Mulai Oktober 2025, Akses e-Faktur Bisa Dihentikan: DJP Perketat Kepatuhan Pajak Lewat Coretax 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali memperkuat fondasi kepatuhan perpajakan nasional dengan menerapkan kebijakan baru yang mulai berlaku pada Oktober 2025. Melalui sistem Coretax 2025, DJP kini memiliki mekanisme untuk menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak elektronik bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak memenuhi ketentuan pajak secara konsisten.

Langkah ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2025, yang efektif diberlakukan pada 22 Oktober 2025, bertepatan dengan peluncuran sistem administrasi perpajakan terintegrasi Coretax 2025. Regulasi tersebut menjadi sinyal kuat bahwa era baru digitalisasi pajak tidak hanya berorientasi pada kemudahan, tetapi juga pada penegakan kepatuhan berbasis data otomatis.

Di sisi lain, DJP juga mengatur status NPWP non-aktif melalui PER-7/PJ/2025. Status ini melekat pada wajib pajak yang tidak lagi memenuhi syarat subjektif atau objektif, seperti menghentikan usaha, tidak memiliki penghasilan, tinggal di luar negeri, atau sedang menunggu proses penghapusan NPWP. Wajib pajak yang berstatus non-aktif dibebaskan dari kewajiban melaporkan SPT tahunan hingga statusnya kembali aktif.

Kedua aturan baru ini memperjelas arah kebijakan DJP: administrasi pajak harus sinkron, bersih, dan mencerminkan aktivitas ekonomi yang nyata, bukan sekadar formalitas pendaftaran.

Dalam PER-7/PJ/2025, terdapat sejumlah kategori wajib pajak orang pribadi yang berpotensi dinonaktifkan NPWP-nya. Mulai dari individu yang telah menutup usaha, tidak memiliki penghasilan, menggunakan NPWP hanya untuk kepentingan administratif, hingga mereka yang telah menjadi subjek pajak luar negeri karena tinggal lebih dari 183 hari di luar Indonesia. DJP juga berwenang menetapkan non-aktif secara jabatan bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT selama dua tahun, memiliki alamat fiktif, atau tidak memenuhi ketentuan administrasi pendaftaran.

Sementara itu, bagi pelaku usaha, risiko yang dihadapi lebih signifikan. PER-19/PJ/2025 memungkinkan DJP memblokir akses e-Faktur apabila PKP tidak menyampaikan SPT masa PPN selama tiga bulan berturut-turut, tidak melaporkan SPT tahunan PPh setelah jatuh tempo, atau tidak melakukan pemotongan dan pemungutan pajak selama tiga bulan.

Dampaknya tidak main-main. Tanpa akses e-Faktur, perusahaan tidak dapat menerbitkan faktur pajak, yang pada akhirnya menghambat proses penagihan, memperlambat arus kas, bahkan berpotensi menghentikan operasional secara keseluruhan. Kebijakan ini diharapkan menjadi peringatan dini bagi PKP agar memperbaiki kepatuhan sebelum terkena pembatasan sistem.

Meski demikian, aturan non-aktif NPWP justru memberi ruang bagi individu yang memang sudah tidak memiliki kegiatan ekonomi. Dengan status non-aktif, mereka tidak lagi dibebani kewajiban SPT. Namun, bagi pelaku usaha, penyelarasan data dan kepatuhan berkala menjadi kunci agar aktivitas tetap berjalan tanpa gangguan.

DJP memberikan sejumlah langkah pencegahan agar wajib pajak terhindar dari status non-aktif maupun pemblokiran akses faktur. Mulai dari menyampaikan seluruh SPT tepat waktu, melunasi kewajiban pajak, memperbarui data identitas dan alamat di Coretax, hingga segera mengajukan klarifikasi ke kantor pajak apabila terjadi penonaktifan akses e-Faktur yang tidak sesuai.

