Sebanyak 7 Juta Wajib Pajak Belum Aktivasi Coretax, DJP Ingatkan Pentingnya Segera Beralih

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat untuk segera melakukan aktivasi akun pada sistem Coretax. Pasalnya, seluruh administrasi perpajakan termasuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2025 nantinya wajib dilakukan melalui platform baru tersebut. Batas waktu penyampaian SPT tetap jatuh pada 31 Maret 2026.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengungkapkan bahwa hingga saat ini jumlah wajib pajak yang telah mengaktifkan akun Coretax baru mencapai sekitar 7,7 juta, atau setara 51,66 persen dari total wajib pajak yang seharusnya menggunakan sistem tersebut. Artinya, masih ada kurang lebih tujuh juta wajib pajak yang belum beralih.

“Wajib pajak yang sudah aktivasi akun sejumlah 7,7 juta dengan persentase 51,66%,” ujar Bimo baru baru ini.

Lebih lanjut, Bimo mencatat bahwa baru sekitar 4,8 juta wajib pajak atau 32,38 persen yang telah membuat kode otorisasi sekaligus sertifikat elektronik sebagai sarana tanda tangan digital dalam sistem Coretax.

Bimo menjelaskan, uji coba perdana Coretax yang dilakukan pada November 2025 melibatkan sekitar 25 ribu pegawai DJP. Meski sempat terjadi keterlambatan proses pada tahap awal, keseluruhan simulasi berjalan terkendali. Uji coba lanjutan juga menunjukkan peningkatan performa sistem, sehingga DJP optimistis Coretax mampu menopang pelaporan SPT pada periode berikutnya.

Menurut DJP, transisi ini menjadi langkah penting untuk menghadirkan layanan perpajakan yang lebih modern, terintegrasi, dan efisien. Sistem baru diharapkan dapat mengurangi kendala administratif yang selama ini kerap dihadapi wajib pajak.

Cara Aktivasi Akun Coretax

Berdasarkan panduan DJP, wajib pajak yang sudah memiliki akun DJP Online dan NPWP 16 digit dapat mengikuti langkah berikut untuk aktivasi akun Coretax:

1. Akses laman Coretax DJP dan pilih menu “Aktivasi Akun Wajib Pajak”.

2. Centang pernyataan bahwa wajib pajak telah terdaftar.

3. Masukkan NPWP lalu klik “Cari”.

4. Isikan alamat email dan nomor ponsel yang terdaftar di DJP Online. Jika ada perubahan, wajib pajak perlu menghubungi Kring Pajak atau mendatangi kantor pajak terdekat.

5. Lakukan verifikasi identitas.

6. Setujui pernyataan yang ditampilkan.

7. Simpan data dan cek email untuk mendapatkan kata sandi sementara.

8. Login pertama kali menggunakan kata sandi tersebut dan ikuti panduan selanjutnya hingga proses selesai.

Cara Mengajukan Kode Otorisasi / Tanda Tangan Digital

Untuk menandatangani dokumen pada Coretax, termasuk SPT Tahunan, wajib pajak perlu memiliki kode otorisasi (sertifikat digital). Prosedurnya sebagai berikut:

1. Masuk ke akun Coretax, pilih Portal Saya → Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik.

2. Pilih jenis sertifikat digital “Kode Otorisasi DJP”.

3. Buat passphrase sebagai kode otorisasi.

4. Setujui pernyataan, kemudian simpan.

5. Cek status pada menu Portal Saya → Profil Saya → Nomor Identifikasi Eksternal → Digital Certificate.

6. Jika status masih invalid, klik Periksa Status, lalu ulangi hingga berhasil.

7. Ketika status berubah menjadi valid, kode otorisasi siap digunakan untuk pelaporan SPT dan dokumen lain.

Dengan dukungan fitur yang semakin lengkap, DJP berharap proses peralihan ke Coretax berjalan mulus. Masyarakat diimbau tidak menunda aktivasi agar pelaporan SPT 2025 tahun depan dapat dilakukan lebih mudah dan tanpa hambatan. (alf)

China Resmi Kenakan Tarif Susu Uni Eropa, Sinyal Perlindungan Industri dan Balasan Dagang

IKPI, Jakarta: China mulai memberlakukan tarif impor baru terhadap berbagai produk susu asal Uni Eropa (UE) sejak Selasa, 24 Desember 2025. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah tegas Beijing untuk menopang industri sapi perah domestik yang tengah terjepit oleh kelebihan pasokan dan permintaan yang melemah.

