Ini Rumus Hitung Angsuran PPh Pasal 25 di PMK 81/2024

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menyempurnakan mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Ketentuan terbaru ini membawa angin segar sekaligus tantangan baru bagi berbagai jenis Wajib Pajak.

Salah satu sorotan utama terletak pada Pasal 226, yang menegaskan bahwa angsuran PPh Pasal 25 akan dihitung berdasarkan PPh terutang tahun sebelumnya, dikurangi sejumlah kredit pajak seperti PPh Pasal 21, 22, 23, dan kredit pajak luar negeri, lalu dibagi 12 bulan.

Namun, skema ini tidak berlaku bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak yang tercatat di bursa, serta pelaku usaha orang pribadi tertentu. Artinya, kelompok ini wajib menggunakan perhitungan khusus yang telah ditentukan.

Lebih lanjut, Pasal 227 memberikan pengaturan khusus bagi Wajib Pajak bank. Dasar penghitungan angsuran untuk sektor perbankan didasarkan pada laporan keuangan yang disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk laporan laba rugi dan posisi keuangan. Penghasilan neto yang dijadikan dasar juga dikecualikan dari penghasilan luar negeri dan yang dikenai pajak final.

Menariknya, bagi bank yang memiliki kerugian fiskal yang dapat dikompensasi, kerugian tersebut wajib dikurangkan dari penghasilan neto sebelum menghitung angsuran PPh Pasal 25.

Dampak terhadap pelaku usaha cukup signifikan

Dengan metode yang lebih presisi dan berbasis laporan keuangan terkini, sistem ini dinilai lebih mencerminkan kondisi riil usaha, namun di sisi lain menuntut kepatuhan dan akurasi tinggi dalam pelaporan keuangan.

Dengan diberlakukannya PMK ini, Ditjen Pajak berharap dapat meningkatkan efektivitas pengumpulan PPh dan mengurangi potensi kekeliruan perhitungan angsuran tahunan. Wajib Pajak pun diimbau untuk menyesuaikan sistem dan strategi pelaporan pajaknya mulai sekarang. (alf)

 

 

Ubah Alamat Email di Sistem Pajak Kini Semudah 3 Langkah, Ini Caranya!

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempermudah Wajib Pajak yang ingin mengganti alamat e-mail terdaftar. Kini, perubahan dapat dilakukan langsung melalui sistem Coretax hanya dalam tiga langkah sederhana.

Tiga Langkah Praktis Ubah Email di Coretax

Tak perlu repot datang ke kantor pajak, berikut ini panduan singkat untuk mengubah alamat e-mail secara daring:

1. Masuk ke sistem Coretax;

2. Akses menu “Portal Saya”, lalu pilih “Informasi Umum”, klik “Edit”, kemudian masuk ke “Detail Kontak”;

3. Masukkan alamat e-mail baru, pastikan datanya benar, lalu klik “Simpan”. Jangan lupa centang pernyataan dan klik submit.

Ajukan Langsung ke Kantor Pajak

Jika lebih nyaman secara luring, Wajib Pajak juga bisa mengajukan perubahan e-mail melalui KPP atau KP2KP. Langkah-langkahnya:

Isi formulir perubahan data yang tersedia di kantor pajak atau unduh dari pajak.go.id;

Kirim formulir lewat pos, jasa ekspedisi, atau kurir;

Bisa juga melalui layanan Kring Pajak (1500200) atau live chat di situs resmi DJP.

Tak Hanya Email, Data Ini Juga Bisa Diubah

Selain alamat e-mail, DJP juga membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan perubahan data lainnya seperti:

Identitas Wajib Pajak tanpa perubahan bentuk badan hukum;

Alamat tempat kedudukan atau usaha selama masih dalam wilayah kerja KPP yang sama;

Jenis kegiatan usaha;

Struktur permodalan atau kepemilikan (untuk badan hukum);

Koreksi kesalahan tulis pada data administrasi DJP;

Perbedaan data antara dokumen resmi dan database DJP terkait bentuk badan usaha.

