Pelaporan SPT 2025 Dijamin Lebih Mudah, DJP Hadirkan Fitur “Prepopulated” di Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi (OP) untuk tahun pajak 2025 akan jauh lebih mudah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Inovasi ini berkat hadirnya fitur data pra-isi (prepopulated) dalam sistem Coretax, yang kini menjadi tulang punggung transformasi digital perpajakan nasional.

Melalui fitur ini, data penghasilan dan pajak yang telah dipotong atau disetor akan muncul otomatis di formulir SPT. Wajib pajak tak lagi perlu menginput manual data dari bukti potong atau setoran bulanan, karena sistem sudah menariknya langsung dari basis data DJP.

“Fitur prepopulated ini merupakan kemudahan paling signifikan dalam pelaporan SPT. Bagi wajib pajak karyawan, sistem Coretax akan otomatis menampilkan data penghasilan dan bukti potong PPh Pasal 21 yang sudah dilaporkan oleh perusahaan,” jelas Penyuluh Pajak Agung Meliananda, dikutip dari laman resmi pajak.go.id, Minggu (26/10/2025).

Tak hanya untuk pegawai, kemudahan ini juga berlaku bagi pelaku usaha. Untuk UMKM yang menyetor PPh final setiap bulan, sistem Coretax akan secara otomatis merekap riwayat setoran tersebut selama satu tahun pajak. Dengan demikian, pelaku usaha tidak lagi perlu menelusuri catatan pembayaran secara manual.

“Data dari pemberi kerja untuk karyawan itu prepopulated, sedangkan untuk UMKM, data pembayaran pajak yang sudah dilakukan sebelumnya akan otomatis masuk ke sistem. Jadi enggak perlu diinput ulang,” tegas Agung.

Meski prosesnya makin sederhana, Agung mengingatkan bahwa wajib pajak tetap memiliki tanggung jawab untuk memverifikasi dan melengkapi data pribadi, seperti daftar harta, utang, serta penghasilan lain yang belum tercatat dalam sistem. Setelah memastikan semuanya akurat, barulah SPT bisa dilaporkan secara resmi.

Sementara itu, Penyuluh Pajak Anggita Rahayu mengimbau masyarakat untuk tidak menunggu hingga batas akhir pelaporan. Persiapan dini akan membuat proses semakin lancar.

“Mumpung masih ada waktu, disiapkan dulu datanya. Bisa juga pelajari tutorial di situs DJP supaya nanti ketika masa pelaporan tiba, enggak bingung dan bisa langsung lapor,” ujarnya.

Dengan fitur baru di Coretax ini, DJP optimistis pelaporan SPT 2025 akan lebih cepat, praktis, dan bebas dari kerumitan teknis. Langkah ini juga menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk membangun sistem perpajakan yang lebih modern, transparan, dan berorientasi pada kemudahan wajib pajak. (alf)

Dorong Transparansi, Pemkot Ambon Pasang Ratusan Alat Perekam Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota Ambon, Maluku, melangkah makin jauh dalam mewujudkan tata kelola pajak yang transparan dan akuntabel. Melalui pemanfaatan teknologi digital, Pemkot Ambon kini dapat memantau transaksi wajib pajak secara real time tanpa harus menunggu laporan manual.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian Kota Ambon, Ronald Lekransy, mengatakan inisiatif digitalisasi pajak ini merupakan bagian dari upaya memperkuat sistem keamanan siber sekaligus mendukung transformasi digital di lingkungan pemerintah kota.

“Pemanfaatan teknologi digital ini bukan hanya untuk pengawasan, tapi juga untuk memastikan setiap data wajib pajak tercatat secara akurat dan transparan,” ujar Ronald, Jumat (25/10/2025).

Menurut Ronald, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Ambon telah memasang 227 perangkat perekaman digital atau Online Transaction Monitoring (OTM) di berbagai titik strategis, termasuk hotel, restoran, dan tempat hiburan.

Dari total tersebut, terdapat 161 unit online POS, 50 unit Client Reader, dan 16 unit Interceptor Box yang semuanya terhubung langsung dengan sistem pusat di Pemkot Ambon.