Yifan Li, Head of Dairy Asia di StoneX, mengungkapkan bahwa bisnis susu di China telah lama berada di zona merah. “Industri susu kita sudah menanggung kerugian selama empat tahun. Produksi yang berlebihan menjadi pendorong utama lahirnya kebijakan tarif ini,” ujarnya. Menurutnya, tekanan semakin terasa setelah subsidi pemerintah ikut dipangkas seiring perlambatan ekonomi pada 2025.

Tarif baru tersebut menyasar impor susu dan krim tanpa pemanis, serta keju segar dan olahan dari UE, dengan besaran antara 21,9% hingga 42,7%. Langkah ini dinilai tidak berdiri sendiri, melainkan juga berkaitan dengan keputusan UE sebelumnya yang mengenakan tarif pada kendaraan listrik asal China sehingga dibaca sebagai bentuk respons dagang.

Sebagai produsen susu terbesar ketiga dunia, China menghadapi paradoks. Produksi naik tajam, menembus lebih dari 40 juta ton pada 2023 dari sekitar 30 juta ton pada 2017. Namun konsumsi justru menyusut menjadi 12,6 kilogram per kapita pada 2024, dipengaruhi penurunan angka kelahiran dan perubahan pola konsumsi. Akibatnya, harga susu kerap jatuh di bawah biaya produksi sekitar 3,02 yuan per kilogram, membuat banyak peternak menyerah dan menjual ternaknya.

Analis Beijing Orient Agribusiness Consultants, Lian Yabing, memperkirakan lebih dari 90% peternak saat ini merugi. Namun, ia melihat ruang peluang bagi perusahaan besar seperti Yili dan Mengniu, yang agresif memperluas produksi krim, mentega, dan keju. Pergeseran ke produk bernilai tambah misalnya krim untuk minuman milk tea mendorong industri mengejar margin yang lebih tinggi. Kini, sedikitnya 40 produsen lokal terjun ke segmen krim dan mentega, jumlah yang meningkat pesat dibanding beberapa tahun lalu.

Dimensi politik juga kuat terasa. Tarif tertinggi, 42,7%, dikenakan pada FrieslandCampina dari Belanda, sementara sekitar 60 perusahaan lain termasuk Arla Foods dari Denmark mendapat tarif mendekati 30%. Kedua negara tersebut dikenal vokal mendukung kebijakan tarif UE terhadap mobil listrik China. Hubungan dengan Belanda bahkan memanas setelah pemerintahnya mengambil alih perusahaan chip Nexperia dari pemilik China pada September lalu.

Di sisi lain, Beijing sempat menunjukkan gestur berbeda terhadap UE ketika menurunkan tarif sementara untuk impor produk babi. Kebijakan itu dipandang sebagai angin segar bagi Spanyol, yang dinilai lebih lentur dalam pendekatan diplomatik terhadap China.

Bagi Beijing, tarif susu ini bukan sekadar angka pada lembar kebijakan. Ia menjadi pesan bahwa perlindungan terhadap sektor domestik dan penegasan posisi dalam perang tarif global berjalan beriringan dengan konsekuensi yang akan terus dipantau oleh peternak, pelaku industri, dan mitra dagang internasional. (alf)

PNBP Bertambah Rp 6,62 Triliun, Pemerintah Bidik Perbaikan Defisit APBN

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan dana yang dikumpulkan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dan diserahkan ke Kejaksaan Agung akan masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Nilainya mencapai Rp 6,62 triliun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai tambahan penerimaan ini memberi ruang napas bagi pengelolaan fiskal, terutama saat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 masih cukup lebar.

Defisit APBN tahun depan diperkirakan sekitar Rp 662 triliun atau 2,78 persen PDB. Hingga November, realisasi defisit sudah berada di Rp 560,3 triliun atau 2,35 persen PDB.

Purbaya menegaskan dana yang baru diterima tersebut akan diarahkan terlebih dulu untuk memperbaiki posisi keuangan negara.

