Gaikindo Soroti Pajak Tinggi Biang Lesunya Penjualan Mobil di Indonesia

IKPI, Jakarta: Lesunya penjualan mobil di pasar domestik mendapat sorotan tajam dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menilai tingginya beban pajak kendaraan menjadi salah satu penyebab utama stagnasi industri otomotif nasional.

Berbicara dalam Dialog Industri Otomotif Nasional yang digelar di sela GIIAS 2025, Kamis (31/7/2025), Kukuh mengungkapkan bahwa tarif pajak kendaraan di Indonesia tergolong paling tinggi di kawasan Asia Tenggara.

“Saya pernah hadir di seminar otomotif di Vietnam, bahkan delegasi dari Amerika menyebut pajak kendaraan tertinggi ada di Indonesia. Kita bandingkan, Toyota Avanza buatan dalam negeri dikenakan pajak tahunan sampai Rp5 juta, sedangkan di Malaysia hanya sekitar Rp500 ribu untuk produk yang sama,” ujar Kukuh.

Menurutnya, beban pajak tinggi ini muncul karena kendaraan pribadi masih dikategorikan sebagai barang mewah sehingga terimbas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Akibatnya, harga kendaraan pun melambung dan tak sebanding dengan daya beli masyarakat.

“Orang ingin punya mobil, tapi harganya makin tak terjangkau. Tahun lalu saja penjualan mobil turun jadi 865 ribu unit. Kalau situasi ini dibiarkan, bukan cuma pabrikan yang terdampak, tapi juga para pemasok di tingkat pertama hingga ketiga. Kita bicara efek domino, sampai ke potensi PHK,” tegasnya.

Kondisi ini membuat Indonesia kehilangan keunggulan kompetitif di kawasan. Meskipun masih menempati posisi teratas dalam volume penjualan kendaraan di ASEAN, pangsa pasar domestik Indonesia kini turun dari lebih dari 30% menjadi 25%.

“Biasanya Indonesia, Thailand, dan Malaysia bersaing ketat. Tapi kini Malaysia mulai naik kelas, sementara Thailand justru turun drastis ke posisi tiga dengan penjualan hanya 500 ribu unit,” kata Kukuh.

Tak hanya soal pajak, Kukuh juga menyoroti ketimpangan antara pertumbuhan pendapatan masyarakat dan kenaikan harga kendaraan. Menurutnya, kelompok menengah yang menjadi tulang punggung pasar otomotif hanya mengalami peningkatan penghasilan sekitar 3% per tahun, sedangkan harga mobil yang banyak diminati melonjak hingga 7,5% per tahun.

“Ada gap yang terus melebar. Kalau tidak segera direspons, industri otomotif kita sulit bersaing. Sekarang waktunya berkompetisi sehat, tawarkan fitur terbaik dengan harga yang rasional,” pungkasnya.

Industri otomotif menjadi salah satu sektor strategis karena menyerap jutaan tenaga kerja dan menyumbang signifikan terhadap PDB nasional. Oleh karena itu, Gaikindo mendorong evaluasi ulang terhadap kebijakan fiskal yang membebani pembelian kendaraan, agar pasar kembali menggeliat dan industri nasional tetap bertumbuh. (alf)

 

Ketum IKPI: Sektor Perumahan Kunci Pemerataan Ekonomi, UMKM Harus Melek Pajak

IKPI, Tangerang: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyatakan sektor perumahan memegang peran strategis dalam perekonomian nasional, terutama karena erat kaitannya dengan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal itu disampaikannya dalam acara “Workshop Perpajakan bagi Umum: Ekosistem Pembangunan Perumahan” yang digelar oleh Kementerian UMKM Republik Indonesia, di Kota Tangerang, Kamis (31/7/2025).

Dalam sambutannya, Vaudy juga mengapresiasi kepada jajaran pejabat yang hadir, termasuk Deputi Bidang Usaha Kecil, Kementerian UMKM Temmy Satya Permana, Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi, Kementerian UMKM Ali Manshur, dan Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro Disperindagkop Kota Tangerang, Dody Ardiansyah.

Tidak lupa, Vaudy juga memberikan apresiasi kepad Anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan Michael, serta seluruh peserta workshop yang turut berkontribusi dalam acara ini.

Lebih lanjut ia menyampaikan, keterlibatan pelaku UMKM pada sektor perumahan dimulai dari penyedia bahan bangunan, kontraktor kecil, hingga layanan desain interior dan logistik semuanya adalah bagian dari ekosistem perumahan yang membuka lapangan kerja luas dan mendorong pemerataan ekonomi.

