ADB Kucurkan Pinjaman USD500 Juta untuk Modernisasi Sistem Pajak Indonesia

IKPI, Jakarta: Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai USD500 juta untuk mendukung modernisasi sistem perpajakan di Indonesia. Pendanaan ini menjadi tahap awal dari tiga subprogram dalam kerangka Program Mobilisasi Sumber Daya Domestik (Domestic Resource Mobilization/DRM) yang dirancang untuk memperkuat basis penerimaan negara.

Menurut Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga, program ini menjadi langkah strategis bagi keberlanjutan fiskal Indonesia. “Dengan digitalisasi administrasi pajak dan penguatan kerja sama pajak internasional, Indonesia akan memiliki kemampuan lebih besar untuk membiayai prioritas pembangunan sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (14/8/2025).

Reformasi yang diusung mencakup tiga pilar utama, peningkatan efisiensi administrasi pajak, perluasan kerja sama pajak lintas negara, serta penyusunan kebijakan pajak yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

ADB memperkirakan, subprogram awal ini mampu mengerek rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 1,28 poin persentase pada 2030. Peningkatan ini diharapkan menciptakan ruang fiskal untuk memperbesar investasi dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Salah satu elemen penting dalam program ini adalah penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax)—platform digital baru Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang akan merampingkan proses administrasi, memperbaiki akurasi data, dan memperkuat kemampuan deteksi ketidakpatuhan.

Selain itu, reformasi juga difokuskan pada penanggulangan praktik penghindaran pajak internasional, sejalan dengan Kerangka Inklusif OECD/G20 mengenai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Di sisi lain, pelaku usaha, khususnya sektor usaha kecil dan menengah (UKM), akan merasakan manfaat dari penyederhanaan proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan percepatan penyelesaian sengketa pajak.

ADB meyakini, rangkaian reformasi ini akan mempercepat langkah Indonesia menuju status negara berpenghasilan menengah ke atas, sekaligus memperkuat daya saing perekonomian di tingkat global. (alf)

 

DPR Ingatkan Pemda Tingkatkan PAD Jangan Hanya Andalkan Kenaikan Pajak

IKPI, Jakarta: Anggota Komisi II DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk lebih bijak dalam menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Ia menegaskan, menaikkan pajak bukanlah solusi berkelanjutan dan justru berpotensi menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

“Bukan hanya di Pati, Jawa Tengah, tapi banyak daerah lain yang mencoba menaikkan PAD lewat kenaikan pajak. Pemda harus berhati-hati dan mengedepankan inovasi, bukan sekadar membebani rakyat,” ujar Deddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Politikus PDI Perjuangan itu menyebut, menaikkan pajak merupakan “jalan pintas” yang tidak memerlukan kreativitas, namun risikonya besar. “Cara paling mudah ya menaikkan pajak. Tidak perlu orang pintar untuk itu. Tapi, kalau dibiarkan, ini bisa memicu gejolak di banyak daerah,” tegasnya.

Selain itu, Deddy juga menyoroti pentingnya efisiensi belanja daerah. Ia mendorong pemda memangkas pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik, mengingat potensi penurunan transfer dana dari pemerintah pusat. “Kalau tren ini berlanjut, transfer ke daerah tahun depan bisa terpangkas lagi, dan dampaknya akan dirasakan semua pihak,” tambahnya.

Pernyataan Deddy muncul di tengah sorotan publik terhadap kisruh kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati. Kebijakan yang sempat menaikkan tarif hingga 250 persen itu memicu aksi unjuk rasa ribuan warga pada Rabu (13/8) di alun-alun kota, bahkan mendorong desakan agar Bupati Pati Sudewo mundur.

Merespons tekanan publik, Bupati Sudewo akhirnya membatalkan kebijakan tersebut. “Tarif PBB-P2 akan dikembalikan seperti tahun 2024,” kata Sudewo pada 8 Agustus lalu, didampingi Kajari Pati, Dandim 0718 Pati, dan Kapolresta Pati. Ia mengaku keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan masifnya penolakan dari masyarakat. (alf)

 

 

 

Penerimaan Pajak Jakbar Tumbuh 16,34 Persen di Tengah Tantangan Ekonomi

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak di wilayah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat (Jakbar) menunjukkan kinerja positif hingga akhir Juli 2025. Total realisasi tercatat Rp42,29 triliun, naik 16,34 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Pertumbuhan ini menjadi sinyal positif di tengah tantangan ekonomi global,” ujar Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar, di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Capaian tersebut sudah memenuhi 53,81 persen dari target penerimaan pajak Jakarta Barat tahun 2025 yang dipatok Rp78,59 triliun. Berdasarkan jenis pajak, Pajak Penghasilan (PPh) masih menjadi tulang punggung penerimaan dengan kontribusi Rp21,72 triliun atau 51,37 persen dari total, melonjak 23,84 persen dibandingkan tahun lalu.

