Kejari Kota Batam Tangkap Pelaku Penggelapan Pajak Rp3,7 Miliar

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batam resmi menetapkan dan menahan pemilik Hotel Da Vienna, kawasan Lubuk Baja, berinisial AO, sebagai tersangka kasus penggelapan pajak daerah. AO diduga menggelapkan pajak hotel selama periode 2020 hingga 2024, dengan total kerugian negara mencapai Rp3,78 miliar.

Kepala Kejari Batam I Wayan Wiradarma mengatakan, penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kejari Batam Nomor B-4105/L.10.11/Fd.2/10/2025 tertanggal 6 Oktober 2025. 

“Penetapan ini dilakukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti sah dan kuat yang menunjukkan adanya tindak pidana,” ujarnya saat konferensi pers di Kantor Kejari Batam, Senin (6/10/2025).

Sebagai bagian dari proses penyidikan, AO langsung ditahan di Rutan Batam selama 20 hari sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor 5212/L.10.11/Fd.2/10/2025. Wayan menyebut, dari hasil penyidikan, AO secara berulang menarik dana perusahaan untuk keperluan pribadi.

“Total pajak hotel yang tidak disetorkan mencapai Rp3,78 miliar, ditambah denda sebesar Rp1,21 miliar. Dana ini seharusnya disetorkan ke kas daerah Pemerintah Kota Batam,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, AO juga diduga berupaya mengalihkan aset hotel dengan menjualnya kepada PT Mbah Kota Metro Indonesia pada akhir 2024 guna menghindari kewajiban pembayaran pajak.

Selama penyidikan, Kejari Batam telah memeriksa 18 saksi, terdiri dari manajemen hotel dan pejabat Pemerintah Kota Batam, serta empat ahli dari bidang pidana, keuangan negara, dan perpajakan. “Seluruh keterangan saksi dan ahli memperkuat adanya unsur korupsi dalam pengelolaan pajak hotel ini,” tambah Wayan.

Sebelum melangkah ke ranah hukum, Kejari Batam bersama Pemerintah Kota Batam sempat melakukan pendekatan persuasif, di antaranya melalui dua surat teguran resmi dan pemasangan spanduk peringatan di area hotel. Namun, upaya itu tidak diindahkan oleh pihak manajemen.

Atas perbuatannya, AO dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021.

“Kami juga tengah mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain yang turut menikmati hasil kejahatan ini,” tegas Wayan. (alf)

Menkeu: Penerimaan Pajak Naik, Dana Daerah Saya Balikkan Lagi!

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya memastikan pemerintah pusat akan meninjau ulang pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk pemerintah daerah, termasuk DKI Jakarta, apabila penerimaan pajak negara tahun depan menunjukkan peningkatan yang signifikan.

“Kalau ekonomi kita membaik, arahnya berbalik, tahun depan sudah kelihatan lebih cepat, saya akan hitung ulang berapa pajak saya sampai akhir tahun. Kalau lebih, saya akan redistribusi lagi ke daerah,” ujar Purbaya dalam konferensi pers bersama Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota DKI, Selasa (7/10/2025).

Purbaya menegaskan, pemangkasan DBH yang dilakukan pemerintah pusat semata-mata karena keterbatasan ruang fiskal, bukan karena adanya ketimpangan kebijakan. Ia menjelaskan, penyesuaian itu dilakukan secara proporsional sesuai dengan kapasitas fiskal tiap daerah.

“Kalau lihat dari proporsional, semakin besar, pasti semakin besar juga potongannya. Tapi secara persentase, Jakarta tidak lebih besar dibanding daerah lain,” ujarnya.

Meski demikian, ia meminta pemerintah daerah tetap disiplin dalam penggunaan anggaran. “Kalau nanti pajak naik dan kita redistribusi lagi, saya nggak mau lihat belanjanya melenceng-melenceng. Harus tetap efisien dan produktif,” tegas Purbaya.

Menurutnya, tren penerimaan pajak nasional mulai menunjukkan arah positif pada paruh kedua 2025, didorong oleh meningkatnya aktivitas ekonomi, belanja masyarakat, serta kinerja sektor korporasi. Pemerintah optimistis momentum itu akan berlanjut pada 2026.

“Menjelang pertengahan sampai akhir triwulan pertama tahun depan, atau pertengahan triwulan kedua 2026, kami akan evaluasi pendapatan pajak. Kalau ada ruang fiskal lebih, kita kembalikan sebagian DBH ke daerah,” ujarnya.

Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah, sekaligus memperkuat sinergi pembangunan di tengah upaya pemerintah meningkatkan rasio pajak nasional. (alf)

Bank Jakarta Dapat Kucuran Rp20 Triliun, Menkeu Dorong Ekonomi Ibu Kota Lewat Kredit UMKM

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Pemerintah pusat memberi lampu hijau bagi Bank Jakarta untuk ikut menikmati dana Rp200 triliun yang ditempatkan Kementerian Keuangan di bank-bank Himbara. Menteri Keuangan Purbaya mengatakan, penambahan dana puluhan triliun di Bank Jakarta akan mempercepat penyaluran kredit produktif di Ibu Kota.

“Saya pikir, Bank Jakarta bisa ikut strategi yang sama dengan Himbara. Kalau bisa nyerap, saya akan tambah 10 sampai 20 triliun. Itu akan menyebar ke UMKM dan industri lain di Jakarta,” ujar Purbaya dalam pernyataan bersama Gubernur DKI Pramono Anung di Balai Kota, Selasa (7/10/2025).

Dana ini diharapkan menjadi bahan bakar fiskal baru di tengah turunnya APBD Jakarta. Pramono menilai langkah itu akan membantu Jakarta menjaga geliat ekonomi. “Kami ingin memanfaatkan dana yang ditempatkan pemerintah di Himbara juga untuk BUMD-BUMD Jakarta,” jelasnya.

Selain itu, Purbaya mendukung penuh rencana pembangunan gedung Bank Jakarta di kawasan SCBD yang akan dibiayai oleh Bank DKI tanpa melibatkan APBN. “Saya senang karena ini mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa uang pemerintah pusat. Bank DKI cukup banyak uang, jadi lebih baik digunakan untuk kegiatan produktif,” katanya.

Proyek pembangunan gedung Bank Jakarta diperkirakan menelan waktu sekitar 15 bulan dan akan menjadi salah satu simbol kemitraan fiskal antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI. (bl)

APBD DKI Turun Rp16 Triliun, Pramono Siapkan ‘Jakarta Collaboration Fund’ untuk Dongkrak Fiskal Daerah

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Di tengah penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI dari Rp95 triliun menjadi Rp79 triliun, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyiapkan strategi pendanaan kreatif melalui pembentukan Jakarta Collaboration Fund dan kemungkinan penerbitan obligasi daerah.

“Kami meminta izin kepada Kementerian Keuangan untuk menyetujui Jakarta melakukan creative financing. Salah satunya lewat Jakarta Collaboration Fund dan obligasi daerah, yang memang belum ada sebelumnya,” ujar Pramono usai bertemu Menteri Keuangan Purbaya, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, langkah itu diperlukan agar program pembangunan dan pelayanan publik tetap berjalan di tengah penghematan fiskal. “Kami ingin menyelaraskan kebijakan fiskal pusat tanpa mengganggu komitmen pembangunan,” ujarnya.

Menkeu Purbaya menyambut ide tersebut. “Ambisi Pak Gubernur cukup tinggi, ingin membuat fund yang bisa dipakai bukan hanya di Jakarta tapi juga di tempat lain. Kita akan dukung strategi itu,” ucapnya.

Ia menambahkan, pemerintah pusat terbuka pada inovasi fiskal daerah asalkan tetap transparan dan sesuai koridor hukum. “Selama tidak melanggar prinsip kehati-hatian fiskal, saya justru senang daerah berani kreatif mencari sumber pembiayaan baru,” kata Purbaya.

Pramono memastikan efisiensi dilakukan tanpa mengganggu layanan publik. “Yang kami efisiensikan itu hal-hal yang bisa langsung ditekan, seperti pembangunan gedung pemerintah. Tapi proyek strategis dan investasi produktif tetap jalan,” tegasnya. (bl)

Menkeu Janji Kembalikan DBH Jakarta, Asal Pajak Nasional Melesat Tahun Depan

(Foto: Departemen Humas (PP-IKPI/Bayu Legianto

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi sinyal positif bagi Pemprov DKI Jakarta terkait pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) yang sempat mencapai Rp20 triliun. Ia memastikan, bila pendapatan negara dari sektor pajak menguat pada 2026, sebagian dana tersebut akan dikembalikan ke daerah.

“Kalau ekonomi sudah berbalik, pendapatan pajak meningkat, saya akan evaluasi dan bisa kembalikan lagi ke daerah. Mungkin mulai pertengahan triwulan kedua tahun depan,” ujar Purbaya usai berdiskusi dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota, Selasa (7/10/2025).

