Roblox Resmi Ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, Setoran Pajak Digital Tembus Rp43,75 Triliun

IKPi, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali memperluas basis pemajakan sektor digital. Pada Oktober 2025, DJP secara resmi menunjuk Roblox Corporation sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penunjukan ini menandai semakin banyaknya platform global yang masuk dalam pengawasan pajak digital Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengungkapkan bahwa Roblox menjadi satu dari lima perusahaan digital yang ditetapkan sebagai pemungut baru pada periode tersebut.

“Pada bulan tersebut, terdapat lima penunjukan baru, yaitu Notion Labs, Inc., Roblox Corporation, Mixpanel, Inc., MEGA Privacy Kft, dan Scorpios Tech FZE,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Di saat yang sama, pemerintah juga melakukan satu pencabutan penunjukan, yakni terhadap Amazon Services Europe S.a.r.l., sehingga tidak lagi berstatus sebagai pemungut PPN PMSE.

Dengan penambahan dan pencabutan tersebut, total pemungut PPN PMSE yang ditunjuk pemerintah hingga Oktober 2025 mencapai 251 perusahaan. Dari jumlah itu, 207 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total kontribusi sebesar Rp33,88 triliun sejak kebijakan ini berlaku.

Kontribusi tersebut terdiri atas:

• 2020: Rp731,4 miliar

• 2021: Rp3,9 triliun

• 2022: Rp5,51 triliun

• 2023: Rp6,76 triliun

• 2024: Rp8,44 triliun

• 2025: Rp8,54 triliun hingga Oktober

Selain PPN PMSE, pemerintah juga mencatat setoran pajak signifikan dari tiga subsektor digital lainnya:

• Pajak aset kripto: Rp1,76 triliun

• Pajak fintech (P2P lending): Rp4,19 triliun

• Pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP): Rp3,92 triliun

Jika digabungkan, total penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menembus Rp43,75 triliun per 31 Oktober 2025. Untuk tahun berjalan, setoran mencapai:

• Aset kripto: Rp675,6 miliar

• P2P lending: Rp1,15 triliun

• Pajak SIPP: Rp1,07 triliun

DJP menegaskan bahwa sektor ekonomi digital terus menjadi salah satu pilar utama penerimaan negara. Pemerintah berkomitmen mengoptimalkan kebijakan pemajakan digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif, sejalan dengan pesatnya transformasi digital di Indonesia. (alf)

Ketua IFA Indonesia Tekankan Kesiapan RI Hadapi Perubahan Cepat Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Ketua IFA Indonesia sekaligus Ketua IFA Regional Asia Pacific, Ichwan Sukardi, menegaskan bahwa Indonesia harus berada di garis terdepan dalam merespons perkembangan perpajakan internasional yang berubah sangat cepat. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam The 13th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar yang diselenggarakan di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Ichwan menekankan bahwa Indonesia tengah memasuki fase penting dalam menghadapi implementasi Pillar 1 dan Pillar 2 di berbagai yurisdiksi.

(Foto: Istimewa)

“Kita semua harus siap dan aktif mengamati lanskap perpajakan internasional yang terus berubah secara cepat. IFA Indonesia berupaya memberikan perspektif komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Narasumber dari Indonesia dan Mancanegara

Dikatakan Ichwan, Seminar internasional tahunan IFA kali ini menghadirkan 18 narasumber berkaliber tinggi, baik dari regulator, praktisi global, akademisi, hingga konsultan pajak internasional. Para narasumber tersebut membawakan topik-topik yang menjadi sorotan dunia perpajakan global, antara lain:
• Pengembangan Pilar 2 dan dampaknya terhadap wajib pajak
• Isu-isu strategis transfer pricing dan kebijakan domestic law
• Global anti-avoidance measures
• Implikasi perpajakan atas cross-border mergers and acquisitions
• Principal Purpose Test, OECD Model Commentary 2025, serta putusan-putusan pengadilan terkini terkait pajak internasional

(Foto: Istimewa)

Menurutnya, kehadiran mereka menjadi bukti kuat bahwa Indonesia semakin diperhitungkan sebagai pusat diskusi perpajakan internasional di kawasan Asia Pasifik.

