DJP Tegaskan SP2DK Berbasis Analitik, Bukan Instrumen Penagihan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menegaskan bahwa seluruh penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dilakukan melalui proses analisis berbasis data, bukan sebagai bentuk penagihan pajak. Penjelasan ini disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dikutip Jumat (5/12/2025).

Rosmauli mengungkapkan, sepanjang 2024 KPP di seluruh Indonesia menangani 688 ribu SP2DK—jumlah yang mencakup penerbitan tahun berjalan serta penyelesaian dokumen dari tahun sebelumnya. Dari serangkaian klarifikasi tersebut, tindak lanjut yang diterbitkan lewat Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK) memberi kontribusi penerimaan sebesar Rp37,27 triliun.

“SP2DK adalah ruang dialog antara DJP dan Wajib Pajak ketika ada data yang perlu dikonfirmasi. Ini bukan surat tagihan dan tidak dikaitkan dengan naik-turunnya penerimaan pajak,” ujar Rosmauli.

Ia menjelaskan, mekanisme pengawasan kepatuhan kini dijalankan dengan pendekatan analitik. Sistem DJP akan menandai potensi ketidaklengkapan kewajiban pajak. Berdasarkan temuan itu, petugas mempertimbangkan apakah perlu diterbitkan SP2DK agar Wajib Pajak memberikan klarifikasi.

Rosmauli menambahkan bahwa DJP tidak menetapkan target jumlah SP2DK untuk setiap kantor pelayanan pajak. Namun, dokumen tersebut merupakan bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) yang didesain untuk memastikan kewajiban perpajakan dipenuhi dengan benar. (alf)

KPP Pratama Bantaeng Sita Aset PT KPS Senilai Rp2,1 Miliar, Tujuh Rumah Komersial Dipasang Segel

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantaeng mengambil langkah tegas terhadap penunggak pajak dengan menyita aset milik PT KPS di Timbuseng, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Aset yang disita berupa tujuh unit rumah komersial dengan nilai taksiran mencapai Rp2,1 miliar.

Dalam keterangan yang diterima di Makassar, Kepala KPP Pratama Bantaeng Muhammad Reza Fahmi menyampaikan apresiasi atas sikap kooperatif perusahaan selama proses penyitaan berlangsung.

“Alhamdulillah, PT KPS sangat kooperatif dalam pelaksanaan penyitaan ini. Seluruh prosedur telah dijalankan sesuai ketentuan penagihan perpajakan,” ujarnya baru-baru ini.

Proses Penyitaan Sesuai Prosedur

Penyitaan dilakukan oleh dua Juru Sita Pajak Negara (JSPN), disaksikan oleh Kepala KPP Pratama Bantaeng, Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan (Seksi P3), serta Account Representative yang menangani wajib pajak tersebut.

Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan surat perintah penyitaan sebagai konsekuensi atas surat ketetapan dan surat tagihan pajak yang telah melewati jatuh tempo.

Sebelum masuk ke tahap penyitaan, KPP Pratama Bantaeng telah melakukan berbagai upaya penagihan aktif, termasuk penyampaian surat teguran, penerbitan surat paksa, hingga pemblokiran rekening wajib pajak. Namun hingga batas waktu yang diberikan, utang pajak belum juga dilunasi.

“Harapan kami, langkah ini bisa meningkatkan kesadaran wajib pajak bahwa utang pajak yang sudah inkrah wajib segera dilunasi,” kata Reza Fahmi.

DJP: Penyitaan untuk Menjaga Keadilan

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kanwil DJP Sulselbartra Sigit Purnomo menegaskan bahwa penegakan hukum perpajakan tidak dimaksudkan untuk menghukum, tetapi untuk menjaga keadilan bagi wajib pajak yang selama ini patuh.

“Seluruh proses dilakukan secara transparan dan akuntabel. Penegakan hukum bertujuan memastikan standar kepatuhan yang sama bagi semua pihak,” tegasnya.

Aset Dipasang Segel, Selanjutnya Bisa Dilelang

Proses penyitaan berjalan tertib hingga penandatanganan berita acara oleh Komisaris PT KPS, juru sita, serta dua saksi. JSPN kemudian memasang segel pada objek sitaan sebagai tanda bahwa aset tersebut tidak boleh dipindahtangankan selama masa penyitaan berlangsung.

