Ketum Vaudy: Dukungan IKPI untuk Implementasi Coretax Dilakukan Sejak 2022

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyatakan dukungannya terhadap peluncuran Coretax, yang secara resmi diimplementasikan mulai 1 Januari 2025.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menegaskan bahwa sistem ini merupakan langkah penting dalam digitalisasi administrasi perpajakan di Indonesia.

“IKPI telah mendukung Coretax sejak awal melalui berbagai kegiatan sosialisasi, seminar, dan edukasi yang melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta seluruh anggota IKPI di seluruh Indonesi, baik di tingkat pusat maupun daerah,” kata Vaudy di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Ia menegaskan, sejak 2022 IKPI telah mengadakan sosialisasi dan seminar di berbagai wilayah, termasuk yang terakhir di Surabaya pada 2023. Selain itu, IKPI juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Dit. P2 Humas untuk edukasi di delapan lokasi, serta dengan Kanwil DJP di berbagai daerah.

Vaudy optimis sistem ini akan meningkatkan akurasi, kecepatan, dan transparansi administrasi perpajakan, mempermudah pelaporan pajak, serta mendukung integrasi data untuk kebijakan fiskal yang lebih baik. Namun, ia mengakui masih terdapat kendala dalam penerapannya.

“Kami berharap kendala ini dapat segera diatasi agar manfaat penuh dari sistem ini, termasuk peningkatan tax ratio, dapat tercapai,” ujarnya.

Kenaikan PPN ke 12% 

Terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang berlaku mulai 1 Januari 2025, Vaudy menegaskan ketaatannya pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.

Namun, ia menyayangkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap perubahan ini. Hal ini menyebabkan tanggapan negatif dari masyarakat dan dunia usaha.

“Kami berharap ke depan, setiap perubahan tarif yang berdampak signifikan dapat disosialisasikan lebih awal untuk menghindari ketidakpahaman dan kekhawatiran publik,” kata Vaudy. (bl)

Benarkah Penerapan PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah?

Menjelang beberapa jam berakhirnya tahun 2024 dimana sebagian rakyat Indonesia bersiap merayakan pergantian tahun, Pemerintah tiba-tiba mengumumkan berita yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat mengenai kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12%, isu kenaikan PPN ini sudah menjadi isu kontroversial dimana sudah berbulan-bulan menjadi bola panas.

Dalam pengumumannya, mengutip berita harian Media Indonesia : Presiden Prabowo Subianto secara sah meresmikan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Kebijakan PPN 12 persen ini akan mulai berlaku sejak 1 Januari 2024. “Setelah berkoordinasi dengan DPR RI hari ini pemerintah merumuskan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen,” ujar Presiden Prabowo di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.

Presiden Prabowo menekankan kebijakan ini hanya berlaku terhadap barang dan jasa yang sebelumnya telah dikenakan PPN untuk mewah. Hal ini kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat mampu.

Kemudian pengumuman tersebut diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tanggal 31 Desember 2024, yang mana PMK 131 tersebut mengatur 3 hal sbb :

1. Atas Barang dan Jasa Mewah dikenakan PPN 12%, dengan perhitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menggunakan rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12 untuk masa transisi di bulan Januari 2025, kemudian selanjutnya, akan dikenakan tarif PPN 12% dengan DPP sesuai nilai impor/harga jual / harga penyerahan.

2. Atas barang / jasa non mewah dikenakan tarif PPN 12%, namun dengan perhitungan DPP menggunakan rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12 tanpa masa transisi, dengan rumus ini maka tarif efektif PPN atas barang / jasa non mewah tetap dikenakan tarif 11%.

3. Pengecualian PMK 131 bagi PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain atau menggunakan PPN besaran tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan.

Setelah dievaluasi ternyata terdapat sedikit ketidak-sinkronan antara Pengumuman Presiden Prabowo dengan substansi PMK 131 Tahun 2024, sehingga efek kenaikan PPN tersebut juga berimbas kepada barang-barang tertentu (tidak hanya untuk barang mewah saja). Selain itu PMK 131 tersebut juga menyajikan sesuai yang menarik dimana Pemerintah mengeluarkan rumus baru dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak dengan rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12.

Mengenai rumus baru tersebut, walau dapat dipahami bahwa tujuan Pemerintah adalah untuk mengambil jalan tengah antara amanat konstitusi di Pasal 7 ayat (1) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (kenaikan tarif PPN menjadi 12%) di satu sisi, dengan tuntutan mayoritas masyarakat yang meminta Pemerintah untuk membatalkan kenaikan tarif PPN tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan ialah apakah rumus harga jual / harga penyerahan dengan menggunakan DPP nilai lain tersebut tidak akan menimbulkan masalah baru bagi Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya ?

