Pererat Kemitraan, IKPI Bersama Sejumlah KPP di Jakbar Tanding Tenis

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bersama beberapa karyawan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah Kanwil Jakarta Barat menggelar kegiatan tenis bersama di Lapangan Tosiga, Tomang, Jumat (23/1/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat kemitraan antara IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Ketua Bidang Olahraga IKPI Wisnu Sambhoro, menyampaikan bahwa pertandingan ini berlangsung dalam suasana penuh keakraban dengan hasil pertandingan berimbang, melibatkan masing-masing enam pemain dari IKPI dan KPP.

(Foto: DOK. Pribadi)

“Kegiatan tenis bersama ini menjadi salah satu bentuk upaya mempererat hubungan antara IKPI dan DJP. Selain itu, ini juga bagian dari rencana kerja bidang olahraga yang telah dirumuskan dalam Rakornas IKPI,” ujar Wisnu Sambhoro, Sabtu (25/1/2025).

Sekadar informasi, peserta dari IKPI yang terlibat antara lain Wisnu Sambhoro (Depok), Hendrik Saputra (Jakarta Pusat), Dicky (Jakarta Barat), dan Santoso (Jakarta Barat).

Sementara, dari KPP hadir sejumlah karyawan yang turut memeriahkan acara.

Menurut Wisnu, selain menjadi ajang olahraga, kegiatan ini juga menjadi momen reuni bagi Wisnu Sambhoro, yang bertemu kembali dengan teman semasa SMA-nya, yang kini menjabat sebagai Kepala Kantor Pajak Pratama Kebon Jeruk 1.
“Kami berencana menjadikan kegiatan ini rutin diadakan setiap bulan. Ke depannya, kami akan mencari lapangan indoor di wilayah Jakarta Barat untuk mendukung kelangsungan program ini,” kata Wisnu.

Melalui kegiatan ini, diharapkan hubungan kerja sama yang baik antara IKPI dan DJP dapat terus terjalin, sejalan dengan visi IKPI dalam mendukung pengelolaan perpajakan yang lebih baik di Indonesia. (bl)

Indonesia Tegaskan Komitmen pada Pajak Minimum Global Meski AS Mundur

IKPI, Jakarta: Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menarik negaranya dari kesepakatan pajak minimum global tidak akan memengaruhi kebijakan Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen pada penerapan pajak minimum global untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik.

Langkah Trump tersebut, menurut Sri Mulyani, sesuai dengan janji kampanyenya selama Pilpres 2024. “Sebagai negara terbesar dunia, kebijakan AS pasti berdampak global. Namun, kita akan terus memperbaiki dan memperkuat resiliensi perekonomian domestik,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Sekadar informasi, Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global sebesar 15% pada tahun 2025. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 31 Desember 2024. Aturan ini akan menyasar perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro, termasuk raksasa teknologi seperti Google dan Microsoft.

Komitmen pada Kesepakatan Internasional

Pajak minimum global merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD. Lebih dari 140 negara mendukung inisiatif ini, dan lebih dari 40 negara telah mengimplementasikan kebijakan tersebut pada 2025.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak, seperti penggunaan tax haven. “Kesepakatan ini menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil dengan meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat,” jelas Febrio, Jumat (17/1/2025).

Manfaat bagi Indonesia

Dengan menerapkan pajak minimum global, Indonesia dapat mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional yang beroperasi di dalam negeri. Kebijakan ini tidak berdampak pada wajib pajak orang pribadi maupun UMKM.

“Upaya ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk mendukung sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan memastikan perusahaan besar berkontribusi secara adil di negara tempat mereka beroperasi,” kata Febrio.