(Foto: DOK. Sekretariat IKPI/Asih Ariyanto)

Namun, Vaudy juga menyoroti masih rendahnya pemahaman perpajakan di kalangan pelaku UMKM, khususnya di sektor perumahan. “Banyak UMKM belum mengetahui kewajiban pajak mereka secara utuh. Mereka sering dihadapkan pada tantangan administratif, rasa takut terhadap audit, hingga minimnya literasi pajak,” kata Vaudy.

Ia menekankan bahwa edukasi seperti yang diberikan dalam workshop ini sangat penting agar UMKM bisa tumbuh berkelanjutan dan berkontribusi secara formal terhadap penerimaan negara.

Workshop ini, lanjutnya, tidak hanya menjelaskan aspek teknis perpajakan, tetapi juga mengenalkan insentif yang tersedia mulai dari tarif final UMKM, fasilitas PPN tidak dipungut untuk rumah subsidi, hingga kebijakan pasca-pandemi.

Lebih jauh, Vaudy berharap kegiatan ini menjadi langkah awal dari sinergi yang lebih erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan otoritas pajak. “Perpajakan jangan dilihat sebagai beban, melainkan sebagai bentuk kontribusi dalam membangun negeri,” tegasnya.

Selain itu, ia juga mendorong para peserta untuk aktif berdiskusi dan saling berbagi praktik terbaik. “Terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara. Saya berharap workshop ini dapat memberikan manfaat nyata bagi usaha peserta sekaligus memperkuat fondasi pembangunan perumahan nasional yang inklusif dan berkeadilan,” ujarnya. (bl)

IKPI se-Sumbagsel Siap Berkontribusi Aktif dalam Rangka HUT ke-60

IKPI, Lampung: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) menyatakan komitmennya untuk terus berkontribusi aktif dalam berbagai kegiatan nasional yang digagas oleh pengurus pusat IKPI, khususnya dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 organisasi tersebut.

Ketua IKPI Sumbagsel, Nurlena, mengatakan bahwa cabang-cabang IKPI di wilayahnya siap melaksanakan berbagai program yang telah ditetapkan dalam rangkaian perayaan HUT, termasuk kegiatan sosial seperti Aksi Donor Darah.

Ia menegaskan, kegiatan ini akan digelar di kantor wilayah maupun kantor pelayanan pajak di daerah masing-masing, dengan melibatkan anggota IKPI dan mitra pemangku kepentingan.

“Kami mendukung penuh program-program yang digagas pengurus pusat. Salah satunya adalah kegiatan donor darah yang akan dilakukan serentak di berbagai daerah. Ini bentuk nyata kontribusi sosial IKPI kepada masyarakat,” ujar Nurlena, Kamis (31/7/2025).

Selain itu, IKPI Sumbagsel juga membuka pintu kolaborasi bagi mahasiswa yang menjadi peserta Lomba Cerdas Cermat Perpajakan Tingkat Nasional. Nurlena menegaskan bahwa para peserta dapat meminta bantuan seputar pembaruan regulasi perpajakan maupun pendalaman materi lainnya yang relevan dengan perlombaan.

“Kami siap memfasilitasi adik-adik mahasiswa yang ingin mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang peraturan pajak terbaru atau hal-hal teknis lainnya. Ini bagian dari komitmen kami dalam mendukung peningkatan literasi perpajakan generasi muda,” tuturnya.

Dengan semangat kolaborasi dan penguatan kapasitas daerah, IKPI Sumbagsel berharap peringatan HUT ke-60 ini tidak hanya menjadi seremoni, tetapi momentum untuk memperkuat kontribusi nyata konsultan pajak bagi pembangunan dan kesadaran pajak nasional. (bl)

Pemerintah Siapkan Skema LPG 3 Kg Satu Harga, Tekan Ketimpangan Antarwilayah

 

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan penyeragaman harga untuk gas elpiji (LPG) 3 kilogram di seluruh Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat, terutama di wilayah terpencil yang selama ini menghadapi harga jual lebih tinggi dari daerah lainnya.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Yuliot, menegaskan bahwa penetapan harga oleh pemerintah pusat menjadi kunci utama dalam menciptakan pemerataan. “Kalau ini ditetapkan oleh daerah, ya justru akan terjadi perbedaan harga. Maka kebijakan satu harga ini penting agar ada rasa keadilan di setiap wilayah,” ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Kebijakan ini juga muncul sebagai respons atas tingginya angka penyimpangan dalam penyaluran subsidi energi. Menteri Sosial Saifullah Yusuf sebelumnya mengungkapkan bahwa subsidi LPG 3 kg yang memakan anggaran hingga Rp87,6 triliun justru salah sasaran hingga 60,6 persen. Angka yang tak kalah memprihatinkan juga terjadi pada subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang salah sasaran hingga 82 persen dari total anggaran Rp26,7 triliun.