Apabila utang pajak tetap tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditetapkan, aset tersebut akan diajukan untuk dilelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Dengan adanya tindakan ini, KPP Pratama Bantaeng menegaskan komitmennya menjalankan penegakan hukum pajak secara tegas, terukur, dan sesuai peraturan. (alf)

Jepang Bahas Pajak Khusus Pertahanan, Publik Mulai Gelisah

IKPI, Jakarta: Pemerintah Jepang tengah menyusun rencana penerapan 防衛特別所得税 (Boue Tokubetsu Shotokuzei) atau Pajak Khusus Pertahanan sebagai sumber pendanaan baru untuk memperkuat sektor keamanan negara. Wacana ini mencuat seiring target Perdana Menteri Sanae Takaichi yang ingin meningkatkan belanja pertahanan hingga 2 persen dari PDB, mengikuti standar negara-negara maju.

Dalam rancangan awal, pemerintah mempertimbangkan penambahan sekitar 1 persen pada pajak penghasilan pribadi mulai tahun fiskal 2027. Namun, waktu penerapannya belum diputuskan karena penyusunan teknis dan perdebatan politik masih berjalan. Seorang politisi senior Jepang mengungkapkan bahwa usulan ini langsung memicu reaksi keras.

”Sebagian masyarakat menyebutnya sebagai pajak militer. Penolakannya cukup kuat,” katanya dikutip, Jumat (5/12/2025).

Selain pungutan individu, pemerintah juga menyiapkan 防衛特別法人税, pajak khusus yang akan dikenakan pada perusahaan untuk menopang biaya pertahanan sebelum skema untuk warga diberlakukan.

Rencana ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Asia Timur. Isu Taiwan, perselisihan di Laut China Timur, serta aktivitas militer Tiongkok dan Korea Utara membuat Jepang menilai kebutuhan anggaran keamanan harus ditambah secara signifikan. Pemerintah memperkirakan kebutuhan tambahan mencapai triliunan yen per tahun sehingga pembiayaan baru dinilai tak terhindarkan.

Meski begitu, keputusan final belum diambil. Pemerintah masih menimbang dampak ekonomi dan tingkat penerimaan publik, terutama karena kebijakan ini akan langsung menambah beban pajak rumah tangga dan dunia usaha. (alf)

Kanwil DJP Sumut I Serahkan Dua Tersangka Kasus Faktur Pajak Fiktif ke Kejaksaan

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I resmi menyerahkan dua tersangka berinisial HS dan AZA kepada Kejaksaan Negeri setelah berkas perkara dugaan tindak pidana perpajakan dinyatakan lengkap (P21). Penyerahan dilakukan pada Jumat (5/12/2025), disertai sejumlah barang bukti yang diperoleh selama proses penyidikan.

Dalam keterangan pers yang diterima, kedua tersangka diduga terlibat dalam penerbitan serta penggunaan faktur pajak fiktif yang dipakai untuk menurunkan setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) CV MSS pada periode 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2020. Modus ini dilakukan dengan cara mengkreditkan pajak masukan dari faktur yang tidak berdasar pada transaksi nyata.

Barang bukti yang diserahkan meliputi dokumen perpajakan, catatan transaksi, serta berbagai alat bukti lain yang menguatkan dugaan pelanggaran. Penyidik menyimpulkan bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

HS diduga melanggar Pasal 39A huruf a UU KUP karena menggunakan faktur pajak yang tidak sesuai transaksi sebenarnya untuk pengkreditan pajak masukan melalui CV MSS. Sementara itu, AZA dikenai Pasal 39A huruf a jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP atas perannya sebagai pihak yang menerbitkan faktur fiktif tersebut.

Kanwil DJP Sumatera Utara I menegaskan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menindak penyimpangan perpajakan, terutama praktik faktur pajak fiktif yang kerap digunakan untuk mengurangi kewajiban PPN secara tidak sah. DJP juga mengingatkan para pelaku usaha untuk selalu mematuhi aturan dan menghindari tindakan yang dapat berujung pada sanksi pidana serta kerugian negara.

