Musim Pelaporan SPT 2026 Segera Dibuka, DJP Imbau Wajib Pajak Percepat Aktivasi Coretax

IKPI, Jakarta: Tahun 2026 tinggal menghitung minggu. Memasuki tahun baru, jutaan wajib pajak bersiap menghadapi musim pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang resmi dimulai pada 1 Januari 2026. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pelaporan SPT Tahunan 2025 akan sepenuhnya menggunakan sistem administrasi perpajakan terbaru milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yakni Coretax.

Sistem Coretax dirancang untuk mengintegrasikan seluruh proses bisnis perpajakan dalam satu platform—mulai dari pendaftaran, pelaporan, pembayaran, pemeriksaan, hingga penagihan. Transformasi ini menjadi tonggak penting digitalisasi layanan pajak Indonesia.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyampaikan bahwa tingkat aktivasi akun Coretax masih jauh dari harapan. Hingga 20 November 2025, baru sekitar 3,1 juta wajib pajak orang pribadi yang berhasil mendaftar dan memperoleh Kode Otorisasi DJP (KO DJP).

Padahal, DJP mencatat terdapat 14,78 juta wajib pajak pribadi dan badan terdaftar sepanjang 2025. Artinya, masih ada lebih dari 11 juta wajib pajak yang belum menyelesaikan proses aktivasi.

“Kalau kita lihat dari yang sudah aktivasi, persentase yang telah registrasi kode otorisasi atau sertifikat elektronik baru sekitar 12,45%,” ujar Bimo dalam Media Gathering di Kanwil DJP Bali, Selasa (25/11/2025).

Menurutnya, banyak wajib pajak yang telah membuat akun Coretax tetapi belum melanjutkan proses hingga memperoleh KO DJP—komponen penting yang dibutuhkan untuk menandatangani dokumen digital dalam sistem.

Bimo menegaskan bahwa DJP tidak memberikan tenggat khusus bagi wajib pajak untuk mengaktifkan Coretax. Namun, ia mengingatkan pentingnya menyelesaikan aktivasi sebelum batas akhir pelaporan SPT Tahunan pada Maret 2026 agar tidak terkena denda akibat keterlambatan pelaporan.

“Tenggat ini kami kembalikan ke wajib pajak. Prinsip self-assessment mengharuskan wajib pajak segera aktivasi Coretax begitu membutuhkan layanan, seperti klarifikasi bukti potong atau faktur pajak,” tegasnya.

Cara Mudah Aktivasi Coretax

DJP memastikan proses aktivasi akun Coretax dapat dilakukan dengan cepat. Berikut tahapannya:

1. Aktivasi Akun Coretax

Syarat utama: memiliki NPWP aktif.

Langkah-langkah:

1. Akses laman resmi Coretax DJP dan pilih Aktivasi Akun Wajib Pajak.

2. Konfirmasi bahwa wajib pajak telah terdaftar.

3. Masukkan NPWP, klik Cari.

4. Isi email dan nomor ponsel sesuai data di DJP Online.

5. Lakukan verifikasi identitas.

6. Simpan data.

7. Periksa email untuk menerima kata sandi sementara dari domain resmi @pajak.go.id.

8. Login kembali untuk mengganti kata sandi dan membuat passphrase.

2. Mengajukan Kode Otorisasi (KO DJP)

KO DJP berfungsi sebagai tanda tangan elektronik resmi.

Langkah-langkah:

1. Login ke Coretax.

2. Masuk ke Portal Saya → Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik.

3. Isi data sertifikat digital dan pilih penyedia sertifikat.

4. Masukkan ID Penandatangan atau buat passphrase.

5. Kirim permohonan.

6. Jika berhasil, muncul notifikasi bahwa sertifikat digital telah dibuat.

7. Unduh bukti penerbitan sertifikat.

3. Validasi Kode Otorisasi

1. Buka Portal Saya → Profil Saya.

2. Pilih Nomor Identifikasi Eksternal → Digital Certificate.

3. Pastikan status sudah VALID.

4. Jika belum, klik Periksa Status.

5. Setelah valid, klik Menghasilkan untuk menerima dokumen penerbitan KO DJP.

Dengan seluruh tahapan tersebut, wajib pajak dapat memastikan akun dan KO DJP telah aktif sehingga proses pelaporan SPT Tahunan pada awal 2026 dapat dilakukan dengan lancar.

