Asosiasi Tekstil Minta Pemerintah Perjuangkan Tarif Ekspor Lebih Ringan ke AS

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong pemerintah agar negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS) tidak hanya menguntungkan komoditas berbasis sumber daya alam, tetapi juga memberi napas lega bagi industri garmen dan tekstil. Organisasi ini berharap tarif untuk sektor padat karya tersebut bisa ditekan hingga di bawah 19 persen, bahkan jika memungkinkan menjadi nol persen.

Pembahasan tarif resiprokal Indonesia–AS dikabarkan hampir selesai. Namun dalam rancangan yang beredar, fasilitas tarif nol persen hanya diberikan pada komoditas tropis, sedangkan produk manufaktur masih akan dikenakan bea masuk tinggi.

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/12/2025) mengingatkan, pemerintah memiliki tanggung jawab menjaga keberlangsungan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja.

Menurutnya, jika hanya sektor agro yang mendapat perlindungan tarif, sementara industri padat karya tetap menanggung beban besar, tujuan pembangunan tidak akan tercapai secara merata.

Jemmy menilai momentum pemerintahan Presiden Prabowo Subianto seharusnya dimanfaatkan untuk memperkuat daya saing industri. Pasar AS yang selama ini menjadi tujuan ekspor utama tekstil nasional, kata dia, semestinya diperlakukan sebagai prioritas.

Bersaing di Tengah Biaya Produksi yang Mahal

API mencermati bahwa tarif AS untuk produk tekstil Indonesia saat ini setara 19 persen. Angka itu mirip dengan Kamboja, Malaysia, dan Thailand; sementara Vietnam berada di kisaran 20 persen, dan Laos serta Myanmar jauh lebih tinggi.

Walau kebijakan tarif resiprokal AS terlihat memberikan sedikit kelonggaran, faktanya pelaku usaha Indonesia masih menghadapi biaya lain yang tidak kecil: logistik yang mahal, harga energi yang tinggi, kenaikan upah, hingga bunga kredit perbankan.

Kondisi tersebut membuat biaya produksi nasional masih kalah kompetitif dibandingkan sejumlah negara pesaing di Asia.

Usulkan Skema Imbal Balik Kapas AS

Sebagai solusi, API mengajukan skema kerja sama: Indonesia meningkatkan impor kapas dari AS, lalu produk yang berbahan baku tersebut ketika diekspor kembali ke pasar AS memperoleh tarif preferensial.

Melalui skema ini, API berharap tarif ekspor untuk garmen dan tekstil bisa ditekan signifikan, sekaligus mendorong investasi, menjaga lapangan kerja, dan menambah penerimaan negara.

Jemmy menegaskan, perjuangan ini bukan semata-mata untuk kepentingan pelaku usaha, melainkan untuk memastikan jutaan pekerja di sektor tekstil tetap terlindungi. (alf)

MA Keluarkan PERMA 3/2025: Atur Lengkap Cara Menangani Perkara Pidana Pajak

IKPI, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) resmi menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2025 tentang pedoman penanganan perkara tindak pidana perpajakan. Aturan ini diteken pada 10 Desember 2025 dan mulai berlaku 23 Desember 2025.

Kehadiran PERMA ini dimaksudkan untuk menyatukan pola penanganan perkara pajak pidana di seluruh pengadilan, menghindari perbedaan tafsir antar hakim, sekaligus memastikan kerugian negara bisa dipulihkan secara maksimal.

Siapa Bisa Dimintai Pertanggungjawaban?

PERMA 3/2025 menegaskan bahwa orang pribadi maupun korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban bila terlibat dalam tindak pidana pajak — baik karena sengaja maupun lalai.

Tanggung jawab pidana dapat dikenakan kepada:

• pihak yang menyuruh atau ikut melakukan,

• pihak yang membantu atau menganjurkan,

• serta pihak yang menikmati manfaat dari kejahatan pajak.