Ia menambahkan, sebagian dana tetap bisa dialokasikan untuk mendukung program pembangunan, namun desain pemanfaatannya akan disesuaikan setelah pemerintah melakukan perhitungan lebih detail.

Dari total Rp 6,62 triliun tersebut:

• Rp 2,34 triliun berasal dari denda administratif pelanggaran kehutanan yang diproses Satgas PKH.

• Rp 4,28 triliun berasal dari uang rampasan perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.

Penyerahan dana dilakukan secara resmi dan turut disaksikan Presiden Prabowo Subianto.

Selain penyetoran dana, Satgas PKH juga menyerahkan kembali 896.969 hektare kawasan hutan pada tahap kelima.

Dalam waktu sekitar sepuluh bulan, Satgas menyebut telah menguasai kembali 4,08 juta hektare lahan perkebunan di kawasan hutan jauh di atas target awal dengan nilai indikasi lebih dari Rp 150 triliun.

Dari luas tersebut:

• 2,48 juta hektare sudah dikembalikan ke kementerian teknis,

• 1,70 juta hektare lahan sawit dialokasikan untuk PT Agrinas Palma Nusantara,

• 688.427 hektare ditetapkan sebagai kawasan konservasi,

• 81.793 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo disiapkan untuk direstorasi.

Masuknya dana ini dinilai penting bukan hanya sebagai pemasukan negara, tetapi juga sebagai bukti penegakan aturan pengelolaan hutan. Dengan dicatat sebagai PNBP, pemerintah memperoleh tambahan bantalan untuk menekan defisit sekaligus memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. (alf)

PNBP Ruang Laut Melonjak, KKP Catat Realisasi 155% dari Target

IKPi, Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat kinerja positif dari sektor penataan ruang laut. Hingga 22 Desember 2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari persetujuan pemanfaatan ruang laut menembus Rp775,60 miliar, atau setara 155,12 persen dari target yang ditetapkan.

Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut (PRL) KKP, Kartika Listriana, menyebut capaian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan penataan ruang laut tidak hanya menghadirkan kepastian hukum, tetapi juga berkontribusi nyata pada penerimaan negara.

“PNBP dari sektor penataan ruang laut setiap tahun menunjukkan tren peningkatan. Hingga 22 Desember 2025 nilainya mencapai Rp775,60 miliar,” ujar Kartika dalam konferensi pers Capaian Kinerja DJPRL di Jakarta, baru baru ini.

Kinerja Melebihi Target di Berbagai Indikator

Kartika memaparkan, sejumlah indikator kinerja Direktorat Jenderal PRL pada 2025 berhasil melampaui target, antara lain:

• Penataan ruang laut kewenangan pusat tercapai 122,23%

• Zonasi pesisir kewenangan daerah tercapai 100%

• PNBP Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) mencapai 155,12%

• Indeks kepatuhan pengendalian ruang laut berada di level 114,71%

• Efektivitas penyelenggaraan penataan ruang laut tercapai 100%

Menurut Kartika, KKPRL kini menjadi instrumen perizinan utama yang memastikan kegiatan ekonomi di laut berjalan tertib sekaligus menjaga ekosistem.

Sejak pemberlakuannya, tercatat 3.484 permohonan KKPRL yang masuk melalui OSS dan E-Sea. Tren penerbitan izin meningkat sejak 2022, dan pada 2025 saja telah terbit 773 KKPRL berupa persetujuan maupun konfirmasi.

Tata Ruang Terintegrasi Semakin Luas

KKP mencatat hingga kini terdapat 25 provinsi yang sudah memiliki Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terintegrasi, termasuk Maluku, Papua Selatan, dan Sumatera Barat. Sementara 11 provinsi masih dalam proses integrasi, satu provinsi menyusun materi teknis, dan satu provinsi tidak memiliki wilayah laut.

Sejumlah pendampingan teknis juga dilakukan, mulai dari Jawa Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, hingga Kalimantan. Di sisi lain, penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (KSN) terus berlanjut, termasuk pembaruan dokumen KSN Aceh dan Selat Sunda.