“Kalau subsidi dibiarkan terus seperti ini tanpa mekanisme pengawasan dan perbaikan distribusi, yang menikmati justru bukan masyarakat rentan yang berhak, tapi kelompok ekonomi mampu,” jelas Saifullah dalam kesempatan terpisah.

Wacana penetapan harga tunggal LPG 3 kg ini telah mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan. Selain dinilai mampu mempersempit celah permainan harga di tingkat pengecer, kebijakan tersebut juga sejalan dengan semangat pemerataan pembangunan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini akan dibarengi dengan pembenahan sistem pendataan dan distribusi, termasuk integrasi dengan data pensasaran perlindungan sosial (P3KE) agar subsidi tepat sasaran. (alf)

DJP dan APKASINDO Sepakati Penguatan Pajak Sektor Perkebunan

IKPI, Jakarta: Komitmen untuk memperkuat peran petani sawit dalam mendukung penerimaan negara resmi ditegaskan melalui penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau dan DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Riau. Penandatanganan berlangsung di Ballroom Suzuya Hotel, bersamaan dengan pelaksanaan workshop bertema “Kiat Sukses Pengelolaan Perpajakan pada Perkebunan Sawit Rakyat”, Selasa (29/7/2025).

Kerja sama strategis ini menyasar peningkatan literasi dan kepatuhan pajak di kalangan petani sawit yang kini dinilai telah mengalami transformasi signifikan dalam kapasitas ekonomi dan kelembagaan. Workshop diikuti oleh 13 koperasi, 10 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), serta perwakilan dari tiga Pabrik Kelapa Sawit (PKS) se-Kabupaten Rokan Hilir.

Tiga fokus utama dalam nota kesepakatan tersebut antara lain edukasi perpajakan, pendampingan administrasi, serta pengembangan basis data lahan sawit untuk memperkuat perluasan cakupan perpajakan berbasis data aktual.

Kepala Kanwil DJP Riau Ardiyanto Basuki menyampaikan bahwa sinergi ini menjadi titik tolak penting untuk membangun sektor agribisnis yang lebih transparan dan berkontribusi nyata pada pembangunan nasional. “Kami percaya, setiap rupiah yang Bapak/Ibu setorkan akan kembali dalam bentuk pembangunan untuk negeri ini,” ujarnya.

Sementara itu, Sekjen DPP APKASINDO Rino Afrino menegaskan pentingnya pemahaman pajak di kalangan petani. “Petani sudah naik kelas, dan tandanya petani harus paham pajak,” tegasnya.

Ketua DPW APKASINDO Riau H. Suher juga menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan DJP dan pemerintah daerah. “Ini adalah langkah menuju sektor sawit yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaya saing,” katanya.

Turut hadir dalam acara ini antara lain Sekjen DPW APKASINDO Djono A. Burhan dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Rokan Hilir Cicik Mawardi, yang mendukung penuh upaya bersama ini sebagai bagian dari penguatan ekonomi daerah berbasis partisipasi petani.

Langkah kolaboratif ini diharapkan dapat menjadi model nasional dalam integrasi antara otoritas pajak dan pelaku usaha tani, terutama di sektor unggulan seperti kelapa sawit, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Riau.

Dengan semangat “petani naik kelas”, petani sawit kini tidak hanya sebagai produsen, tetapi juga sebagai warga negara yang aktif berkontribusi dalam pembangunan Indonesia. (alf)

 

Sebanyak 65 Tim Lolos Babak Kualifikasi LCC Pajak HUT ke-60 IKPI, Panitia Apresiasi Semangat Mahasiswa se-Indonesia

IKPI, Jakarta: Sebanyak 65 tim berhasil lolos ke babak best of three dalam ajang Lomba Cerdas Cermat (LCC) Perpajakan yang digelar dalam rangka rangkaian kegiatan Puncak HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Pengumuman ini disampaikan dua hari setelah pelaksanaan babak kualifikasi yang digelar secara daring melalui Zoom Meeting pada 28 Juli 2025.

Lomba yang diikuti 382 tim mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia ini berlangsung seru dan kompetitif meskipun dilaksanakan secara online.

Wakil Ketua Panitia Bidang LCC, Seminar Nasional, dan Puncak HUT ke-60 IKPI, Yulia Yanto Anang, memberikan apresiasi tinggi atas semangat, kesiapan, dan perjuangan para peserta dalam menghadapi tantangan teknis maupun substansi materi.