Meskipun keputusan AS dapat memengaruhi dinamika global, Indonesia tetap optimis bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. (alf)

Sri Mulyani Sebut Kebijakan HGBT Tingkatkan Kinerja Ekonomi dan Industri Indonesia

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang diterapkan sejak 2020 berdasarkan Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2020 memberikan dampak positif bagi perekonomian dan industri Indonesia. Kebijakan tersebut terbukti mampu meningkatkan kinerja sektor-sektor yang menerima harga gas lebih rendah, seperti PLN, Pupuk, Keramik, dan Petrokimia, dengan kontribusi signifikan terhadap net profit margin (NPM).

Menurut Sri Mulyani, sektor-sektor yang mendapatkan HGBT mencatatkan peningkatan NPM yang bervariasi, yakni PLN sebesar 49%, Pupuk 37%, Keramik 5,4%, dan Petrokimia 5%. Secara keseluruhan, perbaikan kinerja korporasi tercermin dari peningkatan NPM dari 6,21% pada tahun 2020 menjadi 7,53% pada tahun 2023. Pada tahun 2023, sektor pupuk, sarung tangan karet, dan kaca tercatat sebagai kontributor terbesar dengan NPM masing-masing 12,73%, 11,36%, dan 11,24%.

Kinerja positif tersebut juga berdampak pada penerimaan pajak yang meningkat signifikan. Penerimaan pajak dari sektor penerima HGBT naik dari Rp 37,16 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 65,06 triliun pada tahun 2023. Sektor ketenagalistrikan, pupuk, baja, dan petrokimia menjadi penyumbang pajak terbesar, meskipun Sri Mulyani tidak merinci secara detail jumlah kontribusi masing-masing sektor.

Namun, Sri Mulyani juga menyoroti adanya dampak negatif dari kebijakan ini, yaitu beban fiskal yang timbul akibat pendapatan negara (PNBP) yang tidak diterima. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus mendukung penguatan industri nasional agar tetap kompetitif dan efisien, serta memperkuat ketahanan perekonomian Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan oleh Sri Mulyani melalui akun Instagram pribadinya pada Jumat, 24 Januari 2025. (alf)

Presiden Prabowo Inginkan PPN 12% untuk Barang dan Jasa Mewah Tak Bebani Rakyat Kecil

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto memutuskan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebelumnya diatur untuk semua barang dan jasa akan diterapkan secara terbatas, hanya pada barang dan jasa mewah. Keputusan ini diambil sehari sebelum tarif PPN dari 11% menjadi 12% sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku mulai 1 Januari 2025.

Menurut ketentuan terbaru, tarif PPN 12% akan dikenakan pada barang dan jasa mewah, sementara untuk barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif PPN sebesar 11%. Langkah ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang dinilai melemah sejak pertama kali aturan ini dirancang dua tahun lalu.

Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menyampaikan apresiasi terhadap keputusan Presiden Prabowo. Ia menilai bahwa langkah ini menunjukkan kepedulian Presiden untuk tidak membebani rakyat. “Keputusan ini merupakan langkah moderasi yang diambil Presiden, mengingat kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan saat kebijakan PPN 12% pertama kali diputuskan,” kata Misbakhun, Selasa (21/1/2025).

Misbakhun juga menegaskan bahwa meskipun tarif PPN 12% tetap harus diterapkan sesuai dengan UU HPP, Presiden Prabowo memilih untuk menargetkan hanya barang-barang mewah seperti mobil, rumah, tas, kosmetik, hingga daging mahal, baik yang diimpor maupun yang diproduksi di dalam negeri.

Keputusan ini, menurut Misbakhun, merupakan bukti konsistensi Presiden dalam menjalankan janjinya untuk menjadi pemimpin yang dekat dengan rakyat. “Presiden ingin menjadi pemimpin yang tidak membebani rakyat, dan keputusan ini merupakan bagian dari cita-cita beliau untuk memimpin dengan bijaksana,” tegas Misbakhun.