Acara ini juga mendapat dukungan kuat dari komunitas perpajakan internasional. Direktur Perpajakan Internasional, Kementerian Keuangan, Dr. Mekar Satria Utama, membuka acara dengan menegaskan fokus Indonesia pada Pillar 1, Pillar 2, dan Transfer Pricing, serta menyebut komitmen Indonesia yang sudah diwujudkan melalui PMK No. 136/2024 terkait penerapan Pilar 2.

Sementara itu, President IFA Global, Natalia Quiñones, memberikan perspektif global mengenai posisi Indonesia dalam OECD Inclusive Framework. Ia juga mendorong partisipasi aktif anggota IFA Indonesia di IFA Congress Tokyo (regional) dan Melbourne (global) pada tahun depan.

Peran Strategis IFA Indonesia

Dalam forum tersebut, Ichwan menegaskan bahwa reformasi pajak global tidak hanya memengaruhi yurisdiksi besar, tetapi juga berimplikasi langsung pada kebijakan domestik Indonesia.

“IFA Indonesia berkomitmen menjadi ruang dialog inklusif bagi regulator, pelaku usaha, akademisi, dan praktisi pajak internasional untuk bersama-sama memahami perubahan global dan merumuskan langkah terbaik bagi Indonesia,” ujarnya.

(Foto: Istimewa)

Sekadar informasi, seminar ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dan ditutup dengan panel diskusi mengenai isu-isu paling mutakhir, termasuk Principal Purpose Test, anti-avoidance rules, dan analisis berbagai putusan pengadilan pajak internasional yang menjadi rujukan banyak negara.

Dengan rangkaian diskusi mendalam tersebut, IFA Indonesia kembali mengukuhkan dirinya sebagai salah satu forum paling kredibel dalam memperkuat pemahaman dan kesiapan Indonesia menghadapi transformasi perpajakan global yang semakin kompleks. (bl)

Purbaya Tegaskan Revisi UU P2SK jadi Momentum Baru Perkuat Sinergi Fiskal–Moneter

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) akan menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi fiskal dan moneter. Ia menilai perubahan regulasi ini akan membuat arah kebijakan ekonomi nasional lebih selaras, responsif, dan efektif menghadapi tekanan global maupun domestik.

Berbicara dalam Financial Forum di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (3/12/2025), Purbaya menyatakan bahwa revisi UU P2SK akan memperkuat koordinasi antara BI, OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan. Sambil berkelakar, ia menyebut perubahan pelaporan LPS dari Kemenkeu ke DPR membuat kementeriannya “rugi”.

Purbaya juga menyoroti pelebaran mandat Bank Indonesia sebagai salah satu poin paling signifikan. Jika selama ini BI hanya berfokus pada stabilitas nilai tukar dan inflasi, melalui revisi UU P2SK bank sentral akan didorong lebih aktif berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. “Aturan baru itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini sangat bagus sekali,” ujarnya.

Namun ia mengakui koordinasi antar-otoritas selama ini kerap kurang efektif karena masing-masing lembaga masih bekerja dalam batas sektornya sendiri. Menurutnya, pola diskusi di KSSK sering tidak cair karena OJK, BI, LPS, dan Kemenkeu hanya fokus pada wilayah kewenangan masing-masing.

Purbaya menegaskan bahwa revisi UU P2SK dapat membuat diskusi lintas otoritas lebih luwes, sehingga kebijakan fiskal dan moneter bisa lebih kompak. Ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada kebijakan fiskal, karena sektor moneter juga memiliki peran penting dalam mendorong aktivitas swasta.

Ia juga menyebut revisi tersebut akan memperkuat koordinasi dengan BI. “Kalau sebelumnya mereka bilang itu daerah kami, sekarang jadi daerah kita juga. Kalau kebijakan Anda beda, pertumbuhan kita susah. Jadi itu tanggung jawab Anda juga,” katanya.

