoso Aliwarga (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Wiwik Budiarti (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Yustinus Taruna (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Herry Purwanto (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Kegiatan ini menandai semangat kolaborasi antara IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperkuat profesionalisme dan sinergi dalam sistem perpajakan nasional. (bl)

en_US