Melalui teknologi OTM, seluruh transaksi wajib pajak kini dapat terekam secara otomatis dan dilaporkan langsung ke server pemerintah daerah. Dengan begitu, potensi kebocoran pajak bisa diminimalkan, sementara proses pengawasan menjadi lebih cepat dan efisien.

“Data dari perangkat ini langsung masuk ke command center Diskominfosandi. Dari sana, petugas bisa memantau aktivitas transaksi secara digital dan segera melakukan tindak lanjut bila ditemukan kejanggalan,” jelas Ronald.

Selain memperkuat pengawasan pajak, langkah ini juga menjadi bagian dari strategi transformasi digital Pemkot Ambon yang meliputi berbagai sektor layanan publik. Digitalisasi dipandang sebagai kunci untuk mendorong efisiensi birokrasi dan memperluas basis Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ronald menegaskan, penggunaan teknologi digital bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan pemerintahan yang bersih dan transparan. “Transformasi digital ini adalah pondasi menuju kemandirian fiskal dan keberlanjutan pembangunan ekonomi Kota Ambon,” katanya. (alf)

Pengacara di Pakistan Gugat “Pajak Menstruasi”

IKPI, Jakarta: Seorang perempuan muda asal Pakistan, Mahnoor Omer, menjadi sorotan publik setelah berani menantang negaranya sendiri lewat sebuah petisi yang mengguncang: ia menuntut penghapusan “pajak menstruasi”beban fiskal yang selama ini membuat pembalut wanita menjadi barang mahal di Pakistan.

Mahnoor, seorang pengacara muda yang vokal memperjuangkan keadilan gender, mengajukan petisi tersebut pada September lalu. Ia menilai, kebijakan pajak yang dikenakan terhadap produk kebersihan perempuan bukan hanya tidak adil, tapi juga mencerminkan diskriminasi negara terhadap kebutuhan biologis setengah populasi rakyatnya.

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penjualan Pakistan Tahun 1990, pemerintah mengenakan pajak 18 persen untuk pembalut lokal, serta bea impor hingga 25 persen bagi produk dari luar negeri. Bahkan bahan baku pembuatan pembalut pun ikut dikenai pajak. Alhasil, menurut perhitungan UNICEF Pakistan, total beban pajak yang menempel pada produk kebersihan perempuan bisa mencapai 40 persen.

“Rasanya seperti perempuan melawan negara Pakistan,” ujar Mahnoor kepada media internasional dikutip, Minggu (26/10/2025) menggambarkan frustrasinya terhadap sistem yang seolah menghukum perempuan hanya karena mereka menstruasi.

Dampak kebijakan ini sangat nyata. Studi UNICEF dan WaterAid tahun 2024 menemukan, hanya 12 persen perempuan Pakistan yang menggunakan pembalut komersial. Sebagian besar lainnya terpaksa memakai kain bekas atau bahan seadanya — bukan karena pilihan, tetapi karena harga pembalut yang terlalu mahal.

Mahnoor mengaku, sejak kecil ia telah merasakan stigma dan tekanan sosial terkait menstruasi. “Saya biasa menyembunyikan pembalut di lengan seragam, seperti sedang menyelundupkan narkoba ke kamar mandi,” kenangnya getir. “Jika ada yang membicarakan menstruasi, guru akan menegur seolah itu hal memalukan.”

Meski lahir di keluarga kelas menengah di Rawalpindi, Mahnoor tetap merasakan betapa tabu dan mahalnya isu ini. Ia bahkan mengingat ucapan teman sekelasnya, bahwa ibunya menganggap pembalut sebagai “pemborosan uang.”

“Itu membuat saya sadar, jika keluarga menengah saja berpikir seperti itu, bayangkan betapa sulitnya perempuan dari keluarga miskin,” ujarnya.

Kini, harga satu bungkus pembalut bermerek di Pakistan mencapai 450 rupee (sekitar Rp26 ribu) untuk 10 lembar. Di negara dengan pendapatan per kapita hanya sekitar Rp1,9 juta per bulan, harga tersebut setara dengan biaya makan satu keluarga beranggotakan empat orang dari kalangan berpenghasilan rendah.

