LCC Perpajakan Nasional IKPI 2025 Beri Pelajaran Berharga

Jakarta: Tim mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berhasil meraih posisi kedua dalam ajang Lomba Cerdas Cermat (LCC) Perpajakan Nasional 2025 yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Babak final kompetisi ini digelar di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (24/8/2025).

Ketua tim UI, Davina, mengungkapkan bahwa perjalanan menuju babak final penuh tantangan sekaligus memberikan banyak pelajaran berharga. “Perlombaan terdiri dari tahapan penyisihan hingga best of three yang menantang. Namun, semua itu melatih kami berpikir cepat, tepat, sekaligus mengasah kekompakan tim,” ujarnya.

Menurut Davina, soal yang diberikan panitia sangat beragam dan mendalam, mencakup seluruh jenis pajak termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal itu membuat peserta dituntut benar-benar cermat memahami dan menganalisis setiap pertanyaan.

Untuk mempersiapkan diri, tim UI rutin mengadakan belajar bersama serta mengerjakan latihan soal. Menariknya, mereka tidak memiliki pembimbing khusus, namun sebelum final sempat mendapatkan pendampingan dari panitia melalui sesi daring serta diberikan buku latihan soal.

“Harapan saya, lomba LCC seperti ini bisa semakin banyak diikuti oleh mahasiswa dari seluruh Indonesia. Karena ajang ini bukan hanya soal kompetisi, tetapi juga kesempatan untuk memperdalam ilmu perpajakan sejak dini,” kata Davina.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada IKPI atas terselenggaranya kegiatan tersebut. “Terima kasih kepada IKPI dan seluruh panitia yang sudah memberikan wadah luar biasa bagi mahasiswa untuk belajar dan berkompetisi,” tambahnya.

Selain Davina, tim UI juga diperkuat oleh Kurnia Sari dan Achmad Farhan, yang bersama-sama mengantarkan kampusnya menjadi salah satu finalis terbaik dalam kompetisi bergengsi tahunan ini.

Sekadar informasi, pada LCC kali ini, dua tim dari UI memperoleh juara 1 dan juara 2. Sedangkan untuk juara tiga diraih Politeknik Negeri Bali. (bl)

 

 

Ekonom Indef: Peran Swasta Krusial Perkuat Penerimaan Pajak Negara

IKPI, Jakarta: Senior Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menegaskan, pemerintah perlu memberi ruang lebih besar bagi sektor swasta untuk memperkuat penerimaan pajak negara. Selama ini, fokus kebijakan dianggap lebih banyak diarahkan pada program langsung ke masyarakat, sementara kontribusi swasta sebagai mitra pembangunan belum tergarap maksimal.

“Selama ini kita hanya konsen pada MBG (Makan Bergizi Gratis), koperasi (KDMP) gitu. Tapi bagaimana sektor swasta menjadi partner program-program pemerintah, saya rasa ini juga penting,” ujar Aviliani dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, peran swasta tidak kalah vital dibandingkan penerimaan yang berasal dari wajib pajak perorangan maupun badan usaha milik negara (BUMN). Baik perusahaan besar, menengah, hingga kecil memiliki kontribusi signifikan terhadap kas negara.

Aviliani menyebutkan, kepatuhan perusahaan besar relatif lebih baik, apalagi dengan penerapan sistem Coretax yang diyakini bisa memperkuat transparansi. Namun, di sisi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pendampingan pajak masih perlu ditingkatkan.

“UMKM perlu didampingi supaya pembayaran pajaknya sesuai dengan pengetahuan mereka. Sosialisasi mungkin sudah sering dilakukan, tapi bagi UMKM, pendekatan yang lebih sederhana tetap dibutuhkan,” jelasnya.

Lebih jauh, Aviliani mengingatkan bahwa ketergantungan pada penerimaan komoditas tidak bisa berlangsung selamanya. Fluktuasi harga global membuat pendapatan negara rentan terguncang. Karena itu, ia menilai insentif sebaiknya diarahkan ke sektor yang mampu menyerap tenaga kerja sekaligus memperluas basis pajak, seperti pertanian, manufaktur, dan pertambangan.