Dengan kemudahan ini, diharapkan Wajib Pajak semakin aktif memperbarui data demi tertib administrasi perpajakan. (alf)

 

 

.

 

 

Dirjen Pajak Klaim Permintaan Kode Otorisasi dan OTP di Coretax Kini Lebih Cepat

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengungkapkan perkembangan signifikan dalam penanganan berbagai insiden teknis pada sistem digital Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, baru-baru ini. Salah satu isu yang berhasil ditangani secara tuntas adalah keterlambatan pengiriman One Time Password (OTP) dan error pada permintaan Kode Otorisasi DJP.

Dalam paparannya, Suryo menyampaikan bahwa hingga 10 Februari 2025, DJP mencatat sekitar 1.041 kasus terkait error permintaan Kode Otorisasi. Permasalahan ini disebabkan oleh bug pada modul pemrosesan sistem tanda tangan elektronik. Namun, berkat perbaikan teknis oleh vendor, jumlah kasus serupa yang tercatat pada 1-6 Mei 2025 menurun drastis menjadi hanya 3 kasus.

“Seluruh perbaikan telah diselesaikan. Saat ini, pengiriman OTP sudah sesuai standar, yakni di bawah lima menit,” ujar Suryo.

Sebelumnya, keterlambatan OTP sempat terjadi akibat lonjakan trafik dari provider layanan SMS dan email. DJP pun telah melakukan koordinasi intensif dengan para penyedia layanan untuk mengatasi hal ini.

Selain itu, permasalahan dalam penunjukan penanggung jawab (PIC) akun WP Badan dan fitur impersonate juga mengalami perbaikan drastis. Dari total 3.281 kasus yang tercatat hingga Februari, hanya tersisa 41 kasus yang dilaporkan selama awal Mei. DJP pun mendorong edukasi dan pemutakhiran data WP Badan agar sejalan dengan data Ditjen AHU.

Isu lain yang tak luput dari perhatian adalah latensi tinggi dalam penerbitan faktur pajak akibat error saat upload dan proses tanda tangan elektronik. “Latensi sistem sebelumnya mencapai 9,8 detik. Kini, setelah perbaikan, hanya 0,3 detik,” terang Suryo.

Perbaikan-perbaikan ini, menurut Suryo, merupakan bagian dari komitmen DJP dalam reformasi perpajakan yang berkelanjutan dan peningkatan pelayanan berbasis digital. (bl)

 

 

 

 

Tak Lagi Harus Direktur, Coretax Buka Jalan Baru Kelola Pajak Lewat Fitur PIC

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan modernisasi sistem administrasi perpajakan melalui platform digital Coretax. Sejak resmi diluncurkan awal tahun ini, sistem tersebut membawa sederet pembaruan besar, salah satunya adalah fitur Person In Charge (PIC) yang menjadi terobosan penting dalam pengelolaan kewajiban pajak Wajib Pajak Badan.

Sebelum adanya Coretax, hampir seluruh proses pelaporan dan administrasi perpajakan badan usaha terpusat pada direktur. Mulai dari pelaporan SPT, pembuatan bukti potong melalui E-Bupot, hingga penyusunan kode billing, semuanya harus dilakukan menggunakan akun pribadi direktur. Hal ini kerap menjadi tantangan, terutama di perusahaan dengan struktur operasional yang kompleks.

Kini, melalui fitur PIC, direktur perusahaan bisa menunjuk perwakilan dari Wajib Pajak Orang Pribadi baik karyawan internal maupun pihak eksternal yang dipercaya untuk membantu mengelola pelaporan pajak badan. PIC yang ditunjuk akan memiliki akun Coretax tersendiri, lengkap dengan username dan password unik, sehingga akses data menjadi lebih aman dan aktivitas pelaporan dapat dilakukan lebih efisien.

Proses Penunjukan PIC Harus Resmi dan Terverifikasi

Penunjukan PIC tidak bisa dilakukan sembarangan. Hanya direktur dari Wajib Pajak Badan yang berwenang mengajukan permohonan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat badan terdaftar. Setelah proses verifikasi identitas selesai, PIC dapat membuat akun Coretax melalui tahapan registrasi digital yang mencakup pengisian data pribadi, nomor telepon, email, serta verifikasi wajah. Sistem kemudian mengirimkan notifikasi untuk pembuatan kata sandi dan aktivasi akun.