Purbaya memastikan revisi UU P2SK akan segera rampung. Dalam draf RUU yang telah diharmonisasi pada 1 Oktober 2025, peran BI diperluas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. DPR juga menambahkan ketentuan bahwa BI wajib menjalankan bauran kebijakan yang menciptakan lingkungan kondusif bagi sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.

Pemerintah meyakini perubahan mandat dan koordinasi tersebut akan memperkuat sinergi fiskal–moneter sehingga kebijakan ekonomi dapat bergerak lebih selaras, stabil, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. (alf)

OJK Minta Komisi XI Pertimbangkan Insentif Pajak untuk Dorong Penguatan Pasar Modal

IKPI, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong DPR RI, khususnya Komisi XI, untuk mempertimbangkan pemberian insentif fiskal berupa keringanan pajak guna memperkuat daya saing pasar modal Indonesia. Ajakan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam rapat bersama Komisi XI pada Rabu (3/12/2025).

Mahendra menilai insentif termasuk insentif pajak perlu menjadi bagian dari strategi besar penguatan pasar modal nasional. “Pimpinan dan anggota Komisi XI, mohon dapat mempertimbangkan pembahasan mengenai insentif yang diperlukan guna memperkuat pasar modal, termasuk insentif pajak,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menekankan bahwa penguatan pasar modal membutuhkan rangkaian insentif yang komprehensif, mulai dari biaya emisi hingga biaya pencatatan saham di bursa.

Menurut Inarno, penyesuaian terhadap annual listing fee dan initial listing fee bagi emiten perlu dipertimbangkan untuk mendukung peningkatan porsi kepemilikan publik (free float). “Itu diperlukan untuk mendukung peningkatan free float. Insentif untuk annual listing fee dan initial listing fee di bursa menjadi bagian dari usulan tersebut,” jelasnya.

Ia juga menyoroti perlunya skema insentif pajak yang lebih variatif. Saat ini, emiten dengan free float minimal 40 persen berhak atas pengurangan 5 persen Pajak Penghasilan (PPh). Namun, menurut Inarno, insentif tunggal tersebut belum cukup menarik bagi banyak emiten.

“Yang penting adalah adanya usulan tiering tax free float. Saat ini insentifnya hanya satu tingkat. Kami mengusulkan skema bertingkat, misalnya mulai dari 25 persen bisa diberikan pengurangan 2–3 persen, atau bahkan insentif lebih besar dari 5 persen agar emiten semakin terdorong memperluas free float,” katanya.

Selain sisi insentif, Inarno menegaskan pentingnya memastikan kepatuhan emiten terhadap aturan free float. Ia menyebutkan, OJK mendorong penerapan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut. Sanksinya dapat berupa denda, penurunan papan, suspensi, hingga delisting.

“Yang terakhir adalah kepatuhan, termasuk sanksi, denda, penurunan papan, suspensi, bahkan delisting jika ketentuan free float tidak dipenuhi,” ujarnya.

Usulan OJK ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan DPR RI untuk memperkuat struktur pasar modal, meningkatkan likuiditas, serta mendorong lebih banyak perusahaan membuka ruang kepemilikan publik yang lebih besar. (alf)

Rosan Roeslani Minta Insentif Pajak untuk Danantara, Bahas Skema Penyelesaian Utang KCJB dengan Menkeu

IKPI, Jakarta: CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk meminta dukungan fiskal berupa insentif perpajakan bagi pengembangan Danantara. Pertemuan berlangsung sekitar satu setengah jam di Kementerian Keuangan, Rabu (3/12/2025).

Rosan mengatakan bahwa permintaan tersebut telah ia sampaikan secara langsung dan mendapat respons positif dari Purbaya. “Memang kita diskusikan, bagaimana pengembangan Danantara ini, dukungan dari segi fiskal dan perpajakannya seperti apa dari Kementerian Keuangan, dan beliau sangat terbuka,” ujarnya usai pertemuan.