Omer berharap, jika pajak 40 persen itu dihapus, perempuan di seluruh Pakistan bisa mengakses produk kebersihan dengan harga lebih manusiawi. “Menstruasi bukan kemewahan,” tegasnya. 

“Tidak seharusnya perempuan dihukum karena memiliki tubuh yang berfungsi sebagaimana mestinya.”

Dengan keberanian dan suaranya yang lantang, Mahnoor Omer kini menjadi simbol perlawanan perempuan muda Pakistan terhadap ketidakadilan yang terbungkus dalam aturan ekonomi. Sebuah perjuangan sederhana namun berani menuntut negara agar tak lagi menjadikan darah perempuan sebagai sumber pendapatan. (alf)

Menkeu Diminta Hapus Pajak Industri Gym: “Olahraga Bukan Hiburan, Ini Investasi Kesehatan Bangsa!”

IKPI, Jakarta: Principal PT Precision Gym Indonesia, Harryadin Mahardika, menyerukan langkah berani kepada pemerintah untuk hapuskan pajak untuk industri gym yang selama ini disamakan dengan pajak hiburan. Ia menilai kebijakan tersebut menjadi penghambat serius bagi perkembangan industri kebugaran nasional yang berpotensi besar menopang kesehatan dan produktivitas masyarakat.

“Saya menantang Menkeu Pak Purbaya untuk mencabut pajak untuk gym. Pajak yang disamakan dengan hiburan membuat pelaku usaha sulit berkembang. Bahkan alat-alat gym seharusnya tidak dikenakan pajak — kalau bisa justru disubsidi,” tegas Harryadin di Jakarta Selatan, Sabtu (25/10/2025).

Acara peluncuran tersebut diisi talkshow bertema “Potensi Industri Gym Indonesia”, menghadirkan berbagai narasumber dari sektor kebugaran, kesehatan, dan teknologi. Precision Gym sendiri hadir sebagai pusat riset kebugaran modern yang menggabungkan pendekatan sains, mental, dan spiritual, bekerja sama dengan Widya Genomic dan Pause & Play.

Menurut Harryadin, industri gym di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan potensi pasarnya. “Saat ini hanya sekitar 3.000 gym berkualitas memadai, padahal penduduk kita lebih dari 300 juta jiwa. Artinya satu gym melayani 100 ribu orang jelas tidak seimbang,” ujarnya.

Ia menilai, pemerintah perlu mengubah paradigma dalam memandang gym, bukan sebagai hiburan atau konsumsi mewah, melainkan sebagai investasi kesehatan publik dan pembangunan sumber daya manusia. “Bangsa yang sehat dimulai dari masyarakat yang sehat. Negara seharusnya berinvestasi di situ,” ujarnya lantang.

Harryadin juga menyoroti bahwa pajak tinggi dan minimnya insentif fiskal membuat banyak investor enggan menanamkan modal di industri kebugaran. Padahal, sektor ini memiliki efek berganda dari peningkatan kesehatan masyarakat, pertumbuhan industri alat fitness, hingga mendukung prestasi olahraga nasional.

Selain itu, Precision Gym ingin mempelopori “revolusi raga”: gerakan membangun keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa melalui kolaborasi lintas sektor. “Industri ini tidak bisa dibangun sendirian. Kami ingin menghadirkan pendekatan baru yang berbasis data dan personalisasi, agar setiap orang dapat menemukan versi terbaik dirinya,” jelasnya.

Precision Gym diklaim sebagai gym pertama di Indonesia yang mengintegrasikan teknologi uji epigenetik dan analisis performa tubuh untuk personalisasi program latihan. Dalam waktu dekat, Harryadin menargetkan ekspansi ke berbagai daerah, dimulai dari pembukaan cabang di Bali.

