DJP Pantau Kekayaan Ustadz Solmed

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui akun TikTok resmi mengomentari video artis April Jasmine dan Ustaz Solmed. Video yang dikomentari Ditjen Pajak merupakan cuplikan April dan Ustaz Solmed melakukan syuting di rumah barunya yang terkenal mewah.

Akun Ditjen Pajak berkomentar bahwa tengah memantau orang kaya. “Memantau orang kaya,” tulis akun resmi @ditjenpajakri, dikutip Sabtu (27/1/2024).

Sontak komentar dari Ditjen Pajak menjadi perhatian netizen dengan balasan dari sejumlah akun hingga 488 komentar balasan.

Komentar itu merujuk di mana April dan Ustaz Solmed sempat melontarkan kata “Kaya, kaya, kaya,” yang sepertinya jargon dari syuting acara yang dilakukan tersebut.

Pada caption video tersebut, April sembari menawarkan bergabung dengan bisnisnya.

Mengutip dari detikHot, Ustaz Solmed dan April telah memiliki rumah mewah yang berdiri di atas lahan sekitar 4.000 m2. Ada 6 bangunan yang dibuat dalam satu area rumah Ustaz Solmed.

Penampakan rumah Ustaz Solmed terlihat mewah dan megah dengan nuansa putih pada setiap bangunannya. Rumah tersebut juga lengkapi dengan berbagai difasilitasi mulai dari musala hingga lapangan futsal pribadi.

Ditjen Pajak Buka Suara

Dihubungi terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP, Dwi Astuti menerangkan komentar tersebut dimaksudkan agar masyarakat mengeyahui bahwa DJP aktif melakukan pemantauan dan profiling wajib pajak.

“Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi DJP tekait pengawasan pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara Indonesia, khususnya terkait pemenuhan hak dan kewajiban pajak,”  kata Dwi seperti dikutip dari detikcom. (bl)

 

DJP Kembali Jelaskan Penghitungan PPh 21 dengan TER

IKPI, Jakarta: Implementasi tarif efektif rata-rata (TER) untuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 baru saja berlaku mulai 1 Januari 2024. Aturan TER ini telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023.

Dikutip dari akun Direktorat Jenderal Pajak @ditjenpajakri di Instagram, Tujuan dari terbitnya aturan ini adalah penyederhanaan penghitungan PPh Pasal 21 dalam bentuk Tarif Efektif Rata-rata (TER).

“Hal ini bukanlah pajak baru, sehingga tidak ada tambahan beban pajak baru,” tulis Ditjen Pajak.

Adapun, dasar perhitungan PPh 21 mengacu pada Tarif Pasal 17 Ayat 1 huruf a UU PPh, kemudian, tarif efektif rata-rata harian dan bulanan.

Menurut Ditjen Pajak, hitungan baru Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dinilai tidak akan membebankan para pegawai. DJP mengatakan bahwa implementasi perhitungan pajak menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) hanya untuk menyederhanakan penghitungan.

“Dengan adanya penerapan tarif tersebut, tidak mengakibatkan adanya tambahan beban pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, melalui keterangan tertulis, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (29/1/2024).

Lantas bagaimana pengenaan TER pada pajak gaji karyawan?

Pasal 13 PMK 168 tahun 2023 secara khusus mengatur ketentuan mengenai penggunaan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21. Lebih lanjut, tarif efektif yang dimaksud terdiri atas tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian.

Dalam skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a dalam UU PPh, Dwi menuturkan penerapan tarif efektif bulanan misalnya pada pegawai tetap hanya digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21 setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Dalam aturan ini, menurut Dwi, pemerintah mengatur penghitungan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap menggunakan tarif bulanan kategori A, B, dan C. Kategori A diperuntukkan bagi orang pribadi dengan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Kategori B diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2). Sementara, kategori C diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3).

“Untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, DJP juga menyiapkan dua instrumen untuk mengasistensi pemberi kerja,” paparnya.