Dalam PMK 131 tahun 2024 disebutkan adanya pengecualian bagi PKP yang telah menggunakan DPP Nilai Lain atau menggunakan PPN besaran tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan. Artinya PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain dan / atau menggunakan PPN besaran tertentu tetap akan terdampak / mengalami kenaikan tarif PPN, sekedar informasi ada beberapa PKP yang menggunakan DPP Lain Lain dan/atau menggunakan PPN besaran tertentu sebagaimana dalam table berikut ini :

Selain PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam PMK 121/PMK.03/2015, terdapat juga PKP-PKP yang berusaha di bidang lainnya menggunakan DPP Nilai lain seperti :

1. PKP yang melakukan penyerahan produk tembakau (PMK 63/PMK.03/2022);

2. PKP yang melakukan penyerahan LPG (PMK 62/PMK.03/2022);

3. PKP yang melakukan penyerahan pupuk bersubsidi untuk produk pertanian (PMK 66/PMK.03/2022).

Contoh berikut dapat menggambarkan efek kenaikan PPN :

Contoh 1 :

PT K yang merupakan pengusaha kena pajak melakukan pemberian cuma-cuma (Barang Kena Pajak/BKP) berupa mouse komputer kepada PT L, diketahui bahwa atas mouse komputer tersebut memiliki harga jual sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) termasuk laba kotor Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), maka PT K wajib membuat FP kode 04 (DPP Nilai Lain) dengan perhitungan PPN sebagai berikut :

DPP Nilai Lain = Rp. 150.000,- (Rp. 200.000 – Rp. 50.000)

PPN 12% = Rp. 150.000 x 12% = Rp. 18.000,-

sedangkan jika menggunakan tarif yang lama yaitu 11%, perhitungannya sbb :

DPP Nilai Lain = Rp. 150.000,- (Rp. 200.000 – Rp. 50.000)

PPN 11% = Rp. 150.000 x 11% = Rp. 16.500,-

Berarti ada kenaikan PPN sebesar Rp. 18.000 – Rp. 16.500 = Rp. 1.500,- padahal mouse computer tidak termasuk barang mewah.

Contoh 2 :

PT M merupakan PKP yang melakukan penyerahan barang hasil pertanian berupa tanda buah segar kelapa sawit kepada CV N yang bukan merupakan badan usaha industry sebanyak 16.000 kg dengan harga jual Rp. 3.125,- per kg, sehingga total harga jual sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta). Berdasarkan data tersebut, PT M memilih menggunakan besaran tertentu untuk memungut PPN yang terutang atas penyerahan buah segar kelapa sawit tersebut, sehingga PT M wajib membuat Faktur Pajak kode 05 (PPN besaran tertentu), dengan perhitungan sebagai berikut :

Harga jual = Rp. 50.000.000,- (16.000 kg x Rp. 3.125)

DPP = Rp. 50.000.000,-

Jumlah PPN = 10% x Rp. 50.000.000,- x 12% = Rp 600.000,-

 

Jika dibandingkan dengan tarif PPN 11% (Tarif yang lama)

Harga jual = Rp. 50.000.000,- (16.000 kg x Rp. 3.125)

DPP = Rp. 50.000.000,-

Jumlah PPN = 10% x Rp. 50.000.000,- x 11% = Rp 550.000,-

Berarti ada kenaikan PPN yang terutang sebesar Rp. 50.000,- (Rp. 600.000 – Rp. 550.000) padahal buah kelapa sawit juga bukan merupakan barang mewah.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, maka jelas pernyataan Presiden Prabowo yang menyatakan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja namun isi dari PMK 131 Tahun 2024 tidak selaras dengan pernyataan tersebut, karena kenaikan tarif PPN tersebut juga berimbas kepada barang-barang/jasa non barang mewah sebagaimana diatur dalam aturan di atas (PMK 121/PMK.03/2015, PMK No 62/PMK.03/2022, PMK No. 62/PMK.03/2022, PMK 66/PMK.03/2022 dan PMK No 71/PMK.03/2022).

Tentunya karena sifat PPN adalah pajak atas konsumsi, tentunya kenaikan PPN tersebut akan ditanggung oleh konsumen akhir sehingga sedikit banyak akan meningkatkan pengeluaran masyarakat.

Selain efek kenaikan PPN sebagaimana penjelasan di atas, ada hal teknis yang akan menyulitkan WP PKP, karena adanya rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12. Kesulitan teknis tersebut adalah sbb :

1. Kesulitan PKP dalam mensetting programnya mereka dalam waktu singkat;

2. Akan ada selisih nilai DPP dengan PPN nya, karena adanya unsur pembulatan, sebagai contoh : jika harga jual sebesar Rp. 100.000.000,- (exclude PPN), maka DPP nilai lainnya dihitung Rp. 100.000.000 x 11/12 = Rp. 91.666.667,-. Kemudian dikalikan 12%, hasilnya adalah Rp. 11.000.000,04.

3. Apakah rumus nilai impor x 11/12 sudah tersambung otomatis dengan pihak Bea Cukai ? jika belum tentunya akan menyulitkan importir saat melaksanakan kewajiban pajak dalam rangka impornya.

