Pembayaran Bea Meterai Kini Bisa Gunakan SSP Berdasarkan PMK-78/2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78 Tahun 2024, pembayaran Bea Meterai kini dapat dilakukan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Ketentuan ini berlaku bagi pihak yang terutang Bea Meterai dalam kondisi tertentu.

Dalam informasi resminya yang disampaikan melalui akun Instagram @pajakjakartapusat, Rabu (9/4/2025) disebutkan bahwa pembayaran menggunakan SSP diperuntukkan jika pemeteraian kemudian dilakukan terhadap lebih dari 50 dokumen, atau dalam kondisi di mana penggunaan meterai tempel maupun meterai elektronik tidak memungkinkan. Misalnya, saat meterai tempel tidak tersedia, atau sistem meterai elektronik tidak dapat diakses atau tidak merespons saat proses pembubuhan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran menggunakan SSP antara lain:

• Pihak yang terutang wajib membuat daftar dokumen jika pembayaran dilakukan atas dua dokumen atau lebih.

• Wajib melekatkan SSP atau bukti penerimaan yang telah divalidasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), atau bukti pemindahbukuan (Pbk) pada dokumen atau daftar dokumen tersebut.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya DJP untuk memberikan alternatif pembayaran Bea Meterai yang lebih fleksibel di tengah tantangan teknis maupun administratif.

Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat mengakses kanal resmi DJP atau menghubungi kantor pajak terdekat. (alf)

Menkeu Tegaskan Reformasi Layanan Pajak Dorong Kinerja Positif

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa reformasi besar-besaran di sektor administrasi layanan perpajakan berhasil mendorong kinerja penerimaan pajak yang positif pada Maret 2025.

Meskipun tekanan ekonomi global masih tinggi akibat kebijakan perang dagang Presiden AS Donald Trump, termasuk pengenaan tarif 32% terhadap Indonesia, penerimaan pajak berhasil tumbuh 9,1% pada bulan Maret.

“Reformasi perpajakan ini tidak hanya memperbaiki sistem, tapi juga secara langsung mampu mengurangi tekanan dari kebijakan tarif tersebut,” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Prabowo di Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Sri Mulyani menjelaskan, sejumlah langkah konkret dilakukan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak, termasuk penerapan sistem Coretax yang mempermudah dokumentasi dan mempercepat proses perpajakan, seperti restitusi dan pemeriksaan.

“Misalnya untuk restitusi wajib pajak orang pribadi di bawah Rp100 juta sekarang tidak lagi diperiksa. Untuk pengembalian lebih bayar PPN juga sudah otomatis melalui Coretax,” jelasnya.

Reformasi lainnya mencakup pemangkasan waktu pemeriksaan pajak dari satu tahun menjadi hanya enam bulan, serta pemeriksaan grup seperti transfer pricing yang kini hanya butuh waktu 10 bulan dari sebelumnya dua tahun.

Menurutnya, pembaruan ini sangat membantu arus kas perusahaan, termasuk dalam penetapan nilai pabean yang selama ini dikeluhkan dunia usaha, khususnya dari Amerika Serikat.

Tak hanya itu, pemerintah juga melakukan reformasi kebijakan di sektor impor, seperti penghapusan kuota impor yang dinilai tidak berdampak langsung pada penerimaan negara namun menambah beban transaksi dan membuka celah ketidaktransparanan.

“Kalau kuota ini dihapus, dampaknya besar untuk perbaikan ekspor-impor kita,” ungkapnya. Ia menambahkan, penyederhanaan perizinan impor juga akan dilakukan dengan sistem berbasis teknologi dan data, serta pergeseran pengawasan dari border ke post border dalam kerangka national logistic ecosystem.

Sri Mulyani menyebut, seluruh reformasi perpajakan ini dapat diasumsikan setara dengan pengurangan tarif perdagangan hingga 2%. Artinya, beban tarif 32% yang dikenakan AS terhadap Indonesia bisa ditekan menjadi 30% secara efektif.

Sebelumnya, penerimaan pajak sempat mengalami tekanan cukup dalam pada awal tahun, dengan penurunan sebesar 13% di Januari dan kontraksi 4% di Februari. Namun dengan berbagai langkah reformasi, tren ini berhasil dibalik pada Maret.

“Coretax kita makin baik, proses pemeriksaan dan validasi juga makin cepat. Ini jadi faktor kunci pemulihan kinerja pajak,” kata Menkeu. (alf)

 

Penerimaan Pajak Melemah, Sri Mulyani Yakin APBN Masih Terkendali

IKPI, Jakarta: Di tengah tekanan ekonomi global dan sinyal perlambatan domestik, angka penerimaan pajak Indonesia hingga akhir Maret 2025 mencatatkan penurunan secara tahunan. Namun, bukan berarti semua kabar buruk.