Dua instrumen tersebut adalah alat bantu hitung PPh Pasal 21 (kalkulator pajak) yang dapat diakses melalui situs pajak.go.id mulai pertengahan Januari 2024 dan penerbitan buku pedoman penghitungan pemotongan PPh 21 yang dapat diakses melalui tautan berikut: pajak.go.id/id/sinopsis-ringkas-dan-unduh-buku-cermat-pemotongan-pph-pasal-2126.

Mengapa penggunaan metode TER ini membuat gaji turun?

Merujuk pada Buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, disebutkan tidak ada pajak baru atau tambahan beban baru dalam pengenaan PPh atas wajib pajak orang pribadi dengan skema TER. Skema penghitungan itu hanya meringkas tahapan penghitungan yang diformulasikan dalam bentuk tarif efektif.

Dengan metode baru itu, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan yang besarannya dikategorikan berdasarkan total penghasilan, status perkawinan, hingga jumlah tanggungan.

Barulah pada Desember atau masa pajak terakhir rumusnya kembali normal, seperti sebelumnya. Penghitungan normal atau selain menggunakan metode TER ini ialah penghasilan bruto setahun dikurangi biaya jabatan/pensiun, iuran pensiun, zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang dibayar melalui pemberi kerja, untuk memperoleh nilai pajak neto setahun.

Setelah itu, baru dikurangi dengan pendapatan tidak kena pajak, untuk memperoleh nilai penghasilan kena pajak setahun. Penghasilan kena pajak itulah yang baru dikalikan dengan tarif pasal 17 UU PPh supaya mendapatkan nilai PPh terutang setahun. Dan setelahnya dikurangi total PPh yang telah dipotong dari Januari-November untuk mengetahui PPh 21 yang harus dipotong pada Desember.

Agar karyawan tidak bingung, simak simulasi TER PPh 21 untuk gaji Rp 15,5 juta per bulan, berikut ini:

Seorang pegawai tetap yang kewajiban pajaknya sudah ada sejak awal tahun kalender, namun sebenarnya baru bekerja pada pertengahan tahun dengan gaji Rp 15,5 juta. Berikut ini adalah simulasinya:

Tuan B mulai bekerja di PT Y pada tanggal 1 September 2024. Tuan B berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Tuan B menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp15.500.000 per bulan dan membayar iuran pensiun melalui PT Y sebesar Rp100.000 per bulan.

Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan B (TK/0), maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B selama tahun 2024 sebagai berikut.

Selama 3 bulan bekerja di perusahaan itu sejak September-November, total PPh Pasal 21 yang Tuan B bayarkan adalah sebanyak Rp 1.085.000 per bulan atau Rp 3.255.000 selama 3 bulan.

Penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir (Desember)

Penghasilan Bruto Setahun : 62.000.000

Pengurang:

-Biaya jabatan setahun:

5%xRp 62.000.000 (max 4xRp 500.000 = Rp 2.000.000)

-Iuran pensiun:

4xRp 100.000 = Rp 400.000.000

Total Pengurang: Rp 2.400.000

Penghasilan Bruto Setahun : Rp 62.000.000

Total Pengurang: Rp 2.400.000,00

Penghasilan Neto Setahun: Rp 59.600.000

-PTKP Setahun untuk WP Sendiri: Rp54.000.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun: Rp 5.600.000

PPh Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp 5.600.000 = Rp 280.000,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai November 2024: Rp 3.255.000

PPh Pasal 21 yang lebih dipotong (Rp 2.975.000,00)

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.

Catatan :

1. Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan oleh PT Y kepada Tuan B beserta dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 Masa Pajak Terakhir, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.

2. Tuan B wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT Y dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024.

3. PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT Y untuk Masa Pajak September sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp280.000 merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024.

Kegiatan PPL IKPI Palembang “Dibanjiri” Peserta

IKPI, Jakarta: Kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) terstruktur Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Palembang bertema “Perhitungan Teknis PPh 21 berdasarkan PP 58/2023 dan Optimalisasi Kepatuhan Formal dan Material Pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan” pada Sabtu (27/1/2024) di Hotel Harper, Palembang “dibanjiri” peserta.