4. Kesulitan Wajib Pajak saat menghadapi pemeriksaan pajak, karena WP diminta untuk membuat laporan rekonsiliasi omzet dan pembelian dan harus bisa membuktikan kepada pemeriksa pajak, sehingga biaya kepatuhan wajib pajak akan lebih tinggi, bukankah adanya aplikasi coretax dibuat untuk tujuan menurunkan biaya kepatuhan wajib pajak.

Semoga saja ada keberanian bagi Pemerintah untuk melakukan perbaikan Peraturan yang ada, sehingga pernyataan Presiden Prabowo menjadi sesuai dengan kenyataan, bahwa kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja yang memang dikonsumsi oleh mereka yang mampu.

Penulis :

Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI

Pino Siddharta, S.E, S.H, M.Si

Disclaimer :

Tulisan ini hanya pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi / lembaga.

 

 

 

 

 

 

Posisi Kedudukan Hukum PMK 81/2024  Tentang Pengkreditan Faktur Pajak Masukan dan Kepastian Hukum

Pada tanggal 14 Oktober 2024, Pemerintah mengeluarkan PMK 81 Tahun 2024 Tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau yang dikenal dengan istilah PMK Sapu Jagat (omnibus) yang salah satu pasalnya mengatur ulang mengenai pengkreditan faktur pajak masukan. Pengaturan tersebut ada di Pasal 376 ayat (1), tentunya menjadi tanda tanya, apakah Pasal 376 ayat (1) tersebut sudah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku ?

Untuk memudahkan melihat masalah pengkreditan faktur pajak masukan tersebut, penulis menggunakan perbandingan antara Pasal 9 UU No 42 Tahun 2009 dengan PMK 81 tersebut, sebagai berikut:

Jika kita telaah maka Pasal 376 ayat (1) mempersempit jenis faktur pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk masa pajak yang tidak sama, yaitu hanya untuk Pajak Masukan dalam bentuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, adapun jenis-jenis dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak di atur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. 16 Tahun 2021 :

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah:

a. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;

b. bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;

c. bukti penerimaan pembayaran (setruk) yang dibuat oleh Penyelenggara Distribusi atas penjualan pulsa dan/atau penerimaan komisi/fee terkait dengan distribusi token dan/atau voucher;

d. bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;

e. bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air minum;

f. tiket, tagihan surat muatan udara (airway bill), atau delivery bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;

g. nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;

h. dstnya….

Dengan berlakunya PMK 81 Tahun 2024 sejak tanggal 1 Januari 2025 ini, maka tidak ada lagi fasilitas bagi WP untuk melaporkan faktur pajak masukan di masa pajak tidak sama, sehingga seandainya masih ada FP masukan yang belum dikreditkan oleh WP di salah satu bulan, maka WP dapat mengkreditkan FP Masukan tersebut dengan mekanime pembetulan SPT Masa PPN di bulan yang bersangkutan, dan ini yang harus menjadi perhatian.

Yang menjadi pertanyaan, apakah Pasal 376 ayat (1) tersebut sudah tepat dan tidak menyalahi kaidah / asas-asas hukum yang umum dipakai dan harus diperhatikan?. Jika kita kaji perbandingan antara Pasal 9 ayat (9) UU PPN dan Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 maka dapat disimpulkan, keberadaan Pasal 376 ayat (1) tersebut:

1. Melanggar Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, asas ini memiliki makna bahwa undang-undang (norma/aturan hukum) yang lebih tinggi dapat meniadakan keberlakuan undang-undang (norma/aturan hukum) yang lebih rendah. Artinya, peraturan yang lebih tinggi dapat mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah. Asas lex superior derogat legi inferiori ini hanya berlaku terhadap dua peraturan yang secara hierarki tidak sederajat dan saling bertentangan. Namun pada ketentuan pasal 376 ayat (1) ini malah diatur kebalikannya, yaitu meniadakan aturan yang lebih tinggi.

2. Melanggar Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu :

Ayat (1) :

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat;

c. Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

Ayat (2) :

Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Melanggar Pasal 8 ayat (2) UU No 12 Tahun 2011 yaitu

“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”

Dalam hal ini Pasal 9 ayat (9) UU PPN tidak memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur ulang terkait dengan pengkreditan PPN Masukan. Sehingga berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU No 12 Tahun 2011 tersebut, maka keberadaan Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Terbitnya PMK 81 Tahun 2024 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025, sudah seharusnya memperhatikan asas-asas pembentukan hukum yang baik, dan memperhatikan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karena Indonesia menganut negara hukum sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yaitu: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menjadi tugas kita semua untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang sesungguhnya dengan memperhatikan rambu-rambu dalam pembuatannya.

Penulis :

Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI

Pino Siddharta, S.E, S.H, M.Si

Disclaimer :

Tulisan ini hanya pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi / lembaga.

 

 

Pelantikan Bersama IKPI Se-Jawa Timur Berlangsung Meriah dan Sukses

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, melantik sejumlah penguruh IKPI se- Jawa Timur (Jatim) di Hotel JW Marriott, Surabaya, Selasa (7/1/2025).