Untuk korporasi, tanggung jawab tidak hanya berhenti pada direksi. Pengendali, pemilik manfaat, hingga pihak yang tidak tercatat dalam struktur tetapi memiliki kendali nyata juga bisa dimintai pertanggungjawaban. Bahkan, korporasi tetap dapat diproses meski pengurusnya sudah berhenti, pailit, atau perusahaan dibubarkan. Penjatuhan hukuman dilakukan sesuai porsi peran masing-masing.

Administratif Tidak Jadi Tahap Wajib Sebelum Pidana

Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah pemisahan yang tegas antara pelanggaran administratif dan pidana.

Artinya:

• pelanggaran kewajiban administrasi → diselesaikan secara administrasi,

• tindak pidana perpajakan → langsung diproses secara pidana.

Pemeriksaan bukti permulaan tidak dianggap tindakan paksa selama ada persetujuan pihak yang diperiksa. Namun bila wajib pajak menolak, pemeriksa dapat menyimpulkan sudah ada bukti permulaan yang cukup dan perkara dapat naik ke penyidikan.

Pemblokiran dan Penyitaan Aset Dipertegas

Penyidik diberi ruang untuk memblokir dan menyita aset dalam rangka pembuktian maupun pemulihan kerugian negara.

• Untuk pembuktian, penyitaan bisa dilakukan meskipun belum ada tersangka.

• Untuk pemulihan, penyitaan dilakukan setelah ada penetapan tersangka.

Langkah ini ditujukan agar aset terkait perkara tidak berpindah tangan atau hilang sebelum proses hukum selesai.

Masih Bisa Bayar Pajak Saat Proses Berjalan

Terdakwa tetap diperbolehkan melunasi pokok pajak dan sanksi administratif pada beberapa tahapan, mulai dari penyidikan hingga sebelum putusan dibacakan.

Namun, ketika hakim menyatakan bersalah, pidana denda tetap dijatuhkan, dan jumlahnya akan diperhitungkan dengan pembayaran yang sudah dilakukan.

Denda Tidak Bisa Diganti Kurungan

PERMA 3/2025 menegaskan bahwa denda dalam perkara pajak wajib dibayar dan tidak bisa diganti hukuman kurungan. Jika denda tidak dibayar dalam 1 bulan setelah putusan, jaksa dapat menyita dan melelang harta terpidana.

Aturan Transisi

Aturan-aturan lama MA terkait pidana pajak masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PERMA baru ini. Sementara perkara yang sudah berjalan tetap diselesaikan berdasarkan ketentuan sebelumnya sampai berkekuatan hukum tetap. (alf)

Kadin DKI: Bea Cukai Soekarno-Hatta Jadi Penentu Kelancaran Ekspor-Impor

IKPI, Jaarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menilai peran Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta kian strategis sebagai penggerak arus ekspor-impor nasional sekaligus penjaga kelancaran sistem logistik Indonesia.

Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi, menegaskan bahwa dunia usaha sangat bergantung pada kualitas pelayanan kepabeanan di pintu gerbang udara terbesar di Tanah Air tersebut.

“Bea Cukai Soekarno-Hatta memegang posisi krusial bagi pelaku ekspor dan impor yang membutuhkan kecepatan layanan, kepastian prosedur, serta kepatuhan terhadap regulasi,” ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Diana, fungsi Bea Cukai di Soekarno-Hatta tidak hanya mengumpulkan penerimaan negara, tetapi juga menjadi fasilitator perdagangan dan pelindung industri. Peran itu dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis, baik yang menyasar pasar domestik maupun internasional.

Ia menambahkan, setiap langkah perbaikan layanan kepabeanan di bandara tersebut akan langsung berdampak pada rantai pasok, biaya logistik, hingga daya saing perusahaan.

Kadin DKI mencatat, meningkatnya volume perdagangan global, perubahan regulasi internasional, serta tuntutan efisiensi biaya dan waktu menjadi tantangan yang harus dijawab melalui sistem yang semakin andal dan konsisten.

