Indonesia Resmi Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon

IKPI, Jakarta: Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) Senin (20/1/2025) resmi meluncurkan perdagangan karbon internasional untuk pertama kalinya dalam sejarah. Langkah ini bertujuan untuk menarik partisipasi global dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan karbon dunia.

Peluncuran ini didasarkan pada kerangka hukum yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022, yang mengatur mekanisme otorisasi perdagangan karbon ke pihak asing.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, menyatakan bahwa peluncuran ini merupakan tonggak penting dalam upaya Indonesia mengatasi perubahan iklim.
“Hari ini merupakan momen bersejarah bagi Indonesia. Inisiatif perdagangan karbon internasional ini menandai langkah besar dalam menunjukkan kesediaan kita untuk berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian target iklim global,” ujar Iman dalam acara peluncuran di Gedung Bursa Efek Indonesia.

Sebelumnya, perdagangan karbon di Indonesia hanya berlangsung di pasar domestik. Namun, partisipasi dalam pasar tersebut masih terbatas. Pada tahun 2024, jumlah peserta yang terdaftar mencapai 104, meningkat drastis dari 16 peserta saat pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023.
Capaian luar biasa lainnya adalah tercapainya volume perdagangan kumulatif sebesar 1 juta ton karbon.

Menurut Iman, keberhasilan ini didukung oleh kontribusi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI dan anak perusahaannya.
“Ketertarikan mereka dalam membeli unit karbon menyumbang sekitar 83% dari total volume perdagangan karbon,” tambahnya.

Peluncuran perdagangan karbon internasional ini diharapkan dapat mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca, sekaligus memberikan peluang ekonomi baru bagi pelaku usaha dan pemerintah. Dengan inisiatif ini, Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. (alf)

DJP Perkuat Validasi Faktur Pajak 07 melalui Integrasi dengan Bea Cukai dan LNSW

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperkuat sistem validasi dalam pembuatan Faktur Pajak (FP) Kode 07 melalui koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi data dan mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Dari laman Instagram DJP dijelaskan, Faktur Pajak Kode 07 digunakan dalam transaksi di Kawasan Berikat, Kawasan Bebas, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Untuk memastikan validitas dokumen yang diinput, DJP telah mengintegrasikan sistem Coretax dengan:

• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melalui CEISA 4.0

• Untuk Kawasan Berikat (Kode 02), wajib pajak harus menginput Nomor Pengajuan (AJU) dan tanggal AJU, sesuai dengan dokumen Pemberitahuan Pemasukan Asal Daerah Pabean ke Kawasan Berikat (BC 4.0) atau Surat Persetujuan Pengeluaran Barang.

• Wajib pajak dapat mengirimkan data nomor AJU dari CEISA 4.0 ke Coretax DJP dengan mengklik tombol “Kirim Faktur Pajak”. Setelah data diterima, tanggal faktur harus disesuaikan dengan tanggal penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).

• Lembaga Nasional Single Window (LNSW) melalui INSW

• Untuk Kawasan Bebas (Kode 18), dokumen yang harus diinput adalah Pemberitahuan Perolehan atau Pengeluaran Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (PPBJ).

• Untuk Kawasan Ekonomi Khusus (Kode 17), dokumen yang harus diinput adalah Pemberitahuan Jasa KEK (PJKEK).

• Data pembeli dan rincian transaksi otomatis diisi melalui interoperabilitas Coretax DJP dan INSW.

Melalui integrasi ini, DJP memastikan bahwa wajib pajak dapat menginput data dengan lebih cepat dan akurat, sehingga meminimalkan kesalahan dalam penerbitan faktur pajak.

Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak di berbagai kawasan ekonomi khusus di Indonesia.

DJP terus mengimbau para pelaku usaha untuk memahami tata cara penggunaan Faktur Pajak 07 agar dapat memanfaatkan sistem ini secara optimal. Bagi wajib pajak yang membutuhkan panduan lebih lanjut, DJP menyediakan layanan konsultasi melalui kanal resmi yang tersedia. (alf)

Hadiri Rakor IKPI, Kepala PPPK Sampaikan Perkembangan Perhatian Pemerintah Terhadap Konsultan Pajak

IKPI, Bogor: Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Erawati, hadir dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang berlangsung di Jambuluwuk Resort, Bogor, Jawa Barat, Minggu (19/1/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan beberapa poin penting terkait perkembangan dan perhatian pemerintah terhadap profesi konsultan pajak di Indonesia.