Adapun pengurus IKPI yang dilantik masing-masing, adalah: Ketua Pengda Jatim Zeti Arina, Ketua Cabang Surabaya Enggan Nursanti, Ketua Cabang Malang Ahmad Dahlan, dan Ketua Cabang Sidoarjo Budi Tjiptono.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Ketua Panitia Pelantikan Anggie, menyampaikan bahwa acara ini menjadi momen penting bagi IKPI untuk memperkuat struktur organisasi di Jawa Timur. “Pelantikan ini dihadiri oleh tiga Kanwil DJP Jawa Timur, yakni Kanwil DJP Jatim I, II, dan III. Bahkan, Kepala Kanwil DJP Jatim I, Bapak Sigit Danang Joyo, berkenan memberikan sambutan. Selain itu, hadir pula perwakilan dari PPATK, serta para ketua asosiasi seperti IAI, APINDO, OJK, REI, KADIN, dan organisasi lainnya,” ujar Anggie.

Sekadar informasi, pelantikan dipimpin langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, didampingi Wakil Ketua Umum Jety. Turut hadir delapan pengurus pusat IKPI untuk menyaksikan jalannya prosesi pelantikan.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

“Acara ini dihadiri oleh sekitar 200 orang, yang terdiri dari, 80 anggota pengurus yang dilantik, 8 perwakilan pengurus pusat IKPI, 40 undangan dari DJP dan PPATK, 50 perwakilan asosiasi dan universitas yang pernah bekerja sama dengan IKPI Jawa Timur, 36 pengisi acara, termasuk Yayasan Tuna Grahita dan Paduan Suara Indonesia,” kata Anggie.

Menurut Anggie, acara ini berjalan khidmat, lancar, dan sukses. Kehadiran para undangan, kemeriahan acara, serta rangkaian kegiatan seperti kuis perpajakan dan doorprize membuat suasana semakin seru hingga akhir acara.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Melalui pelantikan ini, IKPI Pengda Jawa Timur berharap dapat semakin memperkenalkan organisasi ke masyarakat luas. “Dengan melibatkan banyak asosiasi dan universitas, kami berharap kerja sama yang baik akan terus terjalin, sehingga kontribusi IKPI di bidang perpajakan semakin dirasakan,” ujarnya.

Acara ini menjadi tonggak baru bagi IKPI Jawa Timur dalam memperkuat jaringan dan meningkatkan peran strategisnya di bidang perpajakan.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Hadir Pengurus Pusat IKPI:

1. Ketua Umum Vaudy Starworld

2. Wakil Ketua Umum Jetty

3. Sekretaris Umum Edy Gunawan

4. Ketua Departemen Investasi dan Pengembangan Bisnis Argi Evansarid Hughie Janitra

5. Ketua Departemen Penugasan Khusus Harun Pandapotan

6. Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Nuryadin Rahman

7. Ketua Departemen Kerja Sama dengab Organisasi dan Asosiasi Handy

8. Ketua Pengawas Prianto Budi Saptono

 

(bl)

Di Pelantikan Ketua Pengda dan Pengcab se-Jatim, Ketum IKPI Tekankan Pentingnya Profesionalisme Organisasi

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, menekankan pentingnya peran pengurus dalam mengayomi anggota, memajukan organisasi, serta memperkenalkan IKPI kepada berbagai pemangku kepentingan. Ia berharap IKPI terus menjadi organisasi yang profesional dan mampu memberikan kontribusi nyata dalam dunia perpajakan di Indonesia.

“Kita berharap IKPI terus menjadi organisasi yang profesional dan mampu memberikan kontribusi nyata dalam dunia perpajakan di Indonesia,” ujar Vaudy dalam acara pelantikan Pengurus Daerah Jawa Timur (Jatim), serta Pengurus Cabang Surabaya, Sidoarjo, dan Malang, di Surabaya, Selasa (7/1/2025).

Ditegaskan Vaudy, pelantikan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat visi dan misi IKPI dalam mendukung profesionalisme konsultan pajak di Indonesia, sekaligus menjalin sinergi lebih erat dengan pemangku kepentingan lainnya.

“Pelantikan ini merupakan bagian dari agenda rutin lima tahunan IKPI, yang telah dilaksanakan di lima Pengurus Daerah dari total 13 Pengda di seluruh Indonesia. Delapan Pengda lainnya dijadwalkan menyusul dalam waktu dekat,” kata Vaudy.

Ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga menyampaikan apresiasi kepada para pengurus baru atas dedikasi mereka, meskipun di tengah kesibukan menjalankan profesi konsultan pajak.

“Tentunya di tengah kesibukan menjalani profesi, Bapak/Ibu masih bersedia untuk mendedikasikan diri untuk berperan aktif dalam kepengurusan perkumpulan. Kami sangat mengapresiasi dedikasi tersebut,” ujarnya.