Dengan langkah ini, diharapkan beban yang ditanggung oleh masyarakat akan lebih terjaga, terutama bagi kalangan menengah ke bawah, sementara sektor barang mewah tetap dikenakan PPN yang lebih tinggi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.(alf)

Menteri Airlangga Ungkap Penyebab Orang Super Kaya Indonesia Gemar Belanja di Luar Negeri

IKPI, Jakarta:  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan mengapa orang super kaya di Indonesia lebih memilih berbelanja di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Menurut Airlangga, harga barang-barang mewah yang menjadi objek konsumsi orang kaya di Indonesia lebih mahal akibat berbagai pungutan yang dikenakan, seperti bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Barang-barang yang masuk di mal di Indonesia, misalnya, dikenakan bea masuk 25%. Belum lagi ditambah PPh dan PPN, membuat harga barang tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan di negara lain seperti Singapura, yang tidak memiliki pungutan serupa,” ujar Airlangga di kantornya, baru-baru ini.

Airlangga menambahkan, perbedaan harga ini membuat orang super kaya cenderung lebih memilih untuk berbelanja di luar negeri, di mana harga barang-barang mewah lebih terjangkau. Ia juga menyebutkan bahwa potensi transaksi belanja orang super kaya yang sering melakukan pembelian di luar negeri bisa mencapai sekitar USD 2.000 per orang, atau setara dengan Rp 32,79 juta.

“Jika ada sekitar 10 juta orang kaya yang sering berbelanja dengan total pengeluaran tersebut, maka potensi transaksi yang hilang di dalam negeri bisa mencapai lebih dari Rp 324 triliun,” jelas Airlangga.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan sekitar 10 juta orang Indonesia sering bepergian ke luar negeri, yang berkontribusi pada hilangnya potensi transaksi ekonomi domestik.

Pernyataan Airlangga ini menunjukkan pentingnya memperhatikan kebijakan perpajakan dan bea masuk dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dan daya saing pasar Indonesia.(akf)

Pemerintah Proyeksi Tambah Penerimaan Negara Rp8,8 Triliun dari Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia secara resmi memberlakukan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15 persen, melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024. Keputusan ini diharapkan dapat menambah penerimaan negara hingga Rp8,8 triliun, sesuai dengan proyeksi yang disampaikan oleh Analis Pajak Internasional Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Melani Dwi Astuti.

Melani menyampaikan proyeksi potensi penerimaan negara dari kebijakan ini berkisar antara Rp3,8 triliun hingga Rp8,8 triliun. “Proyeksi potensinya, Rp3,8-Rp8,8 triliun,” ungkap Melani baru-baru ini.

Pengenaan pajak minimum global ini diyakini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Melani dalam acara ’The 12th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar’, yang diadakan oleh International Fiscal Association (IFA) pada 10 Desember 2024. Melani juga menjelaskan bahwa regulasi yang mendasari kebijakan ini telah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Sebelumnya, pada 31 Desember 2024, pemerintah juga menerbitkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 untuk mengatur penerapan pajak minimum global ini sesuai dengan kesepakatan internasional.

Ketentuan Pajak Minimum Global

PMK Nomor 136 Tahun 2024 berlaku bagi Wajib Pajak badan yang merupakan bagian dari grup Perusahaan Multinasional (PMN) dengan omzet konsolidasi global sekurang-kurangnya 750 juta euro. Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak minimum global dengan tarif 15 persen mulai tahun pajak 2025.

Dalam ketentuan tersebut, tarif pajak minimum global yang dikenakan akan bergantung pada tiga mekanisme utama, yaitu income inclusion rule (IIR), domestic minimum top-up tax (DMTT), dan undertaxed payment rule (UTPR).

Melani menjelaskan, IIR adalah ketentuan yang mengharuskan induk dari grup multinasional untuk membayar pajak tambahan atas anak usahanya yang dikenakan pajak efektif kurang dari 15 persen. Sementara itu, DMTT adalah skema yang memungkinkan yurisdiksi sumber untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang kurang dipajaki, sebelum yurisdiksi domisili anak perusahaan mengenakan pajak tambahan. Sedangkan, UTPR akan berlaku jika IIR tidak dapat diterapkan, misalnya jika entitas induk berada di yurisdiksi dengan pajak rendah atau tidak menerapkan IIR dalam regulasi domestiknya.