Setoran pajak netto tercatat sebesar Rp 322,6 triliun baru mencapai 14,7% dari target ambisius APBN 2025 yang dipatok Rp 2.189,3 triliun. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kinerjanya turun 18,10%. Sebab di Maret 2024, penerimaan mencapai Rp 393,91 triliun, atau sudah menyentuh 19,81% dari target kala itu.

Namun, di balik angka merah itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melihat titik terang. Secara bruto, penerimaan pajak justru menunjukkan perbaikan signifikan: tumbuh 9,1% secara tahunan. Sebuah turning point yang tak bisa diabaikan, apalagi jika menilik dua bulan sebelumnya yang masih mencatatkan kontraksi—Januari -13,4%, Februari -4%.

“Kalau kita lihat Maret, penerimaan bruto kita sudah turn around. Dari yang tadinya minus, sekarang positif. Ini sinyal penting bahwa fondasi kita tetap kuat,” ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Prabowo Subianto, Rabu (9/4/2025).

Lebih lanjut, ia membandingkan rata-rata penerimaan pajak bruto empat bulan terakhir (Desember–Maret) yang mencapai Rp 179,7 triliun. Angka ini lebih tinggi dari periode yang sama dalam tiga tahun sebelumnya: Rp 174,2 triliun (2024), Rp 167,1 triliun (2023), dan Rp 146,1 triliun (2022).

Optimisme Terjaga Meski Banyak Tudingan

Sri Mulyani juga menepis kekhawatiran yang muncul belakangan ini terkait keberlanjutan fiskal dan keberanian APBN menanggung program-program besar. Ia menegaskan bahwa semua program pemerintah tetap dibingkai dalam disiplin fiskal yang ketat.

“Jangan kita semua menambah keresahan yang tidak perlu. Fundamentally, APBN kita masih sehat dan prudent,” katanya.

Reformasi Pajak Jadi Kunci

Di balik tren pemulihan penerimaan ini, pemerintah terus menggenjot reformasi perpajakan. Salah satu andalan adalah sistem Coretax DJP yang mulai berdampak positif pada pelayanan dan kepatuhan pajak. Waktu pemeriksaan dipangkas, sistem lebih efisien, dan wajib pajak besar pun mulai tertib.

Meski tekanan eksternal seperti kebijakan dagang Presiden AS Donald Trump jadi tantangan tersendiri, Sri Mulyani meyakini upaya reformasi yang berkelanjutan akan menjaga arah penerimaan pajak tetap stabil.

“Kita akan terus perkuat sistem. Dengan Coretax dan reformasi lainnya, kami yakin ke depan performa pajak akan makin solid,” pungkasnya. (alf)

Presiden Prabowo Imbau Pengusaha Tak Manipulasi Laporan Keuangan untuk Hindari Pajak 

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya kepatuhan para pengusaha dalam membayar pajak secara jujur dan transparan. Dalam acara Sarasehan Ekonomi yang digelar pada Selasa (8/4/2025), Prabowo mengingatkan agar tidak ada lagi praktik manipulasi laporan keuangan dengan menggunakan pembukuan ganda.

“Boleh cari untung, enggak ada masalah. Tapi kita minta para pengusaha bayar pajak yang benar. Jangan pelihara dua, tiga buku (keuangan),” tegasnya.

Selain soal perpajakan, Prabowo juga menyampaikan instruksinya kepada para menteri di Kabinet Merah Putih untuk menghapus kuota impor, terutama untuk barang-barang yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat. Menurutnya, langkah ini diambil guna memberikan kemudahan bagi pelaku usaha.

“Saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silakan, bebas,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa tidak boleh lagi ada praktik monopoli dalam pemberian izin impor kepada pihak-pihak tertentu. Pemerintah akan memperluas akses impor demi menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan kompetitif.

Prabowo turut menyoroti peraturan teknis atau pertek yang selama ini dianggap lebih memberatkan dibanding peraturan presiden. Ia menyatakan komitmennya untuk menyederhanakan regulasi demi kemudahan berusaha.

