Airlangga Hartarto Bantah Pemerintah Bahas Tax Amnesty Jilid III

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah adanya pembahasan mengenai program tax amnesty atau pengampunan pajak jilid III. Dalam pernyataannya setelah acara Business Competitiveness Outlook 2025 di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Airlangga menyebut hingga saat ini belum ada rapat atau pembicaraan terkait hal tersebut.

“Belum, belum (belum ada pembahasan dan rapat tax amnesty jilid III),” ujar Airlangga singkat pada Senin (13/1/2025).

Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan, yang sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah tengah merumuskan program tax amnesty jilid III. Bahkan, Budi menyebut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan sebagai pihak yang terlibat dalam pembahasannya.

“Tax amnesty sedang dirumuskan. Kita tahu ada tax amnesty 1 dan 2. Ke depan, ini salah satu mekanisme yang sedang disiapkan untuk memberi ruang sebagaimana disampaikan bapak presiden, bagi mereka yang ingin mengembalikan kekayaan mereka, baik di dalam maupun luar negeri, melalui mekanisme tax amnesty,” ujar Budi.

Isu tax amnesty jilid III mencuat setelah pemerintah dan DPR RI sepakat memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2025.

Sejarah Pelaksanaan Tax Amnesty

Program pengampunan pajak bukan hal baru. Pada 2016-2017, pemerintah melaksanakan tax amnesty pertama dengan tujuan menarik pengungkapan aset wajib pajak yang belum dilaporkan. Program ini berhasil menarik 956.793 wajib pajak, dengan total harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun. Negara berhasil mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun, atau 69 persen dari target Rp165 triliun.

Kemudian, pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022, pemerintah menggelar Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yang dianggap sebagai kelanjutan dari tax amnesty. Program ini diikuti oleh 247.918 wajib pajak, dengan total harta yang diungkap sebesar Rp594,82 triliun, dan menghasilkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp60,01 triliun.

Hingga kini, polemik terkait rencana tax amnesty jilid III masih terus bergulir. Pemerintah diharapkan segera memberikan kejelasan agar tidak menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. (alf)

Sebanyak 1,67 Juta Faktur Pajak Berhasil Diterbitkan di Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan pencapaian terbaru dalam implementasi sistem Coretax. Hingga Senin (13/1/2025) pukul 10.00 WIB, sebanyak 1.674.963 faktur pajak telah berhasil diterbitkan melalui sistem ini, dengan 670.424 faktur di antaranya telah divalidasi atau disetujui.

Selain itu, 167.389 wajib pajak telah mendapatkan sertifikat digital atau elektronik untuk menandatangani faktur pajak. Sebanyak 53.200 wajib pajak juga tercatat telah berhasil membuat faktur pajak.

Melalui keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (14/1/2025) DJP menyampaikan bahwa sejumlah perbaikan telah dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan keandalan sistem. Perbaikan mencakup proses pendaftaran seperti pengiriman kode OTP, pendaftaran NPWP bagi WNI maupun WNA, serta pembaruan profil wajib pajak, termasuk data penanggung jawab perusahaan.

Untuk layanan pelaporan SPT, DJP juga memperbaiki pengelolaan faktur pajak berbentuk file *.xml. Selain itu, proses penandatanganan faktur menggunakan Kode Otorisasi DJP atau sertifikat elektronik telah ditingkatkan melalui sistem manajemen dokumen yang lebih optimal.

DJP menegaskan komitmennya untuk terus memperbaiki layanan agar wajib pajak dapat mengakses sistem Coretax tanpa hambatan. Bagi wajib pajak yang masih mengalami kendala, DJP menyediakan dukungan melalui laman resmi di www.pajak.go.id atau Kring Pajak 1500 200.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menegaskan pihaknya akan memberikan pembaruan berkala terkait implementasi Coretax. “Kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung pengembangan sistem informasi perpajakan yang lebih maju,” ujar Dwi. (alf)

Kendala Registrasi dan Pengajuan Banding di Aplikasi e-Tax Court? Ini Solusinya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, memberikan panduan mudah untuk mengatasi kendala yang sering dialami oleh wajib pajak saat menggunakan aplikasi e-Tax Court, baik pada tahap registrasi akun maupun pengajuan banding.