Sekadar informasi, acara ini dihadiri oleh tamu undangan dari berbagai kalangan, seperti Kanwil DJP Jawa Timur, asosiasi pengusaha dan lainnya. Kegiatan ini sekaligus menandai semangat baru dalam perjalanan IKPI untuk lima tahun mendatang. (bl)

 

Berita ke-2

@@@@@@@

Ketum Vaudy: Dukungan IKPI untuk Implementasi Coretax Dilakukan Sejak 2022

 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyatakan dukungannya terhadap peluncuran Coretax, yang secara resmi diimplementasikan mulai 1 Januari 2025.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menegaskan bahwa sistem ini merupakan langkah penting dalam digitalisasi administrasi perpajakan di Indonesia.

“IKPI telah mendukung Coretax sejak awal melalui berbagai kegiatan sosialisasi, seminar, dan edukasi yang melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta seluruh anggota IKPI di seluruh Indonesi, baik di tingkat pusat maupun daerah,” kata Vaudy.

Ia menegaskan, sejak 2022 IKPI telah mengadakan sosialisasi dan seminar di berbagai wilayah, termasuk yang terakhir di Surabaya pada 2023. Selain itu, IKPI juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Dit. P2 Humas untuk edukasi di delapan lokasi, serta dengan Kanwil DJP di berbagai daerah.

Vaudy optimis sistem ini akan meningkatkan akurasi, kecepatan, dan transparansi administrasi perpajakan, mempermudah pelaporan pajak, serta mendukung integrasi data untuk kebijakan fiskal yang lebih baik. Namun, ia mengakui masih terdapat kendala dalam penerapannya.

“Kami berharap kendala ini dapat segera diatasi agar manfaat penuh dari sistem ini, termasuk peningkatan tax ratio, dapat tercapai,” ujarnya.

Kenaikan PPN ke 12%

Terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang berlaku mulai 1 Januari 2025, Vaudy menegaskan ketaatannya pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.

Namun, ia menyayangkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap perubahan ini. Hal ini menyebabkan tanggapan negatif dari masyarakat dan dunia usaha.

“Kami berharap ke depan, setiap perubahan tarif yang berdampak signifikan dapat disosialisasikan lebih awal untuk menghindari ketidakpahaman dan kekhawatiran publik,” kata Vaudy. (bl)
@@@@@

Berita ke-3

Ketua Umum IKPI Tegaskan Pentingnya Undang-Undang Konsultan Pajak untuk Perlindungan Wajib Pajak dan Profesi

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan pentingnya pengesahan Undang-Undang Konsultan Pajak untuk memperkuat posisi profesi konsultan pajak dan perlindungan wajib pajak di Indonesia. Hal ini diungkapkannya menyusul pengakuan profesi konsultan pajak sebagai penunjang sektor keuangan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

“Kami menyambut baik langkah pemerintah dalam mengakui profesi konsultan pajak sebagai bagian penting dari ekosistem sektor keuangan. Pengakuan ini adalah langkah maju yang signifikan. Namun, kami juga menilai bahwa profesi ini membutuhkan landasan hukum yang lebih kuat melalui Undang-Undang Konsultan Pajak,” ujar Vaudy, Rabu (8/1/2025).

Menurutnya, regulasi khusus melalui UU Konsultan Pajak akan memberikan perlindungan hukum, standar profesionalisme, dan penguatan peran konsultan pajak sebagai mitra strategis pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan nasional.

Menurutnya, IKPI bersama empat asosiasi konsultan pajak lainnya, pemerintah, serta organisasi terkait seperti KADIN dan APINDO, akan terus mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Konsultan Pajak.

Ia menegaskan, sebagai organisasi profesional konsultan pajak yang berdiri sejak 59 tahun lalu, IKPI berkomitmen untuk mendukung kemajuan sistem perpajakan nasional, memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi, dan menjaga kepentingan para konsultan pajak di Indonesia.

“Ke depan, IKPI akan terus berkolaborasi dengan semua pihak untuk memastikan profesi konsultan pajak memiliki fondasi yang kuat, sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan mendukung terciptanya sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan,” kata Vaudy. (bl)

Ratusan Konsultan Pajak Ikuti Sosialisasi Kenaikkan PPN 12%, IKPI Beri Apresiasi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar sosialisasi terkait kebijakan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Acara yang dilakukan secara daring ini dihadiri sejumlah asosiasi konsultan pajak, diantaranya adalah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Dalam pembukaan, Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Kemitraan Natalius, mewakili Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, DJP, Dwi Astuti menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mendukung perekonomian negara.

Ia juga menekankan bahwa penyesuaian tarif PPN bertujuan menjaga stabilitas ekonomi tanpa memberatkan masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah.

“PPN adalah salah satu sumber pendapatan negara yang sangat vital. Penyesuaian tarif ini dilakukan demi tujuan yang baik, termasuk menjaga daya beli masyarakat dan menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi serta inflasi,” ujar Natalius.