“Penguatan teknologi, kepastian kebijakan, dan kolaborasi yang nyata antara pemerintah dan dunia usaha adalah kunci agar arus barang tetap lancar,” ujar Diana.

Instrumen Kedaulatan Ekonomi

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Bidang Transportasi, Logistik, dan Kepelabuhanan, Adrian Dwitomo, menekankan bahwa Bea Cukai tidak semestinya dipandang sebatas institusi administratif.

“Bea cukai adalah instrumen negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi. Tantangan kinerja harus dijawab lewat digitalisasi, perbaikan sistem, dan sinergi dengan pelaku usaha bukan dengan mengalihkan fungsi strategis ke pihak lain,” tegasnya.

Adrian menilai masih banyak pekerjaan yang perlu diprioritaskan, mulai dari penyempurnaan fasilitas kepabeanan, perlindungan industri nasional, peningkatan iklim investasi, hingga edukasi berkelanjutan bagi pelaku usaha mengenai aturan kepabeanan.

Dorong Layanan yang Lebih Efisien

Kadin DKI Jakarta menyatakan siap memperkuat kerja sama dengan pemerintah dan Bea Cukai melalui dialog rutin serta pemberian masukan dari dunia usaha.

Upaya tersebut diharapkan mampu menghadirkan layanan yang lebih efisien, transparan, dan berdaya saing sekaligus memperkuat posisi Jakarta sebagai pusat perdagangan dan logistik nasional.

“Logistik yang kuat lahir dari kolaborasi, bukan saling menyalahkan. Ketika Bea Cukai solid dan didukung dunia usaha, ekonomi nasional akan bergerak lebih cepat,” kata Adrian. (alf)

Pajak Kripto Tembus Rp1,55 Triliun, Jadi Penopang Baru Penerimaan Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari transaksi aset kripto terus menunjukkan tren positif. Sejak pertama kali dipungut pada 2022 hingga akhir November 2025, totalnya sudah mencapai sekitar Rp1,55 triliun.

Angka tersebut memberi kontribusi sekitar 4,06% terhadap keseluruhan penerimaan pajak sektor ekonomi digital sejak 2020, yang kini telah menembus Rp44,55 triliun.

“Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp1,81 triliun sampai dengan November 2025,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan resmi, Senin (29/12/2025).

Naik–turun, lalu melesat

Jika dirinci per tahun, penerimaan pajak kripto mencerminkan dinamika pasar aset digital:

• 2022 (tahun pertama pemungutan): Rp246,4 miliar

• 2023: turun menjadi Rp220,8 miliar

• 2024: melonjak ke Rp620,4 miliar

• 2025: kembali meningkat menjadi Rp719,6 miliar

Lompatan pada dua tahun terakhir menunjukkan aktivitas transaksi kripto yang kembali bergairah, seiring penyesuaian kebijakan dan membaiknya minat investor.

Payung hukum dan skema pungutan

Penguatan pajak kripto berawal dari PMK No. 68/PMK.03/2022, yang menjadi tonggak pertama pengenaan pajak atas transaksi aset digital tersebut.

Saat ini, penerimaan pajak kripto terdiri dari:

• PPh Pasal 22 Final: Rp730,41 miliar

• PPN Dalam Negeri: Rp819,94 miliar

Selanjutnya, pemerintah memperbarui kebijakan melalui PMK No. 50 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut perubahan status aset kripto dalam UU P2SK, dari komoditas menjadi aset keuangan digital.

Melalui aturan baru tersebut, tarif PPh Pasal 22 Final ditetapkan 0,21% untuk transaksi melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri, dan 1% untuk transaksi yang dilakukan lewat PPMSE luar negeri.

Konsisten memberi kontribusi

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, sebelumnya menyebut penerimaan pajak kripto rata-rata sudah berada di kisaran Rp500–600 miliar per tahun sejak kebijakan diberlakukan.

Menurutnya, tren tersebut menegaskan bahwa regulasi pajak kripto tidak hanya memperluas basis pajak, tetapi juga memberi kepastian bagi pelaku pasar.

