Pemerintah Hapus Sejumlah Pungutan untuk Pembelian Rumah, Masyarakat Diharapkan Terbantu

IKPI, Jakarta: Dalam langkah terobosan untuk mempermudah masyarakat memiliki rumah, pemerintah mengumumkan penghapusan sejumlah pungutan yang selama ini dikenakan pada pembelian rumah. Keputusan ini diambil melalui kerja sama antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang biasanya sebesar 5 persen dari harga jual dikurangi Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), akan dihapus sepenuhnya menjadi 0 persen.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, menyatakan bahwa penghapusan ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat.

“BPHTB itu harusnya 5 persen, itu bisa menjadi 0 persen. Ini sangat membantu rakyat membeli rumah,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, baru-baru ini.

Selain BPHTB, pemerintah juga menghapus biaya Persetujuan Bangun Gedung (PBG). PBG adalah izin yang diperlukan untuk pembangunan atau renovasi gedung. Biaya PBG sebelumnya bervariasi antara Rp5 juta hingga Rp12 juta, tergantung faktor seperti luas bangunan, administrasi, dan retribusi daerah.

“PBG untuk bangunan gedung, ya itu juga 0 persen,” lanjut Maruarar.

Kebijakan lainnya adalah penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar. Kebijakan ini akan berlaku selama enam bulan ke depan.

“Ini sesuatu yang tadinya bayar, sekarang menjadi gratis buat rakyat kecil berpenghasilan rendah,” kata Maruarar.

Selain penghapusan pungutan, pemerintah juga mempercepat proses penerbitan PBG dari sebelumnya 45 hari menjadi hanya 10 hari. Langkah ini diharapkan semakin mempermudah masyarakat mendirikan rumah.

Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar memiliki rumah dengan lebih mudah dan terjangkau. “Ini adalah wujud nyata keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil,” kata Maruarar. (alf)

Target Pajak 2025 Dinilai Tidak Realistis, Ekonom Soroti Wacana Kebijakan Baru

IKPI, Jakarta: Target penerimaan pajak sebesar Rp2.183,9 triliun pada 2025 dinilai terlalu tinggi dan sulit tercapai, terutama mengingat target 2024 sebesar Rp1.988,9 triliun diproyeksikan akan mengalami shortfall atau tidak terpenuhi. Hal ini disampaikan oleh ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, dalam sebuah diskusi daring, Rabu (8/1/2025).

“Dengan shortfall itu, target 2025 menjadi sangat berat. Karena dalam outlook 2024 diasumsikan tercapai, artinya butuh kenaikan sebesar 11,56% pada 2025,” ujar Awalil.

Menurutnya, kenaikan sebesar itu tidak realistis tanpa adanya perubahan kebijakan signifikan. Pemerintah diduga akan mengubah aturan perpajakan, baik dengan menaikkan tarif atau menambah jumlah wajib pajak.

Awalil juga mengungkapkan adanya beberapa wacana kebijakan yang berpotensi diambil pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak:

1. Penurunan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Bank Dunia dan OECD merekomendasikan agar Indonesia menurunkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak dari Rp56 juta per tahun menjadi Rp36 juta per tahun. Dengan perubahan ini, jumlah wajib pajak akan meningkat, sehingga penerimaan pajak penghasilan (PPh) bertambah.

“Jika penghasilan di atas Rp3 juta per bulan sudah dikenakan pajak, maka setoran PPh 21 bisa meningkat signifikan,” kata Awalil.

2. Penurunan ambang batas omzet kena pajak untuk UMKM. Saat ini, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun tidak dikenakan pajak. Namun, wacana penurunan ambang batas ini bertujuan menambah jumlah pembayar pajak dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Meskipun demikian, pemerintah sempat membantah adanya rencana ini.

3. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Jilid III. Program ini kembali diwacanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski dapat menambah penerimaan melalui denda, pelaksanaan tax amnesty yang berulang dianggap tidak mencerminkan keadilan dan menunjukkan kelemahan reformasi perpajakan di Indonesia.

“Tax amnesty dalam waktu singkat, hanya tiga tahun sejak program sebelumnya, adalah bukti kegagalan pemerintah dalam mereformasi pajak,” kata Awalil.