Ia mengungkapkan, Berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto, kebijakan ini hanya berlaku untuk barang tertentu, khususnya barang mewah. Dengan perubahan ini, penerimaan tambahan dari penyesuaian tarif hanya diproyeksikan sebesar Rp3,2 triliun, lebih rendah dari proyeksi awal Rp75 triliun di APBN 2025.

Natalius berharap, sosialisasi yang dihadiri oleh ratusan konsultan pajak ini dapat memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat tentang kebijakan baru ini.

“Melalui diskusi dengan narasumber dari internal DJP, kita harapkan masyarakat memahami tujuan kebijakan ini dan dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, harapannya kebijakan perpajakan yang baru ini dapat menciptakan sistem perpajakan yang adil dan membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono memberikan apresiasi atas terselenggaranya sosialisasi kebijakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam pernyataannya, Jemmi menegaskan pentingnya kegiatan ini sebagai langkah strategis untuk memastikan konsultan pajak memahami secara komprehensif kebijakan baru tersebut. “Kami sangat menghargai inisiatif Direktorat Jenderal Pajak dalam mengadakan kegiatan sosialisasi ini. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melibatkan para konsultan pajak dalam mendukung pelaksanaan kebijakan perpajakan yang lebih transparan dan adil,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jemmi menyampaikan bahwa kebijakan penerapan PPN 12% merupakan salah satu perubahan signifikan yang memerlukan pemahaman mendalam, baik dari sisi teknis maupun implementasi di lapangan. “Dengan adanya sosialisasi ini, para konsultan pajak dapat lebih siap memberikan pendampingan kepada wajib pajak sehingga dapat meminimalkan potensi kesalahan dalam penerapan kebijakan,” katanya.

Jemmi juga mengungkapkan bahwa kehadiran ratusan hingga mencapai 1000 konsultan pajak dari berbagai asosiasi menunjukkan adanya semangat kolaborasi di antara para profesional di bidang perpajakan. “Ini adalah momen penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan asosiasi konsultan pajak, termasuk IKPI, dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih baik,” katanya.

Menurutnya, IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, berkomitmen untuk terus mendukung program-program sosialisasi yang dilakukan oleh DJP dan akan secara aktif memberikan pelatihan lanjutan kepada anggotanya untuk memastikan kebijakan ini dapat diimplementasikan secara optimal.

“Harapan kami, kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar dan mendukung pencapaian target penerimaan pajak nasional, sekaligus memberikan keadilan bagi seluruh wajib pajak,” kata Jemmi. (bl)

Andreas Budiman: Dinamika IKPI Terus Bergerak ke Arah Positif

IKPI, Jakarta: Dinamika di dalam organisasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus bergerak dan mengarah kepada tujuan yang positif, yakni untuk mengapai tujuan organisasi mulia. Pernyataan itu disampaikan Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum IKPI Andreas Budiman, Selasa (7/1/2025).

Ia menegaskan, terutama menjelang pelantikan Pengurus Cabang (Pengcab) dan Pengurus Daerah (Pengda) IKPI wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Andreas menyampaikan sejumlah pesan penting kepada anggota IKPI terkait dukungan terhadap kepengurusan yang baru.

Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya anggota IKPI untuk memberikan dukungan penuh kepada pengurus cabang dan daerah yang baru. Ia berharap kolaborasi ini dapat membawa organisasi menuju perubahan yang lebih baik.

“Anggota IKPI Sumbagsel diharapkan mendukung dan mensupport pengurus baru agar dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal. Kerja sama yang solid antara pengurus dan anggota akan membawa organisasi kita ke arah yang lebih baik,” ujar Andreas.

Andreas secara khusus menyoroti cabang IKPI Palembang sebagai salah satu pilar penting dalam IKPI Sumbagsel. Menurutnya, cabang Palembang perlu terus bergerak aktif dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota.

“Fokus utama kita adalah memastikan pelayanan keanggotaan terus ditingkatkan. Dengan pelayanan yang optimal, kita bisa menciptakan iklim organisasi yang sehat dan saling mendukung,” tambahnya.

Tidak hanya itu, Andreas juga memberikan pesan kepada pengurus daerah (Pengda) yang baru agar dapat menjalankan perannya sebagai pemimpin dan pelindung bagi seluruh anggota.

Ketua IKPI Palembang dua periode ini menggambarkan, Pengda sebagai “bapak” bagi anggota, yang seharusnya memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kasih sayang.

“Apabila ada anggota yang dianggap keliru, selayaknya seorang anak dipanggil dan diberikan nasihat, bukan dikucilkan. Sikap ini penting untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kekeluargaan dalam organisasi,” tegas Andreas.

Di akhir pernyataannya, Andreas mengucapkan selamat kepada pengurus cabang dan daerah yang baru. Ia berharap seluruh pengurus mampu melayani dengan baik dan berkontribusi positif terhadap kemajuan IKPI Sumbagsel.

“Sekali lagi, selamat melayani kepada rekan-rekan pengurus cabang dan pengda. Semoga semangat dan dedikasi Anda membawa IKPI Sumbagsel menjadi lebih baik di masa mendatang,” katanya.