Kendala Registrasi Akun

Pada proses registrasi akun e-Tax Court, sistem secara otomatis memverifikasi data NPWP yang diinput untuk meminimalkan kesalahan. Namun, beberapa pengguna melaporkan pesan error seperti “data tidak ditemukan”, meskipun NPWP yang diinput sudah benar. Untuk mengatasinya, ikuti langkah berikut:

1. Masukkan kembali NPWP dengan format 15 digit yang benar, lalu klik tombol Periksa NPWP.

2. Jika error tetap muncul setelah tiga kali penginputan, sistem akan menampilkan notifikasi:

“NPWP yang Anda input tidak ditemukan di dalam database. Apakah Anda yakin akan melanjutkan dengan data ini?”

3. Klik Ya, lalu isi formulir registrasi secara manual dengan data yang benar, termasuk nama, alamat, dan email aktif. Setelah selesai, simpan data tersebut untuk melanjutkan proses.

Kendala Pengajuan Banding: Data Keputusan Keberatan Tidak Ditemukan

Masalah lain yang kerap dialami adalah ketika data keputusan keberatan tidak muncul saat penginputan Nomor Keputusan Keberatan pada pengajuan banding. Untuk mengatasinya:

1. Masukkan kembali Nomor Keputusan Keberatan dan klik Cari Keputusan Keberatan.

2. Jika error tetap terjadi setelah tiga kali penginputan, sistem akan otomatis menampilkan formulir manual untuk melengkapi data keputusan keberatan, seperti nomor dan tanggal keputusan, jenis pajak, hingga dokumen pendukung dalam format PDF.

Kementerian Keuangan memastikan langkah-langkah tersebut dirancang agar pengguna tetap dapat melanjutkan proses dengan nyaman meskipun ada kendala teknis. Wajib pajak hanya perlu memastikan pengisian data dilakukan dengan benar dan dokumen pendukung sesuai persyaratan.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi setpp.kemenkeu.go.id. (alf)

OJK Pantau Dampak PPN 12% dan Opsen Pajak Kendaraan terhadap Perusahaan Pembiayaan

IKPI, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman. “OJK akan terus melakukan monitoring dan mencermati dampak atas adanya PPN 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan,” ujar Agusman dalam keterangannya, Minggu (12/1/2025).

Industri otomotif, yang menyumbang sekitar 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan, disebut sebagai salah satu sektor yang paling terdampak. Penerapan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan dikhawatirkan dapat memengaruhi daya beli masyarakat dan permintaan pembiayaan kendaraan. “Hampir 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan ditopang oleh pertumbuhan industri otomotif,” kata Agusman.

Meski demikian, OJK memastikan stabilitas sektor keuangan tetap menjadi prioritas utama. OJK juga akan mencermati implementasi kebijakan ini agar tidak mengganggu pertumbuhan industri otomotif maupun daya beli masyarakat.

Sebagai langkah antisipatif, OJK akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait kebijakan tersebut. Evaluasi ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap konsumen dan pelaku industri, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan upaya ini, ia berharap regulasi yang ada dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan penerimaan negara dan keberlanjutan sektor pembiayaan di Indonesia. (alf)

Daftar NPWP Bisa Melalui Coretax, Ini Caranya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempermudah masyarakat untuk mendaftar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara online melalui situs coretaxdjp.pajak.go.id. Berikut adalah tiga langkah mudah yang perlu dilakukan:

Langkah 1: Login atau Daftar

Bagi pengguna baru, klik tombol “Daftar di sini” untuk membuat akun.

Masukkan ID Pengguna dan Kata Sandi jika sudah memiliki akun.

Langkah 2: Isi Data dan Verifikasi

1. Pilih kategori wajib pajak yang sesuai.

2. Pada bagian Detail Kontak, masukkan alamat email dan nomor HP yang aktif. Pastikan data tersebut dapat diakses untuk menerima kode one-time-password (OTP).

3. Masukkan kode CAPTCHA untuk melanjutkan.

Langkah 3: Lengkapi Identitas dan Aktivasi

Untuk wajib pajak penduduk Indonesia, pastikan data identitas yang dimasukkan sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Setelah semua data terisi dengan benar, proses pendaftaran selesai.

Cek Email untuk Konfirmasi

Setelah pendaftaran berhasil, wajib pajak akan menerima NPWP beserta tautan untuk mulai mengakses layanan Coretax DJP melalui email.