“Target kami hanya 100 peserta, tetapi yang ikut dalam kegiatan ini totalnya ada 144 peserta. Ada peserta umum, anggota IKPI Palembang dan anggota lain di luar cabang Palembang,” kata Ketua IKPI Palembang Andreas Budiman melalui keterangan tertulisnya, Minggu (28/1/2024).

(Foto: Dok IKPI Cabang Palembang)

Menurut Andreas, banyaknya peserta PPL ini tidak terlepas dari dukungan anggota IKPI Palembang dalam mempromosikan kegiatan tersebut. “Kami juga membuat kebijakan menarik, di mana setiap anggota yang bisa menjual 2 tiket atau lebih undangan, maka akan mendapatkan gratis untuk mengikuti PPL ini,” ujarnya.

Namun demikian, ketertarikan peserta dirasa Andreas bukan hanya dari ajakan panitia melainkan tema yang dibawakan dalam PPL kali ini sangat menarik dan merupakan kebijakan yang memang ingin diketahui para konsultan pajak mengenai pelaksanaan teknisnya.

(Foto: Dok IKPI Cabang Palembang)

Lebih lanjut Andreas mengungkapkan dalam kebijakan ini, dari simulasi yang dilakukan memang ada sisi yang memberatkan terutama Penghasilan Karyawan Dibawah PTKP yang semula tidak kena Pajak Penghasilan (PPh) 21 sekarang dikenakan, sehingga menimbulkan lebih bayar.

“Namun, kabar baiknya adalah kedua peraturan ini teknisnya sangat simpel karena semua otomatis terhitung sendiri,” ujarnya.

(Foto: Dok IKPI Cabang Palembang)

Andreas mengatakan, pajak itu dinamis sebagai pelaku dibidang perpajakan dia mengimbau hendaklah konsultan pajak khususnya anggota IKPI selalu mengupdate peraturan-peraturan yang berlaku untuk meminimalisir kesalahan.

Sekadar informasi, dalam kegiatan tersebut peserta juga melihat video klip Jingle UU KP. “ Ini perdana ditayangkan dan diputar sebelum dimulai acara. Tanggapan peserta sangat positif dan mendukung adanya UU KP,” ujarnya. (bl)

Pemprov DKI Resmi Naikan Tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal menerapkan tarif pajak progresif untuk orang yang memiliki lebih dari 1 kendaraan, khususnya untuk kendaraan pada jenis/jumlah roda yang sama. Kenaikan tarif pajak progresif ialah sebesar 0,5 persen. Aturan ini sudah tertuang Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Lalu, kapan aturan ini bakal berlaku?

“Ketentuan mengenai PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini mulai berlaku 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal 5 Januari 2022,” tulis Pasal 115 Perda tersebut.

Artinya, kebijakan perubahan pajak progresif ini bakal berlaku mulai 5 Januari 2025 meski sudah diundangkan pada 5 Januari 2024 lalu.

Untuk besarannya, kenaikan tarif pajak progresif di aturan baru tersebut naik maksimal menjadi 6% untuk kendaraan kelima dan seterusnya. Sedangkan pada aturan lama, nilai pajak maksimalnya yakni 10% untuk kendaraan ke-17 dan seterusnya.

Kepemilikan Kendaraan Bermotor atas nama yang sama didasarkan pada nomor induk kependudukan yang sama. Artinya, jika dalam satu alamat sesuai Kartu Keluarga terdapat lebih dari satu kendaraan (lebih dari 1 mobil dan lebih dari 1 motor), maka mobil/motor kedua dan seterusnya dikenakan tarif pajak progresif.

“Yang dimaksud dengan “kepemilikan” adalah hubungan hukum antara orang pribadi atau Badan dengan Kendaraan Bermotor yang namanya tercantum di dalam bukti kepemilikan atau dokumen yang sah,” tulis pasal 8 Perda tersebut.