Menurut Rosan, tindak lanjut pembahasan akan dilakukan melalui tim kerja bersama yang beranggotakan perwakilan Danantara dan Kemenkeu. Tim ini akan merinci opsi dukungan fiskal yang dapat memperkuat posisi Danantara sebagai lembaga pengelola investasi nasional. “(Pembicaraan) akan dilanjutkan lagi oleh tim kerja yang akan membahas beberapa hal yang tadi sudah kita diskusikan. Intinya sangat-sangat positif,” kata Rosan.

Selain isu insentif pajak, keduanya juga membahas skema terbaik dalam penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh sebelum pembahasan dibawa ke konsorsium perusahaan finansial Tiongkok yang dikoordinasikan China Development Bank (CDB). “Kita mendiskusikan beberapa hal, bagaimana di antaranya kita bersama-sama untuk penyelesaian KCIC. Whoosh kita diskusikan, karena kita di dalamnya harus sama,” jelas Rosan.

Pertemuan ini berlangsung setelah Rosan memaparkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2026 Danantara kepada Komisi XI DPR RI. Dalam pemaparan tersebut, ia menegaskan bahwa Danantara Investment Management (DIM) telah menyiapkan peta jalan investasi 2026 untuk menjalankan mandat ganda: mencetak imbal hasil berkelanjutan sekaligus memberikan dampak ekonomi nasional.

“Mandat kami jelas: menghadirkan imbal hasil yang sehat bagi negara, sambil memastikan setiap investasi memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dan mendorong transformasi nasional,” ujar Rosan dalam keterangannya. (alf)

Kenapa PB1 Hilang dari Struk Restoran? Ini Penjelasan Lengkapnya

IKPI, Jakarta: Warga Jakarta belakangan mulai memperhatikan hilangnya kode “PB1” pada struk pembayaran restoran. Kode yang selama ini dikenal sebagai Pajak Restoran tersebut ternyata memang mengalami perubahan mengikuti ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Melalui regulasi tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyesuaikan skema pemungutan pajak daerah. Pajak Restoran (PB1) yang sebelumnya tercantum di struk kini digantikan oleh Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan/atau Minuman. Perubahan ini dilakukan untuk menyederhanakan jenis pajak daerah sekaligus meningkatkan efektivitas pemungutan serta pelaporan.

PBJT Makanan dan Minuman, Apa Bedanya dengan PB1?

Meski namanya berubah, substansi pajaknya tetap sama: dikenakan atas konsumsi makanan dan minuman. Bedanya, PBJT kini menjadi bagian dari kategori pajak daerah yang lebih seragam secara nasional sesuai UU HKPD.

PBJT Makanan dan Minuman dikenakan atas layanan yang disediakan oleh:

• Restoran, rumah makan, dan kafe yang menyediakan fasilitas makan di tempat.

• Penyedia jasa boga (catering) yang menangani pengolahan hingga penyajian makanan, termasuk jika disajikan di lokasi lain dari tempat produksi.

Dengan skema ini, kode PB1 pada struk resmi berganti menjadi komponen PBJT sesuai ketentuan baru Bapenda DKI Jakarta.

Siapa yang Tidak Kena PBJT?

Tidak semua usaha dikenai PBJT. Beberapa yang dikecualikan antara lain:

• Pelaku usaha dengan peredaran usaha di bawah Rp42 juta per bulan, kecuali kegiatan insidental.

• Toko swalayan yang tidak menjadikan makanan dan minuman sebagai produk utama.

• Pabrik makanan dan minuman yang berfokus pada proses produksi.

• Lounge bandara yang kegiatan utamanya bukan menjual makanan dan minuman.

Untuk Apa Pajak Ini Dipungut?

Baik PB1 maupun PBJT memiliki tujuan yang sama: menopang pembangunan daerah. Penerimaan pajak digunakan untuk:

• perbaikan jalan,

• pembangunan taman kota,

• penyediaan fasilitas umum,

• serta peningkatan layanan publik lainnya.