“Oleh karena itu, insentif jangan diberikan ke semua sektor, tapi pada sektor yang menciptakan lapangan kerja dan memberi efek cepat ke ekonomi,” tegasnya.

Ia menambahkan, memperkuat peran swasta akan memberikan efek ganda bagi perekonomian: membuka lebih banyak kesempatan kerja dan memperluas basis pajak. Dengan begitu, stabilitas fiskal bisa lebih terjaga tanpa perlu mengubah tarif pajak yang berlaku. (alf)

 

Trump Ancam Balik Uni Eropa, Siap Kenakan Tarif Tambahan atas Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan ancaman keras terhadap negara-negara yang memberlakukan pajak digital. Ia menegaskan siap mengenakan “tarif tambahan” bagi produk-produk impor dari negara yang enggan mencabut aturan tersebut.

Melalui unggahan di platform media sosialnya, Truth Social, Trump menyebut pajak digital, Undang-Undang Layanan Digital (Digital Services Act), serta Regulasi Pasar Digital Uni Eropa sengaja dibuat untuk merugikan raksasa teknologi asal AS seperti Google, Facebook, Apple, dan Amazon. Ia bahkan menuduh aturan itu justru memberi kelonggaran pada perusahaan teknologi asal Tiongkok yang menjadi pesaing utama Amerika.

“Sebagai Presiden Amerika Serikat, saya akan melawan negara-negara yang menyerang perusahaan teknologi Amerika kita yang luar biasa. Pajak digital dan regulasi yang mereka buat adalah diskriminasi, dan menguntungkan pesaing dari China. Ini harus diakhiri sekarang juga,” tegas Trump.

Sejumlah sumber yang dikutip Reuters menyebutkan, pemerintahan Trump tengah mengkaji opsi menjatuhkan sanksi bukan hanya dalam bentuk tarif, melainkan juga pembatasan ekspor teknologi dan chip buatan AS. Bahkan, kemungkinan sanksi personal terhadap pejabat Uni Eropa yang mengawal aturan pajak digital juga sedang dipertimbangkan.

Bagi Uni Eropa, pajak digital menjadi instrumen penting untuk memastikan keadilan dalam pemungutan pajak atas pendapatan perusahaan teknologi global. Namun, sejak lama kebijakan ini menjadi titik panas dalam hubungan dagang AS–Eropa.

Ancaman terbaru Trump dikhawatirkan bakal memicu babak baru perang dagang lintas Atlantik, terutama di sektor teknologi yang semakin strategis dalam persaingan global. (alf)

 

Transaksi Kripto Kini Bebas PPN, Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menetapkan aturan baru terkait perpajakan aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Dalam regulasi ini, transaksi kripto di platform resmi tidak lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menjelaskan perubahan ini berkaitan dengan peralihan pengawasan kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Dulu kripto diperlakukan sebagai komoditas sehingga kena PPN, tapi sekarang statusnya setara instrumen keuangan. Karena itu, tata kelola perpajakannya ikut berubah,” kata Yon dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Selasa (26/8/2025).

Tiga Perubahan Utama Pajak Kripto

1. Bebas PPN – Transaksi aset kripto di platform resmi tidak lagi dikenai PPN.

2. Tarif Baru PPh 22 Final – Transaksi melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri dikenakan 0,21 persen, sedangkan melalui PPMSE luar negeri atau setor mandiri mencapai 1 persen.

3. Aturan Penambang Kripto – Mulai 2026, miner tidak lagi kena PPh 22 final, tetapi dikenai tarif umum.

Sebelumnya, saat masih di bawah Bappebti, transaksi kripto dikenakan PPh 22 final 0,1–0,2 persen ditambah PPN 0,11–0,22 persen.

Potensi Penerimaan Negara

Kemenkeu berharap aturan baru ini membuat pajak kripto bisa berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara.