“Selamat untuk 65 tim yang lolos! Ini bukan cuma soal menang, tapi bukti kerja keras, semangat belajar, dan kekompakan kalian sebagai tim. Perjalanan belum selesai, tetap semangat,” ujar Yulia.

Ia juga memotivasi peserta yang belum berhasil lolos di babak kualifikasi. “Kalian sudah berani ambil tantangan, itu luar biasa. Semoga pengalaman ini menjadi bekal berharga dalam perjalanan kalian sebagai calon profesional perpajakan,” kata Yulia, Kamis (31/7/2025).

Menurut Yulia, pelaksanaan lomba secara daring tidak menyurutkan antusiasme dan daya juang peserta. “Mereka harus menghadapi tantangan mulai dari koneksi internet, perangkat, hingga menjaga fokus dan koordinasi tim secara jarak jauh. Tapi semuanya tampil maksimal ini menunjukkan semangat kompetisi dan profesionalisme generasi muda kita,” katanya.

Diungkapkannya, babak best of three dijadwalkan berlangsung pada 11 Agustus 2025 secara daring, dengan technical meeting pada 8 Agustus 2025 sebagai persiapan penting. Di tahap ini, hanya 3 tim terbaik yang akan melaju ke babak final pada 25 Agustus 2025.

Kepada seluruh peserta yang akan bertanding di babak selanjutnya, Yulia berpesan agar tetap fokus, menjaga kekompakan, dan menjunjung tinggi sportivitas. “Jangan hanya kejar kecepatan, tapi pastikan pemahaman kalian kuat. Di dunia perpajakan, ketepatan itu kunci,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Yulia mengungkapkan rasa bangga dan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya LCC ini.

“Dukungan dari dosen pembimbing, pengurus daerah dan cabang IKPI, serta antusiasme luar biasa dari para mahasiswa, benar-benar membuat lomba ini hidup. Harapannya, LCC ini bukan hanya tempat berkompetisi, tapi jadi ajang bertumbuh, memperluas jaringan, dan membangun semangat belajar bersama,” ujarnya.

Ini daftar 65 tim yang lolos ke babak selanjutnya:

(bl)

 

INACA Desak Pemerintah Terapkan Pajak Karbon untuk Maskapai Asing yang Melintasi Udara Indonesia

IKPI, Jakarta: Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mendorong pemerintah agar segera menerapkan pajak karbon (carbon tax) bagi maskapai asing yang melintasi wilayah udara Indonesia. Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menilai langkah ini penting demi kedaulatan ruang udara nasional serta sebagai respons atas tren global penerapan pajak karbon di sektor penerbangan.

“Kalau negara lain bisa menerapkan carbon tax terhadap maskapai asing, Indonesia juga seharusnya bisa. Itu sebabnya pengelolaan ruang udara nasional harus diatur dalam Undang-Undang. Tanpa itu, kita tidak punya dasar mengenakan carbon tax kepada pesawat asing yang melintas di airspace Indonesia,” tegas Denon dalam Indonesia Aero Summit 2025, Rabu (30/7/2025).

Menurut Denon, maskapai nasional seperti Garuda Indonesia selama ini telah dikenai carbon tax saat melintas di wilayah negara-negara Eropa. Ia mencontohkan rute Jakarta–Amsterdam yang harus membayar pajak karbon per penumpang ketika pesawat memasuki kawasan udara Eropa.

“Artinya, ada biaya tambahan yang dibebankan ke maskapai kita. Sementara kita belum punya instrumen serupa untuk pesawat asing yang memanfaatkan udara kita,” ujarnya.

Dorong Regulasi dan Akselerasi SAF

Tak hanya soal pajak karbon, INACA juga mendorong percepatan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di sektor penerbangan nasional. Sustainable Aviation Fuel (SAF) dinilai menjadi kunci untuk menekan emisi sekaligus biaya operasional jangka panjang.

“Negara-negara lain sudah mulai. Singapura akan mewajibkan penggunaan SAF 1 persen mulai 2026. Sementara Indonesia baru merencanakan pencampuran SAF 3 persen di tahun yang sama,” jelas Denon.

Ia menekankan pentingnya langkah konkret untuk mengejar target net zero carbon yang kini ditetapkan Indonesia pada 2060. Salah satunya dengan mendorong penggunaan minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) sebagai bahan baku bioavtur, yang dinilai lebih ekonomis dan tersedia melimpah.

“UCO bisa membantu menurunkan biaya operasional maskapai, yang pada akhirnya berdampak ke harga tiket. Tapi distribusinya harus efisien. Jangan sampai UCO dikumpulkan di satu titik seperti Cilacap, lalu malah menambah ongkos karena harus dikirim lagi,” ujar Denon.