Skema baru tarif pajak kendaraan bermotor:

2% untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama
3% untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua
4% untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor ketiga
5% untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor keempat
6% untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kelima dan seterusnya.

Aturan lama Tarif PKB di Jakarta:

– Kendaraan pertama pajak 2%
– Kendaraan kedua pajak 2,5%
– Kendaraan ketiga pajak 3%
– Kendaraan keempat pajak 3,5%
– Kendaraan kelima pajak 4%
– Kendaraan keenam pajak 4,5%
– Kendaraan ketujuh pajak 5%
– Kendaraan kedelapan pajak 5,5%
– Kendaraan kesembilan pajak 6%
– Kendaraan kesepuluh pajak 6,5%
– Kendaraan kesebelas pajak 7%
– Kendaraan keduabelas pajak 7,5%
– Kendaraan ketiga belas pajak 8%
– Kendaraan keempat belas pajak 8,5%
– Kendaraan kelima belas pajak 9%
– Kendaraan keenam belas pajak 9,5%
– Kendaraan ketujuh belas dan seterusnya pajak 10%

 

Penerapan Penghitungan PPh 21 dengan TER Sebabkan Penurunan Gaji, Ini Penjelasannya!

IKPI, Jakarta: Sejumlah pegawai mengalami penurunan gaji pada Januari 2024. Penurunan ini memang dipicu oleh penerapan penghitungan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi baru.

Perhitungan ini telah berlaku sejak 1 Januari 2024. Kebijakan ini telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.

Melalui ketentuan itu, pemerintah menetapkan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode tarif efektif rata-rata atau TER, yang terbagi menjadi dua kategori, yakni tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dalam satu tahun, serta tarif efektif harian.

Sebenarnya, metode baru itu menghitung PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Kemudian, baru pada Desember atau masa pajak terakhir rumusnya kembali normal seperti sebelumnya.

Pengamat pajak menjelaskan penerapan hitung-hitungan baru mengenai PPh karyawan yang menggunakan metode TER akan membuat gaji bulanan para pegawai kantoran berubah. Meski demikian, perbedaan hitung-hitungan itu akan hilang di perhitungan PPh terakhir yakni di bulan Desember.

“Hasil perhitungan bulanan sebelum masa pajak terakhir atau Desember memang akan berbeda antara TER dan tarif normal, perbedaan tersebut akan hilang di perhitungan masa terakhir atau Desember,” kata Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono seperti dikutip dari Kontan.co.id, Jumat (25/1/2024).

Meski berbeda secara bulanan, Prianto menekankan bahwa penghitungan PPh 21 ini tetap sama apabila dilihat dalam tempo satu tahun. Penghitungan menggunakan TER, kata dia, dilakukan hanya untuk mempermudah perhitungan pajak bulanan karyawan. “TER ditujukan untuk mempermudah perhitungan bulanan sebelum Desember atau masa pajak terakhir,” ungkapnya.

Perbedaan beban PPh 21 itu akan terasa terutama pada pegawai yang menanggung pajaknya sendiri. Sementara untuk pegawai yang pajaknya ditanggung oleh perusahaan, maka tidak akan mengalami perubahan akibat penerapan penghitungan TER ini.

“Di perhitungan bulanannya tetap ada beda. Tapi pada akhir Desember perhitungannya akan kembali normal,” katanya.

Menurut dia, saat ini beberapa perusahaan masih terus membuat simulasi perhitungan untuk mengetahui perbedaan yang diakibatkan oleh penerapan metode TER ini. Menurut dia perbedaan mencolok justru ada di perluasan obyek PPh 21 yang mencakup imbalan natura atau kenikmatan.

Dia menambahkan take home pay akan berkurang jika beban PPh ada di pegawai dan objek potongan PPh-nya mencakup imbalan tunai dan nontunai (natura & kenikmatan).