Di posisi berikutnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menyumbang Rp19,66 triliun (46,50 persen) dengan pertumbuhan 4,68 persen. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menambah Rp63 miliar (0,15 persen), sedangkan pajak lainnya mencatat Rp837,77 miliar (1,98 persen).

Dari sisi sektor usaha, empat sektor utama menjadi penyumbang terbesar: perdagangan Rp19,33 triliun (45,72 persen), industri pengolahan Rp8,9 triliun (21,05 persen), pengangkutan dan pergudangan Rp2,78 triliun (6,59 persen), serta konstruksi Rp1,95 triliun (4,62 persen). Total kontribusi keempat sektor tersebut mencapai 77,97 persen dari seluruh penerimaan neto.

Kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan juga relatif tinggi, yakni 84,78 persen atau 340.987 SPT dari target 402.188 SPT, mendekati rata-rata nasional sebesar 87,14 persen.

Untuk menjaga momentum, Kanwil DJP Jakarta Barat mengandalkan tiga strategi utama: optimalisasi pengawasan pembayaran masa, penguatan pengawasan kepatuhan material melalui sinergi antarfungsi, serta manajemen restitusi guna menjaga stabilitas penerimaan PPN.

“Pengawasan terhadap setoran rutin yang belum dibayarkan juga menjadi fokus agar potensi penerimaan dapat dimaksimalkan,” jelas Farid.

Ia optimistis, langkah-langkah tersebut akan menjaga laju pertumbuhan hingga akhir tahun dan membantu pencapaian target penerimaan pajak 2025. (alf)

 

 

Warga Jombang Bisa Ajukan Keringanan PBB, Begini Syarat dan Prosedurnya

IKPI, Jakarta: Bagi warga yang merasa beban Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terlalu berat, kini tersedia jalur resmi untuk mengajukan pengurangan. Pemerintah Kabupaten Jombang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) membuka layanan khusus yang memungkinkan wajib pajak mendapatkan keringanan, asalkan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Kepala Bapenda Jombang menjelaskan, mekanisme ini tidak hanya berlaku bagi wajib pajak perorangan, tetapi juga badan usaha, lembaga pendidikan, pensiunan, veteran, maupun warga berpenghasilan rendah. Bahkan, objek pajak yang terkena bencana alam atau memiliki status cagar budaya juga berhak mengajukan keringanan.

Syarat Umum yang Harus Dipenuhi

Beberapa ketentuan pokok yang wajib disiapkan antara lain:

Surat permohonan resmi dari wajib pajak atau kuasanya yang ditujukan kepada Bupati Jombang, u.p. Kepala Bapenda, dengan mencantumkan besaran pengurangan yang diminta serta alasan yang jelas.

Tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun sebelumnya (kecuali untuk kasus bencana alam).

Melampirkan fotokopi KTP, KK, SPPT tahun sebelumnya, dan bukti lunas PBB-P2 tahun berjalan.

Dokumen pendukung sesuai kategori pemohon, misalnya SK Pensiun untuk pensiunan, SK Veteran untuk veteran, atau Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa bagi warga berpenghasilan rendah.

Bagi badan usaha dan lembaga pendidikan, diperlukan dokumen tambahan seperti akta pendirian dan laporan keuangan dua tahun terakhir. Sementara untuk objek cagar budaya, perlu melampirkan SK penetapan dari pejabat berwenang.

Batas Waktu dan Ketentuan Pengajuan

Permohonan pengurangan harus diajukan maksimal tiga bulan sejak SPPT diterima atau sejak terjadinya bencana. Untuk permohonan akibat bencana alam atau peristiwa luar biasa yang bersifat massal, pengajuan dilakukan melalui kepala desa/lurah dengan persetujuan camat.

Jika persyaratan tidak lengkap, permohonan akan dianggap gugur dan tidak dapat diproses. Bapenda wajib memberi jawaban tertulis paling lambat 30 hari kerja sejak berkas diterima.