Dengan berbagai wacana kebijakan ini, ia menilai bahwa target pajak 2025 tetap membutuhkan langkah ekstra yang komprehensif. Reformasi yang adil dan berkelanjutan harus menjadi prioritas agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan dapat terjaga. (alf)

IKPI Pengda Jawa Timur Siap Berkontribusi di Rakor Bogor 2025

IKPI, Jakarta: Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jawa Timur telah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) IKPI di Bogor, yang akan berlangsung pada 17-19 Januari 2025. Dengan mengusung semangat kolaborasi, Pengda Jawa Timur optimis dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pertemuan penting ini.

Demikian dikatakan Ketua IKPI Pengda Jawa Timur Zeti Arina, Kamis (9/1/2025).

Ia nenegaskan, sebagai langkah awal, Pengda Jawa Timur telah mengadakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) untuk membahas isu-isu utama dan menyusun usulan yang akan disampaikan pada Rakor. Beberapa topik yang menjadi fokus pembahasan adalah konsep Pelatihan dan Pendidikan Lanjutan (PPL) murah, penyusunan program kerja, pembagian tugas (job description), dan kewenangan antara pengurus daerah dan cabang guna menghindari tumpang tindih peran.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

“Rapat koordinasi ini akan dihadiri oleh delapan perwakilan dari Jawa Timur, sesuai dengan ketentuan panitia yang membatasi dua peserta dari masing-masing cabang. Strategi ini diambil untuk memastikan seluruh pengurus daerah dan cabang tetap terwakili dalam forum penting tersebut,” kata Zeti.

Diungkapkan Zeti, IKPI Jawa Timur membawa sejumlah isu strategis untuk dibahas dalam Rakor, antara lain:

1. Konsep PPL murah guna meningkatkan kompetensi konsultan pajak secara lebih luas.

2. Sinkronisasi program kerja antara pengurus pusat dan daerah.

3. Penguatan koordinasi antara tingkatan pengurus untuk memastikan program-program pusat dapat diimplementasikan secara efektif di daerah.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Mantan Ketua IKPI Cabang Surabaya dua periode ini berharap nantinya Rakor dapat menghasilkan job description dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas untuk disepakati bersama, sehingga pengelolaan organisasi menjadi lebih terarah.

Setelah Rakor lanjut Zeti, IKPI Jawa Timur berencana mengadakan koordinasi intensif dengan seluruh cabang untuk menerjemahkan arahan pengurus pusat dan melaksanakan kebijakan tersebut sebaik-baiknya.

Dengan persiapan matang dan semangat kolaborasi, IKPI Jawa Timur optimis dapat memberikan kontribusi nyata dalam penguatan organisasi di tingkat nasional. (bl)

Ekonom Sebut Produktivitas dan Daya Beli Jadi Kunci Peningkatan Penerimaan Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Teuku Riefky, menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas dan daya beli masyarakat sebagai langkah utama dalam menggenjot penerimaan pajak pada tahun 2025.

“Kalau Pemerintah belum bisa mengatasi isu produktivitas dan penurunan daya beli, saya rasa penerimaan perpajakan juga tidak akan meningkat secara drastis,” ujar Riefky kepada media di Jakarta, Rabu (8/1/2025).

Meski demikian, ia mengakui penerapan sistem Core Tax Administration System (Coretax) yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2024 dapat mendukung efektivitas penerimaan pajak. Namun, menurutnya, dampak maksimal hanya dapat tercapai jika aktivitas ekonomi nasional terus bertumbuh.

“Performa perpajakan dengan Coretax ini cukup membantu secara konsep. Tapi, nanti kita lihat bagaimana kebijakan pemerintah, secara struktural maupun belanja, mampu menghasilkan penerimaan dan produktivitas,” ujarnya.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan pajak sepanjang tahun 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun, tumbuh 3,5 persen secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan tersebut masih terhambat akibat koreksi harga komoditas dan tekanan ekonomi lainnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, meskipun ada tekanan pada penerimaan pajak di awal tahun 2024, situasi berbalik arah pada kuartal III-2024.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, kinerja pajak yang bersifat transaksional seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri, PPh 22 impor, dan PPN impor menjadi pendorong utama perubahan tersebut.

Coretax, yang diluncurkan sebagai bagian dari reformasi administrasi perpajakan, dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Sistem ini mampu mengotomasi layanan administrasi pajak dan menggunakan analisis data berbasis risiko untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Sri Mulyani memperkirakan, implementasi Coretax dapat meningkatkan rasio pajak hingga 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan rasio pajak saat ini sebesar 10,02 persen, Indonesia memiliki potensi mencapai 11,5 persen melalui optimalisasi sistem ini.