Setelah tahap penyerahan ini, perkara akan dilanjutkan oleh jaksa penuntut umum menuju proses penuntutan hingga persidangan di pengadilan. (alf)

Kanwil DJP Sumut II Blokir 107 Rekening Penunggak Pajak, Tunggakan Capai Rp33,9 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara II bersama delapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di jajarannya melakukan aksi penagihan aktif dengan memblokir 107 rekening milik wajib pajak dan/atau penanggung pajak yang masih memiliki tunggakan. Total nilai tunggakan yang dibidik mencapai sekitar Rp33,9 miliar.

Tindakan tegas tersebut dilaksanakan berlandaskan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. Regulasi ini memberikan kewenangan kepada DJP untuk melakukan penagihan aktif, termasuk pemblokiran rekening, guna menjamin pelunasan utang pajak.

“Kami melakukan blokir serentak terhadap 107 wajib pajak maupun penanggung pajak yang masih belum melunasi utang pajaknya,” ujar Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Sumut II, Rundy Satria Nugraha, dalam keterangan tertulis, Jumat (5/12/2025).

Rundy menjelaskan, para penunggak pajak tersebut berasal dari berbagai sektor usaha dan jenis pajak. Hal ini menunjukkan komitmen DJP untuk menegakkan hukum secara adil dan tidak tebang pilih. Pemblokiran rekening dilakukan melalui kerja sama dengan 27 Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sebagaimana diatur dalam PMK 61/2023. Berdasarkan Pasal 27, DJP berwenang mengajukan permintaan tertulis kepada bank untuk memblokir dana sebesar jumlah utang pajak berikut biaya penagihan yang masih terutang.

Sebelum sampai pada tahap pemblokiran rekening, aparat pajak terlebih dahulu menempuh seluruh prosedur penagihan yang diamanatkan aturan, mulai dari penerbitan surat teguran, pemberitahuan surat paksa, hingga penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Pemblokiran dilakukan jika wajib pajak tetap tidak menunjukkan itikad baik melunasi kewajiban setelah seluruh tahapan tersebut ditempuh.

Melalui aksi blokir serentak ini, Kanwil DJP Sumut II menegaskan keseriusannya dalam mengamankan penerimaan negara sekaligus mendorong peningkatan kepatuhan sukarela. Wajib pajak yang telah menerima pemberitahuan pemblokiran diimbau segera menghubungi KPP terkait dan menyelesaikan tunggakan untuk menghindari tindakan penagihan lanjutan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Rundy menambahkan, pemblokiran rekening tidak bersifat permanen. “Rekening dapat dibuka kembali setelah wajib pajak menyelesaikan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan dalam PMK 61/2023,” tuturnya. Ia berharap, langkah tegas ini menjadi pengingat bagi wajib pajak mengenai pentingnya memenuhi kewajiban perpajakan demi mendukung pembiayaan pembangunan nasional dan penyediaan layanan publik. (alf)

China Mulai Kenakan PPN pada Alat Kontrasepsi Mulai Januari

IKPI, Jakarta: China akan menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 13 persen untuk obat dan alat kontrasepsi termasuk kondom mulai Januari mendatang. Kebijakan ini mengakhiri pengecualian pajak selama 30 tahun dan menjadi langkah terbaru pemerintah dalam menghadapi penurunan angka kelahiran yang kian mengancam pertumbuhan ekonomi.

Mengutip laporan The Straits Times, revisi Undang-Undang PPN tersebut menghapus status bebas pajak yang diberlakukan sejak 1993, ketika China masih menerapkan kebijakan satu anak dan aktif menekan angka kelahiran. Kini, arah kebijakan berbalik: pemerintah berupaya mendorong warga memiliki lebih banyak anak di tengah populasi yang terus menyusut selama tiga tahun berturut-turut. Pada 2024, jumlah kelahiran hanya mencapai 9,54 juta — kurang dari setengah angka satu dekade lalu.

Di saat tarif baru diberlakukan untuk kontrasepsi, pemerintah justru memberikan stimulus di sektor lain. Layanan pengasuhan anak, mulai dari daycare hingga taman kanak-kanak, dibebaskan dari PPN. Keringanan serupa diberikan untuk layanan perawatan lansia, penyandang disabilitas, hingga layanan terkait pernikahan. Ini menjadi bagian dari paket kebijakan pronatal yang juga mencakup bantuan uang tunai, perluasan fasilitas childcare, serta perpanjangan cuti melahirkan dan cuti ayah.