Bapenda DKI Jakarta mengingatkan masyarakat untuk selalu meminta struk pembayaran resmi, baik di restoran maupun saat memesan makanan secara daring. Pencantuman komponen pajak dalam struk menjadi elemen penting dalam memastikan transparansi dan mendukung pembangunan berkelanjutan di Jakarta.

Dengan penyesuaian ini, hilangnya PB1 dari struk restoran kini bukan lagi misteri melainkan bagian dari harmonisasi kebijakan pajak daerah sesuai aturan baru. (alf)

Penerimaan Pajak Diprediksi Meleset dari Target, Menkeu Purbaya Pastikan Defisit Tetap Dijaga di Bawah 3%

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa penerimaan pajak nasional pada 2025 berpotensi tidak mencapai target Rp 2.189 triliun seperti yang tercantum dalam APBN 2025. Pelemahan aktivitas ekonomi menjadi faktor utama yang menekan kinerja penerimaan negara.

“Pajak kita karena ekonominya lambat, ya di bawah target semula,” ujar Purbaya dalam Financial Forum 2025 di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Meski demikian, Purbaya menegaskan pemerintah tetap berkomitmen menjaga disiplin fiskal. Ia memastikan defisit anggaran tidak akan melampaui batas aman maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara.

“Tentunya kita melakukan pengendalian-pengendalian supaya defisitnya tidak melebihi 3%. Jadi kita tidak akan melanggar defisit 3% untuk tahun ini,” imbuhnya.

Penerimaan Sudah Diprediksi Melambat Sejak 2024

Proyeksi tak tercapainya target penerimaan pajak sebenarnya bukan hal baru. Pada pertengahan tahun lalu, saat masih dipimpin Sri Mulyani Indrawati, Kementerian Keuangan telah menyampaikan dalam Laporan Semester I dan Prognosis Semester II bahwa penerimaan pajak berpotensi hanya mencapai Rp 2.076,9 triliun atau sekitar 94,9% dari target APBN 2025.

Hingga Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp 1.459 triliun, turun 3,8% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi, tekanan konsumsi, serta menurunnya aktivitas impor-ekspor menjadi tantangan utama.

Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan upaya maksimal terus dilakukan agar target tetap bisa dikejar. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menegaskan jajarannya bekerja penuh untuk menggali potensi penerimaan hingga memperkuat penegakan hukum.

“Jawabannya simpel, harus tercapai. Sampai nanti hanya gusti Allah yang bisa memberikan finalisasi. Jadi saya tidak mau mendahului gusti Allah,” tegas Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (26/11/2025).

Bimo menambahkan bahwa seluruh “bahan baku” proses bisnis perpajakan mulai dari intensifikasi, ekstensifikasi, hingga law enforcement akan dimaksimalkan sepanjang akhir tahun. (alf)

DJP Ingatkan ASN, TNI dan Polri Segera Aktifkan Akun Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit TNI, dan anggota Polri untuk segera mengaktifkan akun Coretax sebelum 31 Desember 2025. Imbauan ini disampaikan seiring dengan rencana implementasi penuh sistem Coretax sebagai tulang punggung seluruh layanan perpajakan mulai tahun 2026.

Mulai 1 Januari 2026, seluruh proses administrasi pajak termasuk pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2025, akan dilakukan melalui sistem Coretax. Artinya, tanpa akun yang sudah aktif dan tervalidasi, wajib pajak tidak bisa menyampaikan SPT dan mengakses layanan perpajakan secara daring.

Melalui akun Instagram resminya, @ditjenpajakri, DJP menegaskan bahwa ASN, TNI, dan Polri wajib sudah terdaftar dalam sistem Coretax sebelum pergantian tahun. Ketentuan ini juga merujuk pada Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 7 Tahun 2025 yang menekankan kewajiban aparatur negara untuk memastikan kepatuhan perpajakan melalui pemanfaatan sistem digital DJP.