INACA berharap pemerintah segera merumuskan regulasi yang mencakup tata kelola ruang udara dan kebijakan lingkungan sektor aviasi. Tanpa dukungan hukum yang kuat, Indonesia berisiko tertinggal dalam transformasi menuju penerbangan hijau.

“Pajak karbon bukan hanya soal penerimaan negara, tapi juga bagian dari komitmen global terhadap pengurangan emisi. Kalau negara lain bisa menjadikannya standar, kita juga harus punya,” tutup Denon. (alf)

 

DJP dan Dukcapil Teken Kerja Sama Data Kependudukan untuk Perkuat Basis Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri resmi menjalin kerja sama pemanfaatan data kependudukan untuk mendukung penguatan sistem administrasi perpajakan nasional.

Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani langsung oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dan Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi, Selasa (29/7/2025), di Kantor Pusat DJP, Jakarta.

Kerja sama ini menandai sinergi antarinstansi pemerintah dalam memperluas integrasi data dan mendukung reformasi birokrasi, khususnya di sektor perpajakan.

Dalam siaran pers DJP Nomor SP-16/2025 yang dirilis Rabu (30/7/2025) Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh pemberian akses data kependudukan kepada DJP.

Ia menegaskan bahwa secara regulatif, data kependudukan memang dapat digunakan untuk menunjang berbagai kepentingan negara, mulai dari pelayanan publik hingga penegakan hukum.

“Pemanfaatan data ini mencakup validasi NIK, pemutakhiran data penduduk, hingga layanan face recognition, yang semuanya sangat relevan dalam mendukung pengawasan dan administrasi perpajakan,” kata Teguh.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menambahkan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari langkah strategis DJP dalam memperkuat tata kelola perpajakan nasional. Ia menilai integrasi data antar lembaga menjadi kunci dalam mewujudkan sistem administrasi perpajakan yang andal dan responsif terhadap dinamika digital.

“Ini adalah bagian dari fondasi menuju sistem perpajakan yang lebih modern melalui pengembangan Coretax DJP,” ujar Bimo.

Menurut Bimo, kolaborasi lintas sektor seperti ini tidak hanya mendukung efektivitas pengawasan, tapi juga meningkatkan kualitas layanan publik yang berbasis data akurat. Ia menyampaikan apresiasi tinggi kepada Dukcapil serta seluruh jajaran DJP yang telah bekerja sama mewujudkan PKS ini.

Dengan kerja sama ini, DJP berharap pemadanan dan verifikasi data wajib pajak dapat dilakukan lebih efektif, sehingga mempersempit ruang gerak bagi praktik-praktik manipulasi identitas atau penghindaran pajak.

Langkah ini sejalan dengan agenda reformasi perpajakan jangka panjang yang menekankan pentingnya integrasi sistem dan pemanfaatan teknologi untuk mewujudkan kepatuhan sukarela yang berkeadilan dan berbasis data. (alf)

 

Menelaah PMK 37/2025 dan Revolusi E-Commerce Indonesia

Benjamin Franklin pernah berkata bahwa dalam hidup ini hanya ada dua kepastian: kematian dan pajak. Namun di era digital saat ini, penulis menambahkan satu kepastian lagi perubahan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 14 Juli 2025 adalah manifestasi nyata dari kepastian perubahan tersebut.

Dua dekade pengalaman di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan lebih dari satu dekade berpraktik sebagai konsultan mengajarkan satu hal kepada penulis, kesenjangan antara perkembangan ekonomi dan evolusi sistem pajak seringkali menjadi sumber ketidakadilan yang sistematis. PMK 37/2025 lahir dari kesadaran bahwa dunia telah bermetamorfosis, sementara instrumen perpajakan kita masih terpaku pada kerangka konvensional.

Bayangkan seorang pedagang sepatu di Jalan Malioboro yang setiap hari membayar sewa kios lima juta rupiah per bulan, tunduk pada Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan, dan berbagai retribusi lainnya. Di sisi lain, pedagang sepatu daring dengan omzet setara dapat dengan mudah menghindari kewajiban perpajakan. Ini bukan lagi persoalan teknis—ini adalah persoalan keadilan fundamental dalam sistem ekonomi kita.

Data berbicara lebih tegas daripada argumen teoritis. Dari 1,6 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, hanya 653 ribu yang secara konsisten menyetorkan Pajak Penghasilan final pada tahun 2024. Sementara itu, nilai transaksi ekonomi digital Indonesia telah mencapai 487 triliun rupiah.

Inilah yang saya sebut sebagai “Paradoks Visibilitas Pajak” fenomena dimana aktivitas ekonomi raksasa berlangsung di luar jangkauan sistem perpajakan nasional.