Penerapan PER-19/PJ/2025 dan PER-7/PJ/2025 menunjukkan bahwa digitalisasi perpajakan bukan sekadar transformasi teknologi, tetapi juga transformasi perilaku. Dengan sistem yang semakin transparan dan terintegrasi, DJP memastikan setiap aktivitas perpajakan memiliki rekam jejak yang dapat dipantau secara otomatis. Bagi wajib pajak, memahami aturan ini menjadi langkah penting agar tidak terkena status non-aktif maupun pemblokiran akses faktur di era Coretax 2025. (alf)

Pemkot Bekasi Siapkan Aturan Baru: Kendaraan Menunggak Pajak Terancam Tak Bisa Masuk Area Perkantoran

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mulai menyiapkan aturan pembatasan akses bagi kendaraan yang belum membayar pajak untuk memasuki kawasan perkantoran pemerintah. Kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi, namun diarahkan menjadi langkah penertiban yang lebih tegas bagi aparatur dan tamu yang keluar-masuk lingkungan Pemkot Bekasi.

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menjelaskan bahwa tahap awal kebijakan ini baru berupa penyampaian informasi kepada pegawai dan masyarakat. Ia menegaskan bahwa dalam penerapannya nanti, pemeriksaan dan penindakan dapat melibatkan kepolisian.

“Untuk aturan itu masih tindakan awal yang bentuknya sosialisasi. Mungkin Pak Kapolres nanti akan melakukan tindakan yang lebih represif,” kata Tri, Rabu (10/12/2025).

Tri menyampaikan bahwa apabila kebijakan ini diberlakukan penuh, seluruh kendaraan yang memasuki kawasan perkantoran Pemkot Bekasi akan diwajibkan menjalani pemeriksaan STNK, terutama terkait masa berlaku pajak kendaraan. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan setiap kendaraan memenuhi kewajiban pajaknya.

“Kami mulai dari sosialisasi. Tahap berikutnya kami evaluasi satu minggu ke depan apakah efektif. Kami juga menunggu dukungan dari Pak Kapolres beserta jajarannya karena yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah pihak kepolisian,” ujarnya.

Gagasan pembatasan akses ini muncul setelah pemerintah menemukan bahwa tidak sedikit aparatur Pemkot Bekasi belum melunasi pajak kendaraan pribadi. Kondisi tersebut dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak, sehingga keteladanan harus dimulai dari internal pemerintahan.

“Disinyalir justru banyak pegawai kami yang belum membayar pajak. Keteladanan harus dimulai dari aparatur pemerintah, apalagi kami sedang gencar meningkatkan pendapatan daerah,” ucap Tri.

Pemkot Bekasi akan mengevaluasi masa sosialisasi selama satu pekan. Jika dinilai tidak efektif, tahapan penindakan akan mulai dilakukan bekerja sama dengan kepolisian. Pemeriksaan STNK di lingkungan kantor pemerintah diharapkan mampu menekan tunggakan pajak sekaligus meningkatkan kedisiplinan aparatur sebagai contoh bagi masyarakat. (alf)

DKI Siapkan Insentif Pajak untuk Mal dengan Diskon Terbesar Sambut Natal dan Tahun Baru

IKPI, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo meluncurkan gagasan unik untuk menghangatkan suasana belanja menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Pemerintah Provinsi DKI akan memberikan insentif pajak khusus bagi pusat perbelanjaan yang berani menawarkan diskon paling besar selama periode libur akhir tahun.

“Menjelang Natal dan Tahun Baru, saya menantang seluruh pusat perbelanjaan memberikan diskon semaksimal mungkin. Semakin besar potongannya, semakin rendah pajak yang akan dikenakan,” ujar Pramono dalam sambutannya pada pembukaan Penganugerahan Innovative Government Award (IGA) 2025 di Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).

Pramono menjelaskan, strategi ini bukan semata-mata untuk meningkatkan gairah belanja masyarakat, tetapi juga sebagai instrumen menjaga stabilitas harga di Ibu Kota. Ia menyebut pendekatan serupa terbukti mampu menahan tekanan inflasi.

Dengan langkah itu, Pemprov DKI membidik inflasi Jakarta berada pada kisaran 2,5–2,7 persen pada akhir 2025.

Christmas Carol di Jalan Utama Jakarta

Tidak hanya memacu aktivitas ekonomi, Pemprov DKI juga menyiapkan sentuhan budaya untuk memperkuat suasana perayaan Natal. Pramono meminta panitia Natal menghadirkan pertunjukan Christmas carol di sejumlah jalan protokol.