Menurut data OJK, nilai transaksi kripto Januari–Juni 2025 mencapai Rp224,11 triliun. Namun pada Juni saja, angkanya turun tajam menjadi Rp32,31 triliun, merosot 34,82 persen dibanding Mei 2025 sebesar Rp49,57 triliun. (alf)

 

 

 

 

Kemenkeu Sebut Negara Relakan Rp362,5 Triliun Pajak Demi Insentif Rakyat

IKPI, Jakarta: Negara seharusnya bisa mengantongi tambahan penerimaan pajak hingga Rp362,5 triliun per tahun. Namun, angka fantastis itu justru direlakan pemerintah demi masyarakat.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menjelaskan bahwa penerimaan yang sengaja tidak dipungut itu dikenal sebagai tax expenditure atau belanja perpajakan. Fasilitas ini diberikan dalam bentuk pembebasan, pengecualian, atau keringanan pajak yang secara langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat.

“Artinya, dengan secara sengaja pemerintah memberikan fasilitas atau insentif perpajakan kepada masyarakat,” ujar Yon dalam Webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta yang digelar secara virtual, Selasa (26/8/2025).

Menurut Yon, nilai tax expenditure terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020, jumlahnya tercatat Rp246,1 triliun (1,59% PDB), naik menjadi Rp314,6 triliun di 2021, lalu Rp341,1 triliun pada 2022. Puncaknya, pada 2023, nilainya melonjak hingga Rp362,5 triliun atau setara 1,73% dari produk domestik bruto (PDB).

Jika dirinci, belanja perpajakan pada 2023 mayoritas mengalir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan nilai Rp169 triliun (46,7%). Insentif ini mencakup pengecualian PPN atas layanan pendidikan, kesehatan, hingga barang kebutuhan pokok.

Selain itu, sekitar Rp85,4 triliun (23,6%) dialokasikan untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satunya melalui kebijakan pembebasan pajak bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

Kemudian Rp61,2 triliun (16,9%) dimanfaatkan untuk mendorong iklim investasi, sementara Rp46,8 triliun (12,9%) diberikan sebagai dukungan bagi dunia usaha secara luas.

“Pemerintah secara sadar men-sacrifice, merelakan penerimaan pajak saat ini agar manfaatnya kembali kepada masyarakat melalui berbagai insentif. Itulah makna dari tax expenditure,” tegas Yon. (alf)

 

 

Insentif Impor Mobil Listrik CBU Berakhir 2025, Produsen Wajib Mulai Produksi Lokal

IKPI, Jakarta: Kebijakan insentif impor mobil listrik completely built up (CBU) yang selama ini dinikmati enam produsen besar dipastikan berakhir pada 31 Desember 2025. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, peluang perpanjangan insentif tersebut nyaris tertutup.

Mahardi Tunggul Wicaksono, Direktur Industri Elektronika dan Telematika sekaligus Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada pembahasan lintas kementerian terkait keberlanjutan program tersebut.

“Sejauh ini belum ada rapat ataupun pertemuan resmi mengenai perpanjangan insentif. Jadi bisa diasumsikan kebijakan ini akan berakhir sesuai regulasi yang berlaku,” kata Mahardi dalam diskusi Polemik Insentif BEV Impor di Gedung Kemenperin, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Produsen Wajib Produksi Mulai 2026

Insentif impor mobil listrik CBU berlaku sejak Februari 2024. Melalui skema ini, produsen bisa memasukkan unit tanpa bea masuk dan PPnBM, dengan syarat memberikan jaminan bank garansi. Namun mulai 1 Januari 2026, perusahaan peserta diwajibkan memproduksi mobil listrik di dalam negeri dengan jumlah setara total unit yang sudah diimpor.

Periode produksi tersebut berlangsung hingga akhir 2027, sesuai peta jalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selanjutnya pada 2028, pemerintah akan melakukan audit. Jika jumlah produksi tidak sesuai dengan kuota impor, maka bank garansi dapat dicairkan untuk menutup kewajiban produsen.