Purbaya menegaskan, pemangkasan DBH dilakukan semata-mata karena keterbatasan fiskal pemerintah pusat, bukan karena faktor politik atau prioritas wilayah. “Jakarta memang besar penerimaannya, jadi secara proporsional, potongannya juga besar. Tapi secara persentase, tidak lebih besar dibanding daerah lain,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah daerah tetap disiplin dalam belanja. “Kalau nanti pajak naik dan kita redistribusi, saya nggak mau lihat belanjanya melenceng-melenceng,” ujar Purbaya.

Sementara itu, Gubernur Pramono menegaskan, penghematan tersebut tidak akan menyentuh gaji ASN maupun P3K. “Yang mungkin berkurang itu hanya rekrutmen baru seperti pasukan oranye atau damkar. Tapi tahun ini tidak ada perubahan,” jelasnya.

Pertemuan tersebut menandai sinkronisasi antara kebijakan fiskal pusat dan daerah di tengah tekanan APBD Jakarta yang turun dari Rp95 triliun menjadi Rp79 triliun. (bl)

Penerimaan Pajak Lesu, Ekonom UGM Usul Hidupkan Aset Negara Jadi Mesin Uang Baru!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Realisasi penerimaan pajak hingga kuartal III-2025 kembali menunjukkan tren melemah. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa basis penerimaan negara sedang rapuh dan ruang fiskal makin terbatas jika pemerintah hanya mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatan.

Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM, Kun Haribowo, menilai pemerintah perlu segera mencari sumber penerimaan alternatif yang tidak membebani masyarakat. Salah satunya, kata dia, melalui pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) yang selama ini banyak menganggur.

“Di tengah ekonomi yang masih lesu, pemerintah perlu mengoptimalkan pembiayaan di luar utang dan di luar pungutan pajak,” ujar Kun dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).

Ia menjelaskan, strategi jangka panjang memang telah ditempuh melalui pembentukan Danantara, lembaga pengelola sovereign wealth fund (SWF) Indonesia. Namun, menurutnya, pemerintah juga harus memikirkan langkah cepat dalam jangka pendek untuk memperkuat ketahanan fiskal.

“Banyak aset negara yang idle—seperti lahan kosong, gedung tak terpakai, dan area publik—sebenarnya punya potensi besar untuk dikonversi menjadi penerimaan baru tanpa menekan rakyat,” paparnya.

Aset-aset tersebut, lanjutnya, bisa dihidupkan lewat berbagai skema seperti sewa, kerja sama pemanfaatan (KSP), atau bangun guna serah (BGS/BSG). Terlebih, pemerintah sudah memiliki dasar hukum kuat melalui PP Nomor 28 Tahun 2020 dan PMK Nomor 115/2020 yang memungkinkan Menteri Keuangan bersama kementerian/lembaga untuk mengoptimalkan aset negara yang belum produktif.

“Optimalisasi aset negara menjadi solusi jangka pendek untuk menambah penerimaan tanpa menekan masyarakat,” tegas Kun.

Ia juga menekankan, pengelolaan BMN yang lebih produktif tidak hanya memperkuat posisi fiskal, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, hingga peningkatan layanan publik.

Sejumlah aset potensial, seperti lahan kosong, gedung perkantoran, jalan umum, hingga area parkir yang terintegrasi dengan stasiun pengisian kendaraan listrik, disebut Kun bisa diubah menjadi “mesin uang baru” bagi negara.

“Dengan inovasi, transparansi, dan tata kelola yang baik, aset negara yang selama ini diam bisa diubah menjadi sumber energi fiskal baru,” pungkasnya. (alf)

Aturan Data Konkret Jadi Senjata Baru DJP, Pengemplang Pajak Siap-Siap!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi memperkuat langkah pengawasan dan penegakan hukum dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor 18 Tahun 2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret. Aturan yang terbit pada 24 September 2025 ini merupakan turunan langsung dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak, yang mempertegas wewenang DJP dalam menggunakan data faktual sebagai dasar pemeriksaan pajak.

Melalui beleid baru ini, DJP kini memiliki landasan lebih kuat untuk menindaklanjuti “data konkret”yakni data yang diperoleh atau dimiliki otoritas pajak, seperti faktur pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, bukti potong PPh yang diabaikan, hingga data transaksi atau bukti penghasilan yang tidak tercantum dalam laporan pajak.