Setelah login, PIC dapat memeriksa apakah nama badan usaha yang diwakilinya telah muncul di profil akunnya. Jika sudah, maka ia resmi menjadi perwakilan dalam administrasi pajak badan tersebut.

Peran PIC: Efisien, Tapi Tetap Terbatas

Meski PIC diberikan akses untuk melakukan berbagai fungsi pelaporan seperti pengisian dan penyampaian SPT, pembuatan dokumen pemotongan, hingga penyusunan tagihan namun wewenangnya tetap dibatasi. Penandatanganan SPT dan penerbitan faktur pajak, misalnya, hanya bisa dilakukan oleh direktur sebagai penanggung jawab utama.

Namun demikian, kehadiran PIC telah membawa perubahan nyata. Direktur kini tak harus menangani semua proses administratif secara langsung. Adanya lapisan pengecekan ganda oleh PIC dan direktur juga memperkuat kontrol internal dan menekan risiko kesalahan input data.

Dengan fitur ini, Coretax tak hanya sekadar mempermudah, tetapi juga menumbuhkan praktik tata kelola perpajakan yang lebih tertib dan kolaboratif. Sebuah langkah strategis yang mencerminkan semangat reformasi digital DJP menuju sistem perpajakan yang makin modern dan akuntabel. (alf)

 

Fitur Deposit Pajak di Coretax Jadikan Laporan SPT Lebih Cepat dan Praktis

IKPI, Jakarta: Dalam rangka menyederhanakan administrasi perpajakan dan mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menghadirkan inovasi melalui sistem Coretax. Salah satu fitur terbaru yang kini bisa dimanfaatkan adalah Deposit Pajak, sebuah mekanisme prabayar yang memungkinkan Wajib Pajak menyetor dana terlebih dahulu untuk keperluan pembayaran pajak di kemudian hari.

Fitur ini menawarkan fleksibilitas dalam pengelolaan arus kas serta mengurangi risiko keterlambatan pelaporan pajak akibat kendala teknis, seperti belum tersedianya kode billing saat akan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa atau Tahunan.

Cara Kerja Deposit Pajak di Coretax

Untuk menggunakan fitur ini, Wajib Pajak harus terlebih dahulu membuat billing dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411168 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 100, dua kode baru yang khusus digunakan untuk pengisian saldo deposit. Masa pajak akan otomatis terisi sebagai Januari hingga Desember 2025, yang berarti saldo bisa dimanfaatkan kapan saja sepanjang tahun berjalan.

Pembuatan billing dilakukan melalui akun Coretax DJP, tepatnya di menu Pembayaran > Layanan Mandiri Kode Billing. Namun, penting untuk diingat bahwa masa berlaku billing hanya satu minggu. Jika tidak segera disetorkan, billing tersebut akan hangus dan harus dibuat ulang.

Setelah billing tersedia, pembayaran dapat dilakukan melalui kantor pos, bank, atau kanal digital seperti internet dan mobile banking. Bukti setor yang tervalidasi oleh Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) akan langsung terintegrasi ke akun Coretax dan tercatat sebagai saldo deposit.

Wajib Pajak dapat memantau saldo ini di menu Buku Besar, khususnya pada bagian “Kredit Pajak Tersisa”. Nilai yang tercantum menunjukkan dana siap pakai untuk pembayaran pajak berikutnya.

Sebelumnya, pelaporan SPT umumnya diawali dengan perhitungan kekurangan bayar, yang kemudian diikuti dengan pembuatan billing. Dengan adanya fitur ini, proses bisa dibalik dana disiapkan lebih dulu, lalu digunakan saat laporan pajak disampaikan. Alhasil, proses menjadi lebih cepat, ringkas, dan minim risiko keterlambatan. (alf)

 

 

Usulan Objek PNBP Baru: DPR Soroti Kasino sebagai Sumber Pendapatan Negara

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah didesak untuk lebih kreatif dalam menggali sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan di Komisi XI DPR, Kamis (8/5/2025), muncul usulan mengejutkan: legalisasi kasino sebagai objek PNBP baru. Gagasan ini disampaikan oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita.