Dalam sambutannya dihadapan ratusan pengurus pusat, pengurus daerah, dan pengurus cabang IKPI se-Indonesia, Erawati menekankan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan pembentukan sebuah fungsional baru yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan profesi keuangan khususnya konsultan pajak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Salah satu poin penting yang disampaikan adalah terkait adanya unit Intelligent Data di Kemenkeu, yang nantinya fokus pada pengembangan profil risk management (manajemen risiko) untuk profesi keuangan khususnya konsultan pajak. Disarankan IKPI mengembangkan unit departemen ini juga. Menurutnya, ini akan menjadi perhatian khusus di masa depan, mengingat peran konsultan pajak yang semakin signifikan dalam dunia profesi keuangan dan era digital.

“Ke depan, PPPK ingin mensejajarkan konsultan pajak dengan profesi keuangan lainnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang salah satunya Profesi Konsultan Pajak. Pemerintah juga sedang membangun pemerataan (flying field) untuk profesi keuangan, yang bertujuan menciptakan ekosistem yang sehat bagi praktik profesi ini, khususnya konsultan pajak,” kata Erawati.

Ia juga menjelaskan bahwa meskipun konsultan pajak merupakan profesi yang relatif baru dalam ekosistem profesi keuangan, dengan jumlah anggota yang sangat besar, yakni lebih dari 7.000 konsultan pajak khususnya anggota IKPI, maka perhatian pemerintah terhadap profesi ini akan semakin meningkat. Pemerintah, melalui kebijakan dan regulasi yang ada, berkomitmen untuk memberikan dukungan agar profesi konsultan pajak dapat berkembang dengan baik dan seimbang dalam ekosistem keuangan yang sehat.

Dalam kesempatan tersebut, Erawati mengungkapkan bahwa penguatan dan pengembangan sektor keuangan, termasuk konsultan pajak, menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Salah satunya adalah untuk memastikan bahwa profesi konsultan pajak tidak hanya berkembang, tetapi juga dilaksanakan dalam kerangka yang sehat dan berkelanjutan.

Sementara itu, Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menyambut baik kehadiran Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu Erawati, dalam Rakor tersebut. Ia menilai pertemuan tersebut sebagai langkah positif yang memperlihatkan keterbukaan antara regulator dan profesi konsultan pajak.

“Ini hal yang positif bagi IKPI karena kami dapat mendengarkan langsung penjelasan dari Kepala PPPK mengenai kebijakan-kebijakan yang akan datang,” ujar Vaudy. Ia menambahkan bahwa dengan hadirnya Erawati, IKPI dapat memperoleh informasi terkait peraturan-peraturan yang akan diterapkan, yang tentunya berdampak langsung pada profesi konsultan pajak.

Salah satu pembahasan penting dalam rakor tersebut kata Vaudy, adalah mengenai Sistem Pengendalian Mutu (SPM), yang disebutkan oleh Erawati. Vaudy menekankan bahwa IKPI berharap dapat dilibatkan dalam proses perancangan peraturan terkait SPM, agar dapat mempersiapkan anggotanya dengan baik.

“Kami ingin diinformasikan lebih dahulu mengenai isi peraturan tersebut, supaya kami juga bisa mempersiapkan anggota dengan membuat draft atau panduan yang sesuai,” ungkap Vaudy.

Lebih lanjut, ia berharap agar peraturan-peraturan yang akan datang dapat dirancang dengan melibatkan IKPI sejak awal, khususnya terkait kebijakan-kebijakan yang berdampak pada konsultan pajak. Vaudy menekankan pentingnya prinsip equal playing field, yaitu agar perlakuan terhadap konsultan pajak dan profesi lainnya setara, tanpa ada diskriminasi, terutama dalam menangani wajib pajak yang memiliki kewajiban pajak yang sama, terlepas dari lokasi atau profesi yang menangani.

