IKPI Surabaya Bahas Penerapan PPh 22 untuk Pedagang Online dalam ConsulTax 2025

IKPI, Surabaya: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya menggelar ConsulTax Sesi 2 Tahun 2025 melalui siaran langsung Instagram, dengan topik “Penerapan Mekanisme Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Terhadap Pedagang Online di Marketplace”.

Talkshow ini diselenggarakan Selasa (15/7/2025) atau sehari setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi penjualan produk oleh pedagang pengguna platform.

Wakil Ketua IKPI Cabang Surabaya, Ali Yus Isman, menyampaikan bahwa kebijakan tersebut bukan merupakan jenis pajak baru, melainkan perubahan mekanisme pelunasan kewajiban PPh bagi pelaku usaha orang pribadi maupun badan.

“PPh Pasal 22 ini dapat bersifat final, menggantikan tarif 0,5 persen final, maupun bersifat tidak final yang dapat dikreditkan,” ujarnya Rabu, (16/7/2025).

Ia menambahkan bahwa terdapat pengecualian terkait batasan omzet bagi pelaku usaha orang pribadi, sehingga tidak seluruh pedagang online akan dikenakan secara langsung.

Menurutnya, kebijakan ini juga menjadi instrumen pemerintah untuk memantau sektor ekonomi digital yang belum sepenuhnya terjangkau sistem perpajakan.

Ali menilai penerapan mekanisme PPh 22 ini ditujukan untuk menekan praktik penghindaran pajak, terutama dari pedagang yang memecah akun merchant agar tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

“Masih ada pandangan keliru di masyarakat bahwa hanya pedagang konvensional yang membayar pajak, sementara pedagang online bebas pajak. Prinsip perpajakan berlaku untuk semua platform, selama menghasilkan keuntungan,” kata Ali.

Ia menjelaskan bahwa pedagang online yang sudah patuh pajak tidak akan terdampak signifikan, namun kebijakan ini akan berdampak pada pelaku usaha yang belum tertib administrasi dan perpajakan.

Sebagai antisipasi, IKPI menyarankan para pelaku usaha untuk segera membenahi administrasi, membentuk badan usaha, menyelenggarakan pembukuan memadai, serta memastikan registrasi usaha di marketplace sudah sesuai.

Dalam diskusi tersebut, panelis juga memprediksi bahwa mekanisme PPh 22 akan diperluas ke sektor lain seperti merchant makanan dan minuman di platform ojek online serta pelaku usaha di marketplace travel seperti penjualan voucher hotel, tiket pesawat, dan jasa penyewaan kendaraan.

Sekadar informasi. IG Live ConsulTax merupakan program rutin Seksi FGD dan Litbang Cabang Surabaya. Host acara ini Diana Herawati dengan tiga narasumber yaitu Ali Yus Isman, Endah Mirasanty, dan Andrean Chris Taneka. (bl)

 

Kemenkeu Siapkan Cukai Baru untuk Snack Tinggi Garam

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah mengkaji perluasan objek cukai dengan menyasar produk pangan olahan bernatrium (P2OB) seperti makanan ringan dalam kemasan. Kebijakan ini masuk dalam rencana program pengelolaan penerimaan negara tahun anggaran 2026.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan, usulan cukai terhadap produk pangan tinggi natrium merupakan bagian dari strategi ekspansi barang kena cukai. “Rekomendasi kepada ekspansi barang-barang kena cukai,” ujar Anggito saat rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).

Rekomendasi ini masuk dalam output kebijakan administratif yang dirancang untuk mengoptimalkan penerimaan negara secara adil, sehat, dan berkelanjutan. Selain itu, Kemenkeu juga merancang strategi lain seperti optimalisasi potensi perpajakan berbasis data dan media sosial, penguatan regulasi perpajakan dan PNBP, serta penyempurnaan proses ekspor-impor dan logistik.

Produk pangan olahan tinggi natrium telah menjadi bahan kajian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sejak 2024. DJBC menilai, konsumsi garam berlebih dari makanan olahan memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat.

“Olahan bernatrium ternyata masuk dalam program GGL (gula, garam, lemak) di RPJMN Bappenas. Ini terkait penyakit tidak menular yang lebih berbahaya dari penyakit menular, karena dikonsumsi rutin tanpa disadari,” jelas Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC, Iyan Rubiyanto dalam kuliah umum di PKN STAN, Rabu (24/7/2024).

