DJP Belum Tentukan Tenggat Waktu Masa Transisi Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih belum menetapkan tenggat waktu untuk masa transisi implementasi sistem inti administrasi pajak atau (Coretax). Sejak peluncuran sistem ini pada 1 Januari 2025, wajib pajak mengalami sejumlah kendala teknis, dan DJP memberikan pembebasan sanksi administrasi selama masa transisi untuk memberikan kelonggaran kepada wajib pajak yang mungkin menghadapi keterlambatan pelaporan pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini, batas waktu masa transisi belum ditetapkan. “Kami masih memberlakukan masa transisi untuk memastikan baik DJP maupun wajib pajak dapat beradaptasi dengan sistem administrasi baru tanpa gangguan,” ujar Dwi di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Menurutnya, sistem Coretax yang lebih canggih diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam administrasi perpajakan, namun beberapa wajib pajak melaporkan adanya kesulitan dalam mengoperasikan sistem ini. Oleh karena itu, kebijakan masa transisi ini bertujuan untuk memberikan kelonggaran dan memastikan proses perpajakan tetap berjalan lancar meski ada perubahan teknologi.

Sebagai bagian dari kebijakan transisi ini, wajib pajak tidak akan dikenakan sanksi administrasi jika terjadi keterlambatan dalam penerbitan faktur pajak atau pelaporan pajak yang disebabkan oleh proses peralihan ke sistem baru tersebut. “DJP memastikan tidak ada beban tambahan bagi wajib pajak selama masa transisi,” kata Dwi.

Ia menegaskan, masa transisi ini bukanlah yang pertama kali diterapkan oleh DJP. Sebelumnya, masa transisi serupa juga diberlakukan pada kebijakan baru terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang mewah yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Dalam kebijakan ini, tarif PPN untuk barang mewah yang tergolong dalam kategori barang kena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dinaikkan menjadi 12%. Sementara itu, untuk barang non-mewah, tarif PPN tetap dipertahankan sebesar 11%. Masa transisi untuk kebijakan PPN ini ditetapkan selama tiga bulan, dari 1 Januari hingga 31 Maret 2025, agar pelaku usaha dapat menyesuaikan sistem dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024.

Dengan diberlakukannya masa transisi pada dua kebijakan penting ini, pemerintah berharap dapat meminimalkan dampak negatif terhadap wajib pajak dan pelaku usaha, serta memastikan kelancaran implementasi kebijakan perpajakan yang lebih modern dan efisien. (alf)

DJP Lakukan Perbaikan Signifikan, Pastikan Layanan Coretax Lebih Efisien

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah melakukan perbaikan signifikan pada sistem inti administrasi pajak (Coretax) yang mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Perbaikan ini dilakukan untuk mengatasi sejumlah kendala yang ditemukan oleh wajib pajak dalam penggunaan sistem tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa perbaikan ini mencakup berbagai aspek teknis dan operasional. “Perlu kami sampaikan bahwa atas kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur layanan Coretax DJP, telah dilakukan perbaikan yang mencakup berbagai aspek,” ujarnya di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Sejak awal bulan Januari, beberapa masalah yang ditemukan oleh wajib pajak dalam penggunaan Coretax antara lain terkait dengan proses bisnis pendaftaran, pembayaran, layanan perpajakan, pelaporan SPT, hingga sistem pengelolaan dokumen (Document Management System). Beberapa isu teknis yang diperbaiki antara lain kegagalan dalam penyimpanan data pada saat pembaruan data profil, kegagalan proses validasi wajah, serta masalah dalam pembuatan kode otorisasi atau sertifikat elektronik.

Selain itu, DJP juga memperbaiki masalah dalam pengunggahan file format .xml, penandatanganan faktur pajak, serta penerimaan One Time Password (OTP) oleh wajib pajak. Dwi Astuti menegaskan bahwa DJP berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan agar sistem perpajakan Indonesia semakin maju dan efisien. “DJP berkomitmen untuk terus melakukan upaya yang diperlukan agar Pemerintah memiliki sistem informasi perpajakan yang maju akan segera terwujud,” tambahnya.