Dengan sistem ini, masyarakat kini dapat lebih mudah dan cepat dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka tanpa harus datang langsung ke kantor pajak. (alf)

Panduan Layanan Administrasi Pajak Melalui Coretax DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyediakan platform layanan administrasi perpajakan berbasis digital melalui Coretax DJP. Wajib pajak kini dapat mengakses berbagai layanan secara praktis dan efisien melalui panduan yang tersedia.

Fitur Layanan Administrasi

Pengguna dapat mengajukan layanan administrasi perpajakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Login ke Coretax DJP

Masuk ke menu Layanan Wajib Pajak dan pilih sub-menu Layanan Administrasi. Sub-menu ini mencakup:

Buat Permohonan Layanan: Untuk memulai pengajuan layanan baru.

Permohonan Belum Disampaikan: Menampilkan pengajuan yang belum dikirim untuk diproses.

Permohonan Dalam Proses: Melihat status permohonan yang sedang diproses.

Permohonan Telah Selesai: Menampilkan daftar layanan yang sudah diproses dan selesai.

Daftar Fasilitas Saya: Menampilkan fasilitas atau layanan yang sudah dimiliki wajib pajak.

2. Mengisi Permohonan

Pengguna memilih nomor penunjukan dengan ikon pencarian, mengisi data yang tersedia, dan melampirkan dokumen pendukung. Setelah melengkapi semua informasi, pengguna dapat mengajukan permohonan dengan klik tombol Kirim.

3. Sistem Generasi Nomor Kasus

Setelah permohonan dikirim, sistem akan otomatis menghasilkan nomor kasus. Pengguna dapat melengkapi informasi terkait melalui fitur Alur Kasus.

Layanan Informasi dan Pengaduan

Coretax DJP juga menawarkan fitur layanan lain, seperti:

Permintaan Informasi Perpajakan: Untuk konsultasi atau eskalasi masalah perpajakan.

Pengaduan, Saran, dan Apresiasi: Pengguna dapat menyampaikan kritik, saran, atau apresiasi terkait pelayanan DJP.

Edukasi Perpajakan: Terdiri dari kegiatan kelas pendidikan, materi edukasi, dan permohonan edukasi.

Melalui Coretax, DJP berkomitmen untuk memberikan layanan perpajakan yang lebih cepat, mudah, dan transparan. Wajib pajak diharapkan memanfaatkan platform ini untuk memenuhi kebutuhan administrasi perpajakan mereka. (alf)

Penggunaan Coretax DJP untuk Pemotongan dan Pelaporan Pajak

IKPI, Jakarta: Coretax, sistem dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), memudahkan wajib pajak dalam mengelola kewajiban perpajakan, khususnya terkait dengan pemotongan pajak, pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT), dan faktur pajak. Coretax menawarkan berbagai fitur yang mendukung efisiensi pelaporan pajak secara online.

Bukti Potong Pajak

Coretax menyediakan berbagai jenis bukti potong pajak yang dapat dipilih oleh wajib pajak, antara lain:

1. Bukti Potong Pajak Unifikasi (BPPU) – untuk pemotongan pajak yang dilakukan oleh pemberi kerja atau pihak lain.

2. Bukti Potong Non Residen (BPNR) – untuk wajib pajak luar negeri.

3. Bukti Potong Final dan Tidak Final – mencakup pemotongan pajak oleh perusahaan atau instansi tertentu.

4. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 – untuk penghitungan pajak bagi pegawai tetap dan wajib pajak luar negeri.

5. Bukti Potong Masa Pajak Desember – untuk pajak yang dilaporkan di akhir tahun.

Proses pengisian dan pelaporan bukti potong dapat dilakukan dengan mengakses laman https://pajak.go.id/coretax atau melalui kanal YouTube @DitjenPajakRI untuk tutorial lebih lanjut.

Pembuatan SPT Masa PPh

Wajib pajak yang ingin melaporkan SPT Masa PPh 21/26 dapat melakukannya dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Login ke Coretax DJP dan pilih menu Surat Pemberitahuan.

2. Pilih jenis SPT yang akan dilaporkan, seperti PPh Pasal 21/26.

3. Pilih periode dan tahun pajak yang relevan.

4. Edit konsep SPT yang sudah dihasilkan untuk mengisi informasi pajak yang sesuai.

Wajib pajak dapat memilih antara SPT Normal atau Pembetulan sesuai kebutuhan.