Langkah Mengajukan Keringanan di Bapenda Jombang

1. Datangi Kantor Bapenda Jombang sambil membawa SPPT tahun berjalan.

2. Isi formulir permohonan yang disediakan.

3. Lampirkan dokumen pendukung sesuai ketentuan.

4. Tim Bapenda akan memverifikasi data dan kondisi ekonomi pemohon.

5. Keputusan pengurangan akan disampaikan kepada pemohon setelah proses evaluasi selesai.

Menurut Bapenda Jombang, mekanisme ini dirancang agar lebih cepat dan transparan. “Kami ingin memastikan masyarakat yang benar-benar membutuhkan mendapat kemudahan, tanpa melanggar aturan,” ujar perwakilan Bapenda.

Dengan prosedur ini, warga tidak perlu khawatir jika merasa terbebani PBB. Selama persyaratan lengkap dan alasan pengajuan jelas, peluang mendapatkan keringanan terbuka lebar. (alf)

 

 

 

 

 

Penerimaan Pajak Merosot, INDEF: Pertumbuhan Ekonomi RI Terlihat “Anomali”

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak negara sepanjang 2025 terus menunjukkan tren melemah. Hingga 11 Agustus 2025, realisasi pajak baru menyentuh Rp996 triliun, atau 45,51 persen dari target Rp2.189,3 triliun. Angka tersebut turun 16,72 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menilai kontraksi ini tidak lepas dari perlambatan ekonomi domestik. Ia menyoroti perbedaan antara data pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dan kondisi lapangan.

BPS sebelumnya melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen. Namun, menurut Eko, capaian tersebut terasa janggal. “Kalau kita lihat indikator-indikator ekonomi lain yang cenderung lesu, angka pertumbuhan itu memang terlihat anomali,” ujarnya dalam talk show 30 Tahun INDEF, di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Eko mengungkapkan, penjelasan yang mungkin terkait tingginya pertumbuhan versi BPS adalah kontribusi dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), yang sebagian diarahkan ke pembelian peralatan mesin, alutsista, dan investasi fisik lainnya. Meski demikian, faktor ini tak cukup mengerek penerimaan pajak.

PPh Badan & PPN Jadi Penyumbang Pelemahan

Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi dua sektor utama yang mengalami perlambatan. Banyak perusahaan melaporkan penurunan laba, bahkan merugi, yang diikuti gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Di sisi lain, pelemahan daya beli masyarakat menekan penjualan barang dan konsumsi. “Kalau konsumsi turun, otomatis penerimaan PPN juga ikut merosot,” kata Eko.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tak luput dari tekanan. Lesunya pajak ekspor akibat jatuhnya harga komoditas membuat kontribusinya semakin kecil.

“Tiga komponen ini PPh, PPN, dan PNBP turun bersamaan. Walaupun PMTB naik, tetap saja pajak nggak bisa terdorong naik,” pungkas Eko. (alf)

 

 

 

 

Sri Mulyani: Pajak, Zakat, dan Wakaf Sama-Sama Wujud Kepedulian Sosial

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, membayar pajak memiliki nilai kemanusiaan yang setara dengan menunaikan zakat dan wakaf. Menurutnya, keduanya sama-sama menjadi sarana berbagi rezeki untuk membantu mereka yang kurang beruntung.

Berbicara di Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah yang tayang di kanal YouTube Bank Indonesia, Rabu (13/8/2025), Sri Mulyani menekankan bahwa di setiap pendapatan yang diperoleh seseorang, tersimpan hak orang lain.

“Kalau bicara ini, saya bukan sedang berceramah sebagai ustazah, tapi sebagai menteri keuangan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, manfaat pajak nyata dirasakan masyarakat lewat berbagai program. Di antaranya, bantuan tunai untuk 10 juta keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pangan untuk 18 juta keluarga, dan pembiayaan usaha mikro, kecil, serta menengah (UMKM).

Sri Mulyani juga menyoroti peran Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Saat berkunjung ke Sekolah Rakyat Menengah Atas 10 Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025), ia menemui siswa-siswi dari keluarga pemulung hingga buruh harian yang kini bisa bersekolah, tinggal di asrama, dan mendapat pendidikan berkualitas disertai pembinaan keagamaan.

“Anak-anak di sana bahkan dijamin makan tiga kali sehari plus dua kali camilan,” tuturnya.

Diungkapkannya, pemerintah menargetkan pembangunan 200 sekolah serupa pada 2026.