Enam produsen yang ikut program ini antara lain BYD Auto Indonesia, Vinfast Automobile Indonesia, Geely Motor Indonesia, Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus, VW), serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Meski memberi dorongan signifikan terhadap pasar kendaraan listrik, insentif impor ini juga menimbulkan dilema. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyebut insentif impor mobil listrik CBU menguntungkan peserta, namun memberi tekanan pada produsen mobil konvensional yang selama ini mengandalkan basis produksi lokal.

“Penjualan BEV memang meningkat tajam, tetapi pada saat yang sama menekan kendaraan konvensional yang TKDN-nya sudah tinggi, mencapai 85 persen. Padahal itu model dengan harga terjangkau sekitar Rp250 juta dan cukup diminati masyarakat,” jelas Kukuh.

Data Gaikindo mencatat, pangsa pasar mobil listrik murni (BEV) periode Januari–Juli 2025 sudah menembus 9,7 persen atau setara 42.250 unit. Angka ini hampir dua kali lipat dari sepanjang 2024 yang hanya 4,99 persen (43.194 unit).

Dengan berakhirnya insentif impor akhir tahun ini, peta persaingan industri otomotif di Indonesia bakal berubah. Produsen peserta wajib beralih ke produksi lokal, sementara produsen konvensional berharap pasar kembali lebih berimbang. (alf)

 

Mahasiswa UI Juara LCC Perpajakan Nasional IKPI 2025, Ungkap Kunci Kemenangan

IKPI, Jakarta: Ajang Lomba Cerdas Cermat (LCC) Perpajakan Nasional2025 yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sukses melahirkan juara. Rio Fernando Alexander bersama timnya dari Universitas Indonesia (UI) keluar sebagai pemenang pertama setelah mengalahkan sesama tim kampusnya dan tim Politeknik Negeri Bali dalam babak final yang digelar di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025).

Rio mengaku perjalanan menuju juara bukanlah hal mudah. Sejak babak penyisihan hingga final, setiap tahap menuntut kecepatan berpikir sekaligus kerja sama yang solid. “Dari awal sampai akhir, lomba ini benar-benar menuntut pemahaman teknis perpajakan serta kerja cerdas, cepat, dan kompak. Tantangan terbesar ada di final karena formatnya berbeda, soal hanya dibacakan sehingga kami harus lebih fokus dan tetap tenang hingga akhir perlombaan,” ujarnya.

Menurut Rio, materi yang diberikan sangat kompleks dan selalu relevan dengan isu perpajakan terkini. Bahkan, di babak studi kasus, tiap tim harus menyelesaikan tiga soal dalam waktu hanya 30 menit. “Bayangkan, di beberapa soal hitungan, waktu menjawab maksimal hanya 12 detik setelah soal dibacakan. Itu benar-benar melatih konsentrasi,” tambahnya.

Keberhasilan tim UI tidak lepas dari persiapan intensif. Rio menyebut dirinya bersama dua rekannya, Riyan Wahyu Setiawan dan Muhammad Harmaen Pasha, rutin menggelar sesi belajar mandiri.

“Kami sering melakukan meeting online maupun offline untuk latihan. Menjelang final, intensitasnya meningkat, kami fokus mengerjakan soal latihan, termasuk dari brevet dan prediksi USKP,” jelasnya.

Meski tanpa pembimbing khusus, dukungan dosen juga turut membantu persiapan. Sebelum final, tim UI sempat mendapat arahan dan latihan tambahan melalui Zoom.

Rio berharap LCC IKPI bisa semakin berkembang dan menjangkau lebih banyak mahasiswa dari berbagai daerah. “Semoga LCC IKPI menjadi sarana edukasi perpajakan nomor satu bagi mahasiswa. Selain itu, bisa mengubah citra pajak di mata masyarakat agar lebih aware,” harapnya.