Ia berharap pemerintah dapat memberi dukungan nyata terhadap industri kebugaran agar lebih terjangkau, terutama bagi generasi muda. “Kami ingin olahraga bukan lagi gaya hidup eksklusif, tapi kebutuhan dasar bagi semua warga,” tandasnya. (alf)

IKPI Runner Community Siap Pecahkan Rekor MURI, Tahun Depan Gelar Event Lari Akbar di Jakarta

IKPI, Jakarta: Semangat baru tengah mengalir di tubuh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Setelah resmi meluncurkan IKPI Runner Community (IRC) di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Minggu (26/10/2025), organisasi profesi konsultan pajak tertua dan terbesar ini kini bersiap mencetak sejarah baru. Melalui komunitas lari tersebut, IKPI berencana menggelar event lari akbar pada tahun 2026 di Jakarta dengan target memecahkan Rekor MURI sebagai kegiatan lari dengan peserta profesi konsultan pajak terbanyak di Indonesia.

Koordinator IRC, Taslim Syahputra, menyampaikan bahwa langkah ini bukan sekadar kegiatan olahraga biasa, melainkan bentuk nyata transformasi IKPI menuju organisasi yang lebih sehat, dinamis, dan berenergi.

“Kami ingin membangun citra baru bahwa konsultan pajak bukan hanya berkutat di meja kerja, laporan, dan angka. Kami juga komunitas yang aktif, sehat, dan memiliki semangat kebersamaan tinggi. Melalui IRC, kami ingin menunjukkan bahwa profesionalisme dan gaya hidup sehat bisa berjalan beriringan,” ujar Taslim.

Taslim menjelaskan, gagasan untuk membentuk komunitas pelari di lingkungan IKPI sudah lama muncul, namun baru kini diwujudkan secara resmi di bawah kepemimpinan Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld. Dukungan penuh dari pengurus pusat membuat IRC menjadi wadah yang inklusif, terbuka bagi seluruh anggota IKPI dari berbagai cabang daerah, tanpa memandang usia atau tingkat kemampuan berlari.

“Di IRC, yang penting bukan seberapa cepat kita berlari, tapi bagaimana kita bergerak bersama. Filosofi lari sejatinya adalah tentang konsistensi dan daya tahan dua hal yang juga sangat relevan dengan profesi konsultan pajak,” tambahnya.

Event besar yang direncanakan tahun depan di Jakarta, lanjut Taslim, akan menjadi ajang unjuk kebersamaan sekaligus bentuk promosi positif profesi konsultan pajak kepada masyarakat luas. Selain mengejar target Rekor MURI, panitia juga menyiapkan konsep acara yang menarik dengan perpaduan antara olahraga, edukasi perpajakan ringan, dan kegiatan sosial.

“Kami ingin kegiatan ini menjadi perayaan kebersamaan. Nanti akan ada edukasi pajak untuk publik, sesi fun run, hingga penggalangan dana untuk kegiatan sosial. Jadi, tidak hanya sehat, tapi juga bermanfaat bagi sesama,” ungkapnya.

Taslim menilai bahwa pembentukan IRC juga merupakan bentuk implementasi nyata dari nilai-nilai yang selalu dijunjung tinggi IKPI integritas, profesionalisme, dan kebersamaan. Melalui olahraga, para anggota dapat saling mengenal lebih dekat di luar konteks pekerjaan, membangun relasi yang lebih kuat, dan memperkuat solidaritas lintas cabang maupun generasi.

“Berlari bersama itu melatih empati dan kebersamaan. Kadang kita harus melambat untuk menunggu rekan yang tertinggal, kadang kita harus memberi semangat bagi yang hampir menyerah. Itulah semangat yang ingin kami tanamkan di IRC,” kata Taslim.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sambutannya saat peluncuran IRC menegaskan bahwa komunitas ini merupakan bagian dari upaya organisasi untuk menyeimbangkan antara kesehatan fisik dan mental anggota. Menurutnya, profesi konsultan pajak kerap menghadapi tekanan tinggi dalam pekerjaan, sehingga kegiatan positif seperti olahraga sangat penting untuk menjaga keseimbangan hidup.

“Kita ingin konsultan pajak Indonesia bukan hanya cerdas dan berintegritas, tetapi juga sehat, bugar, dan bahagia. IRC adalah simbol energi baru IKPI,” ujar Vaudy di hadapan para anggota yang hadir.