“Kadang-kadang pertek itu lebih galak dari keputusan presiden. Gak ada lagi pertek-pertek! Pokoknya pertek yang dikeluarkan kementerian harus seizin Presiden Republik Indonesia,” pungkasnya. (alf)

 

 

 

Sri Mulyani Pastikan Defisit APBN 2025 Tak Bikin Jebol, Penerimaan Pajak Kembali Tumbuh Positif

IKPI. Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 tidak akan melebihi batas aman 3%. Meskipun pemerintah menghadapi tekanan ekonomi global dan banyaknya program prioritas Presiden Prabowo Subianto, Sri Mulyani optimistis kondisi fiskal tetap terjaga.

“Jadi jangan khawatir, tidak jebol APBN-nya,” ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Keyakinan tersebut juga didukung oleh perbaikan dalam penerimaan pajak. Setelah mencatatkan kontraksi pada dua bulan pertama tahun ini, penerimaan pajak nasional berhasil tumbuh positif pada Maret 2025.

“Penerimaan pajak pertumbuhan Januari minus 13%, Februari minus 4%, dan Maret plus 9,1%,” jelasnya.

Dengan capaian tersebut, Sri Mulyani memastikan bahwa target penerimaan pajak 2025 masih berada “on the track”.

Ia juga mengungkapkan alasan di balik penundaan konferensi pers APBN KiTa yang seharusnya digelar pada Januari lalu. “Kenapa kami menunda press conference, karena datanya masih dinamis, sehingga tidak ingin mengakibatkan kepanikan market,” ungkapnya.

Kementerian Keuangan akan terus memantau dinamika ekonomi global dan menjaga stabilitas fiskal di tengah berbagai tantangan, demi mendukung program-program pembangunan nasional. (alf)

 

Presiden Prabowo Utus Tiga Menteri ke AS untuk Negosiasi Tarif 

IKPI, Jakarta: Pemerintah bergerak cepat menghadapi badai perdagangan global setelah Amerika Serikat resmi menetapkan tarif balasan sebesar 32% terhadap produk ekspor dari Indonesia. Presiden Prabowo Subianto tak tinggal diam. Dalam rapat terbatas yang digelar di Istana Merdeka pada Senin (7/4/2025), ia langsung menginstruksikan para menteri ekonominya untuk mengaktifkan jalur diplomasi dagang dan fiskal.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Presiden telah memberikan mandat kepada dirinya, Menteri Luar Negeri Sugiono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk segera bertolak melakukan negosiasi dengan pihak AS. “Kami ditugaskan langsung oleh Bapak Presiden. Langkah diplomasi ini harus selesai sebelum tarif mulai diberlakukan tanggal 9 April,” tegas Airlangga di Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Pengenaan tarif baru oleh pemerintahan Presiden Donald Trump ini menyasar berbagai komoditas unggulan Indonesia mulai dari elektronik, tekstil, dan alas kaki, hingga minyak sawit, udang, dan furnitur. Dengan tarif setinggi itu, produk-produk Tanah Air terancam kehilangan pangsa pasar di AS.

Di tengah kondisi ini, isu fiskal dan nilai tukar rupiah turut menjadi perhatian utama. Presiden Prabowo dijadwalkan akan menyampaikan arah kebijakan ekonomi nasional secara langsung dalam forum strategis di Kantor Pusat Bank Mandiri pada hari ini pukul 13.00 WIB.

Tak hanya merespons dengan diplomasi bilateral, Indonesia juga mengambil inisiatif membangun kerja sama regional. Pemerintah menjalin komunikasi intensif dengan Malaysia yang kini memegang Keketuaan ASEAN untuk menyatukan langkah kawasan menghadapi proteksionisme global. “Ini bukan hanya masalah Indonesia. Negara-negara ASEAN lain juga ikut terdampak. Soliditas kawasan penting untuk memperkuat posisi tawar kita,” ujar Airlangga.

Sebagai bagian dari solusi jangka panjang, Prabowo juga telah memerintahkan penyusunan langkah deregulasi dan reformasi struktural yang mencakup penghapusan hambatan Non-Tariff Measures (NTMs). Pemerintah berharap, langkah ini akan memperkuat daya saing nasional, meningkatkan kepercayaan pasar, dan menarik lebih banyak investasi di tengah ketidakpastian global.

Indonesia kini berada di titik krusial. Dunia menanti bagaimana negara ini akan menavigasi tekanan ekonomi global dan semua mata tertuju pada pidato strategis Presiden siang nanti.(alf)

 

 

Dampak Tarif Impor AS, DPR Dorong Diversifikasi Ekspor dan Insentif Pajak

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fauzi Amro, menanggapi kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menurutnya, langkah tersebut dapat memberikan tekanan besar terhadap ekspor Indonesia dan stabilitas ekonomi nasional.