Rio juga tak lupa menyampaikan apresiasi bagi penyelenggara. “Semoga Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) semakin jaya, solid, dan terus menjadi organisasi profesi panutan di Indonesia. Selamat ulang tahun ke-60 untuk IKPI!” katanya. (bl)

 

Reformasi Pajak Perlu Sinergi, IKPI dan Aparat Penegak Hukum Disebut DJP sebagai Mitra Strategis

IKPI, Jakarta: Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa keberhasilan reformasi perpajakan tidak bisa hanya mengandalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Menurutnya, sinergi lintas lembaga dan organisasi profesi, terutama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menjadi pilar penting dalam mendukung transformasi sistem perpajakan nasional.

Pernyataan tersebut disampaikan Rosmauli di hadapan ribuan peserta Seminar Nasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

“DJP tidak bisa bekerja sendiri. Kami membutuhkan mitra strategis yang bisa menjembatani kepentingan wajib pajak sekaligus mendukung penegakan hukum. Dalam hal ini, peran IKPI sangat vital,” tegasnya.

Rosmauli menjelaskan, IKPI dan para konsultan pajak yang bernaung di dalamnya merupakan garda terdepan karena sehari-hari berhadapan langsung dengan wajib pajak. Melalui pendampingan, konsultan dapat mempercepat adaptasi klien terhadap sistem administrasi baru seperti Coretax, sekaligus memastikan kepatuhan berjalan lebih efektif.

“Kerja sama dengan IKPI jauh lebih luas dari sekadar administrasi. IKPI adalah partner strategis kami dalam membangun budaya kepatuhan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Meski demikian, Rosmauli menambahkan bahwa DJP tetap menjalin sinergi erat dengan aparat penegak hukum lain seperti Polri, Kejaksaan, PPATK, KPK, hingga Bea Cukai, terutama dalam aspek penegakan hukum dan integrasi data lintas sektor.

Namun ia menekankan, kolaborasi dengan IKPI memiliki posisi tersendiri karena menyentuh basis paling luas dari wajib pajak.

“Dengan IKPI, kami bisa memperluas jangkauan edukasi, mempercepat adaptasi terhadap sistem baru, sekaligus menghadirkan kepastian hukum yang lebih berimbang. Bersama aparat penegak hukum, sinergi ini akan menentukan wajah perpajakan Indonesia di masa depan,” pungkas Rosmauli. (bl)

 

Ketua Umum IKPI Minta Edukasi Publik soal Royalti, Soroti Potensi Besar Shadow Economy

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan perlunya peran aktif pemerintah dalam memberikan edukasi dan sosialisasi terkait kebijakan royalti yang belakangan menimbulkan polemik di kalangan pelaku usaha. Pernyataan itu disampaikan di sela Seminar Nasional IKPI di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Vaudy menjelaskan, secara hukum, royalti merupakan hak yang sah bagi pencipta karya seni maupun musik, sebagaimana diatur dalam undang-undang. Namun, tanpa adanya roadmap yang jelas, kebijakan ini justru bisa mengejutkan masyarakat dan dunia usaha, terutama sektor hotel, restoran, dan kafe yang kerap menggunakan karya musik sebagai bagian dari layanan.

“Royalti itu hak dari penciptanya, dan memang diatur undang-undang. Tapi pelaku usaha sering kaget karena tiba-tiba diminta membayar. Harus ada roadmap, ada sosialisasi, sehingga masyarakat memahami kewajiban ini. Pemerintah harus turun tangan untuk mengatur secara lebih jelas agar tidak mengganggu dunia usaha,” ungkapnya.

Pemilik sertifikat ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini menambahkan, edukasi publik menjadi kunci agar kebijakan ini tidak dipandang sebagai beban semata, melainkan sebagai penghormatan terhadap hak kekayaan intelektual.

“Kebijakan ini benar, tapi langkah penerapannya harus terukur. Kalau tidak, bisa memunculkan resistensi di masyarakat,” imbuhnya.

Shadow Economy

Selain membahas isu royalti, Vaudy juga menyoroti tantangan besar lain dalam perekonomian Indonesia, yakni keberadaan shadow economy atau kegiatan ekonomi bayangan yang belum terjaring sistem perpajakan.