Vaudy berharap bisa menambah rekor MURI yang telah dimiliki IKPI. “Kami telah mendapatkan dua rekor MURI pada 2025 ini, sebagai organisasi profesi yang menggelar aksi donor darah nasional dengan jumlah pendonor lebih dari 6.000 dan sebagai asosiasi konsultan pajak dengan jumlah terbesar di Indonesia yakni mencapai lebih dari 7.200 anggota, katanya.

Dengan semangat Run Together, Grow Stronger, IKPI Runner Community diharapkan menjadi wadah inspiratif bagi para profesional pajak di seluruh Indonesia. Komunitas ini tidak hanya berlari untuk rekor, tetapi juga berlari untuk membangun kesehatan, mempererat persaudaraan, dan menegaskan eksistensi konsultan pajak sebagai profesi yang aktif berkontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.

“Kami berlari bukan untuk meninggalkan siapa pun di belakang, tapi untuk memastikan semua bisa sampai di garis akhir bersama-sama,” tutup Taslim Syahputra dengan penuh optimisme. (bl)

Resmikan IKPI Runners, Ketum Vaudy: Lari Jadi Simbol Solidaritas dan Profesionalisme Konsultan Pajak

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld meresmikan pembentukan IKPI Runners Community, Minggu (26/10/2025), di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan. Ia mengajak seluruh anggota untuk menjadikan olahraga bukan sekadar rutinitas, melainkan ruang silaturahmi, solidaritas, dan jejaring profesional lintas generasi.

“IKPI Runners bukan sekadar olahraga, tetapi jejaring hati dan persaudaraan,” seru Vaudy di kepada anggota yang ikut hadir via Zoom Meeting dari berbagai daerah, termasuk Bali, Surabaya, dan Semarang.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Seperti biasanya, Vaudy membuka acara dengan pantun jenaka:

“Sepatu dipakai semana umpada,

Berkeringat tapi hati bahagia,

IKPI Runners wadah bersama,

Untuk sehat, bersahabat, dan meningkatkan IKPI tercinta.”

Ia menegaskan, komunitas olahraga seperti IKPI Runners merupakan bukti bahwa organisasi konsultan pajak terbesar di Indonesia ini bukan hanya fokus pada dunia perpajakan, tetapi juga keseimbangan antara kesehatan jasmani, mental, dan kolaborasi sosial.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dari Lari ke Relasi dan Bangun Jaringan di Luar Dunia Pajak

Menurut Vaudy, komunitas-komunitas di bawah IKPI – mulai dari golf, lari, hingga rencana pembentukan komunitas tenis dan padel – diharapkan menjadi jembatan kolaborasi antaranggota, sekaligus sarana memperluas relasi dengan masyarakat di luar profesi konsultan pajak.

“Tujuannya jelas yakni membuka relasi baru. Ketika mereka butuh konsultan pajak, nama anggota IKPI yang sudah dikenal akan menjadi prioritas,” jelasnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Vaudy juga berharap komunitas-komunitas olahraga serupa dan seni untuk memperkuat semangat kebersamaan dan memperluas jaringan.

Lintas Generasi

IKPI Runners disebut Vaudy sebagai wadah lintas generasi. Ia menyoroti kehadiran para senior berusia 70-an tahun seperti Koderi dan Rusmadi yang masih aktif berlari. “Luar biasa, mereka guru sekaligus inspirasi bagi yang muda. Di IKPI, usia bukan penghalang untuk tetap aktif dan bersemangat,” katanya disambut tepuk tangan.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Incar Rekor MURI Lagi

Usai sukses mencatat dua rekor MURI sebelumnya sebagai asosiasi pendonor darah terbanyak (6.400 orang) dan asosiasi profesi dengan anggota terbanyak Vaudy menargetkan pencapaian baru.

“Tahun depan, saat HUT ke-61 IKPI, kita kejar rekor MURI lagi. Kali ini untuk penyelenggara maraton profesi keuangan terbanyak di Indonesia,” ujarnya penuh antusias.