Transformasi melalui Coretax merupakan langkah besar dalam modernisasi administrasi perpajakan Indonesia. DJP berharap seluruh wajib pajak segera beradaptasi agar manfaat sistem baru ini dapat dirasakan bersama—mulai dari efisiensi pelaporan hingga peningkatan kualitas layanan.

Dengan waktu tersisa lima minggu menuju 2026, DJP mengingatkan bahwa aktivasi lebih awal akan memudahkan wajib pajak saat memasuki puncak musim pelaporan SPT nanti. (alf)

DJP Siapkan Serah Terima Coretax Tahun 2026, Audit Berlapis Pastikan Sistem Siap Dioperasikan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan proses serah terima sistem perpajakan Coretax dari konsorsium LG CNS–Qualysoft akan dilakukan pada tahun 2026. Saat ini, sistem tengah memasuki tahap krusial berupa latency period atau masa penjaminan, di mana seluruh fitur dan arsitektur teknologi tidak boleh dimodifikasi hingga evaluasi menyeluruh selesai dilakukan.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menjelaskan bahwa masa latensi merupakan fase jeda ketika sistem dipersiapkan untuk migrasi jaringan dan diuji secara ketat di lingkungan internal DJP. Seluruh proses bisnis hingga area pelayanan menjadi ruang uji untuk memastikan Coretax bekerja stabil dan sesuai kebutuhan lembaga.

“Pada masa latensi ini, sistem dites di area pelayanan dan proses bisnis kami. Kami melakukan clearing atas berbagai hal dan akan ada audit deliverables yang bersifat sangat governance oleh pihak independen,” kata Bimo dalam Media Gathering di Kanwil DJP Bali, Rabu (26/11/2025).

Audit Berlapis 

Untuk memastikan sistem memenuhi seluruh kewajiban kontraktual, DJP menunjuk perusahaan konsultan internasional Deloitte sebagai auditor independen. Deloitte akan menguji kesesuaian seluruh deliverables yang disepakati dalam kontrak antara pemerintah dan LG CNS–Qualysoft.

Tak hanya itu, DJP juga menggandeng lembaga independen kedua, yang berasal dari lingkungan perguruan tinggi, untuk melakukan audit dari sisi teknologi informasi. Audit ini mencakup rigiditas dan fleksibilitas sistem, keamanan data, serta kedaulatan teknologi.

“Mulai minggu depan, lembaga independen dari universitas akan mengaudit aspek IT—prosesnya, rigiditas sistem, fleksibilitas, keamanan, hingga kedaulatan data,” jelas Bimo.

Selain audit teknis, DJP juga akan meminta pendapat hukum sebagai bagian dari legal due diligence sebelum proses serah terima dilakukan. Di internal DJP sendiri, telah dibentuk tim khusus yang bertugas mempersiapkan langkah-langkah penyempurnaan sistem setelah Coretax sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah.

Bimo menegaskan bahwa DJP telah menyiapkan berbagai algoritma pengembangan, sehingga sistem dapat segera ditingkatkan begitu proses serah terima selesai.

“Setelah masuk ke kami, Coretax akan langsung kami kembangkan lebih lanjut. Harapannya, sistem ini mampu memberikan dukungan yang lebih baik untuk proses bisnis dan pelayanan kepada wajib pajak,” ujar Bimo. (alf)

Restitusi Pajak Melonjak 36,4%, Dirjen Pajak Ungkap Modus “Penunggang Gelap”

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat lonjakan signifikan nilai restitusi pajak hingga Oktober 2025. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, restitusi meningkat 36,4% dibanding tahun sebelumnya, mencapai Rp 340,52 triliun.

Menurut Bimo, tren ini tidak sepenuhnya terjadi karena situasi ekonomi yang wajar. Ia menyebut adanya pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan celah kebijakan dengan menciptakan profil usaha tidak sesuai dengan aktivitas bisnis sebenarnya.