Dengan implementasi pajak minimum global ini, pemerintah Indonesia berharap dapat memperkuat sistem perpajakan internasional dan memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil sesuai dengan penghasilannya di seluruh dunia.(alf)

Coretax: Era Baru Perpajakan Tanpa EFIN 

Memasuki tahun 2025, sistem perpajakan Indonesia menorehkan babak baru dengan hadirnya Coretax, sebuah inovasi yang mendobrak tradisi dan membawa perubahan besar dalam pengelolaan kewajiban pajak.

Salah satu langkah berani dari sistem ini adalah mengucapkan selamat tinggal pada EFIN (Electronic Filing Identification Number), yang selama bertahun-tahun menjadi andalan dalam administrasi perpajakan digital.

Sebagai pengganti, Nomor Induk Kependudukan (NIK) kini menjadi identitas utama dalam mengakses layanan perpajakan. Langkah ini tidak hanya menyederhanakan proses, tetapi juga memastikan integrasi berbasis data nasional, sehingga setiap wajib pajak memiliki akses yang lebih mudah dan aman ke sistem Coretax.

Sebelumnya, EFIN dikenal sebagai kode identifikasi elektronik unik yang harus dimiliki wajib pajak untuk mendaftarkan akun DJP Online dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Namun, di balik manfaatnya, EFIN sering kali menjadi kendala, terutama ketika wajib pajak lupa kode tersebut. Hal ini menciptakan hambatan yang mengganggu efisiensi administrasi perpajakan.

Dengan Coretax, seluruh layanan kini terpusat dalam satu akun, diakses melalui NIK. Pendekatan ini tidak hanya menghapus kompleksitas sistem, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan teknis dan administratif. Lebih penting lagi, langkah ini mempermudah masyarakat untuk patuh pajak, menghilangkan alasan teknis yang selama ini menjadi penghambat.

Era Coretax bukan hanya tentang pergeseran teknologi, melainkan juga perubahan paradigma. Sistem ini mencerminkan visi pemerintah dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang inklusif, transparan, dan berbasis data. Dengan pengintegrasian data yang lebih baik, potensi kebocoran pajak dapat diminimalkan, sementara upaya pengawasan menjadi lebih efektif.

Transformasi ini diharapkan dapat membangun kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Dengan mempermudah akses dan memberikan rasa aman melalui autentikasi berbasis NIK, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.

Meski Coretax menawarkan kemudahan, penerapan sistem ini tidak lepas dari tantangan. Infrastruktur teknologi yang andal, keamanan data, dan edukasi kepada masyarakat menjadi aspek yang harus dikelola dengan baik. Tanpa persiapan yang matang, potensi gangguan dalam implementasi dapat merugikan kepercayaan publik.

Namun, jika dikelola dengan tepat, Coretax dapat menjadi katalisator peningkatan kepatuhan pajak, sekaligus menciptakan budaya perpajakan yang lebih baik di Indonesia.

Dengan mengucapkan selamat tinggal kepada EFIN dan menyambut Coretax, Indonesia mengambil langkah besar menuju sistem perpajakan modern yang terintegrasi. Ini bukan sekadar pergantian sistem, tetapi sebuah revolusi yang menjanjikan efisiensi, transparansi, dan kemudahan bagi seluruh wajib pajak.

Kini, saatnya masyarakat memanfaatkan inovasi ini untuk bersama-sama membangun negara melalui pajak yang lebih baik.