Ia berpesan agar komunitas ini adalah cerminan IKPI sebagai rumah besar para konsultan pajak tempat bernaung, bersahabat, dan berkolaborasi. Mari kita jaga semangat profesionalisme, jadikan IKPI organisasi yang dinamis, inklusif, dan solid di seluruh Indonesia. (bl)

Dari Foto Bongkar Kapal hingga Transfer Antar Rekening: Catur Rini Bicara Tantangan Pembuktian PPN dan Ekspor

IKPI, Jakarta: Tantangan dalam membuktikan kebenaran transaksi pajak, terutama yang berkaitan dengan ekspor dan PPN, masih menjadi pekerjaan besar bagi aparat pajak maupun wajib pajak. Hal ini diungkapkan Kakanwil DJP Jabar 3 (tahun 2018 sd 2021) Catur Rini Widosari, mantan pejabat tinggi DJP, saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi” di Gedung IKPI Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (24/10/2025).

Dalam paparannya, Catur menceritakan sejumlah kasus nyata di mana form dan substance saling bertolak belakang. Ia mencontohkan transaksi yang diklaim sebagai ekspor di luar daerah pabean, padahal bukti fisiknya tidak dapat diverifikasi. “Kontraknya ada, dokumennya lengkap. Tapi bagaimana membuktikan bahwa barang benar-benar diserahkan di luar 200 mil pantai? Foto saja tidak cukup,” ujarnya.

Menurut Catur, contoh semacam itu menunjukkan betapa pentingnya pembuktian substansial dalam setiap transaksi. Ia menekankan bahwa keabsahan pajak tidak cukup hanya dengan memenuhi syarat formalitas dokumen, tetapi harus dapat menunjukkan bukti ekonomi yang nyata. “Legal form hanya menunjukkan niat, tapi substance memperlihatkan kenyataan,” katanya.

Ia menambahkan, di era digital seperti sekarang, pembuktian transaksi menjadi lebih kompleks sekaligus lebih mudah. Otoritas pajak kini dapat mengakses data perbankan, laporan keuangan lintas negara, serta informasi beneficial ownership melalui skema pertukaran data global. “Dulu tracing aliran dana butuh waktu berbulan-bulan, sekarang dengan data EOI bisa langsung terlihat siapa yang sebenarnya menerima uang itu,” ujar Catur.

Namun, Catur mengingatkan bahwa kemudahan memperoleh data tidak serta-merta menjamin ketepatan analisis. Setiap data harus diuji konteksnya: apakah sesuai dengan kontrak, dengan realitas bisnis, dan dengan logika ekonomi. “Data tanpa analisis bisa menyesatkan. Jangan sampai alat bukti digital digunakan tanpa pemahaman konteksnya,” pesannya.

Catur juga menyoroti bahwa proses pembuktian tidak hanya tanggung jawab wajib pajak. Fiskus pun harus mampu menunjukkan bukti dan argumentasi yang solid. “Jangan cuma ngomong ‘ini tidak benar’ tanpa data pendukung. Fiskus juga harus punya bukti,” ujarnya.

Dalam konteks sengketa, lanjutnya, banyak kasus yang sesungguhnya hanya masalah waktu pengakuan pendapatan atau beban, bukan penghindaran pajak. “Kadang cuma beda timing saja, yang seharusnya dibayar di 2026 tapi dicatat 2028. Itu bukan niat menghindar, tapi perbedaan interpretasi,” katanya.

Ia menilai, prinsip substance over form bukan berarti meniadakan form, melainkan menempatkannya secara proporsional. Ia berharap pendekatan ini bisa memperkuat kepastian hukum sekaligus mendorong keadilan bagi wajib pajak. “Substansi ekonomi harus jadi inti penilaian, tapi jangan abaikan bentuk hukumnya. Keduanya harus berjalan bersama,” tutupnya. (bl)

 

Prof. Haula Rosdiana: Jangan Jadikan “Substance Over Form” Alat Pemukul Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si, mengingatkan agar penerapan prinsip substance over form dalam perpajakan tidak berubah menjadi alat pemukul yang menimbulkan ketidakpastian dan merusak kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak.