Dalam aturan tersebut, DJP merinci delapan bentuk data konkret yang bisa digunakan untuk menghitung ulang kewajiban pajak wajib pajak (WP). Mulai dari kelebihan kompensasi SPT PPN yang tak sesuai ketentuan, pengkreditan pajak masukan oleh WP yang tidak berhak, pemanfaatan insentif pajak secara tidak tepat, hingga penghasilan yang tidak dilaporkan berdasarkan data bukti potong.

Tak hanya itu, data yang sudah pernah dimintai klarifikasi namun tak ditindaklanjuti oleh WP juga dapat langsung menjadi dasar penetapan pajak baru. Langkah ini diharapkan membuat pengawasan pajak lebih efektif dan mencegah manipulasi laporan oleh pihak-pihak yang mencoba bermain di area abu-abu perpajakan.

Sebelumnya, peringatan keras datang dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menegaskan pemerintah tak akan memberi ruang bagi para pengemplang pajak besar. Ia mengungkapkan, saat ini sekitar 200 penunggak pajak besar dengan total kewajiban mencapai Rp60 triliun telah diidentifikasi dan siap ditindak.

“Pasti masuk Rp60 triliun ke kas negara tahun ini. Kalau enggak, dia susah hidupnya di sini,” ujar Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Purbaya menegaskan, pada 2026 Kementerian Keuangan bersama aparat penegak hukum akan terus menyisir para penunggak pajak besar guna memaksimalkan penerimaan negara. Meski demikian, ia menjamin bahwa pemerintah akan tetap adil kepada wajib pajak yang patuh.

“Kita akan menerapkan fair treatment. Kalau sudah bayar pajak, jangan diganggu sama sekali. Enggak ada lagi cerita pegawai pajak meras-meras wajib pajak,” tegasnya.

Sebagai bentuk komitmen, Purbaya juga berencana membuka saluran khusus pengaduan bagi wajib pajak yang mengalami perlakuan tidak adil dari petugas pajak.

Dengan hadirnya aturan “data konkret” ini, DJP kini memegang senjata baru dalam mempersempit ruang penghindaran pajak, sementara pemerintah memastikan perlakuan yang adil bagi setiap wajib pajak yang taat. (alf)

DJP Ajak Wajib Pajak Aktivasi Akun Coretax, Begini Caranya!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau seluruh wajib pajak (WP) di Indonesia untuk segera melakukan aktivasi akun Coretax DJP. Imbauan ini disampaikan melalui akun resmi Instagram @ditjenpajakri, Senin (6/10/2025).

DJP menegaskan, setiap wajib pajak wajib memiliki dan mengaktifkan akun Coretax karena sistem ini menjadi pusat utama semua layanan administrasi perpajakan sekaligus sarana untuk memperoleh informasi resmi terkait pajak.

“Jadi penting banget untuk aktivasi sekarang,” tulis DJP dalam unggahannya.

Setidaknya terdapat tiga alasan utama mengapa wajib pajak perlu segera mengaktifkan akun Coretax. Pertama, agar tidak ketinggalan informasi penting perpajakan. Kedua, Coretax akan digunakan sebagai sarana pelaporan SPT Tahunan 2025. Ketiga, langkah ini mendukung penuh proses digitalisasi perpajakan nasional.

Untuk melakukan aktivasi akun, wajib pajak dapat mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Kunjungi situs resmi DJP di https://coretaxdjp.pajak.go.id.

2. Klik tautan “Aktivasi Akun Wajib Pajak”.

3. Centang pertanyaan “Apakah Wajib Pajak sudah terdaftar?”.

4. Masukkan NPWP, lalu klik “Cari” untuk memastikan data sesuai.

5. Isi email dan nomor telepon yang terdaftar di sistem DJP hingga muncul tanda centang hijau.

6. Lakukan verifikasi wajah dengan klik “Take a Photo” dan pastikan wajah terlihat jelas tanpa aksesori seperti masker atau kacamata.

7. Setelah foto tervalidasi, klik “Validasi Foto”, lalu kirim permohonan aktivasi.

8. Centang pernyataan wajib pajak dan klik “Simpan” untuk menyelesaikan proses.

DJP mengingatkan, aktivasi akun Coretax menjadi langkah penting agar wajib pajak dapat menikmati layanan digital DJP secara penuh dan memastikan pelaporan SPT tahun depan berjalan lancar. (alf)

Pemkot Lhokseumawe Kembalikan Dana ke 1.180 Warga Karena Pembatalan Tarif PBB-P2 280 Persen 

(Gambar Ilustrasi: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, resmi mengoreksi kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang sebelumnya diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diambil setelah gelombang protes masyarakat yang menilai kenaikan tarif hingga 280 persen itu memberatkan dan tidak realistis.