Kaltim Jadi Proyek Percontohan “Karbon Biru”

Salah satu program prioritas tahun ini adalah penyusunan dokumen zonasi KSN Karbon Biru Perairan Derawan di Kalimantan Timur, yang didorong menjadi percontohan nasional. Inisiatif ini diharapkan memperkuat perlindungan ekosistem sekaligus mendukung agenda pembangunan rendah karbon.

Pengawasan dan Kepatuhan Diperketat

Pengawasan terhadap pelaku usaha di ruang laut turut diperkuat. Dari 138 subjek hukum yang dinilai:

• 51% dinyatakan taat,

• 36% taat dengan catatan, dan

• 13% masih tidak taat.

Laporan tahunan melalui sistem e-SEA juga meningkat dengan 2.008 laporan yang seluruhnya telah dinilai. KKP melakukan penilaian realisasi tata ruang di 10 lokasi dan memberikan insentif kepada 71 pihak yang patuh.

Selain itu, peningkatan kapasitas dilakukan melalui pelatihan bagi 100 peserta dan sosialisasi penataan ruang laut di berbagai wilayah pesisir.

“Melalui pembinaan ini, KKP memastikan perencanaan ruang laut berjalan terintegrasi, berbasis data, dan berkelanjutan,” tegas Kartika.

Bukan Sekadar Izin, Tapi Instrumen Fiskal Negara

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya menekankan bahwa penataan ruang laut tidak hanya menjadi alat pengendalian aktivitas ekonomi, namun juga bagian penting dalam memperkuat arsitektur fiskal negara melalui PNBP, sambil tetap menjaga keberlanjutan ekosistem.

Dengan pencapaian yang melampaui target, sektor kelautan kembali membuktikan potensinya sebagai sumber penerimaan negara yang strategis tanpa mengorbankan kelestarian laut Indonesia. (alf)

Layanan Tatap Muka Kantor Pajak Tutup Sementara, Wajib Pajak Diminta Manfaatkan Kanal Daring

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghentikan sementara layanan tatap muka di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) selama masa libur Natal dan cuti bersama akhir tahun.

Penutupan layanan berlangsung pada 25–26 Desember 2025 dan 1 Januari 2026, sejalan dengan ketetapan pemerintah mengenai hari libur nasional. Sementara itu, layanan tatap muka akan kembali berjalan normal pada 29–31 Desember 2025 dan dilanjutkan kembali setelah libur Tahun Baru.

Melalui akun resmi X Kring Pajak, DJP menegaskan bahwa kebijakan ini dilakukan agar pelayanan publik tetap tertata, tanpa mengurangi akses masyarakat terhadap layanan perpajakan.

“Kantor Pajak buka pada tanggal 29 sampai dengan 31 Desember 2025 dan 2 Januari 2026. Layanan KPP/KP2KP tutup pada tanggal 25–26 Desember 2025 serta 1 Januari 2026 karena hari libur nasional,” demikian keterangan DJP.

Layanan dibuka secara digital

Meski loket tatap muka ditutup sementara, wajib pajak tetap dapat memperoleh bantuan dan informasi melalui berbagai kanal resmi DJP, di antarnya:

• Kring Pajak 1500200

• Live chat di situs pajak.go.id pada hari kerja pukul 08.00–16.00 WIB

• Aplikasi M-Pajak

• Instagram @kringpajak1500200 untuk informasi umum perpajakan

• TikTok @kring_pajak / KringPajak1500200

• Faksimile (021) 5251245 serta kanal pengaduan di www.pajak.go.id

Kehadiran kanal daring ini memungkinkan wajib pajak tetap melaporkan kewajiban, melakukan konsultasi, hingga menyampaikan pengaduan tanpa harus datang langsung ke kantor.

DJP mengimbau masyarakat memanfaatkan momen libur ini untuk menyiapkan administrasi perpajakan sejak dini, agar tidak menumpuk saat layanan tatap muka kembali dibuka. Dengan kepatuhan yang terjaga, penerimaan negara dapat tetap terkelola dan pelayanan publik berjalan lebih optimal. (alf)

DJP Pastikan Penagihan Pajak Konglomerat Berlanjut hingga 2026

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa upaya penagihan aktif terhadap para wajib pajak penunggak terbesar akan terus berlanjut pada 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga stabilitas penerimaan negara, khususnya dari kelompok Wajib Pajak Besar.

Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) mengungkapkan bahwa tahun depan pihaknya tetap memprioritaskan penagihan kepada 35 wajib pajak yang termasuk dalam daftar penunggak terbesar secara nasional. Langkah tersebut merupakan kelanjutan dari program pengejaran pelunasan tunggakan yang sebelumnya menyasar 200 penunggak pajak utama.

Hingga akhir tahun, total tunggakan dari 35 wajib pajak tersebut tercatat mencapai Rp7,52 triliun. Dari rangkaian penagihan yang dilakukan sejak daftar penunggak diumumkan pada Agustus 2025 hingga 12 Desember 2025, Kanwil LTO berhasil mendorong pelunasan sebesar Rp3,69 triliun, atau sekitar 49 persen dari total tunggakan.

Meski demikian, masih terdapat sisa kewajiban yang cukup besar sehingga menjadi fokus penagihan pada tahun berikutnya.

“Kanwil DJP Wajib Pajak Besar akan melanjutkan kegiatan penagihan aktif atas 35 wajib pajak penunggak terbesar nasional pada 2026,” tulis Kanwil LTO dalam keterangannya.

DJP menegaskan, seluruh proses penagihan akan ditempuh secara bertahap mulai dari pendekatan persuasif hingga tindakan aktif dengan tetap berpegangan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip profesionalitas, keadilan, akuntabilitas, dan kepastian hukum disebut menjadi landasan dalam mendorong kepatuhan pajak, terutama dari para konglomerat yang berperan besar terhadap penerimaan negara. (alf)

Kanwil DJP Perkuat Penegakan Hukum, Sita Aset Wajib Pajak dan Prioritas Lindungi Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar memperkuat langkah penegakan hukum terhadap para penunggak pajak. Sepanjang 2025, tindakan penyitaan aset mulai ditempuh setelah berbagai upaya persuasif tidak berbuah pelunasan utang.

Dalam keterangan resminya, DJP menyebut hingga 12 Desember 2025 telah dilakukan penyitaan terhadap 35 aset milik Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak. Aset yang disita meliputi satu bidang tanah, tiga kendaraan roda empat, dua unit mesin/peralatan, serta 29 rekening bank.

Sejumlah aset bernilai tinggi juga ikut masuk daftar penyitaan. Di antaranya sebidang tanah seluas 10 hektare milik salah satu Wajib Pajak di Gresik, serta peralatan teknologi informasi milik Wajib Pajak di Bali.

Tindakan tersebut dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan KPP Wajib Pajak Besar Dua, Johan Elvin Saragih, menegaskan bahwa penyitaan bukanlah langkah pertama. Menurutnya, DJP baru bertindak setelah seluruh tahapan penagihan ditempuh secara bertahap dan proporsional.

“Imbauan, panggilan, kunjungan, hingga penagihan aktif berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sudah dilakukan. Termasuk penyampaian Surat Teguran dan Surat Paksa. Karena tetap tidak dipenuhi, penyitaan akhirnya dilaksanakan,” ujar Johan, Jumat (26/12/2025).

Kanwil DJP Wajib Pajak Besar menegaskan akan terus mengedepankan pendekatan persuasif, namun siap melakukan penegakan tegas bila kewajiban tetap diabaikan. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas penerimaan negara sekaligus memastikan keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

Sebagai informasi, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Large Tax Office (LTO) menangani perusahaan skala raksasa, grup usaha, dan konglomerasi nasional yang memberi kontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Pengawasan ketat diharapkan mendorong kepatuhan dan memperkuat basis fiskal Indonesia. (alf)

Tarif Resiprokal Tetap, Indonesia Amankan Keuntungan Perdagangan dengan AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia memastikan hasil perundingan perdagangan terbaru dengan Amerika Serikat (AS) tidak mengubah skema tarif resiprokal yang selama ini telah disepakati kedua negara.

Tarif ekspor Indonesia ke pasar AS tetap berada di kisaran 19 persen, disertai pengecualian tarif untuk sejumlah komoditas unggulan nasional.