Selain itu, beasiswa LPDP tetap digulirkan, dengan fokus pada empat bidang prioritas sains, teknologi, teknik, dan matematika. Sri Mulyani menilai penguasaan keilmuan tersebut penting agar bangsa Indonesia tidak hanya sibuk dengan program-program kecil yang kurang berdampak strategis.

Ia membeberkan bahwa sepanjang 2025, pemerintah telah mengalokasikan Rp1.333 triliun anggaran pusat yang langsung menyentuh kelompok berpenghasilan rendah. Angka tersebut dipastikan akan meningkat dalam RAPBN 2026 yang akan disampaikan Presiden Prabowo pada 15 Agustus nanti, meski besaran pastinya belum diumumkan.

Menurutnya, arah kebijakan Asta Cita Presiden Prabowo sejalan dengan prinsip ekonomi syariah yang menempatkan keadilan dan perlindungan sosial sebagai pijakan menuju Indonesia Emas. (alf)

 

 

DJP: Penerimaan Pajak Nasional Baru 45,51% dari Target

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengakui realisasi penerimaan pajak hingga pertengahan Agustus 2025 masih jauh dari target yang telah ditetapkan dalam APBN. Data per 11 Agustus 2025 mencatat, penerimaan pajak baru mencapai Rp996 triliun atau 45,51% dari target Rp2.189,3 triliun.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jawa Barat III, Waluyo, mengungkapkan capaian ini bahkan lebih rendah 16,72% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Jadi masih 45,51% baru tercapainya, sampai dengan nanti Desember. Padahal belanjanya sudah harus dilakukan,” ujarnya dalam sebuah diskusi yang dipantau secara daring, Selasa (13/8/2025).

Meski tidak merinci faktor penyebab penurunan, Waluyo menegaskan kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk memacu penerimaan di sisa empat bulan terakhir tahun anggaran. Di sisi lain, belanja negara harus terus berjalan guna mendukung program prioritas pemerintah.

Sebagai perbandingan, hingga akhir Juni 2025 realisasi penerimaan pajak tercatat Rp831,3 triliun atau 38% dari target, turun 7,51% dari periode sama tahun lalu. Artinya, dalam kurun waktu sekitar 1,5 bulan, penerimaan hanya bertambah Rp165,2 triliun.

Dengan sisa waktu yang semakin sempit, pemerintah masih harus mengejar penerimaan sekitar Rp1.192,8 triliun hingga akhir tahun agar target APBN 2025 dapat terpenuhi. Situasi ini menuntut langkah ekstra dari seluruh jajaran DJP, termasuk penguatan pengawasan, optimalisasi penagihan, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak di seluruh sektor. (alf)

 

BI Tegaskan Payment ID Bukan Alat Mengintai Wajib Pajak, DJP Tetap Andalkan UU Pajak

IKPI, Jakarta: Bank Indonesia (BI) menegaskan sistem Payment ID yang tengah dikembangkan bukanlah instrumen baru bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memburu penerimaan negara, apalagi memata-matai transaksi keuangan masyarakat. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, mengatakan DJP sudah memiliki perangkat hukum yang sangat kuat untuk mengakses kewajiban perpajakan masyarakat.

“DJP sudah punya undang-undang pajak sendiri yang powerful. Dengan itu mereka bisa mengakses seluruh kewajiban pajak. Jadi Payment ID bukan untuk mencari target pajak baru,” ujar Dicky di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Menurutnya, Payment ID adalah sistem tanda pengenal unik (unique identifier) untuk mengintegrasikan data granular transaksi keuangan, mulai dari pendapatan, belanja, tabungan, kartu kredit, dompet digital, hingga catatan investasi dan beban pinjaman, termasuk pinjaman online. Sistem ini juga terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

BI merencanakan uji coba awal pada 17 Agustus 2025 untuk satu skema penggunaan, yakni penyaluran bantuan sosial (bansos) nontunai agar tepat sasaran. Pada September, uji coba serupa akan dilaksanakan di Banyuwangi, Jawa Timur.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan Saputra, menambahkan bahwa pembagian data hanya dapat dilakukan atas persetujuan pemilik. Mekanismenya dapat berupa notifikasi di ponsel saat data hendak diakses oleh pihak ketiga, misalnya bank.

Dalam peta jalan BSPI 2030, Payment ID memiliki tiga fungsi utama:

• Kunci identifikasi profil pengguna sistem pembayaran.