“Semua konsultan pajak, baik yang besar maupun kecil, harus diperlakukan secara adil. Karena kita semua menghandle wajib pajak, yang di mana pun berada, dengan aturan yang sama,” tegas Vaudy.

Dengan harapan agar regulasi tersebut segera diterbitkan, Vaudy menambahkan bahwa IKPI akan terus mendorong agar proses peraturan berjalan dengan cepat dan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan, termasuk dalam hal penyusunan RPMK (Rancangan Peraturan Menteri Keuangan). (bl)

Luhut Minta Masyarakat Beri Waktu 4 Bulan untuk Optimalkan Coretax

IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meminta masyarakat memberikan waktu tiga hingga empat bulan agar sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat berjalan optimal.
“Jangan cepat-cepat kritik. Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan,” ujar Luhut dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 di Jakarta, baru-baru ini.

Ia menegaskan bahwa kritik masyarakat tetap penting, tetapi harus dilakukan secara konstruktif. Sistem baru ini, menurutnya, tidak terhindar dari kekurangan pada awal implementasi.
“Dalam satu bulan pertama, pastilah ada yang kurang sana-sini. Tapi, jangan buru-buru kritik,” tambah Luhut.
Sinergi dengan Kemenkeu
Luhut juga mengungkapkan telah berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai pengembangan dan integrasi sistem Coretax. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan administrasi perpajakan dengan layanan digital pemerintah (government technology atau govtech).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Coretax merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, sistem ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak.
“Semua dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi, dan yang terpenting untuk membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan,” ungkap Sri Mulyani.

Luhut menekankan bahwa partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan sistem ini. Selain memberikan masukan, masyarakat diharapkan memahami cara kerja Coretax dan mendukung implementasinya.

Sementara itu, Sri Mulyani memastikan bahwa DJP terus bekerja keras agar Coretax dapat dioperasikan secara optimal meskipun menghadapi berbagai tantangan.

“Kami menjaga aspek interoperabilitas agar koordinasi dan kolaborasi sistem pemerintahan berjalan baik, termasuk integrasi dengan data di sistem Coretax,” jelasnya.

Coretax diharapkan menjadi solusi untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih modern dan terintegrasi, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan reformasi perpajakan Indonesia. (alf)

Pemerintah Tegaskan Tak Ada Bansos Khusus Terkait Kenaikan PPN 12 Persen

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan tidak akan memberikan bantuan sosial (bansos) khusus untuk merespons kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, yang menegaskan bahwa kebijakan ini telah melalui seleksi dan pertimbangan matang.

“PPN tidak ada kaitannya dengan bansos khusus. Karena memang dari 11 persen naik menjadi 12 persen itu betul-betul sudah diseleksi ya,” kata Muhaimin dalam keterangannya baru-baru ini.

Ia menjelaskan, kenaikan PPN tersebut hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Sementara kebutuhan dasar masyarakat, termasuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pariwisata, tidak terdampak oleh kenaikan ini.

“UMKM dan sektor wisata yang berkaitan dengan hajat orang banyak tidak kena pajak 12 persen. Yang dikenakan hanya sektor-sektor barang mewah, berbagai barang di luar kebutuhan dasar,” ujarnya.

Muhaimin juga menambahkan bahwa pemerintah tetap memberikan keringanan dan kemudahan bagi pelaku UMKM untuk menjalankan usahanya. Kebijakan kenaikan PPN ini, menurutnya, telah dirancang untuk tetap mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa membebani masyarakat kecil.

“Mana yang tidak boleh naik, mana yang naik, semuanya telah dipertimbangkan dengan matang agar ekonomi tetap tumbuh, melindungi, dan memfasilitasi. Uang tambahan dari kenaikan PPN ini akan digunakan untuk keperluan subsidi berbagai jenis kebutuhan,” jelasnya.

Rencana kenaikan PPN ini dijadwalkan mulai berlaku tahun depan. Pemerintah optimistis langkah ini dapat membantu meningkatkan pendapatan negara tanpa mengorbankan sektor yang berkaitan langsung dengan masyarakat luas. (alf)

 

IKPI Jakarta Barat Bahas Implementasi Sistem Cortex dalam Seminar Bersama DJP

IKPI, Jakarta: Sistem Cortex menjadi topik utama dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat, Rabu (15/1/2025). Ketua IKPI Jakarta Barat, Teo Takismen, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memahami lebih dalam implementasi sistem Cortex serta mengidentifikasi tantangan yang muncul di lapangan.