Membedah Arsitektur Perubahan

PMK 37/2025 bukanlah sekadar penyesuaian regulasi biasa. Ini adalah intervensi bedah terhadap sistem yang tidak lagi sesuai dengan zamannya.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah perpajakan Indonesia, platform digital tidak lagi berperan sebagai “tempat berdagang” semata, tetapi berevolusi menjadi perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Pajak di dunia maya. Tokopedia, Shopee, Lazada, dan platform sejenis kini menjadi agen resmi pemungut pajak negara.

Keputusan menunjuk penyedia platform perdagangan elektronik sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah langkah cemerlang. Mengapa demikian? Karena mereka menguasai tiga aset strategis: data transaksi real time, infrastruktur teknologi yang solid, dan yang terpenting posisi sebagai titik kontrol dalam aliran dana digital.

Formula Tarif yang Terukur

Penetapan tarif 0,5 persen bukan angka yang dipilih secara sembarangan. Ini merupakan hasil kalkulasi cermat antara optimalisasi penerimaan negara dan pemeliharaan daya saing industri digital domestik. Jika dibandingkan dengan India yang menerapkan tarif 1 persen atau Filipina dengan rentang 1-2 persen, Indonesia memilih jalan tengah yang bijaksana.

Dalam konteks margin keuntungan yang tipis di industri perdagangan elektronik Indonesia, tarif 0,5 persen masih berada dalam ambang batas yang dapat ditolerir mayoritas pelaku usaha tanpa memicu eksodus besar-besaran atau distorsi harga yang merugikan konsumen.

Pengecualian bagi pedagang orang pribadi dengan omzet tahunan hingga 500 juta rupiah bukan sekadar gestur politik kosong. Ini adalah kebijaksanaan kebijakan yang mengakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah adalah tulang punggung ekonomi rakyat yang perlu dilindungi sambil tetap didorong untuk berkembang dan berkontribusi.

Namun, seperti setiap narasi yang menarik, PMK 37/2025 memiliki aspek-aspek mengejutkan yang patut dicermati:

Pertama, regulasi ini memperluas definisi pedagang digital secara signifikan. Bukan hanya penjual barang, tetapi juga kurir, perusahaan asuransi, bahkan fotografer yang menawarkan jasa melalui platform. Ini adalah pendekatan ekosistem yang canggih dan komprehensif.

Kedua, persyaratan rekening penampung (escrow account) adalah langkah strategis yang brilian. Hanya platform dengan infrastruktur keuangan yang matang yang dapat ditunjuk sebagai pemungut. Ini secara tidak langsung mendorong profesionalisasi industri platform perdagangan elektronik.

Ketiga, penerapan secara bertahap menunjukkan pragmatisme pemerintah. Pengalaman internasional membuktikan bahwa pendekatan perubahan menyeluruh dalam reformasi perpajakan biasanya berakhir dengan kekacauan.

Sebagai mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang pernah menduduki posisi strategis mulai dari Pemeriksa Pajak hingga Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi, kemudian berpraktik sebagai konsultan independen sejak 2011, saya memiliki perspektif holistik dari berbagai sudut pandang.

Pengalaman 20 tahun di kantor pajak—mulai dari pemeriksaan langsung, penanganan keberatan dan banding, administrasi PPh Badan, hingga pengawasan dan konsultasi memberikan pemahaman komprehensif tentang seluk-beluk sistem perpajakan Indonesia. Sementara pengalaman lebih dari 13 tahun sebagai konsultan membuka wawasan tentang tantangan praktis yang dihadapi dunia usaha dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

Tidak semua penyedia platform memiliki sistem teknologi informasi yang siap untuk otomatisasi perpajakan. Integrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak, perhitungan pajak real time, dan pelaporan otomatis semua ini membutuhkan investasi teknologi yang substansial.

Dari pengalaman menangani banyak kasus pemeriksaan pajak, keberatan dan banding, serta mengawasi kepatuhan wajib pajak badan selama dua dekade di DJP, modul perpajakan mereka masih manual, pelaporan berbasis lembar kerja elektronik, dan rekonsiliasi dilakukan secara berkala. Bayangkan chaos yang akan terjadi jika mereka tiba-tiba harus mengelola kepatuhan pajak untuk ribuan pedagang.

Platform asing seperti AliExpress atau Amazon yang melayani konsumen Indonesia menghadapi dilema: patuh pada regulasi Indonesia atau mundur dari pasar. Mekanisme penegakan hukum terhadap platform luar negeri masih menjadi tanda tanya besar dalam implementasi regulasi ini.