“Kita telusuri, ternyata ada modus yang tidak berdasarkan transaksi sesungguhnya—fiktif semacam itu. Ini sedang kita dalami lebih jauh,” ujar Bimo dalam Media Gathering di Kanwil DJP Bali, Selasa (25/11/2025).

Bimo menuturkan, peningkatan restitusi juga dipengaruhi oleh penurunan tajam harga komoditas, terutama batu bara. Pada periode “commodity boom” 2022–2023, banyak perusahaan membayar pajak lebih tinggi karena harga jual sedang berada di puncaknya. Ketika harga turun di tahun berikutnya, perusahaan mengalami kelebihan bayar sehingga mengajukan restitusi.

“Akhirnya panen restitusi saat periode berikutnya harga komoditas tidak sebagus sebelumnya. Volatilitas harga menjadi penyebab utama,” jelasnya.

Selain faktor ekonomi, kebijakan perpajakan juga berperan besar. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja, batu bara dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak (BKP). Kebijakan tersebut membuka ruang bagi wajib pajak untuk mengkreditkan pajak masukan, sehingga meningkatkan potensi restitusi.

“Ketika batu bara menjadi BKP, wajib pajak bisa mengkreditkan pajak masukannya. Itu juga membuat kami harus meningkatkan audit karena risikonya bertambah,” tambah Bimo. (alf)

BI Tegaskan Desain Uang Redenominasi yang Beredar di Medsos Adalah Hoaks

IKPI, Jakarta: Beredarnya unggahan di media sosial yang menampilkan gambar uang kertas rupiah dengan desain baru kembali memicu perbincangan publik. Dalam narasi yang menyertai unggahan tersebut, disebutkan bahwa gambar itu merupakan hasil redenominasi rupiah yang diklaim akan diluncurkan pada 2026. Bank Indonesia (BI) dengan tegas membantah informasi tersebut dan memastikan bahwa seluruh konten itu adalah hoaks.

Melalui pernyataan resmi di akun Instagram @bank_indonesia pada Minggu (23/11/2025), BI menjelaskan bahwa video dan gambar yang beredar tidak memiliki dasar dan tidak berasal dari kebijakan resmi bank sentral.

“Setelah ramai soal wacana redenominasi rupiah, muncul berbagai video yang menyatakan BI telah mengeluarkan rupiah versi redenominasi dan akan diluncurkan pada tahun 2026 mendatang. Dapat dipastikan informasi dalam video tersebut adalah hoaks,” tulis BI.

Redenominasi Bukan Prioritas Saat Ini

Terkait ramainya kembali isu penyederhanaan nominal rupiah, BI menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah menjaga stabilitas ekonomi nasional, memastikan inflasi tetap terkendali, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.

Menurut BI, setiap rencana redenominasi membutuhkan kajian mendalam dan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.

BI menjelaskan bahwa proses redenominasi harus mempertimbangkan sejumlah aspek fundamental seperti stabilitas politik, kondisi ekonomi dan sosial, serta kesiapan teknis.

“Pelaksanaan redenominasi tentunya harus dilakukan dengan mempertimbangkan stabilitas politik, ekonomi, sosial, serta persiapan teknis seperti hukum, logistik, dan teknologi,” tulis BI.

Lebih lanjut, BI menekankan bahwa komunikasi publik juga harus dilakukan secara matang, melibatkan koordinasi antar lembaga, dan bertahap agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Bank Indonesia mengimbau masyarakat untuk tidak mudah mempercayai atau menyebarkan informasi yang tidak jelas sumbernya, terlebih terkait isu-isu sensitif seperti kebijakan moneter. BI mengingatkan agar publik selalu melakukan verifikasi melalui kanal resmi seperti situs web, media sosial terverifikasi, maupun pernyataan pers resmi. (alf)

BRIN Turun Tangan Kajia Redenominasi Rupiah, Mulai Diskusi Awal dengan Presiden Prabowo

IKPI, Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memastikan siap terlibat dalam kajian strategis mengenai redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah. Kebijakan yang berpotensi memangkas tiga nol dalam harga barang dan uang rupiah itu disebut akan diperdalam melalui riset sebelum pemerintah mengambil keputusan.