Sebagai bagian dari upaya memperbaiki pengalaman wajib pajak, DJP juga telah menerbitkan buku panduan ringkas yang dapat diunduh melalui situs resmi pajak.go.id. Buku panduan ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam memahami dan mengatasi berbagai kendala yang mungkin terjadi dalam penggunaan sistem Coretax.

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebelumnya melaporkan adanya sejumlah kendala yang dialami oleh wajib pajak dan konsultan pajak dalam menggunakan sistem Coretax. Meskipun begitu, implementasi Coretax diharapkan akan menjadi langkah besar bagi pembaruan sistem perpajakan di Indonesia, serta peningkatan kualitas layanan bagi wajib pajak.

Dengan adanya perbaikan dan penyempurnaan berkelanjutan, DJP berharap sistem Coretax dapat berfungsi secara optimal, memberikan kemudahan bagi wajib pajak, serta memperkuat basis data perpajakan di Indonesia. (alf)

Ratusan Relawan Pajak Renjani Siap Terjun Edukasi Masyarakat

IKPI, Jakarta: Sebanyak 240 relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) resmi dikukuhkan di Aula Lantai 7 Gedung Keuangan Negara II, Semarang, pada Senin (20/1/2025). Pengukuhan ini merupakan bagian dari persiapan bagi total 451 relawan yang tersebar di wilayah Jawa Tengah untuk mengedukasi masyarakat terkait pajak.

Acara pengukuhan tersebut dihadiri oleh 17 perwakilan Tax Center dari berbagai universitas di Semarang. Selain pengukuhan, para relawan juga menerima pembekalan sebelum mulai bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan, Pelayanan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), serta di Tax Center masing-masing.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh, menyampaikan bahwa program Renjani merupakan sarana bagi mahasiswa untuk belajar berkontribusi pada negara. “Renjani menjadi wadah bagi mahasiswa yang ingin menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk mengedukasi masyarakat secara sukarela,” ujarnya.

Nurbaeti berharap melalui program ini, para relawan dapat mengembangkan keterampilan networking, kepemimpinan, serta pembelajaran berbasis pengalaman. “Kami ingin menginspirasi rekan-rekan mahasiswa agar menjadi wajib pajak yang patuh dan taat terhadap kewajibannya di masa depan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jateng I, Bayu Setiawan, menjelaskan bahwa para relawan telah melewati proses seleksi yang ketat. “Proses dimulai dari permintaan formasi dari Tax Center atau organisasi mitra, rekrutmen, tes seleksi, hingga pengukuhan. Dengan proses ini, kami mendapatkan relawan yang siap diterjunkan langsung untuk melayani wajib pajak,” katanya.

Kanwil DJP Jawa Tengah I saat ini sedang mencanangkan program Zona Integritas Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (ZI WBBM). Bayu mengajak masyarakat untuk mendukung program ini.

“Sampaikan kritik, masukan, dan pengaduan apabila menemui dugaan pelanggaran integritas melalui kanal informasi resmi kami,” imbaunya.

Dengan program Renjani, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya pajak dan mahasiswa dapat berkontribusi nyata untuk negeri. (alf)

Donald Trump Janjikan Tarif Pajak Baru dan Reformasi Perdagangan

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berjanji untuk menerapkan tarif dan pajak baru pada negara lain setelah resmi dilantik sebagai Presiden AS pada Senin (20/1/2025). Dalam pidato pelantikannya, Trump menegaskan komitmennya untuk melindungi pekerja dan keluarga Amerika melalui perombakan sistem perdagangan.

“Saya akan segera memulai perombakan sistem perdagangan kita untuk melindungi pekerja dan keluarga Amerika,” kata Trump seperti dikutip AFP.

“Daripada mengenakan pajak pada warga negara kita untuk memperkaya negara lain, kita akan mengenakan tarif dan pajak pada negara asing untuk memperkaya warga negara kita,” tambahnya.