Meski demikian, sejumlah analis menilai langkah ini lebih bersifat simbolis daripada strategis. Menurut demografer YuWa Population Research Institute, He Yafu, pengenaan PPN pada kontrasepsi tidak akan mengubah tantangan demografi secara signifikan. Namun kebijakan tersebut dianggap mencerminkan upaya pemerintah membentuk lingkungan sosial yang lebih ramah bagi kelahiran serta menekan angka aborsi yang tidak memiliki alasan medis.

Di sisi lain, keputusan itu memicu perdebatan luas di platform Weibo. Banyak warganet khawatir harga kondom yang lebih mahal justru membuat masyarakat enggan menggunakan alat kontrasepsi, terutama di tengah meningkatnya kasus HIV. Data Pusat Pengendalian Penyakit menunjukkan, antara 2002 hingga 2021, kasus HIV/AIDS di China melonjak dari 0,37 menjadi 8,41 per 100.000 penduduk. Rendahnya pendidikan seksual dan stigma disebut turut memperburuk kondisi tersebut.

“Dengan meningkatnya infeksi HIV di kalangan anak muda, menaikkan harga seperti ini mungkin bukan ide yang baik,” tulis seorang pengguna. Komentar lain bahkan mempertanyakan efektivitas kebijakan itu dalam mendorong angka kelahiran: “Kalau seseorang tak mampu membeli kondom, bagaimana mereka bisa membesarkan anak?”

China kini berada di persimpangan sulit: mencoba meningkatkan angka kelahiran sembari menjaga kesehatan publik. Meski dampak ekonominya diperkirakan kecil, pengenaan PPN atas alat kontrasepsi menegaskan strategi baru Beijing dalam merespons krisis demografi yang semakin mendesak. (alf)

Purbaya Tolak Usulan Penghapusan Pajak BUMN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah menolak permintaan Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Roeslani, yang mengusulkan penghapusan kewajiban pajak sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Usulan tersebut disampaikan Rosan saat bertemu Purbaya di Kementerian Keuangan pada Rabu (3/12/2025).

Purbaya mengungkapkan bahwa Rosan meminta agar kewajiban pajak BUMN yang muncul sebelum tahun 2023 dihapuskan. Namun, permintaan itu langsung ditolak karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum dan tata kelola perpajakan.

“Dia (Rosan) minta keringanan pajak beberapa perusahaan, dulu sebelum tahun 2023 kejadiannya untuk dihilangkan kewajiban pajaknya. Ya nggak bisa!” tegas Purbaya di Kompleks DPR RI, Kamis (4/12/2025).

Meskipun tidak menyebut nama BUMN yang dimaksud, Purbaya menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sedang berada dalam kondisi untung dan bahkan memiliki komponen kepemilikan asing. “Itu kan sudah terjadi di masa lalu. Perusahaannya untung dan ada komponen perusahaan asing juga di situ,” ujarnya.

Kendati demikian, Purbaya menilai permintaan keringanan pajak masih dapat dipertimbangkan untuk BUMN yang sedang menjalankan aksi korporasi. Pemerintah, menurutnya, wajar memberikan ruang konsolidasi usaha dengan batas waktu tertentu.

“Dia bilang kalau bayar pajak semua ya kemahalan. Saya pikir itu masuk akal. Untuk konsolidasi kita kasih waktu 2–3 tahun ke depan. Setelah itu, setiap corporate action akan kita kenakan pajak sesuai aturan,” jelasnya.

Purbaya menambahkan bahwa Danantara merupakan entitas baru yang juga terkait dengan proyek pemerintah, sehingga pemberian fasilitas transisi dianggap masih wajar. Namun ia menegaskan bahwa relaksasi hanya berlaku ke depan, bukan untuk menghapus kewajiban masa lalu.