Galih menyoroti langkah progresif yang diambil oleh Uni Emirat Arab (UEA), negara dengan latar belakang konservatif serupa, yang kini mulai mengadopsi pendekatan out of the box untuk memperkuat penerimaan negaranya.

“Mohon maaf, saya bukannya mengajak ke arah yang tidak-tidak. Tapi UEA saja yang negara Arab sudah mulai buka kasino. Mereka sadar betul bahwa pendapatan dari sumber daya alam sangat fluktuatif,” ujar Galih dalam forum tersebut.

UEA diketahui telah menggeser fokus ekonominya dari ketergantungan pada minyak dan gas bumi menuju sektor jasa, termasuk pariwisata dan hiburan, demi memperkuat basis fiskal jangka panjang. Galih menilai Indonesia memiliki kesamaan tantangan, yakni ketergantungan tinggi pada SDA dalam struktur PNBP. “Kita harus cari sumber yang lebih stabil dan sustain,” tambahnya.

Tidak hanya UEA, Thailand juga tengah bersiap mengikuti jejak negara-negara yang telah mengadopsi model serupa. Parlemen Thailand bahkan telah membentuk komite khusus untuk mengkaji legalisasi kasino sebagai bagian dari kompleks hiburan terintegrasi. Mereka akan menerapkan sistem kontrol ketat seperti di Singapura, dengan retribusi masuk dan pembatasan bagi warga lokal.

Langkah Thailand tersebut diyakini akan menempatkan negara itu dalam peta persaingan ekonomi pariwisata Asia Tenggara, menyusul Singapura dan Filipina yang lebih dahulu membuka industri serupa. Saat ini, Indonesia dan Brunei masih menjadi dua negara di kawasan yang secara tegas melarang segala bentuk perjudian.

Meski usulan ini masih menuai kontroversi, sinyal keberanian untuk mengkaji opsi-opsi baru demi memperluas basis PNBP menunjukkan adanya desakan politik agar pemerintah tidak lagi bersandar pada sektor konvensional. Apalagi, kebutuhan fiskal nasional terus meningkat, seiring kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin kompleks. (alf)

 

 

Pengawasan Barang Ilegal di Medsos Kian Sulit, Dirjen Bea Cukai: Modusnya Terus Berkembang!

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, mengungkapkan tantangan besar dalam menindak maraknya peredaran barang ilegal yang kini merambah ke platform non-komersial seperti YouTube dan media sosial X (dulu Twitter). Berbeda dengan e-commerce resmi seperti Shopee atau Tokopedia, media sosial tidak dirancang untuk jual-beli, sehingga menyulitkan aparat untuk melakukan pengawasan dan penindakan.

“Variatifnya platform ini jadi tantangan tersendiri. Jualannya bisa lewat YouTube, bisa dari Twitter. Akses untuk mendeteksi jauh lebih sulit dibandingkan platform resmi,” ujar Askolani dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, baru-baru ini.

Askolani mencontohkan bagaimana barang ilegal, seperti rokok atau barang impor tak berizin, dapat dipasarkan secara tertutup melalui pesan pribadi (DM) di media sosial. Model transaksi yang bersifat privat ini tak mudah dilacak, apalagi jika pelaku menyamarkan aktivitasnya dengan konten biasa.

Selama ini, pengawasan DJBC terhadap perdagangan ilegal memang telah menyasar jalur fisik dan daring. Namun, penindakan secara online masih berfokus pada e-commerce resmi. “Kita memang banyak temukan barang ilegal di e-commerce. Itu yang selama ini terus kita tindak,” kata Askolani.

Sepanjang tahun 2024, DJBC mencatat 44.474 penindakan dengan nilai barang mencapai Rp 6,54 triliun. Sementara dalam tiga bulan pertama tahun 2025, sudah ada 9.264 kasus penindakan, dengan nilai total Rp 3,59 triliun.