Meski demikian, Riefky menegaskan bahwa performa pajak tetap bergantung pada keberhasilan pemerintah dalam mengelola kebijakan ekonomi dan belanja negara untuk mendorong pertumbuhan produktivitas dan daya beli masyarakat. (alf)

Pemerintah Terbitkan PMK Tentang PPnBM Kendaraan Listrik 

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 135 Tahun 2024. Aturan ini mengatur Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang ditanggung oleh pemerintah untuk impor dan penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu selama tahun anggaran 2025.

Dikutip dari peraturan tersebut, PMK ini ditujukan untuk mendukung percepatan adopsi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL Berbasis Baterai) roda empat tertentu, baik dalam bentuk kendaraan impor (CBU) maupun kendaraan yang dirakit di dalam negeri (CKD). PPnBM atas kendaraan tersebut akan ditanggung 100% oleh pemerintah selama periode Januari hingga Desember 2025.

Menurut Pasal 2 PMK ini, kendaraan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif ini harus terdaftar dalam surat persetujuan yang diterbitkan oleh kementerian terkait bidang investasi. Selain itu, kendaraan juga harus memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Persyaratan bagi Pelaku Usaha

Pelaku usaha yang ingin memanfaatkan insentif ini wajib memenuhi sejumlah ketentuan, seperti:

1. Status sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP): Pelaku usaha harus terdaftar sebagai PKP sesuai dengan peraturan perpajakan.

2. Dokumen Pemberitahuan Impor dan Faktur Pajak: Pelaku usaha wajib melaporkan dokumen terkait, seperti pemberitahuan impor barang atau faktur pajak, sesuai aturan.

3. Laporan Realisasi: Laporan realisasi PPnBM yang ditanggung pemerintah harus disampaikan sesuai jadwal.

Sanksi dan Validasi

PMK ini juga mengatur sanksi bagi pelaku usaha yang tidak mematuhi kewajiban pelaporan. Dalam hal dokumen atau laporan tidak disampaikan, PPnBM yang awalnya ditanggung pemerintah akan dibebankan kepada pelaku usaha sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Mendorong Transisi Energi

Kementerian Keuangan berharap kebijakan ini dapat menjadi langkah konkret untuk mendukung percepatan transisi energi di Indonesia. Insentif ini juga bertujuan meningkatkan daya saing industri otomotif nasional, terutama di sektor kendaraan listrik.

Peraturan ini mulai berlaku efektif sejak diundangkan dan akan menjadi dasar bagi pelaksanaan subsidi pajak di tahun 2025. Dengan adanya dukungan ini, pemerintah optimistis dapat mendorong investasi di sektor kendaraan listrik serta mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan di Tanah Air. (alf)

OJK Tegaskan Saham Tak Masuk Kategori Objek Pajak

IKPI, Jakarta: Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, menegaskan bahwa saham bukan merupakan objek pajak. Namun, anggota bursa atau sekuritas yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut jasa transaksi efek sebagai Jasa Kena Pajak (JKP).

“Dasar pengenaan PPN adalah fee atau komisi transaksi efek, yang merupakan salah satu komponen biaya atas penjualan efek,” ujar Inarno dalam konferensi pers virtual, Selasa (7/1/2025).

Ia menjelaskan, aturan teknis mengenai penghitungan PPN di sektor pasar modal telah diatur dalam Surat Edaran (SE) Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor S-0001/BEI.KEU/01-2025, yang berlaku sejak 1 Januari 2025.

Sementara itu, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy, menjelaskan bahwa pengenaan tarif PPN sebesar 12% dilakukan dengan mengalikan tarif tersebut dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Nilai lain yang dimaksud adalah sebesar 11/12 dari nilai invoice.

“Dengan metode ini, meskipun tarif PPN tetap 12%, nilai objek pajak yang dikalikan 11/12 menghasilkan nilai akhir yang setara dengan PPN 11%,” kata Irvan.

Kebijakan PPN terbaru ini merupakan bagian dari penyesuaian yang dilakukan pemerintah untuk barang dan jasa mewah sejak awal 2025. Penyesuaian ini juga berdampak pada industri pasar modal, khususnya dalam penghitungan biaya transaksi efek.

