Liverpool Kenakan Retribusi Menginap Rp44 Ribu Per Malam

IKPI, Mulai Juni 2025, para wisatawan yang berkunjung ke Liverpool harus merogoh kocek sedikit lebih dalam. Kota yang dikenal sebagai rumah bagi The Beatles dan klub sepak bola ternama Liverpool FC ini akan mulai mengenakan retribusi menginap sebesar 2 pound sterling (sekitar Rp44.000) per malam bagi setiap tamu hotel.

Langkah ini menjadikan Liverpool sebagai kota kedua di Inggris setelah Manchester yang menerapkan skema mirip “pajak turis”, meskipun secara hukum Inggris belum mengizinkan pemerintah lokal memungut pajak semacam itu. Skema ini diadopsi melalui sistem Business Improvement District (BID) yang difokuskan pada sektor pariwisata dan akomodasi.

Retribusi ini merupakan hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh organisasi Akomodasi BID, yang mewakili 83 hotel di kota pelabuhan tersebut. Diharapkan, pungutan baru ini mampu mengumpulkan dana hingga 9,2 juta pound sterling dalam dua tahun. Sekitar 6,7 juta pound dari jumlah itu akan disalurkan untuk mendukung kegiatan yang memperkuat ekonomi wisata lokal mulai dari promosi destinasi hingga penyelenggaraan konferensi dan acara berskala besar.

CEO Liverpool BID Company, Bill Addy, menyebut retribusi ini bukan semata-mata biaya tambahan bagi wisatawan, tetapi investasi jangka panjang bagi kota. “Dengan retribusi ini, kita bisa membangun ekonomi pengunjung yang berkelanjutan. Dana yang terkumpul akan memperkuat promosi dan infrastruktur pariwisata Liverpool,” ujarnya.

Uniknya, retribusi tersebut tidak dibayarkan oleh hotel, melainkan dialihkan kepada tamu sebagai bagian dari biaya menginap yang ditagihkan saat check-in atau check-out. Sistem ini memungkinkan hotel tetap menjaga keberlanjutan layanan sambil ikut berkontribusi pada pengembangan kota.

Dengan keberhasilan Liverpool FC menjuarai Liga Primer Inggris akhir pekan lalu, diperkirakan antusiasme wisata ke kota ini akan meningkat dan retribusi baru ini pun mulai berjalan pada saat yang tepat. (alf)

 

 

Program Pemutihan Pajak Banten Tembus Rp237 Miliar

IKPI, JAKARTA: Program pemutihan pajak kendaraan yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Banten mencetak capaian impresif. Hingga 29 April 2025, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten mencatat penerimaan mencapai Rp237,59 miliar dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Plt. Kepala Bapenda Banten, Deden Apriandhi, menyebutkan lonjakan pendapatan ini berkat antusiasme masyarakat yang memanfaatkan kebijakan penghapusan denda pajak.

“Alhamdulillah, sampai 29 April kemarin, pendapatan sudah menyentuh Rp237 miliar lebih. Ini berkat dukungan penuh masyarakat dan inisiatif Gubernur serta Wakil Gubernur,” ujarnya di Kota Serang, Rabu (30/4/2025).

Dari total penerimaan tersebut, kendaraan roda empat memberikan kontribusi tertinggi dengan Rp175 miliar, sementara roda dua menyumbang Rp61 miliar. Wilayah dengan capaian tertinggi antara lain Samsat Kelapa Dua (Rp34,74 miliar), Ciputat (Rp33,09 miliar), dan Cikokol (Rp32,81 miliar).

“Secara keseluruhan, kontribusi wilayah Samsat sangat merata, tapi tiga besar ini mendominasi karena padatnya jumlah kendaraan,” tambah Deden.

Selain mendongkrak penerimaan, program ini juga berhasil menggerakkan kembali para penunggak pajak. Dari sekitar 2,3 juta unit kendaraan yang tercatat menunggak, sebanyak 200 ribu unit telah melakukan pelunasan sekitar 10 persen dari total tunggakan.