Rokok ilegal menjadi komoditas paling dominan dalam setiap penindakan. Bahkan di 2024, DJBC menyita sekitar 800 juta hingga 900 juta batang rokok ilegal. “Banyak yang kami temukan di barang kiriman. Sekarang modusnya bukan pakai truk lagi, tapi dititipkan di ekspedisi. Itu yang volume-nya naik,” jelasnya.

Menyadari perubahan pola distribusi pelaku, DJBC terus memperkuat pengawasan di berbagai titik krusial, termasuk pelabuhan, bandara, dan perbatasan negara. Namun, Askolani menegaskan bahwa kerja sama lintas lembaga, termasuk dengan pengelola platform digital, sangat diperlukan untuk menutup celah peredaran barang ilegal yang kian licin. (alf)

 

 

Ekonomi Tumbuh 4,87% di Tengah Ketidakpastian Global, Pajak Jadi Pilar Ketahanan Fiskal

IKPI, Jakarta: Meski dunia tengah menghadapi tekanan eksternal yang kian kompleks dari fragmentasi geoekonomi hingga kebijakan proteksionisme yang meluas Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang solid sebesar 4,87% (yoy) pada Triwulan I-2025. Capaian ini bahkan melampaui pertumbuhan beberapa negara di kawasan ASEAN dan negara-negara maju anggota G20.

Motor penggerak utama pertumbuhan berasal dari Konsumsi Rumah Tangga dan Ekspor, yang masing-masing berkontribusi sebesar 2,61% dan 0,83%. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,89% (yoy), didorong oleh pergeseran momentum Ramadan dan Idulfitri, sementara ekspor tumbuh 6,78% berkat naiknya nilai ekspor nonmigas dan meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara.

Di sisi sektoral, pertanian mencatatkan pertumbuhan dua digit sebesar 10,52%, didorong oleh normalisasi masa panen. Industri pengolahan juga menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan 4,55% dan kontribusi terhadap PDB sebesar 19,25%. Sektor perdagangan tumbuh 5,03%, menjadikannya tiga besar kontributor pertumbuhan bersama pertanian dan industri.

Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menyampaikan bahwa hampir seluruh lapangan usaha menunjukkan pertumbuhan positif. “Lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap ekonomi, yakni Industri Pengolahan, Perdagangan, Pertanian, dan Konstruksi, menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan,” ujar Haryo.

Pertumbuhan ekonomi juga tercermin dalam pasar tenaga kerja. Sebanyak 3,59 juta tenaga kerja terserap hingga Februari 2025, dengan kontribusi terbesar dari sektor perdagangan (996,8 ribu) dan industri pengolahan (720 ribu).

Menanggapi penurunan cadangan devisa sebesar USD4,6 miliar menjadi USD152,5 miliar per April 2025, Haryo menegaskan bahwa posisi ini masih aman karena setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor jauh di atas threshold internasional tiga bulan impor.

Dalam konteks ini, peran pajak menjadi sangat krusial. Penerimaan perpajakan menjadi fondasi fiskal yang menopang berbagai kebijakan dan program pemulihan ekonomi dari pemberian insentif usaha, pembangunan infrastruktur, hingga perluasan jaminan sosial.

Melalui transformasi sistem perpajakan dan penguatan kepatuhan sukarela, Pemerintah terus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dikelola secara berkelanjutan dan inklusif. (alf)

 

 

Pemutihan Pajak Kendaraan di Banten 2025 Dibuka hingga 30 Juni, Warga Diimbau Segera Manfaatkan!

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi masyarakat Banten yang selama ini menunggak pajak kendaraan! Pemerintah Provinsi Banten masih membuka program pemutihan pajak kendaraan bermotor tahun 2025. Program ini menjadi kesempatan langka bagi para pemilik kendaraan untuk mendapatkan berbagai keringanan, mulai dari pembebasan denda hingga gratis biaya balik nama (BBNKB).