“Komisi XI mendorong langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar-pasar besar seperti Amerika Serikat dengan mempercepat diversifikasi pasar ekspor,” ujar Fauzi dalam keterangannya, Selasa (8/4/2025).

Fauzi menekankan pentingnya dukungan fiskal untuk sektor-sektor yang terdampak, termasuk melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pembiayaan ultramikro, dan insentif pajak ekspor. Ia mengingatkan bahwa kebijakan tarif tinggi dari AS bisa mengikis daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama di sektor manufaktur dan UMKM yang selama ini mengandalkan ekspor ke Negeri Paman Sam.

“Sebagai mitra dagang utama, tarif tinggi tersebut dapat menurunkan daya saing kita dan mengganggu pelaku usaha,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fauzi meminta pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap potensi dampaknya, baik terhadap penerimaan negara, cadangan devisa, maupun sektor ekspor nasional. Ia juga menyoroti pentingnya penguatan diplomasi ekonomi dalam menghadapi kebijakan proteksionis tersebut.

Selain itu, Fauzi menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi tekanan pada pasar saham domestik. Ia memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mengalami pelemahan saat pembukaan perdagangan.

“Komisi XI DPR mengingatkan otoritas pasar dan fiskal untuk memperkuat mekanisme circuit breaker guna mencegah kepanikan di bursa,” kata Fauzi.

Ia juga mendorong pemerintah untuk menjalin komunikasi yang intensif dengan pelaku pasar, agar kepercayaan investor tetap terjaga. “Kita perlu bergerak cepat namun rasional, demi menjaga stabilitas dan menarik kepercayaan investor, baik dari dalam maupun luar negeri,” ujarnya. (alf)

 

IKPI Gelar Halalbihalal Nasional 2025: Pererat Silaturahmi dan Perkuat Semangat Kebersamaan dalam Keberagaman

IKPI, Jakarta: Dalam semangat mempererat tali silaturahmi pasca-Ramadan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar Halalbihalal Nasional 2025 dengan mengangkat tema “Wujudkan Semangat Kebersamaan dalam Keberagaman”. Acara ini diselenggarakan secara hybrid, yakni tatap muka di Aston Kartika Grogol Hotel & Conference Center, Jakarta dan secara daring melalui Zoom Meeting, pada Senin, (14/4/2025) pukul 09.00–12.00 WIB.

Kegiatan ini menjadi agenda tahunan IKPI yang dinanti oleh para anggota, tidak hanya sebagai sarana silaturahmi tetapi juga sebagai wadah untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan semangat organisasi di tengah perbedaan latar belakang para anggota. Hadir dalam kegiatan ini jajaran pengurus pusat, perwakilan cabang dari seluruh Indonesia, serta para profesional di bidang perpajakan yang tergabung dalam IKPI.

Ketua Panitia Halalbihalal Nasional 2025, Wibowo Agus Sentiko, menekankan bahwa tema tahun ini memiliki makna mendalam, sejalan dengan kondisi sosial dan dinamika organisasi saat ini.

“Melalui Halalbihalal ini, kami ingin menegaskan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, tetapi justru kekuatan yang menyatukan. Semangat kebersamaan yang dilandasi oleh saling menghormati dan menghargai keberagaman adalah fondasi penting dalam membangun organisasi yang solid dan berdaya saing tinggi,” ujar Wibowo, Selasa (8/4/2025).

Ia juga menambahkan bahwa pelaksanaan secara hybrid merupakan bentuk adaptasi IKPI terhadap perkembangan zaman dan teknologi, sekaligus menjawab kebutuhan anggota dari berbagai daerah untuk tetap terlibat aktif dalam kegiatan organisasi meski berjauhan secara geografis.

Selama acara, peserta disuguhi berbagai rangkaian kegiatan yang sarat makna, mulai dari sambutan pembukaan oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, tausiyah kebangsaan oleh Aa Jufri, yang mengangkat nilai-nilai toleransi dalam kehidupan profesional, hingga sesi ramah tamah dan diskusi santai antaranggota. Diharapkan, suasana hangat dan penuh kekeluargaan sangat terasa, baik di ruang konferensi maupun di ruang virtual Zoom.

Halalbihalal ini juga menjadi momentum reflektif bagi IKPI untuk terus menjaga profesionalisme, etika, dan integritas dalam menjalankan peran sebagai konsultan pajak di tengah kompleksitas sistem perpajakan nasional.

Dengan semangat kebersamaan dalam keberagaman, IKPI berkomitmen untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berkelanjutan.