Dari angka tersebut, 29 ribu merupakan kendaraan roda empat, dan 131 ribu lainnya roda dua. “Artinya program ini tidak hanya efektif dari sisi pendapatan, tapi juga dari aspek kepatuhan wajib pajak,” ujar Deden.

Untuk mengatasi lonjakan pengunjung di berbagai titik layanan Samsat, Bapenda bekerja sama dengan Dinas Perhubungan daerah guna mengatur arus lalu lintas dan kenyamanan layanan. Jam operasional dibatasi dari pukul 08.00 hingga 12.00 WIB, namun proses input data tetap dilanjutkan hingga malam hari.

Meski terdapat kekurangan blanko STNK di beberapa wilayah, Deden memastikan hal itu tidak akan memengaruhi hak wajib pajak. “Surat permohonan pengisian sudah diajukan, dan ini ranahnya kepolisian,” ujarnya.

Menariknya, meskipun program ini tidak diberi target khusus oleh pimpinan daerah, hasilnya tetap signifikan. Bapenda menggencarkan sosialisasi melalui Bapenda kabupaten/kota dan turut menyampaikan informasi saat distribusi tagihan PBB ke masyarakat.

Secara rinci, PKB menyumbang Rp157,23 miliar, sementara BBNKB tercatat Rp80,36 miliar. Untuk PKB, roda empat menyumbang Rp122,12 miliar dan roda dua Rp35,10 miliar. Adapun BBNKB dari roda empat menyentuh Rp53,61 miliar, dan roda dua Rp26,74 miliar. Angka ini belum termasuk rekonsiliasi penerimaan dari e-Samsat pada 29 April, sehingga masih berpotensi bertambah. (alf)

 

 

PMK 15/2025 Hanya Kasih Waktu 5 Hari untuk Wajib Pajak Sampaikan SPHP

IKPI, Jakarta: Pemerintah memperketat tenggat waktu tanggapan pemeriksaan pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025. Dalam Pasal 18 peraturan tersebut, Wajib Pajak hanya diberikan waktu 5 hari kerja untuk memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) beserta daftar temuannya, sejak tanggal SPHP diterima.

Jika dalam jangka waktu itu Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan, maka Pemeriksa Pajak akan membuat berita acara resmi yang menyatakan tidak adanya respons dari Wajib Pajak. Meski tanpa tanggapan, pemeriksaan tetap dilanjutkan ke tahap berikutnya: Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP).

Dalam proses PAHP, Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dan memberikan klarifikasi tambahan. Undangan resmi akan dikirimkan oleh pemeriksa dalam waktu maksimal 3 hari kerja setelah tanggapan diterima atau setelah masa 5 hari berakhir, mana yang terjadi lebih dahulu.

Wajib Pajak juga memiliki kesempatan untuk mengajukan pembahasan lebih lanjut ke Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Namun jika tidak hadir atau menolak menandatangani dokumen PAHP, maka pemeriksa tetap melanjutkan proses dan mendokumentasikannya secara sepihak melalui risalah dan berita acara yang sah secara hukum.

PMK ini juga menegaskan bahwa data atau dokumen tambahan yang diberikan saat pembahasan akhir tetap dapat dipertimbangkan, khusus untuk penghitungan penghasilan bruto secara jabatan atau kredit pajak. (alf)

 

Angka Pelaporan SPT PPh Badan di Sumut 2024 Meningkat 3,6%

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara I mengajak seluruh wajib pajak badan untuk segera menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun 2024. Imbauan ini disampaikan guna mendukung kelancaran administrasi perpajakan sekaligus memastikan kontribusi optimal terhadap pembangunan nasional.

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Arridel Mindra, mengingatkan bahwa batas akhir pelaporan SPT Tahunan PPh Badan jatuh pada 30 April 2025, sesuai ketentuan empat bulan setelah akhir tahun pajak. Ia menekankan pentingnya tidak menunda pelaporan hingga mendekati tenggat waktu guna menghindari potensi gangguan sistem akibat lonjakan pelapor.