Kesiapan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BRIN Arif Satria usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Arif menegaskan bahwa lembaganya akan memberikan rekomendasi kebijakan berbasis riset apabila pemerintah memprioritaskan isu redenominasi.

“Ya tentu. Segala isu strategis yang menjadi concern pemerintah, Insyaallah BRIN siap memberikan kontribusi berupa rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya dilakukan,” ujar Arif kepada wartawan, Senin (24/11/2025).

Kedatangan Arif ke Istana terjadi tak lama setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga terlihat memasuki kompleks Istana. Arif tidak menampik adanya kemungkinan pembahasan awal mengenai redenominasi dalam pertemuannya dengan Presiden.

“Ya hari ini kita mengawali diskusi dengan Pak Presiden,” ucapnya.

Makan Waktu Enam Tahun

Sebelumnya, Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan waktu cukup panjang untuk menjalankan redenominasi secara penuh. Ia memperkirakan seluruh tahapan dapat memakan waktu 5–6 tahun sejak Undang-Undang (UU) Redenominasi disahkan.

Tahapan itu dimulai dari penerbitan UU Perubahan Harga Rupiah sebagai landasan utama. Tanpa payung hukum tersebut, seluruh proses tidak dapat berjalan.

“Dari sejak UU sampai selesai, kira-kira butuh 5–6 tahun,” kata Perry dalam rapat dengan Komite IV DPD RI, Senin (17/11/2025).

Setelah UU diterbitkan, pemerintah perlu menyiapkan aturan transparansi harga. Regulasi ini penting untuk menjaga kejelasan harga barang dan memastikan masyarakat tidak salah memahami bahwa redenominasi tidak mengubah nilai barang.

“Harus ada peraturan mengenai transparansi harga. Ini sangat penting agar masyarakat tidak bingung selama transisi,” jelas Perry.

Tahap berikutnya adalah penyusunan desain sekaligus pencetakan uang baru oleh Bank Indonesia. Setelah itu, barulah masuk ke masa transisi ketika uang lama dan uang baru beredar bersamaan.

“Itu harus berjalan beriringan. Bisa beli kopi pakai uang lama, bisa pakai uang baru, harganya sama,” imbuh Perry.

Dengan BRIN dan BI mulai membuka ruang diskusi, isu redenominasi kembali mengemuka di tengah upaya pemerintah memperkuat stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap rupiah. Meski begitu, keputusan final masih menunggu kesiapan regulasi dan kesepakatan politik di tingkat pemerintah pusat.

BRIN memastikan pihaknya siap mendukung dengan kajian ilmiah yang mendalam, sementara BI telah memaparkan peta jalan teknis yang perlu ditempuh. Apabila proses ini benar-benar berjalan, Indonesia memasuki era baru pencatatan harga, di mana Rp1.000 dapat berubah menjadi Rp1, tanpa mengubah daya beli masyarakat. (alf)

Kerja Sama Lintas Negara, DJP Kunci Celah Pelarian Kejahatan Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus memperkuat strategi pemberantasan kejahatan perpajakan melalui perluasan kerja sama internasional. Langkah ini diambil untuk menutup celah pelarian para pelaku tax crime yang kerap memanfaatkan yurisdiksi luar negeri untuk menghindari penegakan hukum.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menjelaskan bahwa DJP telah menjajaki kolaborasi dengan tujuh negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Australia. Sinergi ini mendorong pertukaran pengetahuan, teknologi, serta pengalaman penyidikan guna mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan pajak.

“Ini tentunya menghindari negara-negara yang menjadi tempat pelarian bagi pelaku tax criminal. Jadi area mereka untuk lari makin sempit karena kita sudah bekerja sama,” ujar Bimo dalam media gathering di Bali, Rabu (26/11/2025).