“Rekan-rekan yang berprofesi sebagai ASN, anggota TNI, atau Polri diharapkan memastikan sudah terdaftar di Coretax DJP, melakukan aktivasi akun wajib pajak, dan memperoleh kode otorisasi atau sertifikat elektronik,” demikian imbauan yang disampaikan DJP, Rabu (3/12/2025).

Aktivasi Akun Coretax, Syarat Wajib Punya NPWP

Untuk dapat mengaktifkan akun Coretax, ASN, TNI, dan Polri wajib sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Proses aktivasi dilakukan melalui laman resmi Coretax DJP dengan alur sebagai berikut:

• Wajib pajak membuka laman Coretax dan memilih menu Aktivasi Akun Wajib Pajak.

• Mengonfirmasi bahwa dirinya sudah terdaftar sebagai wajib pajak, kemudian memasukkan NPWP dan menekan tombol Cari.

• Mengisikan alamat email dan nomor ponsel yang sebelumnya terdaftar di DJP Online. Jika ada perubahan data, pembaruan dapat dilakukan melalui Kring Pajak 1500200 atau dengan mendatangi kantor pajak terdekat.

• Selanjutnya, wajib pajak melakukan verifikasi identitas, menyetujui pernyataan yang ada, lalu menyimpan data.

• Sistem kemudian mengirimkan Surat Penerbitan Akun Wajib Pajak berisi kata sandi sementara ke email resmi wajib pajak, yang harus dipastikan berasal dari domain @pajak.go.id.

• Setelah menerima email, wajib pajak login kembali ke Coretax, mengganti kata sandi, dan membuat passphrase sebagai pengaman tambahan.

Wajib Punya Kode Otorisasi untuk Tanda Tangan Elektronik

Aktivasi akun saja belum cukup. Agar dapat menandatangani dokumen perpajakan secara elektronik di Coretax, ASN, TNI, dan Polri juga wajib memiliki Kode Otorisasi (KO) DJP. KO ini merupakan tanda tangan elektronik resmi yang diterbitkan DJP dan menjadi syarat sah dokumen perpajakan digital.

Pengajuan KO dilakukan melalui menu Portal Saya di Coretax, dengan memilih layanan Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik. Wajib pajak kemudian mengisi rincian sertifikat digital, memilih penyedia sertifikat (termasuk yang dikelola langsung oleh DJP), memasukkan ID penandatangan atau passphrase, dan mengirim permohonan. Jika permintaan disetujui, sistem akan menampilkan notifikasi bahwa sertifikat digital berhasil dibuat, beserta bukti tanda terima dan surat penerbitan yang dapat diunduh.

Langkah berikutnya adalah memastikan status sertifikat digital sudah valid. Hal ini dilakukan melalui menu Profil Saya, kemudian memilih Nomor Identifikasi Eksternal dan membuka tab Digital Certificate. Jika status masih “INVALID”, wajib pajak perlu menekan tombol Periksa Status. Setelah status berubah menjadi “VALID”, dokumen Penerbitan Kode Otorisasi DJP akan tersedia di menu Dokumen Saya dan dapat diunduh. (alf)

DKI Siapkan Skema PKB Berbasis Emisi, Kendaraan Tak Lolos Uji Bisa Kena Beban Tambahan

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mengebut penyusunan kebijakan baru yang akan mengubah struktur Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Ibu Kota. Melalui mekanisme berbasis emisi, kendaraan yang gagal uji emisi akan dikenai koefisien tambahan, sehingga pajak tahunannya berpotensi lebih tinggi dibanding kendaraan yang memenuhi standar.

Kebijakan ini digadang sebagai langkah strategis Jakarta untuk menekan tingkat polusi udara yang dalam beberapa tahun terakhir kerap berada di level mengkhawatirkan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI kini tengah menyempurnakan Kajian Nilai Koefisien Pencemaran Lingkungan (KPL) yang akan menjadi landasan pengenaan PKB berbasis tingkat pencemaran.