Program yang telah berjalan sejak 10 April 2025 ini dijadwalkan akan berakhir pada 30 Juni 2025. Dengan sisa waktu sekitar satu bulan setengah, warga diimbau tidak menunda-nunda lagi untuk mengurus kewajiban pajaknya.

Direktur Lalu Lintas Polda Banten, Kombes Pol Leganek Mawardi, menyatakan bahwa program ini merupakan bagian dari relaksasi pajak yang diberikan untuk meringankan beban masyarakat serta memperbarui data kendaraan di wilayah Banten.

“Bahkan bagi warga yang tidak memiliki KTP pemilik lama, tetap bisa melakukan balik nama kendaraan. Cukup membawa KTP atas nama pemilik baru, BPKB, dan STNK asli. Kendaraan juga wajib dibawa untuk pemeriksaan fisik,” kata Kombes Leganek.

Syarat dan Dokumen yang Perlu Disiapkan

Bagi masyarakat yang ingin mengikuti program ini, berikut syarat dan dokumen yang perlu disiapkan sesuai jenis layanan:

1. Perpanjangan STNK Tahunan dan 5 Tahunan:

• STNK asli dan fotokopi

• BPKB asli dan fotokopi

• KTP asli dan fotokopi sesuai nama di STNK

• Surat kuasa bermaterai jika diwakilkan

• Kendaraan wajib dibawa (untuk perpanjangan 5 tahunan)

2. Balik Nama Kendaraan:

• KTP asli pemilik baru

• STNK dan BPKB asli

• Kendaraan harus dibawa untuk pengecekan fisik

Pelayanan pemutihan ini bisa dilakukan di seluruh Samsat Induk sesuai domisili pemilik kendaraan.

Program pemutihan ini menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk menyelesaikan kewajiban pajaknya tanpa terbebani denda, sekaligus memastikan data kendaraan tercatat dengan benar di kepolisian dan Dispenda. (alf)

 

 

Dirjen Pajak Ungkap Jurus Pemerintah Capai Target Penerimaan Pajak 2025 di Hadapan DPR

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan strategi pemerintah untuk mencapai target ambisius penerimaan pajak tahun 2025 dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI baru-baru ini. Dalam paparannya, Suryo menegaskan bahwa berbagai langkah strategis telah disiapkan untuk memperkuat sistem perpajakan nasional sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi.

“Upaya pencapaian target penerimaan pajak tahun depan tidak hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga transformasi kelembagaan dan tata kelola perpajakan secara menyeluruh,” ujar Suryo di hadapan para anggota dewan.

Setidaknya ada lima strategi utama yang akan dijalankan Direktorat Jenderal Pajak:

1. Memperluas Basis Pajak

Pemerintah akan mengintensifkan penggalian potensi perpajakan yang belum tergarap serta melakukan ekstensifikasi wajib pajak baru guna memperluas basis penerimaan.

2. Peningkatan Kepatuhan Lewat Teknologi dan Penegakan Hukum

Pemanfaatan teknologi informasi akan ditingkatkan untuk memperkuat sistem administrasi perpajakan. Selain itu, sinergi antarlembaga melalui program bersama dan penegakan hukum menjadi tumpuan dalam mendorong kepatuhan.

3. Reformasi Pajak Berkelanjutan

Pemerintah berkomitmen menjaga efektivitas reformasi perpajakan dan terus menyelaraskan kebijakan dengan dinamika internasional, demi mendongkrak rasio perpajakan secara berkelanjutan.

4. Insentif Pajak Terukur

Pemberian insentif perpajakan akan semakin diarahkan secara selektif untuk mendukung iklim usaha yang sehat, memperkuat daya saing, dan mendorong transformasi ekonomi berbasis nilai tambah.

5. Penguatan SDM dan Organisasi

Transformasi kelembagaan juga akan menyasar aspek sumber daya manusia dan struktur organisasi agar lebih adaptif terhadap tantangan ekonomi ke depan.

Dengan strategi ini, pemerintah berharap bisa mengamankan penerimaan negara sekaligus menciptakan sistem perpajakan yang adil, efisien, dan berdaya saing. (bl)

 

 

 

 

en_US