Sejak memenangkan Pemilu 2024, Trump telah mengarahkan perhatian pada sekutu dan musuh Amerika, mendorong rencana pengenaan tarif baru untuk menangani berbagai isu, termasuk imigrasi ilegal dan perdagangan obat terlarang seperti fentanil.

Trump sebelumnya berjanji akan mengenakan tarif sebesar 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko, serta tambahan 10 persen untuk barang-barang dari China jika negara-negara tersebut tidak mengambil tindakan lebih tegas terkait masalah ini. Selama kampanye, ia bahkan mengusulkan tarif hingga 60 persen atau lebih pada barang impor dari China.

Namun, pada hari pelantikannya, Trump belum langsung mengumumkan penerapan tarif baru. Ia juga menegaskan rencananya untuk mendirikan Layanan Pendapatan Eksternal, sebuah badan baru yang akan bertugas mengumpulkan pendapatan dari tarif dan bea impor, yang diklaim akan memberikan keuntungan besar bagi Amerika.

“American Dream segera kembali dan berkembang pesat seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Trump.

Rencana Reformasi Pemerintahan

Selain kebijakan tarif, Trump mengumumkan pembentukan Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang baru, yang akan dipimpin oleh CEO Tesla, Elon Musk, dan pengusaha Vivek Ramaswamy. Departemen ini ditugaskan untuk mengurangi belanja federal hingga US$1 triliun.

Scott Bessent, calon Menteri Keuangan dalam pemerintahan Trump, menyatakan bahwa ia tidak sepakat bahwa beban biaya tarif akan sepenuhnya ditanggung oleh konsumen di dalam negeri.

Para pendukung Trump juga menyoroti kebijakan lain, seperti pemotongan pajak dan deregulasi, yang diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa kenaikan tarif berpotensi meningkatkan harga barang dan membebani pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Dengan berbagai janji ambisiusnya, pemerintahan Trump diperkirakan akan membawa perubahan signifikan dalam kebijakan perdagangan dan pengelolaan anggaran pemerintah federal. Warga Amerika dan dunia kini menunggu bagaimana implementasi kebijakan ini akan memengaruhi perekonomian global. (alf)

Penerimaan Pajak Digital Capai Rp 32,32 Triliun di 2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 32,32 triliun hingga akhir 2024. Jumlah ini mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, hingga pajak dari platform pinjaman online (peer to peer lending).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, merinci bahwa PPN PMSE menyumbang penerimaan terbesar dengan nilai Rp 25,35 triliun. Pajak kripto menyumbang Rp 1,09 triliun, sementara pajak fintech atau peer to peer (P2P) lending mencapai Rp 3,03 triliun.

“Selain itu, penerimaan pajak dari transaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) mencapai Rp 2,85 triliun,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis, Senin (20/1/2025).

Rincian Penunjukan Pemungut PPN PMSE

Hingga Desember 2024, pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Pada bulan Desember saja, terdapat 13 penunjukan baru, termasuk Pearson Education Limited, Travian Games GmbH, hingga Kajabi LLC.

Dari total pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 174 pelaku usaha PMSE telah memungut dan menyetor PPN dengan total penerimaan Rp 25,35 triliun. Penerimaan tersebut terdiri dari:

• Rp 731,4 miliar (2020)

• Rp 3,90 triliun (2021)

• Rp 5,51 triliun (2022)

• Rp 6,76 triliun (2023)

• Rp 8,44 triliun (2024).

Penerimaan Pajak Kripto dan Fintech

Pajak kripto menghasilkan Rp 1,09 triliun selama tiga tahun terakhir, dengan rincian:

• Rp 246,45 miliar (2022)

• Rp 220,83 miliar (2023)

• Rp 620,4 miliar (2024).

Sebagian besar penerimaan ini berasal dari PPh 22 atas transaksi penjualan kripto (Rp 510,56 miliar) dan PPN DN atas transaksi pembelian kripto (Rp 577,12 miliar).

Sementara itu, pajak dari fintech menyumbang Rp 3,03 triliun, dengan rincian:

• Rp 446,39 miliar (2022)

• Rp 1,11 triliun (2023)

• Rp 1,48 triliun (2024).