Selain P2OB, pemerintah juga masih mengkaji potensi cukai atas plastik, bahan bakar minyak (BBM), minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), serta pengalihan pajak barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor ke skema cukai.

Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengintegrasikan kebijakan fiskal dengan aspek kesehatan dan keberlanjutan lingkungan, sembari menjaga kesinambungan penerimaan negara. (alf)

 

Pamer Harta di Medsos? Siap-Siap Diintip Fiskus!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini semakin aktif memanfaatkan media sosial sebagai alat pengawasan kepatuhan pajak masyarakat. Strategi ini akan diperkuat pada 2026 mendatang sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan penerimaan negara.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (14/7/2025), menegaskan pentingnya menggali potensi penerimaan melalui pendekatan data analitik dan pemantauan media sosial.

“Penggalian potensi itu melalui data analytic maupun media sosial,” kata Anggito.

Langkah ini bukan hanya wacana. Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, mengungkapkan bahwa DJP telah menggunakan teknologi crawling yakni pemindaian otomatis terhadap unggahan pengguna di media sosial untuk mendeteksi potensi pajak yang belum tergali.

“Di medsos itu pasti diamati. Model crawling kita lakukan pengawasan, walau belum ada regulasi kita untuk memungut,” jelas Yoga saat media briefing di Kantor Pusat DJP.

Menurutnya, para fiskus aktif mencocokkan informasi kekayaan yang dipamerkan wajib pajak di medsos dengan data yang tercatat dalam sistem administrasi pajak. Bila ditemukan ketidaksesuaian, otoritas akan memberikan edukasi atau peringatan langsung kepada wajib pajak terkait.

“Kalau suka pamer mobil di medsos, pasti diamati teman-teman pajak,” tegasnya.

Tak hanya pengguna biasa, penerima endorsement juga menjadi sasaran pengawasan. DJP memastikan bahwa aktivitas ekonomi digital yang muncul di media sosial tidak luput dari radar fiskus.

“Kalau endorsement juga sudah kita lakukan banyak pengawasan,” imbuhnya.

Yoga menegaskan, pengawasan ini bertujuan menciptakan kesetaraan dalam kepatuhan perpajakan, baik di dunia nyata maupun digital. Dengan semakin luasnya ekosistem digital, DJP merasa perlu untuk terus beradaptasi.

“Jangan sampai ada yang tidak kena pajak hanya karena aktivitasnya dilakukan secara daring, sementara yang lain tunduk pada kewajiban pajak,” pungkasnya. (alf)

 

Dirjen Pajak Siapkan Tiga Gebrakan, Perkuat Pengawasan & Penegakan Hukum

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa upaya perluasan basis pajak bukan satu-satunya fokus Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (14/7/2025), ia mengungkapkan tiga strategi utama yang tengah difinalisasi DJP untuk mendongkrak penerimaan negara.

“Kita sedang merencanakan dan memfinalisasi beberapa kebijakan, mulai dari pengenaan pajak atas transaksi aset kripto, penunjukan lembaga jasa keuangan untuk bullion, hingga digitalisasi transaksi lintas negara melalui platform luar negeri,” papar Bimo.

Ketiga inisiatif tersebut disebut sebagai bagian dari transformasi kebijakan perpajakan era digital. Untuk mendukung implementasinya, DJP menggelontorkan anggaran sebesar Rp8,62 miliar, meski kebutuhan riil mencapai Rp10,33 miliar.

Namun, Bimo tak hanya mengejar potensi pajak dari sektor digital dan investasi. Ia menegaskan pentingnya penguatan fungsi pengawasan dan penegakan hukum guna menutup celah kejahatan fiskal.

“Kami bekerja sama dengan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian, Kejaksaan Agung, KPK, dan lembaga lain untuk mengawasi praktik ekonomi ilegal maupun aktivitas ekonomi bawah tanah (underground economy),” ujarnya.

Menurutnya, dalam berbagai kegiatan penegakan hukum, selalu terdapat potensi pajak yang belum dipungut negara. Karena itu, DJP tidak hanya menunggu, tetapi aktif masuk melalui kerja sama audit bersama (join audit) dan pendekatan hukum yang adil.