Menurutnya, kehadiran paduan suara Natal di ruang publik bukan hanya membawa keteduhan bagi warga, tetapi juga menjadi simbol bahwa semua perayaan keagamaan mendapatkan ruang yang setara di Jakarta.

Pemprov DKI pun bersiap menggelar pesta malam pergantian tahun di beberapa titik. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pusat keramaian direncanakan berlangsung di Bundaran HI, disusul perayaan lain di kawasan Monas serta dua lokasi tambahan.

“Untuk Tahun Baru, konsepnya kurang lebih sama seperti sebelumnya. Yang utama tetap di Bundaran HI dan Monas,” kata Pramono.

Dengan rangkaian kebijakan dan acara tersebut, Pemprov DKI berharap suasana akhir tahun di Jakarta semakin meriah, ramah bagi pelaku usaha, dan tetap kondusif bagi stabilitas ekonomi. (alf)

IKPI dan AEI Kolaborasi Kupas Proses Bisnis IPO dan Implikasi Pajaknya 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali mempertegas komitmennya dalam meningkatkan kompetensi anggotanya melalui kolaborasi strategis dengan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) yang digelar secara daring, Rabu (10/12/2025). kedua organisasi ini menggelar kegiatan bertajuk “Proses Bisnis Initial Public Offering (IPO) dan Dampak Perpajakannya”, yang dihadiri ratusan anggota IKPI secara daring.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan realisasi konkret dari kerja sama IKPI–AEI yang sudah terjalin sebelumnya. “Ini bukan sekadar MoU di atas kertas. Hari ini kita menunjukkan wujud kolaborasi nyata,” ujarnya.

Vaudy menjelaskan bahwa pilihan topik IPO bukan tanpa alasan. Menurutnya, meski proses IPO dapat dipelajari dari banyak referensi, pemahaman yang disampaikan langsung oleh pelaku bisnis dalam hal ini AEI akan memberi perspektif yang jauh lebih tajam.

“Kita ingin anggota IKPI mendengar langsung dari sumbernya: bagaimana proses bisnis perusahaan yang ingin IPO, apa prosedurnya, apa alurnya. Banyak anggota yang mungkin belum pernah menangani IPO, sehingga kegiatan ini memberi pengetahuan tambahan yang sangat penting,” kata Vaudy.

Ia menuturkan bahwa pemahaman mengenai IPO juga akan membantu konsultan pajak dalam memberikan penjelasan awal kepada klien ketika mereka menanyakan gambaran proses go public. “Jadi kalau suatu waktu calon klien bertanya tentang IPO, anggota kita sudah tahu garis besarnya. Itu nilai tambah bagi profesi konsultan pajak.”

Dari sisi IKPI, acara ini juga menghadirkan narasumber internal yang membahas aspek perpajakan terkait IPO. Vaudy menyebut pendekatan dua sisi bisnis dan perpajakan sebagai bentuk simbiosis mutualisme antara IKPI dan AEI. 

“AEI menjelaskan proses bisnisnya, kita menjelaskan sisi pajaknya. Dua pengetahuan ini saling melengkapi, dan di situlah nilai kolaborasi ini,” ujarnya.

Vaudy menegaskan bahwa kolaborasi IKPI dengan AEI akan terus berlanjut dan menghasilkan program-program yang memberikan manfaat langsung bagi anggota. “Tujuan kami sederhana, anggota IKPI bertambah wawasan, AEI pun mendapatkan perspektif perpajakan yang lebih kuat. Kolaborasi ini kita bangun untuk kemajuan bersama,” ujarnya. (bl)

Kejari Semarang Tahan Terduga Pelaku Tindak Pidana Perpajakan, Rugikan Negara Hampir Rp4 Miliar

IKPI, Jakarta: Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang menahan Komisaris PT Gurano Bintang Papua, Martadi Mangkuwerdojo (MM), atas dugaan tindak pidana perpajakan yang menyebabkan kerugian negara hampir Rp4 miliar. Penahanan dilakukan usai MM menjalani pemeriksaan di Kantor Kejari Kota Semarang, Kecamatan Semarang Barat, pada Selasa (9/12/2025).