Pelantikan Pengurus Cabang dan Daerah IKPI Sumbagsel ini menjadi momentum penting dalam perjalanan organisasi untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata dalam dunia perpajakan Indonesia. Dengan komitmen bersama antara pengurus dan anggota, harapan untuk IKPI yang lebih baik semakin dekat untuk diwujudkan. (bl)

Ketum IKPI Tanggapi Keluhan Wajib Pajak, Minta DJP Segera Perbaiki Aplikasi Coretax 

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (Ketum IKPI) Vaudy Straworld, menyampaikan tanggapannya terkait keluhan para wajib pajak mengenai permasalahan teknis pada aplikasi Coretax. Dalam pernyataannya, Vaudy meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap aplikasi tersebut, mengingat Coretax adalah satu-satunya media pelaporan pajak digital yang telah diwajibkan pemerintah sejak 1 Januari 2025.

Vaudy menyebutkan bahwa Coretax, yang diharapkan menjadi solusi modern dalam administrasi perpajakan harus siap saat implementasinya sehingga para wajib pajak dapat menggunakan aplikasi perpajakan yang lebih baik dari sebelumnya. Saat ini banyak keluhan yang paling sering muncul meliputi kesulitan akses, fitur yang tidak responsif, hingga ketidaksesuaian data yang menghambat proses pelaporan pajak.

“Coretax adalah inovasi penting yang mendukung digitalisasi perpajakan di Indonesia bahkan dapat meningkatkan tax ratio Indonesia sehingga setiap masalah teknis yang muncul harus segera diatasi, jika tidak justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan kita,” ujar Vaudy dalam pernyataan resminya, Senin (6/1/2025).

Vaudy menekankan bahwa wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, merasa terbebani dengan masalah yang terjadi pada aplikasi ini.

Ia menegaskan, IKPI sebagai organisasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, telah menerima laporan dari anggota mengenai kendala yang dihadapi klien-klien mereka bahkan mereka sendiri dalam menggunakan Coretax.

Menurut Vaudy, situasi ini mempersulit konsultan pajak dalam menjalankan tugas mereka mendampingi wajib pajak. “Kami berharap DJP segera melakukan evaluasi komprehensif terhadap aplikasi Coretax. Perlu ada tim teknis yang memastikan sistem ini berjalan stabil dan mampu menangani lonjakan pengguna, terutama mendekati batas waktu pelaporan,” ujarnya. (bl)

IKPI Gelar Podcast “TAX TALK SOLUTIONS” Bahas Implikasi Hukum Impersonating Kuasa dalam Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan menggelar edukasi pajak terbaru melalui podcast bertajuk “TAX TALK SOLUTIONS: Implikasi Hukum pada Impersonating Kuasa dalam Sistem Coretax”. Podcast ini akan digelar secara hybrid pada Rabu, 8 Januari 2025, mulai pukul 10.00 WIB hingga selesai, dengan lokasi offline di Studio Podcast IKPI dan platform online melalui Zoom (khusus Peserta).

Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menyatakan bahwa acara ini merupakan bagian dari komitmen IKPI untuk memberikan edukasi kepada anggota terkait isu-isu penting dalam dunia perpajakan.

“Dalam era digitalisasi perpajakan saat ini, kasus impersonating kuasa atau penyalahgunaan wewenang oleh pihak tidak bertanggung jawab menjadi ancaman serius. Podcast ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai implikasi hukum serta solusi efektif dalam menghadapi permasalahan ini,” kata Jemmi di Jakarta, Minggu (5/1/2025).

Podcast ini akan menghadirkan sejumlah narasumber berpengalaman dari internal IKPI, yaitu:

1. Heru R. Hadi, Anggota Dewan Penasehat IKPI.

2. Pino Siddharta, Ketua Departemen Litbang-PKF IKPI.

3. Andreas Budiman, Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum IKPI.

4. Suwardi Hasan, Ketua Departemen FGD IKPI.

Keempat narasumber ini akan membahas isu-isu krusial, mulai dari potensi risiko hukum, peran sistem Coretax dalam pengelolaan perpajakan, hingga langkah-langkah pencegahan untuk melindungi konsultan pajak dan wajib pajak dari praktik-praktik ilegal.

Format Hybrid dan Poin SKPPL untuk Peserta

Acara ini dirancang dengan format hybrid, memungkinkan partisipasi secara langsung maupun virtual. Anggota IKPI yang hadir secara daring pada kegiatan ini berkesempatan mendapatkan 4 NTS (4 SKPPL Non-Terstruktur), sebagai bagian dari pengakuan atas upaya peningkatan kompetensi mereka di bidang perpajakan.

“Kami ingin memastikan seluruh anggota IKPI hadir secara daring, mendapatkan manfaat maksimal dari acara ini. Tidak hanya informasi yang relevan, tetapi juga pengakuan profesional melalui SKPPL,” kata Jemmi.