Adapun sejumlah pegawai yang diwawancarai oleh CNBC Indonesia mengaku gaji bulan Januari mereka berkurang karena adanya penerapan penghitungan ini. Seorang pegawai swasta bernama Adi (bukan nama asli) yang bekerja di Jakarta menjadi salah satu pegawai yang gajinya berkurang bulan ini karena penerapan hitungan baru PPh 21 tersebut. Dia mengaku gaji yang diterima bulan ini berkurang sekitar Rp 250 ribu daripada bulan lalu. “Turun gaji Rp 250 ribu,” kata dia.

Seorang pegawai swasta lainnya bernama Dinda (bukan nama asli) mengaku juga mengalami penurunan serupa. Dia mengatakan biasanya mengalami potongan gaji Rp 250 ribu untuk pembayaran pajak setiap bulannya. Namun pada Januari ini, jumlah potongan itu naik menjadi lebih dari Rp 300 ribu.

“Kalau kena hitung-hitungan tarif PPh baru bukannya harusnya potongan di bulan 1-11 lebih kecil terus baru gede di bulan 12 ya?” kata dia. (bl)

 

 

Dirjen Pajak Ungkap Tantangan Menaikan Tax Ratio di Indonesia

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengakui bahwa tax ratio Indonesia masih rendah meski target penerimaan pajak senantiasa mencapai target dalam waktu tiga tahun terakhir ini.

Suryo bilang, rasio pajak Indonesia saat ini masih menyentuh angka sekitar 10%. Bahkan pada tahun 2020, rasio pajak Indonesia anjlok ke angka 8,3% akibat pandemi Covid-19.

“Tantangannya adalah bagaimana kita menggunakan resources yang ada untuk meng-capture pajak dari aktivitas ekonomi,” ujar Suryo dalam Podcast Cermati, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Jumat (26/1/2024).

Ia menambahkan, tantangan dari sisi kebijakan sebenarnya telah ditindaklanjuti dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Namun, isu data dan informasi masih menjadi tantangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Wajar saja, sistem perpajakan di Indonesia sendiri menganut sistem self-assessment.

Dalam proses penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, sering kali pihaknya mendapatkan perbedaan data yang disampaikan oleh wajib pajak dengan data yang dimiliki oleh DJP Kemenkeu.

“Melaporkan sendiri pajak yang terutang, menghitung sendiri, membayar sendiri, lapor sendiri sampai pada posisi mengatakan bahwa ada data informasi yang belum dilaporkan di SPT,” katanya.

“Kalau memang kita tak menemukan data, laporan SPT itu benar selesai. Kecuali kalau ditemukan data yang lain, ini jadi tantangan,” imbuh Suryo.

Namun, kehadiran UU No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan ini memungkinkan DJP Kemenkeu untuk mengumpulkan informasi dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya di Indonesia, bahkan di luar negeri.

Dengan begitu, apabila terdapat data yang berbeda disampaikan oleh wajib pajak, maka DJP akan mengingatkan hal tersebut kepada wajib pajak.

Selain itu, Suryo menyampaikan bahwa data yang harus diolah oleh DJP terus meningkat seiring dengan bertambahnya wajib pajak yang berkewajiban melaporkan SPT Tahunan. Untuk itu, penambahan data tersebut juga perlu diimbangi dengan pembaruan sistem informasi.

“Tantangan berikutnya kalau makin banyak data, otomatis kami memerlukan mesin dengan size yang lebih gede,” katanya.

Sebagai informasi, DJP Kemenkeu tengah mematangkan sistem pajak canggih bernama Core Tax System yang rencananya akan meluncur pada pertengahan tahun ini. Harapannya, dengan hadirnya Core Tax System ini maka penerimaan pajak ke depannya juga akan ikut terdongkrak. (bl)

 

Pengusaha Hiburan di Bekasi Bebas dari Pajak Daerah

IKPI, Jakarta: Pengusaha hiburan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat terbebas dari pajak daerah mengacu ketentuan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 terkait Penyelenggaraan Kepariwisataan yang tidak memberikan wewenang pemungutan pajak dari sejumlah jenis usaha dimaksud.