Penerimaan pajak fintech terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman dalam negeri (Rp 816,85 miliar), PPh 26 atas bunga pinjaman luar negeri (Rp 647,86 miliar), dan PPN DN (Rp 1,57 triliun).

Penerimaan Pajak SIPP

Penerimaan pajak SIPP mencapai Rp 2,85 triliun hingga 2024, dengan rincian:

• Rp 402,38 miliar (2022)

• Rp 1,12 triliun (2023)

• Rp 1,33 triliun (2024).

“Untuk menciptakan keadilan antara pelaku usaha digital dan konvensional, pemerintah terus menunjuk pelaku usaha digital sebagai pemungut PPN serta menggali potensi pajak lainnya,” kata Dwi.

Langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor digital, yang semakin menjadi pilar utama ekonomi Indonesia. (alf)

DPR Soroti Stagnasi Rasio Pajak RI

IKPI, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti stagnasi rasio pajak (tax ratio) di tengah pertumbuhan ekonomi yang konsisten setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 4,95% hingga kuartal III-2024, dari Rp 3.125 triliun pada kuartal III-2023 menjadi Rp 3.279,6 triliun.

Penerimaan pajak juga mengalami kenaikan sebesar 3,5% pada 2024 menjadi Rp 1.932,4 triliun, meski belum mencapai target APBN sebesar Rp 1.988,9 triliun. Namun, tax ratio Indonesia tetap stagnan di kisaran 10% dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, angkanya tercatat 10,21%, turun dibandingkan 2022 yang mencapai 10,38%.

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyebut kondisi ini sebagai sebuah anomali. “Kita mengalami situasi bahwa ekonomi kita tumbuh, tetapi tax ratio kita menurun. Ketika tax ratio menurun sementara ekonomi naik, ini menjadi tanda tanya besar,” ujar Misbakhun dikutip dari Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, Selasa (21/1/2025).

Sejarah Tax Ratio Indonesia

Indonesia pernah mencatatkan tax ratio tertinggi sebesar 13% pada 2008, saat diberlakukannya kebijakan sunset policy. Namun, sejak itu angka tersebut terus stagnan. Bahkan saat ini, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut tax ratio hanya mencapai 10,4%, jauh dari potensi ideal sebesar 12,2% akibat kebijakan insentif fiskal senilai 1,8% dari PDB.

Misbakhun mengingatkan, kebijakan insentif pajak bukanlah hal baru. Sejak era 1980-an, insentif dalam berbagai bentuk telah diterapkan pemerintah, namun implementasinya bervariasi.

Tax ratio menjadi indikator penting untuk mengukur efektivitas pemerintah dalam mengumpulkan pajak. Semakin tinggi angkanya, semakin baik kebijakan perpajakan dan kepatuhan wajib pajak.

“Inilah yang harus kita temukan formulasinya. Negara memiliki semua alat dan sumber daya untuk memperbaiki situasi ini,” ujar Misbakhun.

DPR berkomitmen mendorong pemerintah untuk mencari solusi yang dapat meningkatkan tax ratio sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. (alf)

OJK Terima 1.672 Pengaduan Pelanggaran Debt Collector, Terbanyak dari Pinjol 

IKPI, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 1.672 pengaduan terkait indikasi pelanggaran perilaku petugas penagihan atau debt collector. Aduan terbanyak berasal dari layanan pinjaman daring (pinjol) dengan total 1.106 laporan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa sektor lainnya yang juga banyak dilaporkan adalah perusahaan pembiayaan dengan 179 pengaduan dan perbankan dengan 387 pengaduan.

“Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi (Pindar) mendominasi dengan 1.106 aduan, diikuti perusahaan pembiayaan sebanyak 179, dan perbankan sebanyak 387,” jelas Friderica Widyasari (Kiki) dalam keterangan resminya, Senin (20/1/2025).