Pertanyaan krusial yang harus dijawab: akankah pedagang mengalihkan beban pajak kepada konsumen? Elastisitas permintaan di sektor perdagangan elektronik relatif tinggi. Kenaikan harga 0,5 persen dapat bermakna signifikan dalam kategori produk tertentu, terutama yang bersaing ketat dalam hal harga.

Indonesia tidak berjalan sendiri dalam perjalanan ini. India dengan sistem Tax Collected at Source-nya, Inggris dengan Digital Services Tax, bahkan Uni Eropa dengan Digital Levy semua sedang bereksperimen dengan model perpajakan digital yang inovatif.

Pelajaran berharga yang dapat dipetik:

Dari India: Implementasi bertahap dengan ambang batas yang jelas lebih efektif dibandingkan penerapan menyeluruh sekaligus.

Dari Inggris: Political will yang kuat sangat esensial, tetapi konsultasi dengan industri sama pentingnya.

Dari Uni Eropa: Harmonisasi lintas rezim perpajakan berbeda dimungkinkan, tetapi memerlukan koordinasi yang luar biasa.

Indonesia mengambil jalan tengah: tidak seagresif India, tidak sekomprehensif Uni Eropa, tetapi lebih tegas dibanding mayoritas negara ASEAN.

Efek Domino di Luar Penerimaan Pajak

PMK 37/2025 akan memicu efek berantai yang melampaui sekadar pengumpulan penerimaan pajak:

Untuk pertama kalinya, pemerintah akan memiliki visibilitas real time terhadap ekonomi digital Indonesia. Ini adalah tambang emas informasi untuk pembuatan kebijakan ekonomi yang berbasis data empiris.

Pedagang akan dipaksa untuk menata rumah mereka: pembukuan yang proper, struktur bisnis yang legal, pola pikir kepatuhan. Ini adalah modernisasi paksa yang pada akhirnya menguntungkan semua pihak.

Platform akan berlomba mengembangkan solusi teknologi perpajakan. Kita mungkin akan menyaksikan lahirnya pemain teknologi finansial baru yang fokus pada otomatisasi perpajakan untuk usaha kecil dan menengah.

PMK 37/2025 adalah bukti konsep bahwa Indonesia mampu merumuskan kebijakan pajak digital yang canggih. Ini membuka jalan bagi kebijakan yang lebih maju di masa depan.

Panduan Strategis untuk Pemangku Kepentingan

Untuk Pemerintah: Imperatif Keunggulan Eksekusi

Berbekal pengalaman praktis dalam menangani berbagai sengketa pajak dan mengawasi kepatuhan korporasi, saya memahami betul bahwa kesuksesan suatu regulasi tidak hanya terletak pada kecanggihan rumusannya, tetapi pada kualitas implementasi di lapangan. PMK 37/2025 yang baik di atas kertas dapat menjadi kontraproduktif jika pelaksanaannya tidak mempertimbangkan realitas operasional.

Prioritas Utama Investasi besar-besaran dalam integrasi sistem dan kemampuan analisis data.

Prioritas Kedua: Membentuk gugus tugas khusus untuk menangani proses onboarding platform.

Prioritas Ketiga: Mengembangkan program edukasi komprehensif, bukan sekadar sosialisasi.

Untuk Platform: Mengubah Kepatuhan Menjadi Keunggulan Kompetitif

Platform yang cerdas akan melihat ini sebagai peluang, bukan beban.

Strategi Pertama: Mengembangkan alat otomatisasi perpajakan superior yang dapat menjadi daya tarik bagi pedagang.

Strategi Kedua: Menciptakan layanan konsultasi pajak sebagai penawaran nilai tambah.

Strategi Ketiga: Menggunakan keunggulan kepatuhan sebagai sinyal kepercayaan kepada pengguna.

Untuk Pedagang: Keharusan untuk Adaptasi

Charles Darwin benar, yang bertahan bukan yang terkuat atau terpintar, tetapi yang paling responsif terhadap perubahan.

Taktik Pertama: Audit model bisnis dan struktur biaya segera.

Taktik Kedua: Investasi dalam sistem akuntansi yang proper dan perangkat kepatuhan pajak.

Taktik Ketiga: Pertimbangkan strategi perencanaan pajak yang legitimate dan menguntungkan.

PMK 37/2025 adalah babak pertama dari cerita transformasi yang lebih besar. Kemana arah selanjutnya?

Jangka Pendek (1-2 tahun): Fokus pada implementasi dan penyempurnaan. Bersiaplah untuk penyesuaian berdasarkan bukti empiris dari lapangan.