“Pelaporan lebih awal akan memberikan kenyamanan, sekaligus menghindarkan dari kepadatan sistem menjelang batas waktu,” ujar Arridel dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/4/2025).

Selain SPT Tahunan Badan, tanggal 30 April 2025 juga merupakan batas akhir pelaporan SPT Masa untuk masa pajak Maret 2025. DJP mengimbau agar pelaporan dilakukan secara daring melalui platform DJP Online, baik dengan e-form, e-SPT, maupun sistem Coretax DJP.

“Dengan sistem digital yang tersedia, wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor pajak. Semua proses pelaporan dapat dilakukan secara online,” jelas Arridel.

Bagi wajib pajak yang belum dapat menyampaikan SPT tahunan karena kendala dokumen pendukung, DJP juga menyediakan fasilitas pengajuan perpanjangan waktu pelaporan melalui formulir 1771-Y. Formulir ini harus diajukan sebelum 30 April 2025.

Di sisi lain, Kanwil DJP Sumut I mencatat tren positif dalam pelaporan SPT tahun ini. Tercatat pelaporan SPT Tahunan meningkat 3,6% dibandingkan tahun lalu. Sebanyak 304.978 wajib pajak Orang Pribadi (OP) dan 8.201 wajib pajak Badan telah melaporkan SPT mereka pada 2025, naik dari 293.700 OP dan 8.630 badan pada tahun sebelumnya. (alf)

 

IKPI Mantapkan Diri Jadi Center of Knowledge Perpajakan Nasional, Ketua Umum: Saatnya Konsultan Pajak Menjadi Pilar Akademik

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan komitmen IKPI untuk menjadi pusat pengetahuan (Center of Knowledge) dalam sektor perpajakan nasional. Dalam pernyataannya, Vaudy menyebut peran konsultan pajak tak hanya terbatas pada praktik profesional, melainkan juga harus berkontribusi dalam dunia akademik dan pendidikan tinggi.

“Di era digital dan ekonomi yang semakin kompleks, perpajakan membutuhkan fondasi keilmuan yang kuat dan terus berkembang. IKPI harus menjadi pusat rujukan ilmu, riset, dan kebijakan perpajakan di Indonesia,” ujar Vaudy, Rabu (29/4/2025).

Sebagai langkah konkret kata Vaudy, IKPI mengundang seluruh anggotanya yang berkarier sebagai dosen atau pengajar pada perguruan tinggi untuk berpartisipasi dalam kegiatan penting bertajuk “Menuju IKPI sebagai Center of Knowledge Perpajakan Indonesia”. Kegiatan ini akan digelar secara daring melalui Zoom pada:

• Hari/Tanggal: Jumat, 2 Mei 2025

• Pukul: 15.30 – 16.30 WIB

• Tempat: Zoom Meeting Conference

• Agenda: Diskusi dan sinergi akademisi-IKPI dalam membangun ekosistem keilmuan perpajakan

Menurut Vaudy, peran anggota IKPI yang berkiprah di dunia akademik menjadi kunci dalam menyebarluaskan pemahaman perpajakan yang tepat, akurat, dan adaptif terhadap perubahan kebijakan.

“Kita ingin menjadikan IKPI bukan hanya organisasi profesional, tetapi juga pusat data, pusat riset, dan pusat edukasi perpajakan yang dapat diakses oleh pemerintah, kampus, dan masyarakat luas,” tegasnya.

Dengan menggerakkan para dosen dan pengajar, IKPI berharap dapat memperluas dampak keilmuannya ke generasi muda serta memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan global di bidang perpajakan. (bl)

PMK 15/2025: Penolakan Pemeriksaan Pajak Bisa Picu Pemeriksaan Pidana

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan kembali menegaskan prosedur hukum bagi Wajib Pajak yang menolak untuk diperiksa, sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan.

Dalam pasal tersebut dijelaskan, apabila Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak menyatakan menolak pemeriksaan, mereka wajib menyampaikan surat pernyataan penolakan yang ditandatangani paling lambat 7 (tujuh) hari sejak disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. Kewajiban ini merupakan bagian dari prosedur formal yang harus dipenuhi meskipun terjadi penolakan.