OJK dan BEI berharap aturan ini dapat memberikan kejelasan bagi pelaku pasar modal, termasuk perusahaan sekuritas dan investor, dalam memahami komponen biaya transaksi yang baru.

Dengan diterapkannya kebijakan ini, sektor pasar modal diharapkan tetap dapat berkontribusi optimal dalam perekonomian nasional tanpa memberatkan pelaku industri. (alf)

Dorong Industri Kecil dan Menengah untuk Ekspor, Pemerintah Bebaskan Biaya PPN dan PPnBM Melalui Fasilitas KITE IKM

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus memberikan dukungan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (IKM) dengan menyediakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah (KITE IKM). Fasilitas ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor IKM sekaligus memperkuat daya saing ekspor nasional.

Dikutip dari Instagram Bea Cukai, Rabu (8/1/2025) hingga saat ini, sebanyak 126 IKM di seluruh Indonesia telah menerima pendampingan dan asistensi untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM. Salah satu keuntungan utama yang diperoleh adalah pembebasan biaya masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Direktur PT Global Kriya Nusantara Abdul Sobur, salah satu pelaku IKM yang merupakan produsen produk furnitur, kerajinan tangan dan dekorasi rumah, penerima fasilitas ini mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pemerintah. “Kami sangat terbantu dengan adanya fasilitas ini. Pembebasan PPN dan PPnBM memberikan dukungan besar untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional. Program ini menjadi salah satu langkah nyata dalam meringankan tugas eksportir,” ujar Abdul dalam Instagram tersebut.

Pemerintah mengajak lebih banyak pelaku IKM untuk memanfaatkan fasilitas ini. Dengan fasilitas KITE IKM, para pengusaha IKM diharapkan mampu berkembang dan bersaing di pasar global.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai fasilitas KITE IKM, pengusaha dapat mengunjungi Klinik Ekspor di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai terdekat atau menghubungi layanan Bravo Bea Cukai di nomor 1500-225. (alf)

Presiden Prabowo Tegaskan Pentingnya Transformasi Digital untuk Tingkatkan Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menyoroti pentingnya reformasi sistem perpajakan dan transformasi digital untuk meningkatkan penerimaan negara. Hal itu dikatakan presiden saat bertemu anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini di Istana Merdeka, baru-baru ini.

Pada kesempatan itu. DEN melalui anggota Mari Elka Pangestu, menekankan bahwa digitalisasi adalah kunci untuk memperbaiki administrasi perpajakan, mengurangi penghindaran pajak, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

“Digitalisasi dapat memperbaiki administrasi pajak, dan dengan digital ID serta data exchange, kita dapat meningkatkan profiling wajib pajak untuk mendukung penerimaan negara,” ujar Mari Elka.

Sebagai langkah konkret, pemerintah telah memulai modernisasi melalui sistem administrasi coretax, yang memungkinkan wajib pajak mendaftar, melapor, dan membayar pajak secara elektronik. Sistem ini telah diterapkan pada pajak pertambahan nilai (PPN).

Presiden Prabowo juga menyetujui pembentukan Komite Percepatan Transformasi Digital untuk mengawasi implementasi tiga elemen penting digitalisasi: digital ID, digital payment, dan data exchange.

Menteri PANRB Rini Widyantini, menambahkan bahwa kesiapan infrastruktur publik digital (DPI) menjadi fondasi penting untuk mendukung transformasi digital. “Kami akan memastikan infrastruktur digital tersedia untuk mendukung kebijakan ekonomi yang diusulkan oleh Dewan Ekonomi Nasional,” ujar Rini.

Transformasi digital ini diharapkan dapat memperkuat fondasi ekonomi nasional, meningkatkan efisiensi, dan mengoptimalkan penerimaan negara untuk mendukung pembangunan jangka panjang. (alf)

Dirjen Pajak Pastikan Tak Ada Denda Akibat Permasalahan Coretax

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo, memastikan bahwa tidak akan ada denda atau sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak terkait permasalahan yang muncul dalam penggunaan aplikasi Coretax. Hal ini disampaikan menyusul berbagai kendala yang masih ditemukan sejak sistem tersebut diluncurkan pada 1 Januari 2025.