Penulis adalah Anggota Dept Pendidikan PP Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Tintje Beby S.E, Ak,A-CPA,BKP

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Panduan Lengkap Membuat Kode Billing untuk Pembayaran Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam rangka meningkatkan pemahaman Wajib Pajak mengenai kewajiban perpajakan, Ratri, anggota dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) membagikan panduan lengkap tentang cara membuat Kode Billing melalui sistem Coretax.

Kode Billing ini merupakan elemen penting dalam proses pembayaran pajak, terutama bagi mereka yang memiliki tagihan pajak berdasarkan ketetapan, surat keputusan, atau putusan.

Menurut Ratri, kemudahan yang ditawarkan oleh sistem Coretax menjadi solusi praktis bagi Wajib Pajak dalam menyelesaikan kewajibannya. “Kode Billing adalah kunci untuk mempermudah pembayaran pajak. Dengan sistem ini, semua proses menjadi lebih cepat dan efisien, asalkan data tagihan sudah lengkap dan sesuai,” ujarnya.

Langkah Membuat Kode Billing

Ratri merinci tujuh langkah mudah untuk membuat Kode Billing:

• Akses Portal Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat masuk ke portal resmi dengan menggunakan NIK atau NPWP.

• Pilih Identitas
Bagi mereka yang bertindak sebagai kuasa, fitur impersonating dapat digunakan untuk mewakili badan usaha atau orang pribadi.

• Pilih Menu Pembayaran
Setelah login, pengguna dapat langsung mengakses menu Layanan Pembuatan Kode Billing Atas Tagihan Pajak.

• Pilih Mata Uang
Penyesuaian mata uang dilakukan sesuai dengan nominal tagihan.

• Pilih dan Isi Data Tagihan
Pengguna dapat memilih satu atau lebih tagihan yang ingin dibayarkan, lalu mengisi jumlah nominal yang akan dibayar.

• Buat Kode Billing
Setelah data lengkap, pengguna hanya perlu klik Buat Kode Billing, dan dokumen akan otomatis terunduh.

• Lihat Daftar Kode Billing
Semua Kode Billing yang belum dibayar juga bisa dicek melalui menu khusus di portal tersebut.

Imbauan kepada Wajib Pajak

Ratri mengingatkan pentingnya memastikan data yang diinput sesuai dengan tagihan yang ada. “Kesalahan pengisian data bisa menghambat proses pembayaran, jadi selalu cek ulang sebelum mengunduh Kode Billing,” ujarnya.

Dengan panduan ini, diharapkan Wajib Pajak dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara tepat waktu dan tanpa kendala. Untuk informasi lebih lanjut, Ratri menyarankan Wajib Pajak berkonsultasi dengan konsultan pajak atau menghubungi Direktorat Jenderal Pajak. (bl)

Catatan: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

Menkeu Pantau Pelaksanaan Coretax di KPP Kebayoran Baru Satu dan KPP Perusahaan Masuk Bursa

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengecek langsung pelaksanaan sistem Coretax di beberapa kantor pelayanan pajak, termasuk KPP Kebayoran Baru Satu, KPP Perusahaan Masuk Bursa, dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar pada Kamis, 23 Januari 2025. Kegiatan ini terlihat melalui postingan Sri Mulyani di akun Instagram resminya (@smindrawati), di mana ia menyempatkan diri mendengarkan masukan serta tantangan yang dihadapi oleh wajib pajak terkait dengan implementasi sistem baru pelayanan pajak tersebut.

Sri Mulyani mengakui bahwa meskipun sistem Coretax menawarkan berbagai kemudahan, tantangan dalam fase awal implementasi tidak bisa dihindari. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari perjalanan menuju sistem perpajakan yang lebih terintegrasi, efisien, dan akuntabel.

“Masih dalam rangka upaya perbaikan Coretax, hari ini saya mendengarkan masukan dari tantangan yang dihadapi wajib pajak di @pajakkebayoranbaru1, @pajakpmb serta @pajakwpbesar,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi dedikasi jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terutama petugas pajak yang berada di garis depan.