Kepastian ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, seusai bertemu dengan perwakilan United States Trade Representative (USTR), Ambassador Jameson Greer, di Washington DC, baru baru ini. Pertemuan tersebut membahas kelanjutan dokumen Agreement on Reciprocal Tariff (ART) antara Indonesia dan AS.

Menurut Airlangga, seluruh isu strategis maupun teknis yang tercantum dalam ART telah dibahas tuntas dan memperoleh kesepahaman. Tahap berikutnya memasuki proses penyelarasan bahasa hukum atau legal drafting sebelum ditandatangani secara resmi.

“Substansi sudah selesai. Tinggal dirapikan dalam legal drafting dan proses teknis lanjutan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring dari Washington DC.

Lanjutan Kesepakatan Juli

Ia menjelaskan, dokumen ART ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang dicapai pada 22 Juli lalu, ketika Indonesia berhasil menurunkan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen.

Selain penurunan tarif, Indonesia juga memperoleh fasilitas pengecualian untuk beberapa produk utama ekspor. Komoditas seperti minyak kelapa sawit, kopi, kakao, teh, dan sejumlah produk lain mendapatkan ruang tarif yang lebih kompetitif di pasar AS.

“Amerika Serikat memberikan pengecualian untuk beberapa produk unggulan kita, termasuk minyak sawit, kopi, dan teh,” kata Airlangga.

Airlangga menegaskan, hasil negosiasi ini tidak hanya memperkuat posisi dagang Indonesia, tetapi juga memberi dampak langsung ke sektor industri dalam negeri khususnya industri padat karya.

Sektor-sektor tersebut menyerap sekitar 5 juta pekerja, sehingga keberlanjutan akses pasar dan kepastian tarif dinilai penting untuk menjaga produksi, ekspor, dan stabilitas lapangan kerja. (alf)

Eksplorasi Migas Digenjot, Pemerintah Incar Dampak ke Penerimaan Negara dan Ketahanan Fiskal

IKPI, Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempercepat eksplorasi hulu minyak dan gas bumi (migas) untuk memperkuat ketahanan energi sekaligus memperluas basis penerimaan negara. Pemerintah, Senin (22/12/2025), resmi membuka Lelang Wilayah Kerja (WK) Migas Tahap III Tahun 2025 yang menawarkan delapan blok potensial, sekaligus mengumumkan pemenang WK Gagah dari Penawaran Langsung Tahap II.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa sejumlah penyempurnaan kontrak dilakukan bukan hanya untuk menarik investor, tetapi juga memastikan bagi hasil dan penerimaan negara tetap optimal.

Pemerintah memberikan fleksibilitas lebih besar dalam skema kontrak: bagi hasil kontraktor bisa mencapai 50% sesuai profil risiko, Domestic Market Obligation (DMO) dihitung 100% dengan mengacu pada Indonesian Crude Price (ICP), serta tidak ada batasan cost recovery. Kontraktor juga dapat memilih skema cost recovery atau gross split.

Menurut Laode, fleksibilitas ini diharapkan mempercepat investasi eksplorasi, sehingga produksi migas meningkat dan pada akhirnya memperkuat penerimaan negara — baik melalui bagi hasil migas, PPh badan, hingga penerimaan daerah penghasil.

Delapan WK Ditawarkan, Potensi Sumber Daya Besar

Tiga wilayah kerja ditawarkan melalui Penawaran Langsung:

• WK Tapah (Sumatera Selatan & Jambi)

439,5 juta barel minyak dan 23 BSCF gas.

• WK Nawasena (Jawa Timur – darat & lepas pantai)

Sekitar 1.313 BCF gas.

• WK Mabelo (Sulawesi Tenggara)

282 juta barel minyak.

Sementara lima WK lainnya masuk Lelang Reguler:

• Arwana III – Laut Natuna

• Tuah Tanah – Sumatera Utara & Riau (sekitar 52,51 juta barel minyak)

• Rangkas – Banten & Jawa Barat (874 juta barel minyak atau 789 BCF gas)

• Akimeugah I – Papua Selatan

• Akimeugah II – Papua Pegunungan

Dua blok terakhir masuk kategori frontier dengan potensi raksasa hingga 15 miliar barel ekuivalen minyak — jika berhasil dikembangkan, akan menjadi sumber penerimaan jangka panjang bagi APBN maupun APBD.