Selain itu, apabila penolakan dianggap terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (9) atau Pasal 14 ayat (13), maka Wajib Pajak juga tetap diwajibkan menandatangani surat pernyataan penolakan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2).

Namun, jika mereka menolak untuk menandatangani surat pernyataan tersebut, maka Pemeriksa Pajak akan membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh pemeriksa sendiri (Pasal 15 ayat 3).

Lebih lanjut, dalam Pasal 15 ayat (4) dijelaskan bahwa apabila Pemeriksaan dilakukan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, maka:

• Surat pernyataan penolakan Pemeriksaan,

• Berita acara penolakan Pemeriksaan,

• Surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan (Pasal 10 ayat 10), atau

• Berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan , dapat menjadi dasar bagi Pemeriksa Pajak untuk melakukan penetapan pajak secara jabatan, atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila ditemukan indikasi tindak pidana perpajakan.

Sementara itu, jika pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, maka dokumen-dokumen penolakan tersebut tetap dapat menjadi dasar pertimbangan atau keputusan Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan langkah lanjutan (Pasal 15 ayat 5).

Ketentuan ini menegaskan bahwa penolakan terhadap pemeriksaan pajak tidak serta-merta menghentikan proses hukum. Sebaliknya, penolakan tersebut justru dapat membuka jalan bagi otoritas untuk melakukan tindakan lebih lanjut, termasuk penetapan pajak sepihak hingga pengusutan unsur pidana. (alf)

PMK 15/2025 Tegaskan Wajib Pajak Tak Bisa Ubah SPT Setelah Terima Surat Pemeriksaan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 yang mengatur secara rinci tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak. Salah satu poin penting dalam regulasi ini tertuang dalam Pasal 10 yang menegaskan kewajiban dan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

Dalam Pasal 10, ditegaskan bahwa Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagai langkah awal sebelum proses pemeriksaan dimulai. Surat ini dapat disampaikan langsung kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga dewasa.

Jika seluruh pihak tersebut tidak dapat dijangkau, penyampaian dapat dilakukan melalui pos atau jasa pengiriman lain yang disertai bukti pengiriman.

Menariknya, aturan ini juga memperketat ruang gerak Wajib Pajak setelah menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. Mereka tidak lagi dapat menyampaikan atau membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam ruang lingkup yang sedang diperiksa. Ini diharapkan mencegah adanya manipulasi data setelah Wajib Pajak mengetahui akan diperiksa.

Bila Wajib Pajak atau pihak terkait menolak menerima surat tersebut, maka dianggap telah menolak pemeriksaan. Pemeriksa Pajak pun berhak melanjutkan proses dengan mencatat penolakan tersebut secara resmi dalam berita acara.

Langkah ini dinilai sebagai upaya serius pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan memperkuat integritas pemeriksaan. (alf)

 

 

Hati-Hati! Tak Laporkan Kripto di SPT, Siap-Siap Dipotong 30%

IKPI, Jakarta: Investasi kripto memang menjanjikan keuntungan besar. Tapi jangan sampai euforia mengabaikan kewajiban pajak. Jika aset kripto tidak dilaporkan secara rutin dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), pemilik bisa kena getahnya: PPh Final sebesar 30% dari nilai aset!

Jovita Budianto, Partner di Ideatax, menegaskan pentingnya pelaporan kripto, baik oleh individu maupun korporasi. Dalam acara Cryptalk with Triv di Jakarta, Selasa (29/4/2025), ia mengingatkan bahwa kripto sudah sah secara hukum sebagai objek pajak.

Artinya, wajib dilaporkan setiap tahun. “Kalau dari awal tidak dilaporkan, lalu suatu saat dilaporkan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk jual atau tukar aset, kantor pajak bisa langsung kenakan tarif 30%. Itu berat,” ujar Jovita.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), khususnya Pasal 34C. Disebutkan bahwa aset yang tidak dilaporkan tapi kemudian terdeteksi, akan dianggap sebagai penghasilan tambahan dan langsung dikenakan PPh Final.