MM terlihat keluar dari ruang pemeriksaan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna pink sebelum dibawa ke Lapas Kelas I Semarang di Kedungpane.

“Kejari Kota Semarang menahan tersangka MM selama 20 hari, terhitung sejak hari ini sampai 28 Desember 2025,” ujar Kepala Kejari Kota Semarang, Andhie Fajar Arianto.

Berkembang dari Kasus Djohan Wahyudi

Andhie mengungkapkan bahwa perkara tersebut merupakan hasil pengembangan dari kasus serupa yang sebelumnya menjerat Djohan Wahyudi (DW), terpidana yang sudah lebih dulu dijatuhi hukuman.

Dalam perkembangan penyidikan, MM diduga bersama DW mengabaikan kewajiban perpajakan perusahaan dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) serta memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap.

“Akibat perbuatannya, negara dirugikan sebesar Rp3,9 miliar yang seharusnya menjadi penerimaan pajak,” jelas Andhie.

Tindak Pidana Saat Menjabat Komisaris

Perbuatan tersebut diduga dilakukan saat MM masih menjabat sebagai komisaris perusahaan. Kejaksaan menilai tindakan itu bukan sekadar kelalaian, melainkan dugaan upaya sengaja untuk tidak memenuhi kewajiban pajak sebagai wajib pajak badan.

“Tersangka MM menyebabkan negara kehilangan penerimaan pajak yang seharusnya dibayarkan perusahaan,” tegasnya.

Atas dugaan perbuatannya, MM disangkakan melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kejari menegaskan bahwa penindakan ini menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani pelanggaran perpajakan, khususnya yang dilakukan oleh korporasi atau pengurus perusahaan. (alf)

Mulai 2026 Singapura Pungut “Pajak Hijau” kepada Penumpang Pesawat

IKPI, Jakarta: Wisatawan yang terbang dari Singapura harus menyiapkan biaya tambahan mulai 2026. Pemerintah Negeri Singa resmi memperkenalkan pungutan baru yang berfungsi layaknya “pajak hijau” untuk mendorong penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar aviasi berkelanjutan dalam industri penerbangan.

Kebijakan yang diumumkan Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) ini berlaku untuk seluruh penumpang yang berangkat dari Singapura, baik perjalanan jarak dekat maupun rute antarbenua. Dengan langkah ini, Singapura menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pungutan khusus guna mempercepat pemakaian bahan bakar rendah emisi di sektor aviasi.

Berlaku Oktober 2026

Melansir Independent, Selasa (9/12/2025) kebijakan ini mulai efektif 1 Oktober 2026, sementara seluruh tiket penerbangan yang dijual mulai 1 April 2026 harus mencantumkan komponen pungutan tersebut. Selain penumpang komersial, tarif juga berlaku untuk layanan kargo dan penerbangan bisnis.

CAAS menyusun struktur pungutan berdasarkan jarak penerbangan dan kelas kabin, yang dikelompokkan menjadi empat wilayah geografis. Penumpang kelas ekonomi, misalnya, akan dikenakan:

• S$1 untuk penerbangan ke Bangkok

• S$2,80 untuk perjalanan ke Tokyo

• S$6,40 untuk rute London

• S$10,40 menuju New York

Pungutan ini akan dicantumkan oleh maskapai sebagai item baris terpisah pada tiket—membuatnya mirip dengan skema pajak tambahan pada sektor transportasi di berbagai negara. Namun, penumpang yang transit melalui Singapura tidak akan dikenai tarif ini.

Instrumen Fiskal untuk Tekan Emisi

Meski secara formal tidak disebut sebagai pajak, mekanismenya memiliki karakteristik pajak lingkungan (environmental tax):

• bersifat wajib,

• dikenakan per penumpang,

• dan dialokasikan untuk mendanai transisi energi bersih sektor penerbangan.

Pemerintah menilai “pajak hijau” ini sebagai langkah penting untuk mempercepat penggunaan bahan bakar rendah karbon dan menjaga daya saing industri aviasi Singapura dalam jangka panjang. Kebijakan tersebut juga sejalan dengan target nol emisi karbon bersih pada 2050 yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Direktur Jenderal CAAS, Han Kok Juan, menegaskan bahwa penerapan pungutan SAF merupakan bagian dari strategi jangka panjang negara itu.