“Dalam dua hingga tiga tahun sejak pengenalan, penerimaan terus tumbuh,” ujarnya.

Meski kontribusinya masih relatif kecil dibanding sektor lain, pajak kripto kini menjadi salah satu sumber baru penerimaan negara dari ekonomi digital.

Tantangannya ke depan adalah memastikan kepatuhan pelaku transaksi, sinkronisasi data dengan platform perdagangan, serta menjaga keseimbangan antara perlindungan investor dan keberlanjutan penerimaan negara. (alf)

Tiga Pemain Baru Masuk Daftar Pemungut PPN Digital, Total Penunjukan DJP Capai 254 Perusahaan

IKPI, Jakarta: Upaya pemerintah memperkuat penerimaan pajak di sektor digital kembali bertambah kuat. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi menunjuk tiga perusahaan baru sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Ketiga perusahaan tersebut adalah:

• International Bureau of Fiscal Documentation

• Bespin Global

• OpenAI OpCo LLC

Dengan penunjukan ini, jumlah pemungut PPN PMSE yang terdaftar hingga November 2025 meningkat menjadi 254 perusahaan. Namun, DJP juga melakukan penataan data dengan mencabut penunjukan Amazon Services Europe S.a.r.l.

“Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan satu pencabutan data pemungut PPN PMSE,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, Senin (29/12/2025).

Ekosistem Digital Kian Tertib Pajak

DJP menilai, bertambahnya penunjukan menunjukkan makin luasnya kepatuhan pelaku usaha digital global terhadap ketentuan perpajakan di Indonesia.

Dari seluruh pemungut yang telah ditunjuk, 215 perusahaan telah aktif memungut dan menyetor PPN PMSE. Hingga November 2025, total setoran mencapai Rp34,54 triliun, dengan tren meningkat setiap tahun.

Penambahan pemungut PPN PMSE ini juga berkontribusi pada total penerimaan pajak ekonomi digital yang menembus Rp44,55 triliun, termasuk pajak kripto, pajak fintech, dan pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Rosmauli menegaskan, kebijakan ini bukan semata menambah daftar perusahaan, tetapi memastikan aktivitas perdagangan digital di Indonesia berjalan adil dan setara dengan sektor konvensional.

“Realisasi penerimaan pajak digital yang mencapai Rp44,55 triliun mencerminkan semakin besarnya kontribusi ekonomi digital terhadap penerimaan negara,” ujarnya. (alf)

Pajak Ekonomi Digital Tembus Rp 44,55 Triliun, Lampaui Setoran Tahun Lalu

IKPI, Jakarta: Kontribusi ekonomi digital terhadap kantong negara terus menanjak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan, hingga 30 November 2025, penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 44,55 triliun jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi sepanjang 2024 yang sebesar Rp 32,32 triliun.

Lonjakan tersebut terutama ditopang oleh beberapa pos pajak. Penerimaan terbesar datang dari pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik (PPN PMSE) yang menembus Rp 34,54 triliun. Di bawahnya menyusul pajak atas aset kripto sebesar Rp 1,81 triliun, serta pajak fintech (peer to peer lending) yang mencapai Rp 4,27 triliun. Adapun pajak yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) menyumbang tambahan Rp 3,94 triliun.

“Capaian ini menggambarkan kian besarnya peran ekonomi digital dalam menopang penerimaan negara,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan resmi, Senin (29/12/2025).

254 Perusahaan Jadi Pemungut PPN PMSE

Pemerintah hingga kini telah menunjuk 254 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Pada November 2025, tiga entitas kembali ditambahkan ke daftar, yakni International Bureau of Fiscal Documentation, Bespin Global, serta OpenAI OpCo, LLC. Di saat yang sama, penunjukan terhadap Amazon Services Europe S.a.r.l dicabut.

