IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengangkat persoalan mendasar terkait stagnasi rasio pajak nasional yang dinilai tidak sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun penerimaan pajak rutin mencapai target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Misbakhun menilai capaian tersebut belum mencerminkan potensi maksimal yang dimiliki negara.
“Kita sering merasa puas karena target penerimaan pajak tercapai, tapi itu belum mendekati potensi riil kita,” kata Misbakhun dalam sebuah diskusi di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Ia menjelaskan, ukuran paling sederhana untuk menilai rasio pajak adalah membandingkan penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sebagai contoh, pada tahun 2020, PDB Indonesia menyentuh angka Rp 15.000 triliun, sementara penerimaan pajak hanya sebesar Rp 1.072 triliun. Menurutnya, perbandingan ini menunjukkan masih adanya ruang yang sangat besar untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap ekonomi nasional.
“Ekonomi kita bertumbuh, tapi rasio pajaknya tak ikut naik. Itu yang jadi masalah,” jelasnya.
Politikus asal Partai Golkar ini menilai, stagnasi tersebut bukan persoalan baru. Ia menyoroti bahwa fenomena ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan rasio pajak sudah terjadi sejak lama, namun belum pernah ditelaah secara serius baik oleh pemerintah maupun kalangan akademisi.
“Belum ada riset komprehensif dari lembaga riset dalam negeri ataupun universitas top dunia yang benar-benar mengupas tuntas soal anomali ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia membandingkan dengan kondisi tahun 2004 saat rasio pajak Indonesia berada di angka 12,7%. Seandainya dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan konsisten sebesar 0,2% per tahun, maka saat ini rasio pajak Indonesia bisa saja menyentuh 16%. Jika target itu tercapai, katanya, pemerintah bahkan bisa mengurangi ketergantungan pada utang karena APBN akan mengalami surplus.
“Ini soal gap yang terus dibiarkan. Pertumbuhan ekonomi dan tax ratio kita seperti berjalan di jalur berbeda, dan kita tidak pernah benar-benar mencari tahu penyebabnya,” pungkasnya. (alf)