IKPI,Jakarta: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa penerimaan negara dari barang kiriman tidak memberikan dampak signifikan terhadap total penerimaan negara. Berdasarkan data yang dirilis, realisasi penerimaan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI) dari barang kiriman hanya tercatat sebesar Rp1,7 triliun sepanjang tahun 2024.
Kepala Subdirektorat Impor, Direktorat Teknis Kepabeanan DJBC Chotibul Umam, mengungkapkan bahwa dari total PDRI tersebut, kontribusi bea masuk hanya sekitar Rp647 miliar, sementara bea masuk tambahan (BMT) berjumlah sangat kecil, hanya sekitar Rp5 miliar atau setara 0,3 persen dari total PDRI.
Chotibul menambahkan, meskipun jumlahnya kecil, pungutan BMT ini justru menambah kerumitan bagi proses administrasi di DJBC. Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan agar bea masuk tambahan ini tidak lagi dipungut, guna menyederhanakan proses dan mempermudah pengelolaan barang kiriman.
“Total bea masuk dan pajak dalam rangka impor ini Rp1,7 triliun. Ini bea masuknya Rp647 miliar, artinya kemudian bea masuk tanpa bahan hanya sekitar Rp5 miliar, hanya 0,3 persen (ke penerimaan), tapi bikin ribet kami, sehingga kami mengusulkan untuk diberikan relaksasi bea masuk tambahan itu tidak dipungut,” jelas Chotibul dalam Media Briefing PMK 4 Tahun 2025, Selasa (25/2/2025).
Meskipun penerimaan dari BMT hanya berkontribusi sedikit terhadap total PDRI, Chotibul menyebutkan bahwa hal ini juga dipengaruhi oleh kompleksitas tarif bea masuk tambahan yang berbeda-beda tergantung pada jenis barang. Misalnya, barang-barang seperti kaos polo dan celana memiliki tarif yang bervariasi, yang menyulitkan proses pemungutan bea masuk tambahan.
Dalam kesempatan yang sama, Chotibul menegaskan bahwa barang kiriman, baik dari penumpang maupun kiriman personal, tidak menjadi target utama pencapaian penerimaan negara. Fokus utama pemerintah lebih pada optimalisasi pungutan dari sektor lainnya yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara.
Selain itu, dalam rangka penyempurnaan regulasi, PMK No.4 Tahun 2025 akan mulai berlaku pada 5 Maret 2025. Peraturan ini merupakan perubahan kedua atas ketentuan barang kiriman yang sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 96 Tahun 2023 jo. PMK Nomor 111 Tahun 2023. Perubahan ini bertujuan untuk menyederhanakan pungutan fiskal impor barang kiriman serta mempercepat proses layanan barang kiriman.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi terbitnya aturan baru ini adalah perlunya harmonisasi dengan ketentuan lain, seperti larangan dan pembatasan (lartas) sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Selain itu, regulasi baru ini juga akan memberikan fasilitas fiskal untuk jemaah haji, mendukung penghargaan internasional untuk WNI, dan meningkatkan dukungan ekspor melalui skema barang kiriman untuk kegiatan ekspor oleh perusahaan berfasilitas.
Perubahan ini diharapkan dapat mempercepat proses dan memberikan kemudahan bagi para pelaku bisnis barang kiriman, serta memberikan insentif bagi sektor-sektor yang dapat berkontribusi pada penguatan perekonomian negara.(alf)