Hal tersebut dilakukan setelah gelombang protes dari warga, Pemerintah Kota Lhokseumawe akhirnya memutuskan mengembalikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) ke angka semula. Sebanyak 1.180 wajib pajak kini berhak menerima pengembalian dana akibat kelebihan bayar dari kenaikan tarif yang sempat melonjak hingga 280 persen.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Lhokseumawe, Teguh Harianto, menjelaskan bahwa dari total 63.959 wajib pajak di wilayahnya, terdapat 1.180 wajib pajak yang membayar pajak dengan tarif baru sebelum kebijakan tersebut dibatalkan.

“Mereka yang sudah terlanjur membayar dengan tarif kenaikan akan kami kembalikan dananya. Sementara itu, 5.864 wajib pajak sudah membayar dengan tarif normal tahun 2024,” ujar Teguh, Minggu (5/10/2025).

Sementara itu, masih ada 58.095 wajib pajak yang belum melunasi kewajiban mereka. Pemerintah daerah pun memperpanjang tenggat waktu pembayaran PBB-P2 hingga 31 Oktober 2025, setelah sebelumnya direncanakan ditutup pada bulan November tahun lalu.

“Kami mengimbau masyarakat agar melakukan pembayaran tepat waktu untuk menghindari denda administrasi,” tambah Teguh.

Kenaikan tarif PBB-P2 sebesar 280 persen tersebut sebelumnya ditetapkan melalui keputusan yang ditandatangani oleh Penjabat Wali Kota Lhokseumawe A Hanan pada tahun 2024. Namun, setelah terjadinya penolakan luas dari warga, Wali Kota definitif Sayuti Abubakar akhirnya mencabut kebijakan itu dan mengembalikannya ke tarif lama.

Kebijakan ini disambut positif oleh masyarakat, yang menilai keputusan pemerintah daerah menunjukkan sikap terbuka terhadap aspirasi publik. Meski begitu, beberapa pihak berharap evaluasi menyeluruh dilakukan agar kebijakan fiskal ke depan lebih transparan, partisipatif, dan tidak menimbulkan gejolak serupa. (alf)

Mau Lancar Lapor SPT 2025? DJP DIY Ingatkan Wajib Pajak Segera Aktivasi Coretax Sebelum 2026

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau seluruh wajib pajak untuk segera melakukan aktivasi akun Coretax, sebelum tahun 2026 tiba. Pasalnya, pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 akan sepenuhnya menggunakan sistem Coretax, bukan lagi DJP Online.

Kepala Kanwil DJP DIY Erna Sulistyowati menegaskan bahwa semua layanan administrasi perpajakan kini telah terintegrasi dalam sistem Coretax. Oleh karena itu, aktivasi akun menjadi langkah awal yang wajib dilakukan sebelum pelaporan SPT. “Jangan ditunda-tunda. Kalau menunggu tahun depan, bisa terjadi antrean dan keterlambatan dalam menyampaikan SPT,” ujarnya, baru-baru ini.

Erna menjelaskan, batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2025 untuk wajib pajak orang pribadi tetap pada Maret 2026, sedangkan untuk wajib pajak badan sampai April 2026. Aktivasi akun dapat dilakukan secara mandiri melalui panduan di website DJP, YouTube, atau dengan datang langsung ke kantor pajak terdekat. Jika menemui kendala, wajib pajak juga bisa menghubungi Kring Pajak 1500200.

“Mohon kepada wajib pajak baik karyawan, nonkaryawan, maupun badan usaha agar segera melakukan aktivasi kode otorisasi. Supaya tahun depan tinggal lapor SPT tanpa hambatan,” tegas Erna.

Sementara itu, Direktorat P2Humas DJP memproyeksikan sekitar 14 juta wajib pajak akan melaporkan SPT Tahunan 2025 melalui Coretax, terdiri dari 10 juta wajib pajak orang pribadi dan 4 juta wajib pajak badan.

Peluncuran Coretax menjadi momentum penting bagi DJP untuk memperkuat digitalisasi sistem perpajakan nasional, sekaligus meningkatkan kemudahan dan transparansi bagi wajib pajak di seluruh Indonesia. (alf)

id_ID