Sikap tegas ini menunjukkan komitmen pemerintah menjaga integritas sistem perpajakan sekaligus memberi ruang bagi BUMN melakukan penataan struktur usaha secara terukur. (alf)

Roblox Resmi Ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, Setoran Pajak Digital Tembus Rp43,75 Triliun

IKPi, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali memperluas basis pemajakan sektor digital. Pada Oktober 2025, DJP secara resmi menunjuk Roblox Corporation sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penunjukan ini menandai semakin banyaknya platform global yang masuk dalam pengawasan pajak digital Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengungkapkan bahwa Roblox menjadi satu dari lima perusahaan digital yang ditetapkan sebagai pemungut baru pada periode tersebut.

“Pada bulan tersebut, terdapat lima penunjukan baru, yaitu Notion Labs, Inc., Roblox Corporation, Mixpanel, Inc., MEGA Privacy Kft, dan Scorpios Tech FZE,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Di saat yang sama, pemerintah juga melakukan satu pencabutan penunjukan, yakni terhadap Amazon Services Europe S.a.r.l., sehingga tidak lagi berstatus sebagai pemungut PPN PMSE.

Dengan penambahan dan pencabutan tersebut, total pemungut PPN PMSE yang ditunjuk pemerintah hingga Oktober 2025 mencapai 251 perusahaan. Dari jumlah itu, 207 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total kontribusi sebesar Rp33,88 triliun sejak kebijakan ini berlaku.

Kontribusi tersebut terdiri atas:

• 2020: Rp731,4 miliar

• 2021: Rp3,9 triliun

• 2022: Rp5,51 triliun

• 2023: Rp6,76 triliun

• 2024: Rp8,44 triliun

• 2025: Rp8,54 triliun hingga Oktober

Selain PPN PMSE, pemerintah juga mencatat setoran pajak signifikan dari tiga subsektor digital lainnya:

• Pajak aset kripto: Rp1,76 triliun

• Pajak fintech (P2P lending): Rp4,19 triliun

• Pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP): Rp3,92 triliun

Jika digabungkan, total penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menembus Rp43,75 triliun per 31 Oktober 2025. Untuk tahun berjalan, setoran mencapai:

• Aset kripto: Rp675,6 miliar

• P2P lending: Rp1,15 triliun

• Pajak SIPP: Rp1,07 triliun

DJP menegaskan bahwa sektor ekonomi digital terus menjadi salah satu pilar utama penerimaan negara. Pemerintah berkomitmen mengoptimalkan kebijakan pemajakan digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif, sejalan dengan pesatnya transformasi digital di Indonesia. (alf)

Ketua IFA Indonesia Tekankan Kesiapan RI Hadapi Perubahan Cepat Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Ketua IFA Indonesia sekaligus Ketua IFA Regional Asia Pacific, Ichwan Sukardi, menegaskan bahwa Indonesia harus berada di garis terdepan dalam merespons perkembangan perpajakan internasional yang berubah sangat cepat. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam The 13th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar yang diselenggarakan di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Ichwan menekankan bahwa Indonesia tengah memasuki fase penting dalam menghadapi implementasi Pillar 1 dan Pillar 2 di berbagai yurisdiksi.

(Foto: Istimewa)

“Kita semua harus siap dan aktif mengamati lanskap perpajakan internasional yang terus berubah secara cepat. IFA Indonesia berupaya memberikan perspektif komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Narasumber dari Indonesia dan Mancanegara

Dikatakan Ichwan, Seminar internasional tahunan IFA kali ini menghadirkan 18 narasumber berkaliber tinggi, baik dari regulator, praktisi global, akademisi, hingga konsultan pajak internasional. Para narasumber tersebut membawakan topik-topik yang menjadi sorotan dunia perpajakan global, antara lain:
• Pengembangan Pilar 2 dan dampaknya terhadap wajib pajak
• Isu-isu strategis transfer pricing dan kebijakan domestic law
• Global anti-avoidance measures
• Implikasi perpajakan atas cross-border mergers and acquisitions
• Principal Purpose Test, OECD Model Commentary 2025, serta putusan-putusan pengadilan terkini terkait pajak internasional

(Foto: Istimewa)

Menurutnya, kehadiran mereka menjadi bukti kuat bahwa Indonesia semakin diperhitungkan sebagai pusat diskusi perpajakan internasional di kawasan Asia Pasifik.