Dalam Diskusi Panel bertajuk “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi?” yang diselenggarakan secara hybrid oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada Jumat (24/10/2025), Prof. Haula menegaskan bahwa tujuan utama dari penerapan substance over form adalah menciptakan “level playing field” kesetaraan perlakuan antara wajib pajak yang jujur dan yang melakukan rekayasa pajak.

“Kalau hanya memperhatikan bentuk tanpa melihat esensinya, justru akan menciptakan ketidakadilan. Prinsip ini lahir untuk mencegah aggressive tax planning, bukan untuk memukul wajib pajak yang taat,” ujar Haula.

Ia menyoroti praktik di lapangan yang kerap keliru, di mana substance over form diterapkan bahkan pada transaksi yang tidak memiliki hubungan istimewa. Menurutnya, hal ini justru melanggar filosofi dasar perpajakan yang menekankan kepastian hukum dan keadilan.

“Kalau dasar argumentasinya tidak kuat, penerapan substance over form bisa menimbulkan trust issue. Dan kalau trust melemah, maka compliance ikut runtuh,” tegasnya.

Prof. Haula juga menyinggung ketidakkonsistenan penerapan prinsip dalam sistem perpajakan.

“Lucunya, di PPh berlaku substance over form, tapi di PPN malah form over substance. Dulu faktur pajak cacat bisa bikin pengusaha rugi besar, padahal pajaknya sudah dibayar,” ungkapnya.

Ia mendorong agar penerapan prinsip tersebut dilakukan dengan kehati-hatian, transparansi, dan deliberasi demokratis, agar tidak menciptakan masalah baru.

“Kebijakan pajak itu seharusnya seperti pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru,” ujarnya. (bl)

Vaudy Starworld Kembali Ingatkan Anggota IKPI Segera Aktivasi Coretax, Jangan Tunggu Akhir Masa Pelaporan!

IKPI, Tangerang Selatan: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld kembali menegaskan pentingnya kesiapan para konsultan pajak dalam menghadapi era digitalisasi perpajakan. Ia mengimbau seluruh anggota IKPI di seluruh Indonesia untuk segera melakukan aktivasi akun Coretax, tanpa menunggu hingga akhir masa pelaporan.

Pesan tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Cabang Tangerang Selatan, Sabtu (25/10/2025). Dalam sambutannya, Vaudy menekankan bahwa Coretax merupakan bagian penting dari sistem administrasi perpajakan modern yang harus segera diadaptasi oleh para profesional pajak.

“Saya mengajak seluruh anggota IKPI untuk segera aktivasi akun Coretax, jangan menunggu hingga akhir masa pelaporan. Kalau semua menunda, nanti di akhir Maret sistem bisa padat, lalu yang disalahkan Coretax. Padahal seharusnya kita bisa antisipasi dari sekarang,” ujar Vaudy.

Ia juga mengingatkan bahwa anggota IKPI memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk mengimbau para klien mereka agar melakukan hal serupa. Dengan demikian, pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan Badan dapat berjalan lancar tanpa kendala teknis di sistem.

“Mohon rekan-rekan juga segera mengingatkan klien-klien Anda untuk aktivasi Coretax. Jangan menunggu sampai detik-detik terakhir. Kita bantu mereka agar pelaporan nanti tidak menumpuk,” tambahnya.

Vaudy menilai kebiasaan sebagian wajib pajak yang menunda pelaporan hingga mendekati tenggat waktu sering kali menjadi sumber masalah, termasuk gangguan akses sistem. Karena itu, ia mendorong para konsultan pajak untuk mengubah pola kerja dengan melaporkan SPT lebih awal, bukan di menit-menit akhir.

“Kalau kita laporkan di awal masa pelaporan, semua akan lebih mudah. Ini bagian dari profesionalisme kita sebagai konsultan pajak,” tegasnya.

