IKPI, Jakarta: Pencacahan barang kena cukai (BKC) menjadi salah satu instrumen penting dalam sistem pengawasan yang diatur dalam Undang-Undang Cukai serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.04/2020. Melalui mekanisme ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memastikan jumlah, jenis, mutu, dan kondisi barang yang berada di pabrik maupun tempat penyimpanan selalu tercatat dan terkontrol.
Tiga komoditas yang menjadi objek utama cukai yaitu etil alkohol (EA), minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau. Namun, aturan pencacahan khusus diberlakukan pada EA dan MMEA golongan A dalam negeri yang masih terutang cukai.
Berdasarkan PMK 205/2020, pejabat bea cukai wajib melakukan pencacahan setiap triwulan, paling lambat tanggal 10 di bulan Januari, April, Juli, dan Oktober untuk periode tiga bulan sebelumnya. Selain itu, pencacahan dapat dilakukan sewaktu-waktu jika terdapat dugaan pelanggaran, atas permintaan pengusaha, atau sebelum dan sesudah ekspor.
Dalam pelaksanaannya, pencacahan dilakukan berdasarkan surat tugas dari kepala kantor bea cukai dan wajib disaksikan oleh pihak pengusaha. Pengusaha pabrik maupun tempat penyimpanan juga berkewajiban menunjukkan seluruh BKC serta menyediakan tenaga dan peralatan yang diperlukan. Hasil pencacahan kemudian dituangkan dalam berita acara resmi.
Potongan dan Kelonggaran
Jika jumlah hasil pencacahan lebih kecil dari catatan dalam buku rekening, pengusaha diberikan potongan tertentu. Misalnya, untuk pabrik atau tempat penyimpanan etil alkohol, potongan ditetapkan sebesar 0,5% dari jumlah yang tercatat. Sedangkan pada proses pemuatan ekspor, potongan mencapai 1%. Selisih setelah potongan wajib dilunasi dalam waktu 30 hari.
Sebaliknya, jika hasil pencacahan sama atau lebih besar, pengusaha tidak mendapatkan potongan. Namun, UU Cukai memberikan kelonggaran batas toleransi. Kekurangan masih diperkenankan hingga 3 kali potongan, sementara kelebihan dibatasi maksimal 1% dari jumlah yang tercatat.
Sanksi Tegas
Apabila kelebihan BKC melebihi batas kelonggaran, pengusaha akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Berdasarkan Pasal 23 UU Cukai, denda ditetapkan paling sedikit dua kali hingga paling banyak sepuluh kali nilai cukai dari BKC yang bermasalah.
Melalui sistem pencacahan yang ketat ini, pemerintah berharap pengawasan terhadap barang kena cukai, khususnya etil alkohol dan minuman mengandung alkohol, dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel sekaligus mencegah praktik penyalahgunaan. (alf)