Acara ini juga mendapat dukungan kuat dari komunitas perpajakan internasional. Direktur Perpajakan Internasional, Kementerian Keuangan, Dr. Mekar Satria Utama, membuka acara dengan menegaskan fokus Indonesia pada Pillar 1, Pillar 2, dan Transfer Pricing, serta menyebut komitmen Indonesia yang sudah diwujudkan melalui PMK No. 136/2024 terkait penerapan Pilar 2.

Sementara itu, President IFA Global, Natalia Quiñones, memberikan perspektif global mengenai posisi Indonesia dalam OECD Inclusive Framework. Ia juga mendorong partisipasi aktif anggota IFA Indonesia di IFA Congress Tokyo (regional) dan Melbourne (global) pada tahun depan.

Peran Strategis IFA Indonesia

Dalam forum tersebut, Ichwan menegaskan bahwa reformasi pajak global tidak hanya memengaruhi yurisdiksi besar, tetapi juga berimplikasi langsung pada kebijakan domestik Indonesia.

“IFA Indonesia berkomitmen menjadi ruang dialog inklusif bagi regulator, pelaku usaha, akademisi, dan praktisi pajak internasional untuk bersama-sama memahami perubahan global dan merumuskan langkah terbaik bagi Indonesia,” ujarnya.

(Foto: Istimewa)

Sekadar informasi, seminar ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dan ditutup dengan panel diskusi mengenai isu-isu paling mutakhir, termasuk Principal Purpose Test, anti-avoidance rules, dan analisis berbagai putusan pengadilan pajak internasional yang menjadi rujukan banyak negara.

Dengan rangkaian diskusi mendalam tersebut, IFA Indonesia kembali mengukuhkan dirinya sebagai salah satu forum paling kredibel dalam memperkuat pemahaman dan kesiapan Indonesia menghadapi transformasi perpajakan global yang semakin kompleks. (bl)

Purbaya Tegaskan Revisi UU P2SK jadi Momentum Baru Perkuat Sinergi Fiskal–Moneter

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) akan menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi fiskal dan moneter. Ia menilai perubahan regulasi ini akan membuat arah kebijakan ekonomi nasional lebih selaras, responsif, dan efektif menghadapi tekanan global maupun domestik.

Berbicara dalam Financial Forum di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (3/12/2025), Purbaya menyatakan bahwa revisi UU P2SK akan memperkuat koordinasi antara BI, OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan. Sambil berkelakar, ia menyebut perubahan pelaporan LPS dari Kemenkeu ke DPR membuat kementeriannya “rugi”.

Purbaya juga menyoroti pelebaran mandat Bank Indonesia sebagai salah satu poin paling signifikan. Jika selama ini BI hanya berfokus pada stabilitas nilai tukar dan inflasi, melalui revisi UU P2SK bank sentral akan didorong lebih aktif berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. “Aturan baru itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini sangat bagus sekali,” ujarnya.

Namun ia mengakui koordinasi antar-otoritas selama ini kerap kurang efektif karena masing-masing lembaga masih bekerja dalam batas sektornya sendiri. Menurutnya, pola diskusi di KSSK sering tidak cair karena OJK, BI, LPS, dan Kemenkeu hanya fokus pada wilayah kewenangan masing-masing.

Purbaya menegaskan bahwa revisi UU P2SK dapat membuat diskusi lintas otoritas lebih luwes, sehingga kebijakan fiskal dan moneter bisa lebih kompak. Ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada kebijakan fiskal, karena sektor moneter juga memiliki peran penting dalam mendorong aktivitas swasta.

Ia juga menyebut revisi tersebut akan memperkuat koordinasi dengan BI. “Kalau sebelumnya mereka bilang itu daerah kami, sekarang jadi daerah kita juga. Kalau kebijakan Anda beda, pertumbuhan kita susah. Jadi itu tanggung jawab Anda juga,” katanya.

Purbaya memastikan revisi UU P2SK akan segera rampung. Dalam draf RUU yang telah diharmonisasi pada 1 Oktober 2025, peran BI diperluas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. DPR juga menambahkan ketentuan bahwa BI wajib menjalankan bauran kebijakan yang menciptakan lingkungan kondusif bagi sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.

Pemerintah meyakini perubahan mandat dan koordinasi tersebut akan memperkuat sinergi fiskal–moneter sehingga kebijakan ekonomi dapat bergerak lebih selaras, stabil, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. (alf)

id_ID