Pembuatan Faktur Pajak Keluaran dan Masukan

Coretax juga memudahkan pembuatan Faktur Pajak Keluaran dan pengkreditan Faktur Pajak Masukan. Untuk faktur keluaran, pengguna dapat membuatnya dengan mengakses menu e-Faktur dan mengisi informasi mengenai transaksi, termasuk kode transaksi, tanggal, dan identitas lawan transaksi. Setelah itu, pengguna dapat menambahkan transaksi dan mengirimkan faktur tersebut.

Sedangkan untuk faktur masukan, pengguna cukup memilih pajak masukan yang ingin dikreditkan dan mengklik tombol Credit invoice. Status kredit akan muncul setelah pengkreditan berhasil dilakukan.

SPT Masa PPN

Pembuatan SPT Masa PPN juga dapat dilakukan dengan mengikuti langkah serupa, yaitu dengan memilih Konsep SPT, mengisi periode dan tahun pajak, serta memilih model SPT (Normal atau Pembetulan). Setelah konsep SPT dihasilkan, wajib pajak dapat mengedit dan mengisi informasi lebih lanjut.

Dengan adanya Coretax, wajib pajak dapat melakukan semua transaksi pajak secara lebih efisien dan transparan, memudahkan pelaporan pajak yang lebih tepat waktu dan sesuai ketentuan yang berlaku.

Untuk informasi lebih lanjut, wajib pajak dapat mengakses tutorial di situs resmi DJP atau melalui kanal YouTube Ditjen Pajak RI. (alf)

Pemindahbukuan dan Pembayaran Pajak Online Melalui Coretax DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mengelola pembayaran dan pelaporan pajak melalui sistem Coretax DJP. Sistem ini mencakup fitur Pemindahbukuan (Pbk) dan Billing Online untuk mendukung kelancaran administrasi perpajakan.

Proses Pemindahbukuan

Pemindahbukuan digunakan ketika terjadi kesalahan dalam pembayaran atau penyetoran pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Pbk secara mandiri dengan langkah-langkah berikut:

1. Login ke Coretax DJP melalui menu Pembayaran.

2. Pilih submenu Permohonan Pemindahbukuan.

3. Klik tombol Buat Permohonan Pemindahbukuan Baru.

4. Pilih data pembayaran yang akan dipindahbukukan.

5. Isi kolom permohonan, termasuk jumlah yang akan dipindahbukukan.

6. Unggah dokumen pendukung.

7. Kirim permohonan untuk diproses.

Proses ini memastikan pengelolaan pembayaran pajak lebih efisien dan akurat.

Solusi Pembayaran Mandiri

Fitur Billing Online memungkinkan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak secara mandiri sebelum kewajiban pajak muncul. Langkah-langkahnya adalah:

1. Login ke Coretax DJP, lalu masuk ke menu Pembayaran.

2. Pilih layanan Layanan Mandiri Kode Billing.

3. Verifikasi identitas, kemudian pilih Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS).

4. Tentukan periode dan tahun pajak, mata uang, serta nilai pembayaran.

5. Unduh kode billing yang dihasilkan.

Sebagai contoh, kode billing dengan nomor 040230373588081 senilai Rp20.000.000 dapat digunakan untuk pembayaran hingga tanggal 8 November 2024 pukul 10:43:10.

Pembayaran Tagihan

Wajib Pajak yang memiliki tagihan pajak dapat menyelesaikan pembayaran melalui langkah berikut:

1. Login ke Coretax DJP, masuk ke menu Pembayaran.

2. Pilih Daftar Kode Billing Belum Dibayar.

3. Pilih kode billing yang ingin dibayarkan, lalu klik tombol Bayar.

4. Tentukan bank tujuan, lalu klik Kirim ke Bank untuk diarahkan ke laman pembayaran.

Dengan sistem Coretax DJP, Direktorat Jenderal Pajak berharap dapat meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. (alf)

Panduan Registrasi hingga Penunjukan Kuasa Wajib Pajak pada Aplikasi Coretax DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkenalkan Coretax DJP, sebuah sistem administrasi pajak berbasis elektronik. Sebelum menggunakan sistem ini, wajib pajak perlu memastikan bahwa NIK telah dipadankan dengan NPWP.