Korea Selatan, Singapura, dan Thailand menjadi rujukan penting bagi Indonesia dalam pengembangan kemampuan deteksi otomatis. Ketiga negara tersebut telah memanfaatkan algoritma, machine learning, dan pemetaan risiko untuk mengidentifikasi gejala tax evasion maupun tax avoidance sejak dini.

DJP berencana mengintegrasikan kemampuan serupa ke dalam Coretax, sistem inti perpajakan nasional. Coretax akan dibekali kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis data terstruktur dan tidak terstruktur, mendeteksi transaksi mencurigakan, hingga memberikan flagging atas ketidakwajaran sebelum masuk tahap pemeriksaan atau penyidikan.

Selain teknologi, DJP juga membangun kolaborasi tematik dengan beberapa negara.

• Malaysia menjadi mitra utama dalam pertukaran informasi mengenai penanganan wajib pajak grup, khususnya perusahaan kelapa sawit yang memiliki rantai usaha panjang dan kerap melibatkan lintas yurisdiksi.

• Australia, melalui Australian Taxation Office (ATO), memperkuat kerja sama dalam penanganan kasus transfer pricing, mengingat pengalaman Australia yang panjang dalam membongkar skema penggerusan basis pajak lintas negara.

Dengan perluasan jejaring internasional ini, DJP menegaskan komitmennya menutup setiap peluang pelaku kejahatan pajak untuk bersembunyi di negara lain. Kolaborasi lintas negara diyakini dapat meningkatkan efektivitas penindakan sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam sistem perpajakan global.

“Dengan semakin banyak negara yang bekerja sama, celah pelarian makin kecil. Kita bergerak bersama untuk menutup ruang gerak para pelaku kejahatan pajak,” tegas Bimo. (alf)

IKPI Rider Chapter Bali Segera Diresmikan, Ketum Vaudy Starworld Apresiasi Semangat Kebersamaan Para Rider

IKPI, Mataram: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menyampaikan apresiasi atas semangat kebersamaan para anggota IKPI Bali Nusra yang melakukan turing dari Bali menuju Mataram. Lebih dari 20 anggota IKPI Rider Bali menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor untuk menghadiri PPL yang diselenggarakan Pengcab Mataram, Rabu (26/11/2025).

Vaudy menegaskan, turing ini bukan sekadar aktivitas hobi, tetapi juga simbol kekompakan antar-anggota. “Teman-teman dari Bali sangat luar biasa. Mereka datang jauh-jauh untuk mengikuti PPL dan menjaga silaturahmi. Ini bukti kuat bahwa IKPI adalah rumah besar yang mengikat kita dalam kebersamaan,” ujar Vaudy dalam acara makan malam bersama Waketum, Nuryadin Rahman dan Ketua Departemen Kerja Sama Dengan Organisasi dan Asosiasi, Handi, Selasa (25/11/2025).

Komunitas IKPI Rider Chapter Bali akan diresmikan hari ini sebagai bentuk wadah resmi bagi anggota IKPI Bali  Nusra yang memiliki hobi otomotif. Pembentukan komunitas ini diharapkan memperkuat jejaring, kekeluargaan, sekaligus menjadi energi baru bagi organisasi.

Kehadiran para rider sekaligus menjadi dukungan langsung mereka terhadap kegiatan PPL yang digelar oleh Pengcab Mataram.

Turing Bali–Mataram Jadi Simbol Energi Baru IKPI

Vaudy menyampaikan bahwa semangat para rider Bali telah memberikan warna baru bagi organisasi. Aktivitas turing menjadi contoh bahwa komunitas konsultan pajak dapat tampil dinamis, aktif, dan tetap solid sebagai profesi.

“Semoga IKPI Rider Chapter Bali dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam membangun komunitas yang positif dan produktif,” ujar Vaudy.

Peresmian ini menjadi bagian penting dari rangkaian kegiatan PPL Pengcab Mataram dan menambah semangat baru bagi IKPI menjelang akhir tahun 2025.