Seminar PPL IKPI Tangerang kali ini dihadiri ratusan anggota dan praktisi pajak. Selain membahas strategi adaptasi terhadap sistem Coretax, kegiatan tersebut juga menyoroti implementasi PP Nomor 43 Tahun 2025 tentang Konsultan Pajak, yang disebut Vaudy sebagai momentum peningkatan standar profesionalisme di bidang perpajakan. (bl)

PP 43/2025 Jadi Titik Balik Profesionalisme KP, Ketum IKPI: Dibutuhkan Kombinasi Pengalaman dan Kompetensi

IKPI, Tangerang Selatan: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 menandai era baru profesionalisme di bidang konsultan pajak (KP). Aturan ini, kata Vaudy, menuntut para praktisi tidak hanya berpengalaman, tetapi juga memiliki kompetensi formal yang diakui secara profesional.

Hal tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Cabang Tangerang Selatan bertema “Kupas Tuntas PER-11/PJ/2025, PER-8/PJ/2025, serta Update Terbaru Pengisian SPT Badan di Coretax”, Sabtu (25/10/2025). Dalam forum yang dihadiri ratusan anggota IKPI itu, ia menekankan pentingnya sinergi antara pengalaman lapangan dan kompetensi akademik untuk menjawab tantangan baru regulasi keuangan dan perpajakan nasional.

“PP 43/2025 ini bukan hanya soal kewajiban pelaporan, tetapi pesan kuat dari pemerintah agar profesi kita semakin profesional. Pengalaman tetap penting, tapi kini harus dibarengi dengan kompetensi dan sertifikasi yang jelas,” ujar Vaudy.

Ia menjelaskan, PP 43/2025 mengatur bahwa pihak yang disebut sebagai pelapor seperti bank, perusahaan pembiayaan, asuransi, hingga lembaga fintech wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara akurat. Namun, laporan tersebut hanya boleh disusun oleh pihak yang memiliki kompetensi akuntansi yang memadai atau profesi penunjang sektor keuangan seperti akuntan berpraktik maupun akuntan publik.

“Artinya, tidak semua orang bisa menyusun laporan keuangan. Hanya mereka yang punya integritas dan kemampuan profesional yang bisa melakukannya,” tambah Vaudy.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, PP ini mengatur mengenai pelaporan keuangan yang prosesnya dilakukan oleh pelapor dalam rangka menyajikan laporan keuangan kepada pengguna laporan keuangan. 

Adapun ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi: 

1) Laporan Keuangan; 

2) Komite Standar; 

3) Penyelenggaraan PBPK; 

4) dukungan ekosistem Pelaporan Keuangan; dan 

5) sanksi administratif.

Sebagai langkah strategis, Vaudy mendorong anggota IKPI yang selama ini menangani pembukuan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) program lanjutan bagi lulusan S1 untuk memperoleh gelar profesi Akuntan (Ak) sekaligus mempersiapkan diri mengikuti ujian sertifikasi profesional yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Menurutnya, kebijakan baru pemerintah ini sekaligus menjadi momentum introspeksi bagi konsultan pajak untuk memperkuat kualitas layanan. “Kita tidak bisa hanya menjadi pelaksana administrasi pajak. Konsultan pajak masa depan harus bisa membaca laporan keuangan dengan akurasi tinggi dan memahami implikasi fiskalnya,” tegas Vaudy.

Ia juga menekankan bahwa langkah peningkatan kompetensi tersebut akan memperkuat posisi konsultan pajak sebagai mitra strategis pemerintah dan dunia usaha dalam membangun sistem perpajakan yang kredibel dan berintegritas.

“Profesionalisme kita diuji bukan hanya dari jam terbang, tapi dari kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan regulasi. PP 43/2025 ini adalah titik balik menuju profesi yang lebih diakui, dihormati, dan dipercaya,” pungkasnya.

Seminar PPL IKPI Tangerang tersebut turut menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi akuntansi yang membahas secara mendalam implikasi teknis PP 43/2025 terhadap peran dan tanggung jawab konsultan pajak di era keterbukaan keuangan. 

Sekadar informasi, IKPI saat ini bekerja sama dengan PPAK Universitas Trisakti untuk memfasilitasi anggota mendapatkan gelar akuntan. “Saya imbau seluruh anggota bisa memanfaatkan kesempatan baik ini,” ujarnya. (bl)

en_US