“Tujuan kami jelas, mewujudkan sistem perpajakan yang adil dan kuat, bukan sekadar mengejar target semata,” tutup Bimo.

Langkah DJP di bawah kepemimpinan Bimo menandai arah baru yang lebih progresif, dengan menyeimbangkan perluasan basis pajak dan penguatan pengawasan sebagai fondasi sistem perpajakan modern. (alf)

 

Wamenkeu Anggito Cari Tahu Tentang Pajak Lainnya yang Melonjak Hingga 1.300%

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengaku heran dengan lonjakan luar biasa penerimaan dari pos “pajak lainnya” dalam APBN 2025. Pasalnya, berdasarkan dokumen Prognosis Semester II APBN 2025, penerimaan dari komponen tersebut diprediksi meroket menjadi Rp109,3 triliun melampaui target awal yang hanya Rp7,8 triliun atau naik hampir 1.301,2%.

“Pajak lainnya itu apa maksudnya ya? Enggak tahu ya, enggak ada pajak lainnya itu ya, saya coba cek dulu ya,” kata Anggito saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (14/7/2025).

Pernyataan itu mencerminkan kebingungan yang juga dirasakan banyak pihak, mengingat “pajak lainnya” selama ini merupakan pos dengan kontribusi kecil terhadap total penerimaan negara. Namun kini, nilainya diprediksi menyalip komponen utama seperti PPh maupun PPN yang justru mengalami kontraksi.

Sebagaimana diketahui, pajak lainnya memang menjadi komponen dengan nilai terkecil dalam target awal, namun akan menjadi setoran yang paling optimal pada tahun ini, selain setoran pajak bumi dan bangunan yang juga diramal naik dari target Rp 27,1 triliun menjadi Rp 30,1 triliun.

Adapun komponen pajak lainnya yang melorot di antaranya pajak penghasilan (PPh) dari target Rp 1.209,3 triliun menjadi hanya Rp 1.041,6 triliun, serta PPN dan PPnBM dari Rp 945,1 triliun menjadi hanya Rp 895,9 triliun. (alf)

 

 

 

Kemenkeu Bentuk Direktorat Baru Demi Selamatkan PNBP yang Tergerus Danantara

IKPI. Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi membentuk direktorat baru untuk menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang sempat anjlok akibat pengalihan dividen BUMN ke entitas khusus bernama Danantara. Nilai dana yang dialihkan tak main-main: mencapai Rp90 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, mengungkapkan pembentukan unit baru ini merupakan bagian dari langkah strategis menyikapi turunnya kontribusi dividen BUMN terhadap PNBP tahun 2025.

“Dividen yang dulu masuk PNBP, sekarang sebagian dialihkan untuk Danantara. Itu membuat angka PNBP kita merosot,” ujar Luky dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (14/7/2025).

Untuk itu, Kemenkeu menghadirkan Direktorat Potensi dan Pengawasan PNBP, yang akan memperkuat koordinasi dengan dua direktorat lain: Direktorat PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan (SDA dan KND) serta Direktorat PNBP Kementerian/Lembaga (K/L).

“Direktorat baru ini akan fokus menggali potensi, menyusun strategi pengawasan, dan mengakselerasi kerja sama antarunit dalam mengamankan serta memperluas sumber-sumber PNBP,” jelas Luky.

Selain itu, untuk menopang kinerja lembaga baru ini, Kemenkeu juga menunjuk tenaga pengkaji bidang PNBP dan menghadirkan staf ahli khusus PNBP sebagai penguatan struktur kelembagaan.

Tak hanya soal struktur, Luky juga menyoroti kebutuhan anggaran. Ia menyampaikan bahwa pagu indikatif Ditjen Anggaran tahun 2026 sebesar Rp24,74 miliar dirasa belum cukup. Ia mengusulkan tambahan dana hingga menyentuh Rp45,30 miliar.

Tambahan anggaran sekitar Rp20,56 miliar itu, menurutnya, akan digunakan untuk tiga hal penting:

• Mendukung kebijakan direktif Presiden Prabowo Subianto dalam pengelolaan APBN senilai Rp8,02 miliar,

• Mendorong pencapaian target penerimaan sebesar Rp6,04 miliar,

• Membiayai kebutuhan dasar Direktorat Eselon II baru senilai Rp6,50 miliar.