Kepala Bidang Pajak Daerah Lainnya pada Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi Jenal Aca menyatakan belum ada agenda pembahasan terkait penarikan pajak dari usaha hiburan, mengingat ketentuan peraturan daerah menyangkut penyelenggaraan kepariwisataan masih berlaku.

“Belum dibahas karena perda (peraturan daerah) ini belum dicabut. Kecuali perda tersebut dicabut, baru kemungkinan ada agenda pembahasan terkait penarikan pajak hiburan malam,” katanyaseperti dikutip dari AntaraNews.com, Jumat (26/1/2024).

Kondisi itu membuat kebijakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu untuk jasa hiburan tidak berlaku di Kabupaten Bekasi.

Padahal dalam regulasi itu telah ditetapkan tarif pajak untuk jenis usaha hiburan seperti diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap sebesar 40 hingga 75 persen. Artinya, potensi penambahan pendapatan asli daerah dari sektor ini relatif besar.

Jenal mengaku sejak Perda 3/2016 diberlakukan, beberapa jenis usaha hiburan seperti karaoke, bar, spa, dan panti pijat dilarang. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha hiburan yang melanggar peraturan ini terus berkembang di Kabupaten Bekasi.

“Sejak perda tentang kepariwisataan diterbitkan, pemerintah daerah sudah tidak bisa menerima pajak daerah dari sektor itu,” kata dia lagi.

Sementara itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi tetap aktif melakukan pengawasan, penindakan, dan pembinaan kepada pelaku usaha yang melanggar peraturan daerah dimaksud.

“Tahun ini kami tetap ada kegiatan untuk melakukan penertiban yang dilarang perda. Untuk jumlah anggaran saya kurang hafal,” kata Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi Surya Wijaya.

Kepala Seksi Penegak Perda pada Satpol PP Kabupaten Bekasi Windy Mauladi menekankan perlu kerja sama sejumlah perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah menyangkut tempat hiburan, mengingat dari segi teknis pihaknya hanya melakukan penindakan.

“Kalau setiap tahun melalui seksi saya ada Rp300 juta. Sementara untuk seksi lain dalam penegakan perda juga dianggarkan sebesar Rp400 juta. Namun untuk detailnya saya kurang mengetahui,” ujarnya lagi.

Dia berharap ada sinergi organisasi perangkat daerah terkait untuk melakukan penertiban tempat hiburan secara bersama-sama mengacu pada Surat Keputusan Bupati Bekasi.

“Ada dinas perizinan, pariwisata, perpajakan, dan kami penegak perda. Jadi sekali turun bisa komprehensif dan menghasilkan solusi yang jelas dalam penindakan perda dilarang jenis usaha,” kata dia pula. (bl)

Pemerintah Persilahkan Pengusaha Ajukan Judicial Review Kenaikan Pajak Hiburan ke MK

IKPI, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan akan menghormati pengusaha yang akan mengajukan Judicial Review (JR) ke Makamah Konstitusi (MK) jika ingin pajak hiburan 40%-75% kembali seperti sebelumnya. Karena dengan cara tersebut kebijakan yang saat ini kemungkinan bisa dibatalkan atau kembali ke aturan lama.

Adapun aturan pajak yang baru berlaku dan diprotes pengusaha, tertuang dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

“Kalau wacana pelaku usaha menginginkan ada semacam penurunan atau kembali ke tarif lama skemanya ya memang JR. Karena Undang-undang sudah ada dan berlaku, kan UU 2022 di Januari, transisi 2 tahun, sehingga berlaku Januari 2024,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (25/1/2024).

Susi mengatakan pengajuan JR ke MK tersebut merupakan hak pengusaha jika ingin kebijakan tersebut kembali seperti sebelumnya. Pemerintah juga akan menghormati proses hukum dan menjalani jika sudah ada hasilnya.

“Kalau dari sisi pelaku usaha idealnya balik lagi ke yang lalu, skemanya harus JR ke MK. Pemeirntah menghormati dan hak pengusaha kalau hasil MK apapun akan mengikuti,” jelas dia.