“Kita sangat beruntung karena bisa menghadirkan narasumber dari tim penyuluh DJP yang memang ahli di bidang ini. Fokus kita adalah bagaimana menjembatani kebutuhan klien dan wajib pajak dengan kebijakan baru ini,” ujar Teo.

Teo mengungkapkan bahwa sistem Cortex, meski memiliki potensi untuk memodernisasi administrasi pajak, menghadapi sejumlah tantangan, terutama pada tahap awal implementasi.

“Banyak anggota kami yang mengeluhkan kendala teknis, seperti kesulitan membuat faktur pajak atau mengakses fitur tertentu di sistem. Hal ini tentu memengaruhi kelancaran bisnis wajib pajak,” katanya.

Namun, ia menekankan pentingnya pendekatan positif dalam menghadapi perubahan ini. “Memang banyak komentar negatif, tapi kita harus melihat ini sebagai langkah maju. Sistem ini masih dalam masa transisi, dan saya yakin perbaikan terus dilakukan,” tambah Teo.

Seminar ini dihadiri oleh sekitar 130 peserta, termasuk anggota IKPI Jakarta Barat dan perwakilan dari DJP. Teo menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi momen penting untuk saling berbagi pengalaman dan pemahaman.

“Kami ingin seminar ini menjadi ajang pembelajaran, bukan sekadar untuk menyampaikan keluhan. Dengan memahami kelemahan sistem Cortex, kita bisa mencari solusi bersama dan membantu klien menjalankan kewajiban pajaknya dengan lebih baik,” ujar Teo.

Selain itu, Teo mengapresiasi langkah DJP yang terus memperbaiki sistem berdasarkan masukan dari para pengguna. Ia juga mengimbau pemerintah untuk memberikan kelonggaran selama masa transisi agar wajib pajak dan konsultan pajak dapat menyesuaikan diri.

“Selama masa transisi, kami berharap tidak ada sanksi yang diberikan terkait keterlambatan pelaporan akibat kendala teknis. Saya yakin DJP memahami situasi ini dan terus berupaya meningkatkan layanan mereka,” ujarnya.

Harapan IKPI Jakarta Barat

Di akhir kegiatan, Teo menyampaikan harapannya agar anggota IKPI semakin solid dan profesional dalam menghadapi perubahan besar seperti implementasi Cortex.

“Kita harus siap menjadi mitra strategis bagi DJP dan wajib pajak. Dengan kolaborasi yang baik, saya yakin tantangan ini bisa kita lewati bersama,” ujarnya.

Menurutnya, seminar ini juga menjadi bukti komitmen IKPI Jakarta Barat untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi perkembangan kebijakan pajak di Indonesia. (bl)

Konsultan Pajak hingga Anggota Keluarga Bisa Jadi Kuasa dengan Kompetensi Tertentu

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan mengenai hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak. Dalam keterangannya, kini Wajib Pajak dapat menunjuk pihak lain sebagai kuasa untuk membantu menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Siapa yang Dapat Menjadi Kuasa?

1. Konsultan Pajak

2. Pihak Lain dengan kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan.

3. Keluarga, termasuk istri, suami, anak kandung, anak tiri, dan cucu.

Adapun kuasa wajib memiliki kompetensi tertentu seperti jenjang pendidikan, sertifikat, atau pembinaan dari asosiasi atau Kementerian Keuangan, kecuali jika kuasa adalah anggota keluarga.

Selain itu, kuasa harus memiliki surat kuasa khusus dari pihak yang menunjuknya.

Hak Kuasa Wajib Pajak:

1. Mendapatkan layanan perpajakan tertentu sesuai surat kuasa.

2. Menandatangani Surat Pemberitahuan (SPT).

3. Memperoleh layanan konsultasi dan informasi terbaru terkait perpajakan.

Kewajiban Kuasa Wajib Pajak:

1. Mematuhi ketentuan perpajakan.

2. Menyerahkan surat kuasa khusus kepada pegawai DJP.

Namun, kuasa tidak dapat menjalankan tugas jika terbukti menghalangi pelaksanaan peraturan perpajakan atau tersangkut tindak pidana.