Hadir Pengurus Bali–Nusra dan Cabang

Pengurus Daerah Bali–Nusra:

1. I Kadek Agus Ardika – Ketua Pengda

2. Anak Agung Sagung Widya Jayanti – Sekretaris Pengda

3. I Ketut Suastika – Bidang PPL dan Pendidikan

4. Anak Agung Ngurah Setiawan – Humas Pengda

5. Luh Citra Wirya Astuti – Bidang CSR Keagamaan dan Olahraga

Pengurus Cabang Denpasar:

1. I Made Sujana – Ketua Pencab Denpasar

2. Ni Made Galih Masari – Bidang Hubungan Antar Lembaga

Pengurus Cabang Buleleng:

1. I Made Susila Darma – Ketua Cabang Buleleng

2) Ketua Koordinator Rider: Dedy Kesuma

(bl)

Penertiban Kawasan Hutan Dongkrak Setoran Pajak, Pemerintah Raup Rp 1,75 Triliun

IKPI, Jakarta: Upaya pemerintah menertibkan aktivitas pemanfaatan kawasan hutan mulai menunjukkan hasil konkret. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa operasi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berhasil meningkatkan kepatuhan wajib pajak di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Dampaknya, negara mengantongi tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 1,75 triliun hingga 21 November 2025.

“Penertiban kawasan hutan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pembayaran pajak. Tambahan penerimaan yang kita catat naik sekitar 20,22% dibandingkan tahun lalu,” ujar Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Empat Sumber Utama Tambahan Penerimaan

Bimo menjelaskan, kinerja Satgas PKH berkontribusi melalui empat pos penerimaan:

• Pendaftaran PBB-P5L (Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan, dan Lainnya);

• Pemeriksaan PBB-P5L, tercatat menghasilkan sekitar Rp 180 juta;

• Kegiatan pengawasan pajak, menyumbang Rp 138,39 miliar;

• Percepatan pelunasan utang pajak, menjadi penyumbang terbesar yaitu Rp 1,61 triliun.

“Kontributor dominan adalah pelunasan utang pajak sehingga total dampaknya sampai pertengahan November mencapai Rp 1,75 triliun di luar kegiatan rutin,” jelasnya.

Selain penerimaan tambahan tersebut, Bimo menuturkan bahwa pembayaran pajak di luar kewajiban bulanan juga mengalami lonjakan. Sebelumnya tercatat Rp 25,86 triliun, kini meningkat menjadi Rp 31,08 triliun. Kenaikan ini menjadi bukti bahwa penertiban kawasan hutan mendorong kedisiplinan perpajakan pelaku usaha.

Sinergi Antarunit Kemenkeu Jadi Kunci

Satgas PKH merupakan kolaborasi DJP, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Dalam struktur tersebut, DJP bertugas memastikan optimalisasi penerimaan perpajakan sekaligus pembenahan tata kelola.

“Kami ingin optimalisasi penerimaan pajak, optimalisasi PNBP, sekaligus memperkuat koordinasi antarkementerian dan lembaga,” tegas Bimo.

Sejalan dengan capaian ini, pemerintah menilai bahwa penertiban kawasan hutan bukan hanya menyangkut aspek tata kelola lahan, namun juga berpengaruh besar terhadap penerimaan negara. Kinerja Satgas PKH akan terus diperkuat untuk menjaga keberlanjutan kepatuhan para pelaku industri yang beroperasi di kawasan hutan. (alf)

MPR Dukung Fatwa MUI, Minta Pemda Tak Bebani PBB Pesantren

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyatakan dukungannya terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Pajak Berkeadilan dan meminta pemerintah daerah (Pemda), segera menghentikan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap pesantren dan lembaga nirlaba keagamaan lainnya.

Fatwa yang dikeluarkan pada Munas XI MUI pada 23 November menyebut dua poin penting: zakat dapat dijadikan pengurang pajak dan bumi serta bangunan yang ditempati tidak layak dikenakan pajak berulang. Menurut HNW, ketentuan itu relevan mengingat banyak pesantren masih menerima tagihan PBB meskipun berstatus lembaga pendidikan dan sosial keagamaan yang tidak berorientasi keuntungan.

“Dengan adanya fatwa MUI itu semoga semakin menyegerakan koreksi oleh Pemerintah atas perpajakan terhadap pesantren,” ujar HNW dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025).