Dengan kombinasi penguatan kelembagaan dan tambahan pendanaan, Luky optimistis potensi PNBP yang selama ini belum tergarap maksimal bisa mulai dikapitalisasi lebih optimal pada 2026. (alf)

 

 

Tegas! Dirjen Pajak Pecat Tujuh Pegawai Sejak Mei 2025

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, mengambil langkah tegas dalam memperkuat integritas lembaganya. Sejak menjabat pada Mei 2025, Bimo mengungkapkan telah memecat tujuh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terbukti melakukan pelanggaran.

“Kami sudah memecat tujuh orang selama kepemimpinan kami dari Mei kemarin,” ujar Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).

Bimo menegaskan, DJP akan terus memperkuat fondasi etika dan moral aparatur pajak sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun kepercayaan publik.

“Zero tolerance terhadap fraud. Kami tidak pandang bulu. Fraud Rp100 pun kami akan tindak,” tegasnya.

Langkah bersih-bersih ini, menurut Bimo, merupakan bagian dari upaya membangun institusi pajak yang profesional, humanis, dan berwibawa. Ia meyakini bahwa kepercayaan wajib pajak hanya dapat dibangun dengan keteladanan dari internal DJP sendiri.

“Jika publik percaya, maka kepatuhan sukarela akan tumbuh. Itu kunci optimalisasi penerimaan pajak 2026,” imbuhnya.

Saat ini, DJP memiliki 43.993 pegawai yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, mencakup 34 kantor wilayah, 352 Kantor Pelayanan Pajak (KPP), 204 KP2KP, dan 4 Unit Pelaksana Teknis (UPT). Mayoritas pegawai DJP adalah lulusan sarjana hingga pascasarjana. (alf)

 

 

 

Kemenkeu Gelar Program E-Learning Gratis untuk Calon Peserta USKP 2025, Sertifikat OA Jadi Prioritas Pendaftaran

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan melalui Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional dan Penjaminan Mutu (PPJFP) kembali menghadirkan Program E-Learning Open Access (OA) secara gratis bagi calon peserta Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) tingkat A dan B untuk periode I dan II tahun 2025. Langkah ini merupakan hasil kolaborasi antara PPJFP, Komite Pelaksana Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP), dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak.

Mengutip dari pengumuman PPJFP Nomor PENG-3/PP.7/2025, Kementerian Keuangan, Senin (14/7/2025), tentang Program E-Learning Open Access.

Program OA ini dirancang guna meningkatkan kualitas dan kesiapan calon konsultan pajak sebelum menghadapi ujian sertifikasi yang menjadi gerbang legalitas profesi.

Program ini akan berlangsung selama sembilan hari, mulai 15 hingga 23 Juli 2025, dan dapat diakses oleh masyarakat melalui laman resmi klc2.kemenkeu.go.id. Peserta hanya perlu menggunakan akun Gmail untuk login dan mengikuti seluruh modul pembelajaran daring.

Berikut jenis program OA yang tersedia:

• Tingkat A: E-Learning Dasar-Dasar Perpajakan Bagi Masyarakat Umum Tingkat A (Kode Join: 101010)
Tautan program
• Tingkat B: E-Learning Dasar-Dasar Perpajakan Bagi Masyarakat Umum Tingkat B (Kode Join: 202020)

Meski tidak menjadi bagian dari penilaian USKP, peserta yang telah menyelesaikan program dan mengunggah sertifikat OA akan diprioritaskan dalam proses pendaftaran bila jumlah peserta melebihi kuota.

“Open Access ini bukan satu-satunya sumber belajar, namun sangat penting sebagai persiapan awal. Kami tetap mendorong peserta untuk menggali pengetahuan dari berbagai sumber lain,” tulis pengumuman tersebut.