Dalam konferensi pers APBN 2024 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025) Suryo menegaskan bahwa pengaplikasian Coretax masih dalam tahap transisi. Oleh karena itu, pemerintah memahami adanya kendala yang mungkin dihadapi oleh wajib pajak, seperti keterlambatan penerbitan faktur atau pelaporan pajak.

“Kami akan memastikan tidak ada beban tambahan kepada masyarakat pada waktu menggunakan sistem yang baru,” ujar Suryo.

Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memantau dan memonitor perkembangan Coretax setiap hari. Jika ditemukan permasalahan, tim Ditjen Pajak akan segera mengambil langkah penyelesaian.

Ia mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama adalah tingginya volume pengguna yang mengakses sistem secara bersamaan. Untuk itu, DJP melakukan berbagai langkah optimalisasi, termasuk peningkatan kapasitas sistem, pengelolaan beban akses, dan pelebaran bandwidth.

“Ini baru hari keenam pengaplikasian Coretax, jadi mohon maklum,” kata Suryo.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, DJP Dwi Astuti, juga mengakui bahwa ada beberapa fitur dalam Coretax yang belum sepenuhnya bisa diakses di tahap awal peluncuran. Namun saat ini DJP masih melakukan validasi dan rekonsiliasi data dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan kelancaran operasional sistem ke depannya.

Dengan pendekatan yang lebih fleksibel ini, DJP berharap dapat memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para wajib pajak dalam menggunakan sistem baru, tanpa menambah beban administratif. (alf)

Defisit APBN 2024 Sebesar 2,29% dari PDB, Menkeu: Lebih Rendah dari Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah berhasil menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau senilai Rp 507,8 triliun. Angka ini lebih rendah dari outlook sementara sebesar 2,70% dari PDB, namun tetap sesuai dengan target awal APBN 2024.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit APBN sempat diperkirakan akan melewati target akibat beberapa faktor eksternal. Penerimaan negara mengalami kontraksi 6,2% secara tahunan (yoy) pada awal tahun, inflasi mencapai puncaknya pada Maret di level 3,1% yoy, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga 7.063,6 pada Juni, dan yield Surat Berharga Negara (SBN) mencapai puncak tertinggi 7,2% pada April dan Juni.

Beberapa faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, fenomena El Nino, perlambatan ekonomi China, kenaikan harga minyak, dan penurunan harga batubara turut menjadi penyebab tekanan ekonomi.

Pemulihan di Semester II 2024

Namun, pada semester II 2024, situasi ekonomi global mulai menunjukkan perbaikan. Harga komoditas seperti batubara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO) perlahan pulih. Ekonomi China yang didukung oleh stimulus pemerintahnya juga memberikan angin segar. IHSG yang semula berada di angka 7.063,6 pada Juni naik menjadi 7.079,9 pada Desember. Yield SBN yang sempat menyentuh 7,2% turun menjadi 7,0% di akhir tahun.

Inflasi juga terkendali, menurun dari 3,1% yoy pada Maret menjadi 1,57% yoy pada Desember. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun menunjukkan perbaikan, dari Rp 16.421 per dolar AS pada Juni menjadi Rp 16.162 per dolar AS di Desember.

“Penerimaan negara mulai membaik di semester II, dan meskipun ada tekanan global, APBN tetap bisa beroperasi optimal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN 2024, Senin (6/1/2025).

Kinerja Penerimaan dan Belanja Negara

Penerimaan negara hingga akhir 2024 mencapai Rp 2.842,5 triliun, atau 101,4% dari target sebesar Rp 2.802,3 triliun. Angka ini tumbuh 2,1% yoy. Di sisi lain, realisasi belanja negara mencapai Rp 3.350,3 triliun atau 100,8% dari target sebesar Rp 3.325,1 triliun, dengan pertumbuhan 7,3% yoy. Kenaikan belanja terutama didorong oleh peningkatan belanja kementerian/lembaga yang mencapai 14,1% dari target.

Defisit keseimbangan primer tercatat sebesar Rp 19,4 triliun, lebih rendah dari target Rp 25,5 triliun. Selain itu, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) mencapai Rp 45,4 triliun, meningkat signifikan dibandingkan Rp 19,4 triliun pada 2023.

Sri Mulyani menegaskan bahwa capaian ini menunjukkan keberhasilan pengelolaan APBN di tengah tantangan global. “Defisit APBN tetap terkendali di level 2,29% dari PDB, sesuai dengan desain awal,” ujarnya. (alf)

id_ID