Adapun dasar hukum hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak sudah diatur dalam:

1. Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

2. Pasal 51 dan 52 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022.

Wajib Pajak juga dapat mengakses informasi resmi DJP melalui, portal DJP di www.pajak.go.id atau Kring Pajak di 1500200 dan email informasi@pajak.go.id. (alf)

Indonesia Resmi Terapkan Pajak Minimum Global untuk Cegah Penghindaran Pajak

IKPI, Jakarta: Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT) sebagai bagian dari kesepakatan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GLoBE) yang dirancang oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD. Langkah ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 dan mulai berlaku pada tahun pajak 2025.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan upaya untuk mencegah praktik penghindaran pajak melalui tax haven sekaligus menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil. “Kesepakatan ini sangat positif dalam meningkatkan keadilan sistem perpajakan global,” ujar Febrio melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (17/1/2025)

GMT akan berlaku bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro. Wajib pajak ini akan dikenakan tarif pajak minimum global sebesar 15 persen.

Jika tarif pajak efektif yang dikenakan di negara tertentu kurang dari 15 persen, perusahaan tersebut diwajibkan membayar pajak tambahan (top up) paling lambat akhir tahun pajak berikutnya. Sebagai contoh, untuk tahun pajak 2025, pembayaran top up harus diselesaikan paling lambat 31 Desember 2026.

Pemerintah memberikan waktu 15 bulan setelah tahun pajak berakhir untuk pelaporan GMT. Namun, khusus untuk tahun pertama penerapan, diberikan kelonggaran hingga 18 bulan. Artinya, untuk tahun pajak 2025, pelaporan pertama wajib disampaikan paling lambat 30 Juni 2027.

Ketentuan teknis mengenai formulir, tata cara pengisian, pembayaran, dan pelaporan surat pemberitahuan tahunan akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dukungan untuk Iklim Investasi

Febrio memastikan bahwa penerapan GMT tidak akan mengurangi daya saing investasi di Indonesia. Pemerintah akan memberikan insentif khusus, terutama bagi sektor-sektor yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, menambahkan bahwa insentif alternatif dalam bentuk nonfiskal sedang dirancang untuk mengimbangi dampak penerapan GMT.

Saat ini, Indonesia bergabung dengan lebih dari 40 negara yang telah mengadopsi kebijakan ini, di mana mayoritas negara mulai menerapkannya pada tahun 2025. Langkah ini menjadi salah satu upaya Indonesia untuk beradaptasi dengan tren perpajakan global sekaligus mendukung integrasi ekonomi internasional yang lebih transparan. (alf)

Pengamat Nilai Kebijakan Tax Amnesty dan Family Office Tak Berkeadilan

IKPI, Jakarta: Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, menyatakan bahwa kebijakan seperti Tax Amnesty dan Family Office sangat tidak berkeadilan. Alasannya, BPS baru saja mengumumkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi masyarakat meningkat.

Menurutnya, khususnya pajak penghasilan (PPh), seharusnya berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan—mengambil dari kelompok kaya untuk mendukung kelompok bawah. Namun, ia menilai bahwa dua kebijakan tersebut justru lebih menguntungkan kelompok superkaya.

“Family Office bisa menjadi alat bagi mereka untuk mengurangi beban pajaknya, sedangkan Tax Amnesty Jilid III menguntungkan wajib pajak yang tidak patuh,” kata Fajri di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Fajry juga menyoroti potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama Otoritas Pajak. Ia khawatir bahwa hal ini dapat merugikan Presiden Prabowo Subianto dalam merealisasikan janji-janji politiknya, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia menekankan bahwa kebijakan ini berisiko mengurangi penerimaan pajak dalam jangka panjang.

“Tax Amnesty Jilid III akan membuat wajib pajak semakin tidak patuh dalam jangka menengah-panjang. Sedangkan Family Office dapat berdampak pada penerimaan PPh Pasal 21, mengingat kontribusi tarif tertinggi mencapai 12,6% dari total penerimaan pajak,” kata Fajry.