“Pengenalan Retribusi SAF menandai langkah signifikan dalam membangun pusat udara yang lebih berkelanjutan dan kompetitif,” ujarnya.

“Kita perlu memulai. Kebijakan ini dilakukan secara terukur dan memberi waktu bagi industri, bisnis, serta publik untuk beradaptasi.”

Dengan kebijakan ini, Singapura tidak hanya memposisikan diri sebagai pelopor penerbangan hijau, tetapi juga menunjukkan bagaimana instrumen berbasis pungutan mirip pajak karbon, dapat menjadi alat efektif untuk mendorong perubahan perilaku sekaligus mendanai inovasi energi bersih. (alf)

Menkeu Ultimatum Pegawai Bea Cukai: Kinerja Harus Berubah dalam Setahun atau Terancam Dirumahkan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali melontarkan peringatan keras kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ia menegaskan, pemerintah tidak segan-segan merumahkan pegawai hingga menghentikan pembayaran gaji apabila dalam satu tahun ke depan tidak ada perbaikan kinerja yang nyata.

Peringatan tersebut disampaikan Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (8/12/2025). Ia menekankan bahwa pemerintah memberikan tenggat waktu jelas bagi Bea Cukai untuk berbenah.

“Ke Bea Cukai sudah clear. Saya bilang ke mereka, kalau Anda tidak bisa perbaiki dalam waktu setahun dari kemarin, ada kemungkinan besar seluruh pegawainya akan dirumahkan,” kata Purbaya.

Ancaman Pembekuan Instansi Bila Kinerja Mandek

Purbaya memaparkan bahwa pemerintah siap mengambil langkah ekstrem jika tidak ada kemajuan signifikan. Salah satunya adalah membekukan institusi Bea Cukai dan mengalihkan tugasnya kepada pihak swasta, seperti skema yang pernah diterapkan pada masa Orde Baru.

“Jadi mungkin dirumahin aja sampai pensiun, tidak dibayar. Dengan semangat seperti itu, saya pikir orang kita cukup pintar untuk digebuk sedikit—apalagi digebuk banyak,” ujarnya tegas.

Menurutnya, langkah ini perlu diambil agar praktik-praktik negatif seperti penyelundupan, permainan HS code, dan pungutan liar dapat ditekan secara drastis.

“Ke depan penyelundupan dan permainan HS code harus berkurang signifikan. Nol mungkin tidak, karena kita tidak hidup di dunia ideal, tapi penurunannya harus nyata,” imbuhnya.

Menanggapi ancaman tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama memastikan bahwa pihaknya telah menyiapkan langkah perbaikan menyeluruh. Reformasi dilakukan mulai dari pembenahan budaya kerja, peningkatan kinerja pegawai, hingga memperketat pengawasan di seluruh pintu masuk negara.

“Apa yang menjadi sejarah kelam tahun 1985–1995 itu, kita tidak ingin terjadi atau diulangi. Karena itu, Bea Cukai harus berbenah diri untuk menghilangkan image negatif,” ujar Djaka saat memberikan keterangan di Kantor Bea Cukai, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Dengan ultimatum keras ini, pemerintah berharap DJBC mampu membuktikan perubahan signifikan dalam upaya menekan praktik pelanggaran dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. (alf)

Perubahan Alamat Kini Bisa Dilakukan lewat Coretax, Ini Caranya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa pembaruan alamat tempat kedudukan wajib pajak kini dapat dilakukan secara online melalui sistem Coretax. Fasilitas ini memungkinkan wajib pajak memperbarui data tanpa harus datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), selama alamat baru masih berada dalam wilayah kerja KPP yang sama.

Konfirmasi tersebut disampaikan akun resmi X @kring_pajak sebagai tanggapan atas pertanyaan warganet mengenai apakah perubahan alamat bisa dilakukan tanpa tatap muka.

“Perubahan data alamat dapat dilakukan secara mandiri melalui Coretax dalam hal alamat masih berada di wilayah kerja KPP yang sama,” tulis akun itu.

Payung hukum layanan ini tercantum dalam Pasal 24 PER-7/PJ/2025, yang mengatur bahwa perubahan data wajib pajak dapat diajukan secara elektronik ataupun langsung ke KPP dengan dokumen pendukung yang relevan.