Fokus pada Transformasi Digital dan Keamanan Pajak

Podcast ini juga menjadi bagian dari respons IKPI terhadap transformasi digital dalam dunia perpajakan di Indonesia, khususnya terkait sistem Coretax yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan semakin tingginya ketergantungan pada teknologi, risiko keamanan data dan penyalahgunaan kuasa menjadi isu yang tidak dapat diabaikan.

“Kami berharap podcast ini dapat menjadi wadah diskusi konstruktif sekaligus solusi nyata bagi konsultan pajak untuk memahami dan mengantisipasi dampak hukum dalam praktik sehari-hari,” tutup Jemmi.

Acara ini terbuka untuk seluruh anggota IKPI, dan pendaftaran dapat dilakukan melalui Google Form yang akan di bagikan melalui WhatsApp Grup resmi IKPI.

“Jangan lewatkan kesempatan ini untuk memperdalam wawasan dan meningkatkan kompetensi di bidang perpajakan!,” kata Jemmi. (bl)

Ketua Pengawas Sampaikan Harapan dan Strategi untuk Pengurus IKPI Menghadapi Tantangan Perpajakan 

IKPI, Jakarta: Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Prianto Budi Saptono, menyampaikan pandangannya mengenai harapan dan strategi terhadap kepengurusan IKPI periode 2024-2029 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Vaudy Starworld.

Dalam pernyataannya, Prianto menyoroti berbagai aspek, mulai dari tantangan perpajakan yang semakin kompleks, langkah strategis untuk memperkuat organisasi, hingga pentingnya kolaborasi di tingkat pusat, daerah, dan cabang.

Harapan terhadap Pengurus Pusat

Prianto mengungkapkan bahwa kompleksitas dunia perpajakan dapat menimbulkan dua reaksi masyarakat: kebingungan (honest perplexity) dan kepatuhan kreatif (creative compliance). Oleh karena itu, kepengurusan pusat IKPI perlu fokus pada creative compliance berupa peningkatan kemampuan interpretasi aturan perpajakan.

“Pengurus pusat harus mampu mengajak anggota memilih creative compliance untuk menghadapi aturan yang terus berkembang,” kata Prianto di Jakarta, Selasa (31/12/2024) sore.

Selain itu, ia menekankan pentingnya IKPI menjadi organisasi pembelajar (learning organization) dengan membangun pola pikir berkembang (growth mindset). Langkah ini, menurutnya, akan membantu IKPI tetap adaptif terhadap dinamika perpajakan nasional dan global.

Peningkatan Profesionalisme

Selain itu, Prianto juga menyoroti pentingnya kepemimpinan (leadership) dalam meningkatkan profesionalisme konsultan pajak. Ia mengibaratkan struktur organisasi yang besar sebagai kapal pesiar yang memerlukan orkestra kepemimpinan yang harmonis. “IKPI harus lincah dan trengginas (agile) dalam merespon tantangan untuk meningkatkan mutu profesi konsultan pajak,” tambahnya.

Harapan untuk Pengurus Daerah dan Cabang

Untuk pengurus daerah, Prianto berharap mereka dapat mengoptimalkan pelayanan kepada anggota dan membangun kekompakan (chemistry) di wilayah masing-masing. Ia menekankan bahwa pengurus IKPI adalah relawan (volunteers) yang harus memiliki komitmen waktu dan dedikasi tinggi.

Sementara itu, pengurus cabang diharapkan mampu mempererat hubungan dengan anggota, wajib pajak, dan stakeholder perpajakan lainnya. “Pengurus cabang perlu membantu anggota memahami sengketa pajak melalui ketrampilan interpretasi (interpretation skill) dan komunikasi (communication skill) yang baik,” jelasnya.

Tantangan dan Solusi 2024-2029

Prianto memprediksi bahwa implementasi Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025 akan menjadi tantangan utama bagi IKPI. Teknologi berbasis AI (Artificial Intelligence) tersebut memungkinkan pengawasan pajak yang lebih ketat, terutama melalui proses pencocokan data (data matching). Solusi yang ditawarkan adalah meningkatkan ketrampilan interpretasi dan komunikasi anggota IKPI untuk menghadapi dinamika perpajakan yang semakin kompleks.

Kolaborasi Antar Tingkatan

Prianto menegaskan pentingnya kolaborasi antara pengurus pusat, daerah, dan cabang dalam mencapai tujuan IKPI. Ia mengusulkan pendekatan “cascading” untuk menyelaraskan program kerja dengan tujuan organisasi yang telah diatur dalam Anggaran Dasar IKPI.

“Kolaborasi ini harus menggunakan pendekatan top-down dan bottom-up secara simultan, sehingga setiap tingkatan kepengurusan memiliki visi dan langkah yang sejalan,” tutupnya.

Dengan strategi yang terarah dan kolaborasi yang solid, IKPI diharapkan mampu menjadi organisasi yang berperan aktif dalam mendukung kebijakan perpajakan nasional dan meningkatkan kualitas profesi konsultan pajak di Indonesia. (bl)

id_ID