Menurutnya, potensi penerimaan negara dari sektor ini sangat besar. Pemerintah pun sudah mulai melakukan langkah-langkah konkret, seperti penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan melalui e-commerce dan pengembangan aplikasi Coretax yang mampu mengumpulkan data transaksi wajib pajak secara lebih komprehensif.

“Shadow economy bisa legal maupun ilegal, tapi selama ini belum masuk sistem. Padahal potensinya besar sekali. Dengan adanya aplikasi Coretax, data-data yang selama ini tidak terlaporkan akan tertangkap, termasuk rekening atau transaksi tersembunyi. Ini bisa meningkatkan penerimaan negara secara signifikan,” jelas Vaudy.

Dalam kesempatan yang sama, ia juga mengingatkan pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban pajak. Di momentum HUT ke-60 IKPI yang bertema “IKPI untuk Nusabangsa”, Vaudy mengajak wajib pajak untuk lebih taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

“Pajak itu sama seperti darah dalam tubuh. Negara kita memerlukan pajak untuk hidup dan berkembang. Jadi, wajib pajak harus memenuhi kewajibannya, dan di sisi lain hak-haknya juga harus dijunjung tinggi,” tegasnya.

Vaudy menegaskan, di bawah kepemimpinannya, IKPI bukan hanya sebagai asosiasi profesi yang hanya fokus pada aspek teknis perpajakan, tetapi juga pada isu-isu strategis yang memengaruhi dunia usaha dan perekonomian nasional secara luas. (bl)

Seminar Nasional IKPI Jadi Ajang Update Strategis, Silaturahmi, dan Penguatan Jaringan Anggota

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar Seminar Nasional di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (26/8/2025). Kegiatan ini sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menegaskan seminar ini menjadi momentum penting bagi ribuan konsultan pajak dari seluruh Indonesia untuk memperbarui wawasan, memperluas jaringan, sekaligus memperkuat kontribusi profesi dalam mendukung sistem perpajakan nasional.

Ia menyatakan, bahwa seminar nasional ini berbeda dengan kegiatan rutin Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang biasa digelar asosiasi. Jika PPL lebih menekankan aspek teknis peraturan, maka seminar kali ini dirancang untuk membahas isu-isu strategis yang akan memengaruhi arah kebijakan perpajakan ke depan.

“Tujuan kita menyelenggarakan seminar ini untuk update pengetahuan, update peraturan, dan rencana strategis dari Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (SPSK), maupun instansi lain. Topik-topik yang kita bahas lebih bersifat strategis, seperti big data, kuasa wajib pajak, hingga peran kuasa hukum dalam praktik perpajakan,” jelas Vaudy di sela acara, Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, IKPI secara khusus menghadirkan narasumber yang kompeten, mulai dari pejabat DJP, Ditjen SPSK, hingga praktisi dan akademisi. Hal ini dilakukan agar anggota mendapatkan perspektif yang komprehensif, tidak hanya dari sisi regulasi, tetapi juga dari praktik nyata di lapangan.

Lebih dari itu, Vaudy menekankan bahwa seminar ini juga memiliki dimensi sosial. Dengan jumlah anggota IKPI yang telah mencapai lebih dari 7.200 orang di seluruh Indonesia, kegiatan ini menjadi wadah untuk memperkuat tali silaturahmi dan membuka peluang kerja sama antaranggota.

“Bukan hanya sekadar forum silaturahmi, tapi juga membangun kekuatan jaringan. Dengan begitu, anggota bisa bergerak bersama sebagai asosiasi terbesar di bidang perpajakan. Jaringan yang terbentuk akan menjadi kekuatan baru bagi konsultan pajak untuk menghadapi tantangan di masa depan,” ujarnya.

Seminar nasional ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan HUT IKPI ke-60 yang mengusung tema “IKPI untuk Nusa Bangsa.” Puncak peringatan akan digelar esok hari. Melalui kegiatan ini, IKPI ingin menegaskan komitmennya untuk terus hadir, tidak hanya bagi profesi konsultan pajak, tetapi juga bagi masyarakat dan negara Indonesia secara keseluruhan. (bl)

id_ID