Jangka Menengah (3-5 tahun): Ekspansi ke pajak layanan digital, kemungkinan Pajak Pertambahan Nilai atas produk digital, integrasi dengan inisiatif pajak global.

Jangka Panjang (5+ tahun): Sistem pajak yang sepenuhnya otomatis dan didukung kecerdasan buatan yang mampu melakukan penilaian dan monitoring kepatuhan secara real time.

PMK 37/2025 adalah momen bersejarah dalam evolusi perpajakan Indonesia. Ini bukan sekadar penyesuaian teknis—ini adalah pergeseran paradigma menuju sistem pajak yang modern, responsif, dan berkeadilan.

Bagi mereka yang siap beradaptasi, ini adalah peluang emas. Bagi yang enggan berubah, ini bisa menjadi ancaman eksistensial.

Yang pasti, kereta perubahan sudah bergerak. Pertanyaannya bukan apakah kita setuju atau tidak, tetapi seberapa cepat kita dapat naik dan memanfaatkannya sebaik-baiknya.

Seperti selalu dalam dunia perpajakan: perubahan adalah satu-satunya konstanta. PMK 37/2025 adalah pengingat bahwa dalam ekonomi digital yang bergerak cepat, kebijakan pajak harus sama gesit dan berwawasan ke depan.

Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan

DR. Wiston Manihuruk, SE, SH, MSi, CA, CTL

Email : wistonmlg@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

 

Ketua IKPI Lampung Tegaskan Kesuksesan Penyelenggaraan Seminar Pajak Berkat Sinergi Pengurus dan Dukungan Otoritas Pajak

IKPI, Lampung: Ketua IKPI Cabang Lampung, Teten Dharmawan, menyampaikan bahwa keberhasilan seminar “Transformasi Pajak 2025: Ketentuan Terbaru Pelaporan Pajak Berdasarkan PER-11/PJ/2025 dan Kiat-Kiat Menanggapi SP2DK Era Coretax System” merupakan hasil dari sinergi dan kolaborasi berbagai pihak yang saling mendukung, baik dari internal organisasi maupun eksternal.

“Kesuksesan seminar ini adalah buah dari kerja kolektif yang luar biasa. Saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran pengurus IKPI, baik di tingkat cabang, daerah, maupun pusat, serta kepada otoritas pajak yang telah hadir dan mendukung penuh terselenggaranya kegiatan ini,” ujar Teten, Rabu (30/7/2025).

Ia secara khusus mengucapkan terima kasih atas kehadiran Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, Wakil Ketua Departemen Hubungan Internasional sekaligus President IFA-Asia Pasifik Ichwan Sukardi, Ketua Pengda Sumbagsel Nurlena, dan Ketua Pengcab Palembang Susanti, yang menurutnya turut memberi energi dan semangat tersendiri bagi para peserta serta menjadi wujud dukungan nyata dari organisasi secara menyeluruh.

“Dukungan dari pengurus pusat dan pengda adalah bentuk nyata bahwa IKPI selalu hadir dan kompak dalam mengedukasi serta mendampingi para konsultan dan masyarakat di daerah,” tambahnya.

Selain itu, Teten juga mengapresiasi kehadiran jajaran pejabat dari Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, termasuk Kabid P2Humas Tunas Hariyulianto yang hadir mewakili Kepala Kanwil DJP, serta perwakilan dari beberapa KPP di wilayah Lampung, antara lain:

• Billy, Penyuluh Pajak KPP Madya Lampung

• Arini Dyah Rahmawati, Kasi Pengawasan IV KPP Pratama Bandar Lampung 1

• Amston Sipahutar, Kasi Pengawasan III KPP Pratama Bandar Lampung 2

Ia menyebut sinergi antara IKPI dan DJP menjadi elemen penting dalam meningkatkan literasi dan kepatuhan perpajakan.

“Acara ini diikuti oleh 160 peserta, dengan 120 di antaranya dari kalangan umum. Ini menunjukkan bahwa edukasi perpajakan makin diminati, dan IKPI hadir di saat yang tepat untuk menjawab kebutuhan tersebut,” ujar Teten.

Ia juga memuji penyampaian materi oleh Sapto Windi Argo (narasumber) yang dinilai sangat aplikatif dan relevan, serta kerja profesional para moderator Elda Susilowaty Tambara dan Krista Purnama Sari.

“Transformasi sistem pajak tentu harus dibarengi dengan transformasi pemahaman. Saya berharap kolaborasi semacam ini bisa terus ditingkatkan di masa mendatang, agar literasi perpajakan di masyarakat terus tumbuh dan sistem perpajakan kita semakin adil dan transparan,” kata Teten. (bl)

id_ID