Dalam pernyataannya, Fajry mengimbau Presiden Prabowo untuk mempertimbangkan kembali rencana penerapan kebijakan tersebut.

“Saya berharap Pak Prabowo menolak dua rencana tersebut demi keadilan sosial dan keberlanjutan penerimaan negara,” katanya. (alf)

Penerapan Aplikasi Coretax Resmi Dimulai, IKPI Soroti Kendala dan Berikan Masukan kepada DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta, menyampaikan pandangannya terkait penerapan aplikasi Coretax yang resmi berjalan sejak 1 Januari 2025. Langkah ini dianggap sebagai upaya pamungkas pemerintah dalam menciptakan sistem administrasi perpajakan yang modern, akurat, sistematis, dan terintegrasi, dengan mengacu pada single identification number.

Menurut Pino, Coretax memungkinkan administrasi perpajakan dilakukan secara real-time melalui sistem online yang terhubung langsung dengan server Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tanpa batasan waktu dan tempat.

Sekadar informasi, hingga kini data milik DJP sudah terhubung dengan 106 perbankan; 9 entitas lain di kementerian keuangan; 190 kementerian dan lembaga (K/L); 38 pemerintah provinsi; 98 pemerintah kota; 416 pemerintah kabupaten; serta 20 entitas lain, seperti badan usaha milik negara nonperbankan, perusahaan fintech, dan marketplace. Hal ini diharapkan mampu menyederhanakan proses administrasi perpajakan.

Lebih lanjut Pino mengatakan, meskipun sudah berjalan selama 16 hari, berbagai kendala teknis masih ditemui dalam penerapan sistem ini. “Beberapa masalah seperti server DJP yang error, menu yang belum dapat diakses, hingga data yang belum sinkron dengan data AHU Kemenkumham menjadi sumber kekhawatiran wajib pajak dan konsultan pajak. Walau DJP telah berupaya keras mengatasi masalah ini, situasi ini tetap menambah tekanan bagi kedua belah pihak,” ujar Pino di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Untuk mengurangi dampak tersebut, DJP telah mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak No. 1 Tahun 2025, yang memberikan masa transisi tiga bulan (1 Januari – 31 Maret 2025) terkait pembuatan faktur pajak, khususnya untuk barang non-mewah. Dalam masa ini, wajib pajak dapat memilih dasar pengenaan pajak (DPP) yang digunakan, baik dengan tarif lama 11% maupun tarif baru 12%.

Namun, Pino mengusulkan langkah tambahan berupa penerapan masa kahar (force majeure) selama aplikasi Coretax belum sepenuhnya berfungsi dengan optimal. “Masa kahar ini diperlukan agar DJP membebaskan sanksi perpajakan akibat keterlambatan yang disebabkan oleh kendala aplikasi Coretax. Hal ini akan memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak yang sudah berusaha menjalankan kewajibannya,” jelasnya.

IKPI melalui departemen terkait telah mengumpulkan masukan dari anggotanya terkait implementasi Coretax. Hingga 13 Januari 2025, tercatat 34 permasalahan yang dihadapi wajib pajak dan konsultan pajak. Laporan tersebut telah disampaikan kepada DJP pada 14 Januari 2025 untuk ditindaklanjuti.

Pino menegaskan bahwa IKPI sebagai mitra strategis pemerintah akan terus mengawasi dan memberikan masukan demi kemajuan sistem perpajakan nasional. “Kami akan terus menyampaikan kendala yang dihadapi wajib pajak agar Coretax bisa menjadi sistem yang lebih baik dan mendukung penerimaan pajak dengan tetap menjunjung asas keadilan, kepastian hukum, dan kemudahan administrasi,” ujarnya.

Langkah penerapan Coretax ini diharapkan dapat menjadi pondasi bagi modernisasi perpajakan Indonesia meskipun tantangan di awal implementasi tidak dapat dihindari. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan diimbau untuk terus bersinergi demi tercapainya sistem perpajakan yang lebih baik dan berkelanjutan. (bl)

en_US