Nantinya, sertifikat kelulusan OA akan tersedia untuk diunduh setelah seluruh modul selesai dikerjakan. Mekanisme unggah sertifikat akan diumumkan lebih lanjut saat pendaftaran resmi USKP dibuka. (bl)

Tok. Hari Ini Shopee dan Tokopedia Resmi Jadi Pemungut PPh Pedagang Online

IKPI, Jakarta: Pemerintah mulai memperketat pengawasan pajak di ranah digital. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menunjuk platform e-commerce besar seperti Shopee, Tokopedia, dan marketplace lainnya sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi pedagang online. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 dan mulai berlaku efektif per 14 Juli 2025.

Aturan anyar ini memberikan mandat kepada platform digital untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang berjualan melalui sistem elektronik.

“Pihak lain ditunjuk oleh menteri sebagai pemungut pajak penghasilan untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak,” demikian bunyi Pasal 2 Ayat 1 beleid tersebut yang diteken Sri Mulyani pada 11 Juni 2025.

Besaran pungutan pajaknya ditetapkan sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto pedagang. Peredaran bruto didefinisikan sebagai seluruh penghasilan dari usaha sebelum dikurangi potongan apa pun, termasuk potongan tunai dan diskon.

Adapun pedagang online yang terkena kewajiban pemungutan pajak ini di antaranya adalah mereka yang menerima pembayaran melalui rekening bank atau layanan keuangan digital, serta menggunakan alamat IP atau nomor ponsel berkode Indonesia.

Langkah ini disebut-sebut sebagai bentuk adaptasi otoritas pajak terhadap perkembangan ekonomi digital yang terus melaju pesat. Melalui mekanisme ini, Direktorat Jenderal Pajak berharap bisa memperluas basis pajak dan mendorong kepatuhan pelaku usaha digital secara lebih sistematis.

Sementara itu, bagi pelaku UMKM yang khawatir terdampak, pemerintah disebut masih menyiapkan mekanisme pengawasan dan pengenaan yang memperhatikan batas ambang tertentu. (alf)

Dirjen Pajak Serukan Integritas dan Reformasi Berkelanjutan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menggelar upacara nasional serentak dalam rangka memperingati Hari Pajak yang jatuh pada hari ini, Senin (14/7/2025). Dalam momentum ini, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengajak seluruh jajaran DJP untuk meneguhkan kembali etos kerja, dedikasi, dan integritas sebagai fondasi utama pengabdian kepada negara.

“Kita tidak hanya mengelola penerimaan negara, tetapi juga mengelola kepercayaan rakyat. Pajak adalah bentuk gotong royong dalam membiayai kesejahteraan bersama,” ujar Bimo dalam pernyataan resminya.

Dirjen yang baru dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 23 Mei 2025 itu menekankan pentingnya kesinambungan reformasi perpajakan yang telah berjalan selama lebih dari 40 tahun. Salah satu pilar reformasi tersebut adalah pengembangan Coretax System, sistem administrasi perpajakan modern yang menjadi jantung transformasi digital DJP.

Bimo mengungkapkan bahwa proses penyempurnaan dan stabilisasi sistem tersebut terus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kepada Wajib Pajak. Ia menegaskan bahwa dalam menghadapi target penerimaan tahun 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun naik 13,3 persen dari tahun sebelumnya dibutuhkan integritas tinggi dan profesionalisme tanpa kompromi.

“Penerimaan pajak bukan semata soal angka, tapi amanah dari rakyat. Kita harus berani jujur dan tegas menghadapi segala tekanan eksternal,” tegasnya.

Selain menyerukan peningkatan etika pelayanan publik, Bimo juga menyinggung pentingnya memberikan rasa aman kepada seluruh pegawai DJP. Untuk itu, DJP terus menjalin sinergi dengan aparat penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memberikan perlindungan hukum sekaligus menjaga kredibilitas institusi.

Dalam pidatonya, Bimo turut memaparkan kolaborasi DJP melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara serta Satuan Tugas Khusus (Satgassus) yang fokus pada sektor strategis seperti pertambangan dan perikanan. Ia mengajak seluruh elemen DJP untuk memperkuat koordinasi dan semangat kolektif demi membangun sistem perpajakan yang efektif dan inklusif.

“Kita punya cita-cita besar: menaikkan rasio pajak hingga 11 persen. Tapi itu hanya bisa dicapai jika kita solid, berintegritas, dan bekerja bersama untuk kepercayaan publik,” pungkas Bimo. (alf)

 

id_ID