RUU Pajak Trump Dinilai Hambat Pertumbuhan Energi Bersih AS

IKPI, Jakarta: Masa depan energi bersih Amerika Serikat menghadapi tantangan besar. Bloomberg New Energy Finance (BNEF) memperkirakan bahwa kebijakan fiskal terbaru yang diajukan pemerintahan Presiden Donald Trump akan memangkas laju pertumbuhan energi surya, angin, dan sistem penyimpanan energi hingga 10% pada tahun 2035.

Penurunan ini terkait erat dengan isi rancangan undang-undang pajak dan belanja besar-besaran yang disebut One Big Beautiful Bill. Versi awal RUU tersebut yang telah lolos di Dewan Perwakilan Rakyat kini tengah dibahas di Senat, dan isinya memicu kekhawatiran luas di kalangan pegiat energi terbarukan.

Menurut analisis BNEF, sektor tenaga angin akan terkena pukulan terberat dengan proyeksi penyusutan kapasitas hingga 35%, bahkan tidak ada lagi proyek angin lepas pantai yang direncanakan setelah 2028. Sementara itu, sektor surya dan penyimpanan energi masing-masing diperkirakan turun 5% dan 7%.

Tak hanya itu, kebijakan ini juga berpotensi meningkatkan emisi karbon dari sektor kelistrikan AS sebesar 3,8 juta ton pada 2050. Hal ini terutama disebabkan oleh penghapusan cepat insentif pajak untuk proyek listrik bersih non-nuklir yang sebelumnya diberikan melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi pada masa pemerintahan Joe Biden.

“RUU ini membatasi akses terhadap kredit pajak hanya untuk proyek yang memulai pembangunan dalam waktu 60 hari setelah undang-undang berlaku, dan harus mulai beroperasi sebelum akhir 2028,” jelas Derrick Flakoll, analis kebijakan senior di BNEF seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (6/6/2025)

Ia menambahkan bahwa kredit 30% untuk sistem surya perumahan juga akan berakhir pada akhir tahun ini, menimbulkan risiko penurunan adopsi energi surya oleh rumah tangga.

Flakoll menekankan bahwa energi terbarukan sejatinya lebih cepat diintegrasikan ke jaringan listrik dibandingkan pembangkit baru berbasis gas, yang saat ini menghadapi kelangkaan turbin dan hambatan investasi.

“Tanpa keringanan pajak, biaya modal untuk proyek energi bersih naik signifikan. Dan itu berarti konsumen akan menanggung harga listrik yang lebih tinggi, baik rumah tangga maupun pelaku bisnis,” tambahnya.

Namun, di balik pesimisme jangka pendek, BNEF melihat harapan jangka panjang. Menjelang 2050, permintaan listrik diprediksi melonjak karena pertumbuhan pusat data dan kendaraan listrik, yang pada akhirnya mendorong kembali investasi di energi terbarukan. Penurunan kapasitas pada tahun tersebut hanya diperkirakan sebesar 1%.

Meski demikian, nasib industri energi bersih AS kini sangat bergantung pada pembahasan lanjutan di Senat. Banyak pihak berharap versi final RUU akan mengembalikan insentif penting bagi transisi energi yang berkelanjutan. (alf)

 

 

 

 

 

id_ID