Ia menyampaikan pesan motivasi kepada seluruh petugas pajak untuk tetap semangat dan proaktif dalam mengatasi berbagai kendala yang muncul.

Bendahara negara ini menekankan bahwa tugas mereka adalah melayani masyarakat dengan sepenuh hati serta menjadikan sistem perpajakan sebagai fondasi yang kokoh bagi pembangunan bangsa.

Menteri Keuangan juga meminta maaf kepada wajib pajak atas kendala yang sempat terjadi dalam mengakses Coretax beberapa waktu lalu.

Menurutnya, DJP terus berupaya untuk melakukan perbaikan dengan pendekatan praktis dan pragmatis agar permasalahan yang dihadapi bisa segera teratasi.

“Kami berharap Wajib Pajak terus memberikan dukungan dalam upaya kami menyempurnakan sistem Coretax,” katanya. (alf)

Kanwil DJP Jakarta Barat Kukuhkan 172 Relawan Pajak untuk Negeri Tahun 2025 

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat menggelar kegiatan Pengukuhan 172 Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) Tahun 2025 di Aula Harmoni Lantai 1, Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat. Kegiatan ini diikuti oleh 72 perwakilan Renjani Tahun 2025, 14 perwakilan Renjani Tahun 2024, serta dua perwakilan perguruan tinggi di wilayah Jakarta Barat, termasuk Kepala Seksi Pelayanan dan perwakilan fungsional penyuluh dari masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Herry Setyawan, melaporkan bahwa pada tahun 2025 lebih dari 232 mahasiswa dari delapan tax center di Jakarta Barat mendaftar sebagai Renjani. Setelah melalui proses seleksi, yang meliputi pelatihan e-learning melalui Ruang Belajar DJP, sebanyak 172 mahasiswa berhasil terpilih dan akan ditempatkan di sembilan KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat.

“Peran serta Renjani sangat strategis untuk menjembatani dan menyampaikan pesan-pesan dari DJP, sehingga masyarakat lebih memahami kewajiban perpajakan dan manfaatnya,” ujar Herry dikutip dalam keterangan resminya, yang diterima Jumat (24/1/2025).

Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat Farid Bachtiar, dalam menyatakan bahwa tujuan pengukuhan Renjani 2025 adalah sebagai langkah awal para relawan ini untuk membantu DJP dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar dan melaporkan pajak.

Farid menegaskan bahwa Renjani bukan sekadar program, tetapi juga merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengenal dan menyadarkan diri mereka tentang kewajiban perpajakan yang akan mereka hadapi di masa depan.

Farid juga memberikan apresiasi kepada Renjani tahun 2024 atas kontribusinya dalam mendukung pencapaian penerimaan Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat yang tercatat mencapai 100,26% pada Desember 2024.

“Renjani tahun 2024 sudah banyak membantu wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya,” ujar Farid.

Pada acara tersebut, diumumkan pula penghargaan kepada tax center terbaik di wilayah Jakarta Barat, yang diraih oleh Universitas Mercu Buana. Pengurus Tax Center Universitas Mercu Buana, Yananto Mihadi Putra, menjelaskan bahwa universitas tersebut berupaya meningkatkan edukasi perpajakan kepada masyarakat melalui kerja sama dengan DJP dan KPP.

Kelvin Saputra, mahasiswa Universitas Mercu Buana, juga diumumkan sebagai Renjani terbaik pertama Tahun 2024 se-Jakarta Barat. Kelvin berbagi tips menjadi Renjani terbaik, yaitu dengan aktif mengikuti kegiatan di KPP dan membuat konten edukasi perpajakan untuk masyarakat.

“Renjani 2025 bisa banget edukasi masyarakat terkait Coretax,” pesan Kelvin.

Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum bagi Renjani untuk memperkuat kesadaran perpajakan di kalangan masyarakat dan mahasiswa, serta memperluas pemahaman tentang pentingnya pajak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (alf)

en_US