Meski begitu, Susi menegaskan ada insetif yang bisa didapatkan pengusaha agar pajak hiburan itu turun atau bahkan di bawah 40%. Hal itu bisa diberikan oleh masing-masing pemerintah daerah seiring dengan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengenai petunjuk kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha hiburan.

“Ke customer berupa tadi menunjukan kembali ada skema kewenangan kepala daerah untuk memberikan pengurangan, penurunan, pembebasan pokok pajaknya, itu kan yang di sisi itu sudah kita dorong, udah ada SE Mendagri yang menegaskan kembali ada ruang insentif fiskal di kepala daerah,” terang dia.

Informasi mengenai pengusaha tengah mengajukan JR ke MK diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Parekraf Bidang Manajemen Krisis, Fajar Utomo. Ia menyebut para pengusaha spa telah mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut status bisnis spa di tanah air.

“Dari kawan-kawan spa, ada perspektif kenapa mereka dikategorikan hiburan. Sementara mereka menyampaikan di regulasi yang ada, mereka masuk industri terkait jasa kesehatan. Ini terkait health and wellness tourism yang sedang kita dorong,” jelasnya, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Terkait insentif yang bisa diberikan pemerintah daerah kepada pelaku usaha hiburan juga telah diterangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Dalam pertemuannya dengan pengusaha industri jasa hiburan, Airlangga menjelaskan bahwa ada insentif pajak yang bisa diberikan pemerintah daerah untuk pelaku industri jasa hiburan.

“Dalam pasal 101 itu diberikan diskresi kepada kepala daerah untuk memberikan insentif, dengan insentif untuk investment dan mendorong pertumbuhan yang lain, itu dimungkinkan pajak itu di bawah 70% bahkan di bawah 40%,” jelasnya, ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).

Namun, dia menegaskan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Besarannya yakni minimal 40% dan maksimal 75%.

“Untuk aturannya tetap di HKPD, bukan UU Nomor 28 Tahun 2009, itu sudah diganti ke UU HKPD,” kata Airlangga. (bl)

 

Pemko Makassar Beri Insentif Pajak Hiburan

IKPI, Jakarta: Wali Kota Makassar Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto menjadi sasaran protes asosiasi pengusaha hiburan di tengah kenaikan pajak hiburan dari 40% hingga 75% yang ditetapkan pemerintah pusat. Danny memahami keluhan itu dan akan memperjuangkan solusi terbaik.

Danny menerima protes dari asosiasi pengusaha hiburan tersebut dalam pertemuan yang digelar di Balai Kota Makassar, Rabu (24/1). Audiensi itu dihadiri unsur Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

“Jadi memang 75% cukup besar dan saya kira tidak realistis. Tapi karena ini undang-undang kita kan harus mengikuti undang-undang,” ujar Danny seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (25/1/2024).

Kenaikan pajak hiburan itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Danny menyebut, keluhan pengusaha hiburan terkait itu terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia.

Danny mengaku, pemerintah pusat sudah merencanakan pemberian insentif di balik kenaikan pajak hiburan itu. Mekanisme tersebut diatur dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Nomor: 900.1.13.1/403-SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu.

“Ada respons dari bapak presiden soal itu, sehingga ada surat dari Kemendagri yang kita akan follow up,” ucap Danny.

Danny menegaskan, Pemkot Makassar juga akan menempuh solusi pemberian keringanan fiskal terhadap pelaku usaha hiburan itu. Pihaknya sementara mengkaji aturan pelaksanaannya.

“Solusinya kan sudah ada surat edaran yang saya suruh telaah, surat dari Kemendagri, kita ikuti itu. Salah satunya dimungkinkan untuk diturunkan, tapi berapa penurunannya menurut undang-undang, nah ini kita masih bahas,” ungkapnya.

“Paling tidak adalah kebijakan fiskal, keringanan jadi anggaplah sebagai insentif begitu, jadi dalam bentuk insentif pajak. Begitu yang saya baca tadi sekilas (dari SE Mendagri), saya belum membaca lebih dalam,” tambah Danny.