Tak tanggung-tanggung, jika harga kripto melonjak di masa depan, potensi potongannya bisa membuat cuan jadi buntung. “Nilai aset mungkin kecil saat beli. Tapi lima tahun kemudian? Bisa naik drastis. Kalau langsung kena 30%, ya pasti nyesek,” tambahnya. (alf)

 

Pemerintah Siapkan Insentif Baru Gantikan Tax Holiday

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah mempersiapkan skema insentif investasi baru menyusul diberlakukannya kebijakan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax) yang mulai mengikis daya tarik fasilitas tax holiday sebagai instrumen pendorong investasi.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/4/2025). Rosan menyatakan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan sedang menggodok sejumlah alternatif insentif investasi yang lebih adaptif terhadap lanskap pajak internasional yang baru.

Itu masih dalam kajian di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” ujar Rosan.

Kebijakan Pajak Minimum Global merupakan inisiatif dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang menetapkan tarif pajak minimum sebesar 15% bagi perusahaan multinasional. Tujuannya adalah menutup celah praktik penghindaran pajak melalui pemindahan laba (profit shifting) ke negara dengan tarif pajak rendah.

Selama ini, Indonesia mengandalkan tax holiday sebagai salah satu insentif fiskal utama untuk menarik investasi, khususnya di sektor industri prioritas dan proyek-proyek skala besar. Namun, kehadiran standar pajak global baru ini membuat efektivitas tax holiday dipertanyakan.

“Dengan adanya Global Minimum Tax, kita harus kreatif dan realistis dalam menyusun insentif yang tetap menarik tapi tidak melanggar prinsip perpajakan internasional,” ujar sumber di lingkungan Kemenkeu yang enggan disebutkan namanya.

Meskipun bentuk pasti dari insentif baru belum diungkapkan, pengamat menilai pemerintah kemungkinan akan mendorong insentif non-fiskal, seperti kemudahan perizinan, infrastruktur penunjang, hingga dukungan logistik dan sumber daya manusia terampil.(alf)

 

Malaysia Tunda Perluasan Pajak Penjualan dan Layanan

IKPI, Jakarta: Malaysia resmi menunda rencana perluasan pajak penjualan dan layanan (SST) yang sedianya berlaku mulai 1 Mei 2025. Penundaan ini memberi ruang bernapas bagi para produsen nasional yang tengah dihimpit kekhawatiran atas ancaman tarif impor Amerika Serikat sebesar 24%.

Dikutip dari Bloomberg, Selasa (29/4/2025), Kementerian Keuangan Malaysia mengonfirmasi kabar ini lewat pesan resmi, sejalan dengan laporan Edge Malaysia. Pemerintah menyatakan bahwa pedoman dan cakupan perluasan pajak saat ini masih dalam tahap penyempurnaan untuk memastikan pelaksanaan yang lebih mulus.

Sektor manufaktur, yang menjadi penyumbang utama penerimaan pajak negara, tengah berada di bawah tekanan berat. Presiden Federasi Produsen Malaysia, Soh Thian Lai, menegaskan bahwa penambahan beban pajak tahun ini dapat memperparah beban industri yang sudah terpukul oleh ancaman tarif AS.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump telah mengenakan tarif 10% terhadap produk Malaysia, sembari membuka negosiasi selama 90 hari untuk mencegah kenaikan lebih lanjut menjadi 24%. Tekanan ini turut memicu ketidakpastian atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Malaysia yang ditargetkan di kisaran 4,5%-5,5% untuk tahun 2025.

Menurut Anis Rizana Mohd Zainudin, Direktur Jenderal Departemen Bea Cukai Kerajaan Malaysia, perubahan pajak baru akan diumumkan pada 1 Juni mendatang. Perluasan SST rencananya akan mencakup barang-barang impor premium seperti salmon dan alpukat, serta berbagai layanan komersial yang sebelumnya tidak dikenai pajak. (alf)

 

en_US