Dari seluruh pemungut yang telah ditetapkan, 215 perusahaan tercatat aktif memungut dan menyetor PPN PMSE. Total setoran sejak kebijakan ini berjalan mencapai Rp 34,54 triliun, dengan rincian:

• 2020: Rp 731,4 miliar

• 2021: Rp 3,9 triliun

• 2022: Rp 5,51 triliun

• 2023: Rp 6,76 triliun

• 2024: Rp 8,44 triliun

• 2025 (hingga November): Rp 9,19 triliun

Menurut Rosmauli, penunjukan pemungut dari perusahaan berbasis artificial intelligence (AI) menegaskan bahwa transformasi digital tidak hanya mendorong aktivitas ekonomi, tetapi juga memberi nilai tambah bagi penerimaan negara.

Pajak Kripto dan Fintech Terus Menguat

Di sisi lain, pajak dari transaksi aset kripto hingga November 2025 telah mengumpulkan Rp 1,81 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari:

• 2022: Rp 246,45 miliar

• 2023: Rp 220,83 miliar

• 2024: Rp 620,4 miliar

• 2025: Rp 719,61 miliar

Struktur penerimaannya terdiri atas PPh Pasal 22 sebesar Rp 932,06 miliar, dan PPN Dalam Negeri sebesar Rp 875,23 miliar.

Pajak dari sektor fintech tidak kalah signifikan. Hingga November 2025, setoran pajak fintech membukukan Rp 4,27 triliun, terdiri atas:

• 2022: Rp 446,39 miliar

• 2023: Rp 1,11 triliun

• 2024: Rp 1,48 triliun

• 2025: Rp 1,24 triliun

Penerimaan tersebut mencakup PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman untuk WPDN dan BUT sebesar Rp 1,17 triliun, PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman untuk WPLN sebesar Rp 724,5 miliar, serta PPN Dalam Negeri dari setoran masa sebesar Rp 2,37 triliun.

Kontribusi Tambahan dari Pajak SIPP

Pelengkap lain berasal dari pajak yang dipungut lewat Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP), dengan realisasi Rp 3,94 triliun hingga November 2025. Angka tersebut berasal dari:

• 2022: Rp 402,38 miliar

• 2023: Rp 1,12 triliun

• 2024: Rp 1,33 triliun

• 2025: Rp 1,09 triliun

Struktur Pajak SIPP tersebut terdiri atas PPh Pasal 22 sebesar Rp 284,42 miliar dan PPN sebesar Rp 3,65 triliun.

Rangkaian capaian ini menunjukkan bahwa penguatan ekosistem digital mulai dari perdagangan daring, layanan keuangan berbasis teknologi, hingga aset kripto semakin memberi dampak nyata terhadap penerimaan negara. Ke depan, optimalisasi regulasi sekaligus peningkatan kepatuhan diharapkan dapat menjaga tren pertumbuhan tersebut tetap berkelanjutan. (alf)

Jepang Bakal Naikkan Pajak Turis Tiga Kali Lipat Mulai 2026

IKPI, Jakarta: Pemerintah Jepang berencana menaikkan pajak yang dikenakan kepada seluruh wisatawan mancanegara mulai Juli 2026. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk memperkuat penerimaan negara sekaligus mengatasi tekanan fiskal yang terus meningkat.

Mengutip laporan sejumlah media Jepang, kebijakan tersebut nantinya juga akan dibarengi dengan rencana penambahan biaya pemeriksaan masuk pada periode berikutnya. Kebijakan ini mencuat seiring kabinet yang dipimpin Perdana Menteri Sanae Takahashi tengah menyiapkan anggaran terbesar dalam sejarah Jepang untuk tahun fiskal 2026, sementara beban utang nasional terus menanjak.

Saat ini, wisatawan yang keluar dari Jepang dikenakan pajak keberangkatan sebesar 1.000 yen per orang. Mulai 2026, jumlah itu diproyeksikan melonjak menjadi 3.000 yen, atau naik tiga kali lipat. Dengan kenaikan tersebut, pemerintah memperkirakan pemasukan bisa meningkat hingga 130 miliar yen pada tahun fiskal 2026–2027.