Langkah Mengubah Alamat Kedudukan Wajib Pajak lewat Coretax

DJP juga memaparkan tahapan lengkap pengajuan perubahan alamat secara mandiri melalui platform tersebut:

Login ke Coretax DJP. Arahkan ke menu Portal Saya → Perubahan Data → Perubahan Alamat Utama. Isi Formulir Perubahan Alamat Utama. Sebagian data akan otomatis terisi, sementara detail alamat baru, RT/RW, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan harus diisi wajib pajak. Unggah dokumen pendukung yang membuktikan perubahan alamat. Centang Pernyataan Wajib Pajak dan klik Simpan. Sistem akan menampilkan notifikasi: “Dokumen Tanda Terima telah berhasil dibuat.”

Jika Perubahan Alamat Berbeda Wilayah KPP

Dalam hal perubahan alamat menyebabkan perpindahan wilayah kerja KPP, permohonan akan diproses melalui mekanisme pemindahan wajib pajak.

Kepala KPP asal wajib menerbitkan keputusan paling lambat 5 hari kerja sejak permohonan diterima. Apabila batas waktu terlewati tanpa keputusan, permohonan dianggap disetujui secara otomatis. KPP tujuan kemudian wajib menerbitkan surat pindah paling lama 1 hari kerja setelah masa tersebut berakhir.

DJP menambahkan bahwa bagi wajib pajak berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP), pemindahan tidak disertai dengan pencabutan pengukuhan PKP.

Dengan kemudahan yang disediakan Coretax, proses administrasi perpajakan diharapkan semakin cepat, efisien, dan mendukung pelayanan berbasis digital yang lebih optimal. (alf)

Pemda Tawarkan Diskon Pajak hingga 100% untuk Tarik Investor KEK, Ini Rinciannya

IKPI, Jakarta: Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Rizal Edwin Manansang menegaskan bahwa pemerintah daerah kini memainkan peran strategis dalam menarik investor ke kawasan ekonomi khusus. Salah satu strategi yang dinilai paling efektif adalah pemberian insentif fiskal berupa pemotongan pajak dan retribusi daerah dalam skala besar.

“Pemerintah daerah juga mendukung KEK dengan memberikan pengurangan pajak dan retribusi daerah sebesar 50% hingga 100%,” ujar Edwin, Selasa (9/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa pemda umumnya menyediakan potongan tarif pajak daerah tertentu hingga 50%, seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta Pajak Hotel dan Restoran. Biasanya insentif ini berlaku sebagai fasilitas umum dalam periode tertentu, belum spesifik untuk investasi di KEK. Namun, melalui skema yang diatur dalam PP No. 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan KEK, pemerintah daerah diberi ruang lebih luas untuk memberikan keringanan bahkan hingga 100% demi menarik investasi strategis.

Tax Holiday hingga 20 Tahun untuk Investor Besar

Selain insentif dari pemda, pemerintah pusat juga menyiapkan berbagai fasilitas fiskal kompetitif bagi pelaku usaha di KEK. Investor dengan nilai penanaman modal minimal Rp100 miliar (US$ 6,9 juta) dapat memperoleh tax holiday selama 10 tahun.

• 15 tahun untuk investasi Rp500 miliar (US$ 34,5 juta), dan

• 20 tahun untuk investasi di atas Rp1 triliun (US$ 69 juta).

Sementara itu, untuk investor yang menjalankan kegiatan usaha di luar sektor inti KEK dengan nilai investasi di bawah Rp100 miliar, pemerintah menyediakan skema tax allowance. Fasilitas ini mencakup:

• Pengurangan penghasilan neto 30% selama enam tahun,

• Kompensasi kerugian hingga 10 tahun,

• Percepatan penyusutan dan amortisasi, serta

• Penurunan tarif pajak dividen hingga maksimum 10%.

“Program ini memberikan keuntungan finansial signifikan, khususnya bagi investasi di luar sektor prioritas KEK,” jelas Edwin.