HNW mengatakan dirinya telah menyampaikan aspirasi pembebasan pajak bagi pesantren secara langsung kepada Menteri Agama dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI pada 11 November. Ia meminta Menag berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak agar fatwa tersebut segera ditindaklanjuti dan dipastikan berlaku pada tingkat pemerintah daerah sebagai pemungut PBB.

Secara regulasi, lanjutnya, landasan pengecualian PBB sebenarnya telah diatur. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah menyebutkan fasilitas keagamaan dan pendidikan yang melayani kepentingan umum termasuk kategori objek yang dikecualikan dari PBB. Dengan demikian, pesantren sejatinya tidak layak dikenakan pungutan itu.

Ia juga menyinggung ketentuan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengecualikan harta hibah yang diterima badan keagamaan atau pendidikan dari kewajiban pajak penghasilan — termasuk pesantren.

HNW berharap pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren segera terealisasi agar ada advokasi struktural dari pemerintah dalam menangani hambatan administratif dan finansial yang dialami pesantren.

“Fatwa MUI yang mengedepankan keadilan ini penting segera dilaksanakan secara progresif dan komprehensif, agar pesantren dapat fokus mendidik generasi Z menuju Indonesia Emas 2045 tanpa terbebani pungutan pajak,” tegasnya. (alf)

DJP Ungkap 463 Wajib Pajak Terindikasi Gunakan Modus Penghindaran

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali menguak temuan besar terkait dugaan penghindaran pajak oleh ratusan wajib pajak. Setelah penelusuran lanjutan, jumlah entitas yang dicurigai terlibat melonjak menjadi 463 wajib pajak.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyebutkan bahwa temuan terbaru ini memperluas identifikasi terhadap wajib pajak yang diduga melakukan rekayasa transaksi untuk mengurangi kewajiban perpajakan mereka.

“Awalnya 282 wajib pajak yang terdeteksi. Setelah pendalaman, dugaan meningkat menjadi 463 wajib pajak. Ini masih dugaan, tetap kita menjunjung presumption of innocence,” ujar Bimo dalam Media Gathering di Bali, dikutip Selasa (25/11/2025).

Modus-Modus Penghindaran 

DJP mengidentifikasi sejumlah skema yang diduga digunakan oleh para wajib pajak, di antaranya:

• penghindaran pungutan ekspor,

• pengabaian kewajiban domestic market obligation (DMO),

• penundaan atau pengelakan pajak dalam negeri,

• indikasi praktik dividen terselubung.

Temuan ini memperluas laporan sebelumnya, ketika DJP mengidentifikasi 282 wajib pajak yang diduga memanipulasi nilai ekspor, terdiri atas:

• 257 wajib pajak dengan modus POME (periode 2021–2024) dengan nilai PEB Rp 45,9 triliun, serta

• 25 wajib pajak dengan modus Fatty Matter sepanjang 2025 dengan nilai PEB Rp 2,08 triliun.

Akibat praktik underinvoicing Fatty Matter, DJP menghitung potensi kerugian negara pada 2025 mencapai Rp 140 miliar. Anomali ini awalnya terdeteksi dari lonjakan ekspor Fatty Matter ke Tiongkok yang tidak sebanding dengan nilai pelaporan.

Empat perusahaan mulai diperiksa

Sebagai langkah pendalaman, DJP kini melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap:

• PT MMS,

• PT LPMS,

• PT LPMT, dan

• PT SUNN.

Pemeriksaan berlangsung untuk memastikan kebenaran nilai transaksi dan kepatuhan perpajakan perusahaan-perusahaan tersebut. Hasilnya akan menjadi dasar untuk menentukan apakah kasus akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Penegakan hukum multi-lembaga

Bimo menegaskan bahwa DJP menerapkan pendekatan multi-door dalam penanganan kasus, dengan menggandeng:

• Satgassus OPN Polri,

• Kejaksaan Agung, dan

• Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tujuan akhirnya bukan hanya pemulihan kerugian negara, tetapi juga memastikan adanya efek jera agar praktik ini tidak berulang,” tegas Bimo. (alf)

id_ID