Mekanisme Lelang Daring, Transparansi Penerimaan Diharapkan Terjaga

Dokumen lelang dibuka mulai 22 Desember 2025.

Untuk Penawaran Langsung, akses ditutup 3 Februari 2026 dan berkas terakhir diterima 5 Februari 2026.

Adapun Lelang Reguler dibuka hingga 17 April 2026, dengan batas akhir penyampaian dokumen 21 April 2026. Seluruh proses dilakukan daring melalui situs resmi ESDM — langkah yang diharapkan memperkuat transparansi proses sekaligus akurasi perhitungan penerimaan negara.

PT Proteknik Utama Menang WK Gagah, Setoran Awal ke Negara Disiapkan

Pemerintah juga menetapkan PT Proteknik Utama sebagai pemenang WK Gagah di Sumatera Selatan. Wilayah kerja ini diperkirakan menyimpan 173 juta barel minyak atau sekitar 1,1 TCF gas.

Sebagai pemenang, perusahaan wajib:

• membayar Bonus Tanda Tangan sebesar USD300.000, dan

• melaksanakan Komitmen Pasti tiga tahun pertama senilai USD4,25 juta untuk studi G&G dan survei seismik.

Bonus tanda tangan langsung masuk kas negara, sementara aktivitas eksplorasi diharapkan membuka peluang lanjutan bagi penerimaan pajak, royalti, dan bagi hasil migas.

Laode mengingatkan agar komitmen segera dijalankan.

“Kami berharap pemenang bergerak cepat, menuntaskan Kontrak Kerja Sama, dan memberi kontribusi nyata bagi keamanan energi dan penerimaan negara,” ujarnya. (alf)

Dorong Ekonomi dengan Potong Pajak, Jepang Ambil Risiko Besar

IKPI, Jakarta: Pemerintah Jepang menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonominya dan memilih langkah berani: memangkas pajak sekaligus menggelontorkan stimulus besar untuk menghidupkan kembali konsumsi dan investasi. Strategi ini diharapkan mampu menjaga momentum ekonomi, tetapi sekaligus meningkatkan risiko terhadap posisi fiskal negara.

Proyeksi terbaru yang disusun di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sanae Takaichi menunjukkan ekonomi Jepang diperkirakan tumbuh 1,1% pada tahun fiskal berjalan, lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya 0,7%. Pada tahun fiskal 2026, laju pertumbuhan diproyeksikan meningkat menjadi 1,3%.

Dikutip dari Reuters, Kamis (25/12/2025) Pemerintah Jepang menempatkan pemotongan pajak sebagai salah satu instrumen utama. Beban pajak yang lebih ringan diharapkan membuat daya beli rumah tangga membaik, sementara pelaku usaha terdorong menambah investasi.

Konsumsi rumah tangga diperkirakan naik 1,3% pada tahun fiskal berikutnya, terbantu pengurangan pajak dan inflasi yang lebih moderat. Di saat yang sama, belanja modal diproyeksikan tumbuh 2,8%, lebih cepat dibandingkan tahun ini, didorong kombinasi insentif pajak dan subsidi untuk sektor teknologi, manajemen krisis, dan industri yang berorientasi pertumbuhan.

Kebijakan tersebut berjalan seiring paket stimulus senilai 21,3 triliun yen yang diumumkan pada November. Program itu mencakup bantuan untuk keluarga dengan anak, subsidi tagihan utilitas, serta dukungan fiskal bagi infrastruktur, kecerdasan buatan, dan industri semikonduktor.

Namun, di balik optimisme tersebut, pemerintah sadar ada konsekuensi. Pemotongan pajak berpotensi menekan penerimaan negara, sementara belanja pemerintah terus meningkat. Kondisi ini bisa memperlebar defisit dan menambah kebutuhan pembiayaan utang situasi yang mulai dicermati pasar keuangan melalui kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah.

Dengan kata lain, Jepang memilih mengambil risiko besar: menurunkan pajak hari ini demi memacu ekonomi, dengan harapan pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan mampu memulihkan penerimaan dan menstabilkan keuangan publik. (alf)

id_ID