IKPI, Jakarta: Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tengah menghadapi tekanan hukum serius setelah dua pengadilan federal menyatakan bahwa kebijakan tarif impornya melanggar batas kewenangan presiden. Pemerintah kini meminta Pengadilan Banding AS untuk menangguhkan putusan tersebut, dengan alasan potensi kerugian terhadap negosiasi dagang yang sedang berlangsung.
Putusan pertama, yang keluar dari Pengadilan Perdagangan Internasional di Manhattan pada 28 Mei, menyatakan bahwa tarif impor yang diberlakukan Trump tidak sah secara hukum. Sehari kemudian, Hakim Distrik AS Rudolph Contreras di Washington, D.C. menjatuhkan putusan serupa, menilai bahwa kebijakan tersebut tidak dapat dibenarkan berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).
Kebijakan tarif ini sebelumnya digunakan Trump sebagai respons terhadap dugaan keterlibatan negara-negara seperti China, Meksiko, dan Kanada dalam memfasilitasi masuknya fentanil ke AS, tuduhan yang telah dibantah keras oleh ketiga negara tersebut.
Meskipun putusan Contreras hanya menghentikan pungutan tarif terhadap dua penggugat, yaitu produsen mainan edukatif Learning Resources Inc. dan hand2mind, isi putusannya berdampak luas. Hakim menegaskan bahwa IEEPA sama sekali tidak memberikan wewenang kepada presiden untuk memberlakukan tarif sebuah pernyataan yang mengguncang pondasi hukum kebijakan dagang Trump.
Departemen Kehakiman dikutip dari Reuters, Selasa (3/4/2025) dalam mosi daruratnya memperingatkan bahwa putusan ini melemahkan kemampuan Presiden Trump untuk menggunakan tarif sebagai alat tawar-menawar dalam perundingan dagang global.
Pemerintahan Trump sebelumnya telah mengantongi jeda sementara terhadap putusan pengadilan pertama, yang memungkinkan tarif tetap diberlakukan selama proses banding berlangsung.
Empat pejabat tinggi termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Perwakilan Dagang Jamieson Lee Greer telah menyerahkan pernyataan tertulis kepada hakim sebelum keputusan dijatuhkan. Mereka menyatakan bahwa pencabutan tarif dapat membahayakan keamanan nasional dan menurunkan daya tawar AS dalam puluhan negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung.
Sementara itu, pihak penggugat menyatakan akan terus melawan segala upaya pemerintah untuk membatalkan keputusan pengadilan. Mereka menegaskan bahwa kebijakan tarif Trump tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menyulitkan pelaku usaha kecil yang tak punya sumber daya untuk menanggung lonjakan biaya impor.
Dengan banding yang kini berada di tangan Pengadilan Banding Sirkuit D.C., arah masa depan kebijakan dagang Trump dipertaruhkan. Hasil putusan dapat menjadi penentu apakah tarif masih bisa digunakan sebagai instrumen kekuasaan presiden atau justru dibatasi secara hukum untuk pertama kalinya dalam sejarah modern AS. (alf)