Pajak ini berlaku bagi semua penumpang berusia dua tahun ke atas yang meninggalkan Jepang melalui bandara maupun pelabuhan. Biaya akan otomatis masuk ke dalam harga tiket. Pengecualian hanya diberikan untuk awak kapal serta penumpang transit yang melanjutkan penerbangan dalam waktu 24 jam.

Pemerintah menegaskan, tambahan dana dari pajak turis akan diarahkan untuk membiayai berbagai kebutuhan sektor pariwisata: mulai dari peningkatan infrastruktur perjalanan, promosi destinasi di daerah, pengelolaan sampah di kawasan wisata, hingga upaya mengurangi kemacetan.

Di sisi lain, kebijakan ini juga dipandang sebagai cara Jepang menghadapi fenomena overtourism lonjakan kunjungan wisata yang kerap menimbulkan tekanan pada lingkungan, transportasi publik, dan warga setempat. (alf)

Insentif Fiskal Jadi Pemicu Daerah Percepat Realisasi APBD

IKPI, Jakarta: Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendorong percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui skema insentif fiskal. Strategi ini diharapkan mampu memperkuat kinerja ekonomi daerah, sekaligus menjawab tantangan pengelolaan Transfer ke Daerah (TKD) yang semakin ketat.

Sejumlah pengamat menilai langkah tersebut berada di jalur tepat. Analis politik dari Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menilai pemberian insentif dapat mendorong pemerintah daerah lebih serius mengelola APBD secara efektif.

Menurut Karyono, kompetisi antardaerah akan tumbuh secara sehat ketika kinerja diberi penghargaan. Namun, ia mengingatkan agar penilaian tidak sekadar menitikberatkan pada angka serapan anggaran.

“Serapan tinggi belum tentu identik dengan keberhasilan. Kualitas belanja dan manfaat bagi publik harus menjadi indikator utama,” ujarnya.

Pendapat serupa disampaikan dosen Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh. Ia menilai kebijakan insentif fiskal merupakan respons rasional terhadap potensi perlambatan ekonomi. Namun ia menekankan, dorongan mempercepat belanja harus diimbangi perencanaan yang matang.

Ricky menilai, tekanan mengejar realisasi pada akhir tahun sering memunculkan belanja yang dipaksakan.

“APBD bisa saja terserap 95–100 persen, tetapi persoalan kemiskinan dan pengangguran tidak otomatis selesai,” kata Ricky.

Sebelumnya, Tito mengingatkan kepala daerah agar memaksimalkan realisasi pendapatan dan belanja hingga penutupan tahun anggaran 31 Desember 2025. Pemerintah menyiapkan insentif fiskal sebesar Rp1 triliun bagi daerah dengan kinerja terbaik, salah satunya dilihat dari kualitas pengelolaan APBD.

Ia menyebutkan, kemungkinan akan dipilih dua provinsi, dua kota, dan lima kabupaten sebagai penerima penghargaan pada Januari mendatang.

“Masih ada waktu untuk menggenjot pendapatan dan belanja. Ini bukan sekadar mengejar angka, tetapi memastikan ekonomi daerah bergerak,” ujar Tito dalam rapat evaluasi APBD yang digelar secara virtual dari Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.

Mendagri juga menegaskan pentingnya keseimbangan antara pendapatan dan belanja agar defisit dapat dihindari dan roda ekonomi tetap berputar. Pada Januari, seluruh kepala daerah akan dikumpulkan, dan penghargaan rencananya akan diberikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. (alf)

Insentif Fiskal Jadi Pemicu Daerah Percepat Realisasi APBD

IKPI, Jakarta: Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendorong percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui skema insentif fiskal. Strategi ini diharapkan mampu memperkuat kinerja ekonomi daerah, sekaligus menjawab tantangan pengelolaan Transfer ke Daerah (TKD) yang semakin ketat.