Dikutip dari website DJP, berikut adalah langkah-langkah untuk login Coretax DJP:

1. Akses situs resmi di https://www.pajak.go.id/coretaxdjp.

2. Masukkan NIK atau NPWP (16 digit).

3. Masukkan kata sandi DJP Online dan kode captcha.

4. Klik “Login”.

Setelah berhasil login, sistem akan meminta pengguna untuk mengganti kata sandi dan membuat passphrase yang berbeda dari kata sandi untuk keamanan tambahan.

Cara Mengatasi Kendala Akses

Jika menghadapi kesulitan, berikut solusi yang dapat dicoba:

1. Periksa koneksi internet: Pastikan koneksi aktif dan stabil.

2. Ganti browser: Gunakan browser lain seperti Google Chrome atau Mozilla Firefox versi terbaru.

3. Hapus cache dan cookies: Langkah ini dapat menyelesaikan konflik data di browser.

4. Gunakan mode incognito: Mode ini sering kali lebih bersih dari data tersimpan.

Pembuatan Kode Otorisasi dan Sertifikat Elektronik

Wajib pajak dapat membuat kode otorisasi untuk tanda tangan elektronik melalui langkah berikut:

1. Login ke Coretax DJP, pilih menu Portal Saya, kemudian submenu Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik.

2. Isi kolom yang tersedia, termasuk jenis sertifikat digital dan passphrase.

3. Lakukan verifikasi identitas dengan mengambil foto menggunakan perangkat Anda.

4. Klik Pernyataan dan Simpan.

Penggantian dan Penunjukan PIC Utama

PIC (Person In Charge) adalah entitas yang berwenang untuk mengelola akun wajib pajak di Coretax. Wajib pajak badan atau instansi pemerintah dapat mengganti PIC melalui langkah berikut:

1. Masuk ke menu Informasi Umum, pilih submenu Pihak Terkait.

2. Lepas status PIC lama, lalu pilih PIC baru.

3. Centang Pernyataan dan klik Kirim.

Penunjukan Wakil atau Kuasa

Wajib pajak dapat menunjuk wakil atau kuasa dengan:

1. Masuk ke menu Portal Saya, pilih Perubahan Status, dan submenu Penunjukan Wakil/Kuasa.

2. Cari wajib pajak yang ditunjuk, unggah dokumen pendukung (format PDF).

3. Klik Pernyataan dan Simpan.

Dengan panduan ini, wajib pajak diharapkan dapat mengelola kewajiban perpajakan dengan lebih mudah dan efisien melalui sistem Coretax DJP. (alf)

Pemerintah Tak Masukkan KUR Dalam Penghapusan Kredit Macet UMKM

IKPI, Jakarta: Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menghapus piutang kredit macet yang dimiliki oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menegaskan bahwa program Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak termasuk dalam kredit yang akan dihapuskan.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada UMKM. Menurut Maman, kredit dalam program KUR telah dijamin oleh lembaga asuransi seperti Jamkrindo dan Askrindo, sehingga tidak masuk dalam kriteria piutang macet yang akan dihapuskan.

“Pendekatan bank kan berbasis administrasi, ada NPL (Non-Performing Loan) yang harus dijaga. Program KUR memiliki jaminan dari lembaga asuransi, sehingga jika terjadi kredit macet, itu sudah dijamin oleh asuransi. Karena itu, KUR tidak masuk dalam penghapusan tagihan,” ujar Maman melalui akun Instagram resmi @kementerianumkm, Minggu (12/1/2025).

Maman juga menyoroti bahwa program KUR mendapat subsidi bunga dari pemerintah, yang memungkinkan pelaku UMKM memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, yaitu 6% flat. Padahal, bunga asli pinjaman bank biasanya berkisar antara 13% hingga 15%.

“Dengan subsidi bunga dari pemerintah, UMKM dapat memanfaatkan pinjaman dengan bunga rendah. Ini adalah bentuk langkah afirmatif untuk mendukung pemberdayaan UMKM dan memastikan keadilan,” tambahnya.

Kriteria Kredit yang Dihapuskan
Maman menjelaskan, penghapusan kredit macet UMKM hanya berlaku untuk:

1. Kredit dengan nilai maksimal Rp 500 juta.

2. Kredit yang telah masuk dalam daftar hapus buku Bank Himbara minimal lima tahun sebelum PP ini ditetapkan.

3. Nasabah UMKM yang tidak memiliki kemampuan membayar lagi serta tidak memiliki agunan.

Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban UMKM yang mengalami kesulitan akibat kredit macet, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan pelaku usaha kecil dan menengah. (alf)

id_ID