Melalui kegiatan ini, IKPI menunjukkan bahwa kebersamaan bukan sekadar slogan, tetapi menjadi semangat nyata yang diwujudkan dalam setiap langkah dan kegiatan organisasi. Halalbihalal Nasional 2025 diharapkan bisa terus dijalankan untuk terus merawat nilai-nilai kebhinekaan sebagai kekuatan bangsa.(bl)

Apindo Desak Pemerintah Kurangi Defisit Perdagangan dengan AS untuk Tekan Beban Tarif Impor

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak Pemerintah Indonesia untuk lebih fokus dalam mengurangi defisit perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) guna mengatasi beban tarif impor sebesar 32 persen yang dikenakan Presiden AS, Donald Trump, terhadap produk asal Indonesia.

Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa langkah ini penting agar beban ekonomi Indonesia tidak semakin berat akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintah AS.

“Jadi jelas sekali bahwa yang harus dilakukan adalah bagaimana caranya mengurangi defisit yang Amerika alami dengan Indonesia,” ujar Shinta usai pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025).

Menurut Shinta, salah satu solusi konkret adalah dengan mengidentifikasi dan meningkatkan impor produk-produk dari AS yang memang dibutuhkan Indonesia, tanpa mengganggu sektor industri dalam negeri. Ia mencontohkan sektor tekstil, di mana Indonesia merupakan eksportir utama ke AS, namun masih bergantung pada bahan baku seperti kapas yang bisa diimpor dari negara tersebut.

“Contohnya, kita ekspor besar dari tekstil, tapi kita juga bisa impor kapas dari Amerika. Nah ini sedang kita jajaki,” tambahnya.

Selain kapas, Shinta juga menyebut produk-produk potensial lainnya yang bisa diimpor Indonesia dari AS, seperti minyak dan gas, gandum (wheat), mint, jagung (corn), hingga produk-produk pertahanan.

Ia menekankan pentingnya langkah cepat dari pemerintah untuk mengidentifikasi dan merealisasikan impor produk-produk strategis tersebut sebagai bagian dari strategi menyeimbangkan neraca perdagangan.

“Jadi ini yang mungkin harus cepat. Itu yang harus segera diidentifikasi,” tutup Shinta. (alf)

 

Kepala BKF Sebut Maret Jadi Titik Balik Penerimaan Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Setelah dua bulan berturut-turut mencatatkan penurunan tajam, penerimaan pajak Indonesia akhirnya menunjukkan sinyal pemulihan. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menyebut Maret 2025 sebagai titik balik yang penting: penerimaan pajak tumbuh positif secara tahunan (year-on-year/YoY).

“Kita melihat di bulan Maret-nya, penerimaan pajak itu sudah positif year on year-nya,” ujar Febrio saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025). Meski belum merinci angkanya, Febrio optimistis tren positif ini akan berlanjut.

Pernyataan ini menjadi angin segar setelah penerimaan pajak hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp187,8 triliun, anjlok 30,2% dibandingkan Februari 2024. Untuk bisa lebih tinggi dari realisasi Maret 2024 yang mencapai Rp393,91 triliun, maka penerimaan pajak bulan lalu setidaknya harus bertambah sekitar Rp207 triliun. Ini menjadi tantangan sekaligus harapan.

Efek Kebijakan Mulai Mereda

Febrio menjelaskan bahwa tekanan utama pada dua bulan pertama 2025 berasal dari kebijakan penerapan tarif efektif rata-rata (TER) PPh 21 dan lonjakan restitusi. Namun, tekanan ini kini mulai berkurang. “Efeknya sudah tidak terlalu terasa,” jelasnya.

Dari sisi jenis pajak, kelompok yang dikelola Ditjen Pajak seperti PPh, PPN, dan PBB sektor pertambangan merupakan yang paling terdampak.

Ia menegaskan, Kementerian Keuangan tetap berkomitmen menjaga postur fiskal yang sehat. “Kami akan terus jaga dari sisi penerimaan,” ujarnya.

Optimisme Mulai Muncul

Optimisme serupa datang dari Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar. Menurutnya, pelemahan penerimaan belakangan ini lebih disebabkan faktor operasional semata, bukan fundamental.

“Perbaikan ini terjadi karena dampak utamanya adalah operational risk. TER dan restitusi juga sifatnya sementara,” kata Fajry, belum lama ini.

Ia juga menekankan bahwa selama ekonomi nasional tetap berada di jalur asumsi APBN 2025 seperti pertumbuhan 5,2% maka target penerimaan sebesar Rp2.189,3 triliun masih realistis untuk dicapai. (alf)

 

 

id_ID