Sejumlah pengamat menilai langkah tersebut berada di jalur tepat. Analis politik dari Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menilai pemberian insentif dapat mendorong pemerintah daerah lebih serius mengelola APBD secara efektif.

Menurut Karyono, kompetisi antardaerah akan tumbuh secara sehat ketika kinerja diberi penghargaan. Namun, ia mengingatkan agar penilaian tidak sekadar menitikberatkan pada angka serapan anggaran.

“Serapan tinggi belum tentu identik dengan keberhasilan. Kualitas belanja dan manfaat bagi publik harus menjadi indikator utama,” ujarnya.

Pendapat serupa disampaikan dosen Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh. Ia menilai kebijakan insentif fiskal merupakan respons rasional terhadap potensi perlambatan ekonomi. Namun ia menekankan, dorongan mempercepat belanja harus diimbangi perencanaan yang matang.

Ricky menilai, tekanan mengejar realisasi pada akhir tahun sering memunculkan belanja yang dipaksakan.

“APBD bisa saja terserap 95–100 persen, tetapi persoalan kemiskinan dan pengangguran tidak otomatis selesai,” kata Ricky.

Sebelumnya, Tito mengingatkan kepala daerah agar memaksimalkan realisasi pendapatan dan belanja hingga penutupan tahun anggaran 31 Desember 2025. Pemerintah menyiapkan insentif fiskal sebesar Rp1 triliun bagi daerah dengan kinerja terbaik, salah satunya dilihat dari kualitas pengelolaan APBD.

Ia menyebutkan, kemungkinan akan dipilih dua provinsi, dua kota, dan lima kabupaten sebagai penerima penghargaan pada Januari mendatang.

“Masih ada waktu untuk menggenjot pendapatan dan belanja. Ini bukan sekadar mengejar angka, tetapi memastikan ekonomi daerah bergerak,” ujar Tito dalam rapat evaluasi APBD yang digelar secara virtual dari Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.

Mendagri juga menegaskan pentingnya keseimbangan antara pendapatan dan belanja agar defisit dapat dihindari dan roda ekonomi tetap berputar. Pada Januari, seluruh kepala daerah akan dikumpulkan, dan penghargaan rencananya akan diberikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. (alf)

China Siapkan Kebijakan Fiskal Lebih Agresif pada 2026, Dorong Konsumsi dan Inovasi

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan China menyatakan akan menempuh kebijakan fiskal yang lebih proaktif pada 2026 guna menjaga momentum pemulihan ekonomi. Fokus utama diarahkan pada penguatan permintaan dalam negeri, percepatan inovasi teknologi, serta perluasan jaring pengaman sosial bagi masyarakat.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah pertemuan dua hari yang membahas arah kebijakan ekonomi tahun depan. Di tengah tuntutan mitra dagang agar China tidak terlalu bergantung pada ekspor, Beijing kini berupaya memulihkan kepercayaan domestik yang sempat tertekan oleh krisis properti berkepanjangan.

Pemerintah menegaskan akan mendorong konsumsi serta memperluas investasi pada sektor-sektor produktif baru. Pengembangan kualitas sumber daya manusia disebut menjadi salah satu prioritas, seiring upaya menciptakan “mesin pertumbuhan” baru melalui riset dan inovasi.

Pada aspek sosial, otoritas berencana memperkuat sistem jaminan sosial, termasuk peningkatan akses layanan kesehatan dan pendidikan. Agenda lain mencakup integrasi pembangunan kota dan desa, serta percepatan transisi menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Sejumlah analis memperkirakan, China akan tetap menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% pada 2026. Untuk mencapai sasaran tersebut, ruang kebijakan fiskal dan moneter diperkirakan masih akan dimanfaatkan guna meredam tekanan deflasi dan menjaga aktivitas ekonomi.

Sebelumnya, para pemimpin China telah menggarisbawahi komitmen untuk mempertahankan kebijakan fiskal yang proaktif, dengan harapan konsumsi dan investasi dapat terus terjaga dan menopang laju pertumbuhan. (alf)

id_ID