Selain itu, OJK juga mencatat adanya 229 pelanggaran iklan dari total 14.481 iklan yang diawasi selama triwulan III-2024, atau sebesar 1,58%. Pelanggaran iklan tertinggi ditemukan pada sektor Perusahaan Modal Ventura Lembaga Jasa Keuangan (PMVL), yakni sebesar 2,80% atau 99 pelanggaran dari total 3.536 iklan yang dipantau.

Pelanggaran iklan tersebut meliputi penyalahgunaan pernyataan “berizin dan diawasi oleh OJK,” penggunaan logo OJK yang tidak sesuai, hingga informasi promosi yang tidak jelas seperti tidak mencantumkan periode promo dan tautan spesifik untuk penjelasan lebih lanjut.

OJK terus meningkatkan pengawasan terhadap praktik debt collector dan iklan jasa keuangan untuk melindungi konsumen dari tindakan yang merugikan, memastikan kepatuhan pelaku usaha jasa keuangan terhadap regulasi, dan ekosistem keuangan yang sehat dalam penguatan dan pengembangan sektor keuangan terkendali.

“Kami akan terus melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan,” tegas Kiki. (alf)

Belum Punya NPWP Pribadi? Ini Panduannya

IKPI, Jakarta: Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk keperluan administrasi perpajakan. NPWP digunakan sebagai tanda pengenal dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.

Proses Pendaftaran NPWP

Dikutip dari website resmi Direktorat Jenderal Pajak ( DJP), Wajib Pajak Orang Pribadi dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melengkapi dokumen yang disyaratkan. Ada tiga saluran pendaftaran yang dapat dipilih:

• Datang langsung ke KPP/KP2KP: Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan dokumen langsung ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai domisili.

• Melalui pos: Kirim formulir pendaftaran beserta dokumen ke KPP/KP2KP terdekat.

• Daftar online: Melalui situs e-registration Direktorat Jenderal Pajak di https://ereg.pajak.go.id/.

Persyaratan Dokumen

Berikut adalah dokumen yang dibutuhkan sesuai kategori Wajib Pajak:

• Karyawan

• WNI: Fotokopi KTP.

• WNA:

• Fotokopi paspor.

• Fotokopi KITAS atau KITAP.

• Usaha/Pekerjaan Bebas

• Dokumen identitas diri.

• Dokumen yang menunjukkan tempat dan jenis kegiatan usaha, seperti:

• Surat pernyataan bermaterai; atau

• Keterangan tertulis/elektronik dari mitra usaha berbasis aplikasi online.

• Wanita Kawin

• Jika hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim, diperlukan:

• Dokumen identitas diri.

• Surat pernyataan atau keterangan lokasi kegiatan usaha (jika ada).

• Jika memilih hak perpajakan terpisah dari suami, tambahan dokumen:

• Identitas perpajakan suami.

• Dokumen perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

• Dokumen pernyataan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan terpisah.

Secara umum, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wanita kawin tergabung dengan suami, sehingga tidak memerlukan NPWP terpisah.

Wajib Pajak bisa mengetahui informasi lebih lengkap mengenai pendaftaran NPWP melalui situs pajak.go.id pada menu segmentasi Orang Pribadi Karyawan atau Pekerjaan Bebas. (alf)

Wajib Pajak Orang Pribadi Diminta Laporkan SPT Tahunan 2024 Sebelum 31 Maret 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan wajib pajak orang pribadi untuk melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 antara 1 Januari hingga 31 Maret 2025. Meskipun ada kebijakan baru mengenai sistem Coretax, pelaporan SPT tahunan bagi wajib pajak orang pribadi masih menggunakan sistem e-Filing yang sudah berlaku sebelumnya.

Coretax, yang saat ini masih difokuskan untuk wajib pajak badan, baru akan digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 dan seterusnya.

DJP melalui akun Instagram resminya pada Senin (20/1/2025) menyampaikan, “SPT Tahunan untuk Tahun Pajak 2024 dan pembetulan tahun-tahun sebelumnya masih menggunakan e-Filing. Lapor tahunan dengan Coretax akan berlaku untuk Tahun Pajak 2025 dan seterusnya.”