Fasilitas Impor dan Pembebasan PPN–PPnBM

Tak hanya fiskal, investor di KEK juga menikmati fasilitas nonfiskal yang memperingan biaya impor. Pada tahap konstruksi, barang modal dibebaskan dari bea masuk. Ketika telah masuk fase operasional, bea masuk bahan baku ditangguhkan, sehingga arus produksi tidak terbebani biaya impor.

Selain itu, PPN dan PPnBM tidak dipungut atas barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang masuk dari TLDDP, kawasan berikat, maupun tempat penimbunan berikat.

Look Dengan berbagai fasilitas tersebut, pemerintah berharap KEK semakin kompetitif dalam menarik penanaman modal di tengah persaingan global yang semakin ketat. Investasi yang masuk diharapkan mampu menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru sekaligus memperluas lapangan kerja di daerah. (alf)

Rakor IKPI Tahun 2026 Siap Digelar di Ancol, Ketua Panitia: Momentum Samakan Strategi dan Langkah Organisasi

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) tengah bersiap menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Tahun 2026 yang akan berlangsung pada 24–25 Januari 2026 (Sabtu–Minggu) di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta. Ketua Panitia Rakor IKPI 2026, Lilisen, memastikan persiapan kegiatan telah mencapai 60% dan terus dimatangkan agar pelaksanaan berjalan optimal.

Rakor tahun depan akan dihadiri oleh Kepengurusan di Pusat, para Ketua Pengurus Daerah, dan para Ketua Pengurus Cabang. Berdasarkan data yang telah dihimpun, total peserta yang akan hadir mencapai 160 orang, terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum beserta Ketua Biro, Ketua Departemen beserta Wakil dan Ketua Bidang, Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Dewan Penasihat, Ketua Pengawas, Ketua Pengda, Ketua Pengcab, hingga panitia Rakor.

Evaluasi 2025 dan Arah Program 2026

Lilisen menjelaskan bahwa Rakor dirancang menjadi forum strategis untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan menentukan arah kebijakan ke depan. Dua agenda besar yang akan dibahas meliputi:
1. Paparan dari Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan, Dewan Penasihat, dan Pengaws terkait evaluasi program kerja 2025 serta rencana kerja 2026.
2. Paparan dari seluruh Pengurus Daerah (Pengda) mengenai capaian, kendala, dan strategi masing-masing wilayah dalam mendukung program IKPI.

“Rakor ini bukan hanya forum laporan, tapi tempat menyamakan arah, memperkuat koordinasi, dan memastikan setiap level kepengurusan bergerak dalam satu tujuan,” ujar Lilisen, Selasa (9/12/2025).

Ia menekankan bahwa pelaksanaan Rakor tahun 2026 ini membawa sejumlah harapan penting bagi organisasi, khususnya dalam meningkatkan profesionalitas dan soliditas pengurus IKPI di seluruh Indonesia.
1. Menyatukan langkah strategis organisasi
Rakor diharapkan menyelaraskan arah kebijakan IKPI antara pengurus pusat, pengda, dan pengcab sehingga setiap aktivitas organisasi memiliki keterpaduan visi dan tujuan.
2. Meningkatkan sinergi antar pengurus
Melalui forum tatap muka ini, komunikasi antarpengurus dapat diperkuat, termasuk berbagi pengalaman, menyamakan standar layanan keanggotaan, dan memperkokoh jejaring internal.
3. Membangun komitmen bersama menjalankan program kerja
Rakor diharapkan menghasilkan kesepahaman dan kesanggupan seluruh pengurus untuk melaksanakan program kerja secara disiplin, konsisten, dan terukur sepanjang tahun 2026.

Persiapan Terus Dimatangkan

Meski persiapan telah mencapai 60%, Lilisen memastikan seluruh tim bekerja maksimal untuk menyelesaikan kebutuhan acara, mulai dari akomodasi peserta, materi Rakor, hingga tata teknis pelaksanaan.

“Kami ingin Rakor 2026 menjadi agenda yang produktif, efektif, dan memberikan arah jelas bagi IKPI ke depan. Semua sedang dipersiapkan sebaik mungkin,” pungkasnya.

Rakor IKPI 2026 diharapkan menjadi momentum penting memperkuat fondasi organisasi dan menyatukan langkah strategis menghadapi dinamika perpajakan nasional. (bl)

id_ID