• Kunci autentikasi transaksi.

• Kunci unik untuk menggabungkan profil individu dengan data transaksi granular.

Tujuan akhirnya adalah membangun basis data publik yang dapat memperkuat integritas transaksi dan menjadi landasan perumusan kebijakan nasional.

Bantah Isu “Mata-Mata” Transaksi Pribadi

Menanggapi kekhawatiran publik, BI memastikan Payment ID tidak akan dipakai untuk memantau aktivitas konsumsi masyarakat secara detail.

“Kami tidak akan masuk ke ruang private satu per satu. Tidak ada gunanya dan itu bisa melanggar UU Perlindungan Data Pribadi. Masa kami mau tracking siapa beli sepatu, siapa nongkrong di kafe? Itu bukan tugas BI,” tegas Dicky.

Ia menekankan, uji coba yang dilakukan justru untuk memastikan sistem ini selaras dengan regulasi perlindungan data dan tidak membuka informasi tanpa izin pemilik.

“Tolong digarisbawahi, data konsumen tidak akan dibuka tanpa persetujuan pemilik. Semua harus patuh pada undang-undang yang berlaku,” ujarnya. (alf)

 

Kanwil DJP Banten Sita Aset Rp3,34 Miliar Milik 18 Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melalui Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Banten melakukan langkah tegas terhadap para penunggak pajak. Dalam operasi penagihan serentak pada 4–8 Agustus 2025, petugas menyita 20 aset milik 18 wajib pajak dengan total nilai taksiran mencapai Rp3,34 miliar.

Kepala Kanwil DJP Banten, Aim Nursalim Saleh, mengatakan tindakan ini merupakan bagian dari upaya mengamankan penerimaan negara sekaligus menegakkan keadilan bagi wajib pajak yang patuh. Total tunggakan pajak yang ditagih dalam operasi tersebut mencapai Rp27,92 miliar.

“Kegiatan ini bertujuan memberikan efek jera kepada para penunggak pajak dan memastikan penerimaan negara tetap aman,” ujar Aim di Serang, Rabu (13/8/2025).

Penyitaan dilakukan serentak oleh 12 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah kerja Kanwil DJP Banten. Aset yang disita bervariasi, mulai dari tanah, bangunan, apartemen, kendaraan, hingga pemblokiran sembilan rekening bank dengan saldo Rp1,12 miliar.

Rincian sitaan lainnya mencakup dua bidang tanah senilai Rp765 juta, dua bidang tanah dan bangunan senilai Rp140 juta, satu unit apartemen seharga Rp850 juta, empat unit mobil senilai Rp395 juta, satu unit sepeda motor, serta uang tunai Rp50 juta.

Aim menegaskan seluruh langkah penagihan aktif ini dijalankan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sebelum penyitaan, juru sita telah mengupayakan pendekatan persuasif, namun para penunggak pajak tidak menunjukkan itikad baik untuk melunasi kewajiban mereka.

“Keberhasilan operasi ini membuktikan keseriusan DJP dalam penegakan hukum perpajakan di Banten, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat,” tegasnya. (alf)

 

CELIOS Usul PPN Turun Jadi 8%, Klaim Bisa Genjot Daya Beli dan Ekonomi

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mendorong pemerintah mengambil langkah berani dengan menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 8%. Langkah ini dinilai mampu memulihkan daya beli masyarakat sekaligus memberi dorongan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi, menjelaskan bahwa PPN merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan di setiap tahap produksi dan distribusi, namun pada akhirnya dibebankan kepada konsumen akhir.

Menurutnya, pengurangan tarif PPN tidak sekadar kebijakan populis yang mengorbankan penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk menata ulang struktur perpajakan agar lebih seimbang.

“Penurunan tarif PPN perlu menjadi momentum perombakan sistem pajak. Ini adalah investasi jangka panjang untuk memulihkan beban konsumsi masyarakat yang tertekan akibat kontraksi ekonomi,” kata Media dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

CELIOS meyakini, kebijakan ini akan berdampak langsung pada penguatan daya beli rumah tangga, terutama di segmen menengah ke bawah yang menjadi motor utama konsumsi domestik.

Lembaga tersebut memperkirakan, meskipun tarif diturunkan, potensi penerimaan pajak bersih secara tidak langsung tetap dapat mencapai sekitar Rp1 triliun per tahun. (alf)

 

id_ID