Dalam keterangan resminya dikutip Rabu (3/12/2025), DLH menyebut penyusunan kajian ini dilakukan secara multipihak, melibatkan peneliti, akademisi, organisasi perangkat daerah (OPD) lintas sektor, pelaku industri otomotif, asosiasi, hingga lembaga non-pemerintah. Proses kolaboratif ini diharapkan memastikan metodologi yang dipilih valid secara ilmiah dan layak diterapkan sebagai kebijakan publik.

Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Bidang Pembangunan dan Tata Kota, Nirwono Joga, menegaskan bahwa kajian KPL bukanlah langkah parsial, melainkan bagian dari strategi besar pengendalian emisi karbon di Jakarta. 

Menurutnya, mobilitas kendaraan di Jakarta tidak semata dipengaruhi warga Ibu Kota, tetapi juga limpahan arus kendaraan harian dari Bodetabek.

“Jakarta tidak bisa bekerja sendiri. Polusi bersifat lintas-batas, sehingga pendekatannya harus lintas-wilayah. Selain perhitungan teknis, faktor politis juga perlu diperhitungkan agar kebijakan berjalan efektif,” ujar Nirwono.

Ia menambahkan, kebijakan berbasis emisi ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kepatuhan uji emisi, tetapi juga mendorong masyarakat mulai beralih ke transportasi publik yang lebih ramah lingkungan.

Amanat Regulasi Nasional

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa penyusunan KPL merupakan tindak lanjut dari amanat regulasi nasional, terutama PP Nomor 22 Tahun 2021 mengenai baku mutu emisi dan Permendagri Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur skema PKB berbasis emisi.

“Dengan adanya dasar hukum nasional, penerapan pajak kendaraan berbasis emisi menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen daerah dalam memperbaiki kualitas udara dan lingkungannya,” kata Asep.

Pemprov DKI menargetkan kajian ini tuntas dalam waktu dekat sehingga implementasi koefisien emisi dapat mulai disiapkan dalam kebijakan PKB tahun berikutnya. Jika berjalan sesuai rencana, Jakarta akan menjadi daerah pertama yang menerapkan pajak kendaraan berbasis emisi secara sistematis. (alf)

Menkeu Pastikan Anggaran Bencana Aman, Tambahan Dana Siap Digelontorkan Jika Dibutuhkan

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan ketersediaan anggaran untuk penanganan bencana di Sumatera tetap aman, meskipun terjadi penurunan realisasi dari sekitar Rp2 triliun menjadi Rp491 miliar. Kementerian Keuangan menegaskan bahwa penyesuaian tersebut bukan pengurangan prioritas, melainkan menyesuaikan permintaan dana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan hal itu dalam Rapimnas Kadin di Park Hyatt Jakarta, Senin (1/12/2025). Ia menegaskan bahwa anggaran yang tersedia masih mencukupi untuk mendukung operasi tanggap darurat, pemulihan infrastruktur, hingga perlindungan sosial bagi warga terdampak.

“Anggaran BNPB masih ada lebih dari Rp500 miliar yang siap digunakan. Nanti kalau butuh dana tambahan, kita siap menambah. Sudah ada di anggarannya,” kata Purbaya.

Ia menjelaskan bahwa cadangan fiskal pemerintah masih sangat memadai sehingga Kemenkeu dapat langsung menambah anggaran jika BNPB mengajukan kebutuhan tambahan melalui skema anggaran belanja tambahan (ABT). Menurutnya, pemerintah memberikan ruang seluas-luasnya agar penanganan bencana tidak terhambat persoalan anggaran.

Purbaya menegaskan bahwa kesiapan pendanaan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menangani bencana secara cepat dan terkoordinasi. “Kita siap terus,” ujarnya.

Berdasarkan data per Senin (1/12/2025), banjir yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh telah berdampak pada 104.901 keluarga atau 526.098 jiwa. Selain itu, ratusan fasilitas umum seperti sekolah, perkantoran, rumah ibadah, dan pesantren mengalami kerusakan.

Pemerintah memastikan proses penanganan dan pemulihan di wilayah terdampak akan dipercepat, dengan dukungan anggaran yang dapat ditambah kapan saja sesuai kebutuhan lapangan. (alf)

id_ID