Danny pun meminta para pelaku usaha hiburan bersabar sementara waktu sembari menjalankan regulasi yang ada. Pihaknya berkomitmen akan tetap memudahkan pengusaha menjalankan aktivitasnya di Makassar.

“Jadi kalau saya bilang harus ada dua jalur, jalur komplain dari pada seluruh dunia usaha yang berhubungan dengan pajak ini. Yang kedua adalah memberikan konsep apa sebenarnya yang paling ideal, jadi bukan hanya sekadar komplain saja,” urai Danny.

Apalagi lanjut Danny, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana meninjau ulang kenaikan pajak hiburan tersebut. Dia menyebut pemerintah memahami kondisi para pelaku usaha.

“Saya kira apa yang disampaikan teman-teman PHRI itu wajar sekali, karena itu memang jumlah yang tidak masuk akal dalam berpajak. Dan saya lihat jelas-jelas di berita, pak presiden akan mengevaluasi keputusan ini,” tambahnya.

Baca juga:
Pengusaha di Makassar Tolak Pajak Hiburan Naik 75%, Usaha Terancam Tutup
Danny juga akan meninjau Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2024 terkait Pajak dan Retribusi Daerah yang disahkan DPRD Makassar. Regulasi itu terbit menindaklanjuti UU Nomor 1 Tahun 2022.

“Makanya saya sempat heran kenapa perdanya juga sampai 75%. Apakah kalau nanti diturunkan itu mengubah juga perdanya, katanya ada mekanisme koreksi,” ujar Danny.

Danny tidak menampik perda itu disoroti lantaran asosiasi pengusaha hiburan menganggap tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan regulasi itu. Namun Danny membantah hal tersebut.

“(Pengusaha hiburan) Dilibatkan. Tadi sudah dibilang, sudah pernah FGD (forum group discussion) berulang-ulang kali sebelum dilaksanakan. Jadi dilibatkan,” tegas Danny. (bl)

Kemenkeu Tegaskan Kenaikan Pajak Rokok Bukan Cari Keuntungan

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan tujuan dari pengenaan pajak rokok, termasuk pajak rokok elektrik adalah untuk mengendalikan konsumsi di masyarakat. Sehingga, ia memastikan pajak yang ditetapkan pemerintah bukan semata-mata untuk mencari tanbahan pendapatan.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati mengatakan, pajak menjadi salah satu instrumen fiskal yang digunakan pemerintah. Meski menjadi instrumen pengumpulan dana, dia menegaskan tujuannya bukan hanya mendulang pendapatan dari masyarakat.

“Pajak atau cukai apapun, sekali lagi bukan semata-mata menggali pendapatan sebanyak-banyaknya, tapi lebih kepada instrumen mengendalikan konsumsinya,” ujar Lydia seperti dikutip dari Liputan6.com, Kamis (25/1/2024).

Dia menegaskan, pengendalian ini diperlukan untuk menjaga konsumsi di masyarakat. Pasalnya, seperti pajak rokok, menjadi barang yang berdampak ketika dikonsumsi.

Misalnya, kata Lydia, adalah dampak dari kandungan zat-zat yang ada dalam rokok tersebut. Baik itu rokok konvensional, maupun rokok elektrik. Pajak sendiri masuk pada sisi pengendalian dari aspek keuangan.

“Kenapa perlu? karena yang dikonsumsi adalah sesuatu yang berdampak. Contohnya kalau rokok itu didalamnya ada tembakau, ketika diekstrak nikotinnya jadi zat yang adiktif, maka disitulah peran pajak dan cukai,” jelasnya.

“Cukai itu sama dengan pajak, cukai itu pajak tertentu yang dikenakan pada barang konsumsi tapi pajak tadi disampaikan adalah kewajiban. Sesuatu kewajiban jika rokok kena cukai maka otomatis nempel disitu. Jadi setiap ada cukai rokok itu harus dikenakan pajak rokoknya,” sambung Lydia. (bl)

en_US