DJP mengimbau agar wajib pajak segera melakukan pelaporan untuk menghindari penumpukan pengisian SPT di akhir periode pelaporan. Berikut ini langkah-langkah yang dapat diikuti wajib pajak dalam mengisi SPT Tahunan secara online:

1. Akses DJP Online: Masuk ke laman resmi DJP Online, www.pajak.go.id, melalui handphone atau laptop.

2. Login: Masukkan NIK/NPWP, password, dan kode keamanan.

3. Pilih e-Filing: Klik menu lapor dan pilih e-filing, lalu buat SPT.

4. Pilih Formulir: Pilih formulir SPT yang sesuai, seperti 1770 atau 1770 S, berdasarkan penghasilan yang diterima.

5. Isi Data: Isi formulir SPT berdasarkan data penghasilan, harta, utang, serta status SPT Anda.

6. Status SPT: Setelah pengisian, status SPT akan muncul—apakah nihil, kurang bayar, atau lebih bayar. Sesuaikan pelaporan dengan status yang ditampilkan.

7. Verifikasi: Klik tombol setuju dan masukkan kode verifikasi yang dikirimkan melalui email atau nomor telepon.

8. Kirim SPT: Kirim SPT dan tunggu tanda terima elektronik yang akan dikirimkan ke email Anda.

Untuk melakukan pelaporan ini, wajib pajak juga perlu memastikan bahwa mereka telah memiliki Electronic Filing Identification Number (EFIN). EFIN adalah nomor identifikasi yang diterbitkan oleh DJP yang berfungsi sebagai identitas wajib pajak dalam melakukan transaksi elektronik dengan DJP.

Bagi wajib pajak yang belum memiliki EFIN, permohonan pembuatan EFIN dapat dilakukan secara online dengan mengirimkan email ke kantor pajak terdekat dengan melampirkan data dan dokumen pendukung, termasuk foto KTP dan NPWP. Jika wajib pajak lupa EFIN, mereka bisa mengajukan permohonan untuk mendapatkannya kembali melalui email yang terdaftar di DJP.

DJP juga mengingatkan bahwa apabila pelaporan dilakukan dengan tepat waktu, wajib pajak akan menghindari denda atau sanksi atas keterlambatan pelaporan.

Bagi wajib pajak yang memerlukan informasi lebih lanjut, DJP juga menyediakan layanan Kring Pajak di nomor 1500-200. (alf)

Indonesia Resmi Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon

IKPI, Jakarta: Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) Senin (20/1/2025) resmi meluncurkan perdagangan karbon internasional untuk pertama kalinya dalam sejarah. Langkah ini bertujuan untuk menarik partisipasi global dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan karbon dunia.

Peluncuran ini didasarkan pada kerangka hukum yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022, yang mengatur mekanisme otorisasi perdagangan karbon ke pihak asing.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, menyatakan bahwa peluncuran ini merupakan tonggak penting dalam upaya Indonesia mengatasi perubahan iklim.
“Hari ini merupakan momen bersejarah bagi Indonesia. Inisiatif perdagangan karbon internasional ini menandai langkah besar dalam menunjukkan kesediaan kita untuk berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian target iklim global,” ujar Iman dalam acara peluncuran di Gedung Bursa Efek Indonesia.

Sebelumnya, perdagangan karbon di Indonesia hanya berlangsung di pasar domestik. Namun, partisipasi dalam pasar tersebut masih terbatas. Pada tahun 2024, jumlah peserta yang terdaftar mencapai 104, meningkat drastis dari 16 peserta saat pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023.
Capaian luar biasa lainnya adalah tercapainya volume perdagangan kumulatif sebesar 1 juta ton karbon.

Menurut Iman, keberhasilan ini didukung oleh kontribusi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI dan anak perusahaannya.
“Ketertarikan mereka dalam membeli unit karbon menyumbang sekitar 83% dari total volume perdagangan karbon,” tambahnya.

Peluncuran perdagangan karbon internasional ini diharapkan dapat mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca, sekaligus memberikan peluang ekonomi baru bagi pelaku usaha dan pemerintah. Dengan inisiatif ini, Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. (alf)

id_ID