Korsel Guncang Sistem Pajak: Reformasi Pajak Besar-besaran Siap Hapus Insentif untuk Konglomerat

IKPI, Jakarta: Pemerintah Korea Selatan mengumumkan reformasi pajak paling ambisius dalam sejarah modernnya, menandai perubahan besar dalam arah kebijakan fiskal negeri ginseng. Di bawah kepemimpinan Presiden Lee Jae-myung, reformasi ini menargetkan peningkatan penerimaan negara sambil memperkecil celah ketimpangan ekonomi akibat insentif berlebihan yang selama ini dinikmati kelompok kaya dan perusahaan besar.

Dalam konferensi pers yang digelar Kementerian Ekonomi dan Keuangan di Seoul, baru baru ini, Wakil Menteri Keuangan I Lee Hyoung-il menegaskan bahwa reformasi ini dirancang untuk memperkuat prinsip keadilan dalam sistem perpajakan nasional. “Kami ingin menciptakan tatanan fiskal yang lebih seimbang, di mana korporasi besar dan individu berpenghasilan tinggi turut menanggung beban pembangunan,” ujarnya.

Rencana besar ini diperkirakan akan menambah pemasukan negara hingga 8,17 triliun won atau sekitar Rp96 triliun dalam lima tahun ke depan. Salah satu langkah kunci adalah menaikkan tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan) sebesar 1 persen di setiap lapisan penghasilan. Artinya, tarif akan berubah menjadi 10%, 20%, 22%, dan 25%—menghapus pemangkasan pajak yang pernah diberlakukan oleh pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Yoon Suk-yeol.

Pemerintah juga memperketat ketentuan pajak atas capital gain dengan menurunkan ambang batas klasifikasi pemegang saham besar dari 5 miliar won menjadi 1 miliar won. Dengan perubahan ini, lebih banyak investor akan dikenai pajak atas keuntungan modal mereka, dengan tarif antara 22% hingga 27,5%.

Tak hanya itu, tarif pajak atas transaksi saham juga dinaikkan. Untuk bursa KOSPI, pajak yang sebelumnya nihil kini menjadi total 0,20%. Sementara di KOSDAQ, tarif naik dari 0,15% menjadi 0,20%. Sekitar 60–70% perdagangan saham domestik dilakukan oleh investor individu yang artinya, merekalah yang akan paling merasakan dampak kebijakan baru ini.

Seorang analis pasar menyamakan kebijakan ini seperti menaikkan ongkos kirim dalam belanja daring. “Efeknya bukan orang berhenti membeli, tapi frekuensi dan volumenya turun. Ini akan menggerus likuiditas pasar,” katanya.

Pemerintah Korsel juga memperkenalkan skema pajak terpisah untuk dividen, dengan tarif progresif 14–35 persen tergantung pada konsistensi dan rasio pembayaran dividen. Dividen dari cadangan modal juga tak luput: pemegang saham besar akan dikenai pajak jika nilainya melebihi biaya akuisisi saham.

Sementara itu, perusahaan raksasa dengan pendapatan lebih dari 1 triliun won per tahun akan menghadapi kenaikan tarif pajak pendidikan dari 0,5% menjadi 1%. Ini menjadi revisi pertama sejak pajak tersebut diberlakukan pada 1981 menandakan pendekatan lebih agresif terhadap kontribusi sektor keuangan dan asuransi.

Dana Pajak untuk AI dan Rakyat Kecil

Meski banyak pasal dalam reformasi ini berorientasi pada peningkatan penerimaan, pemerintah menegaskan akan mengembalikan sebagian dana yang terkumpul ke masyarakat. Dukungan pajak untuk rumah tangga berpenghasilan rendah-menengah dan pelaku UMKM akan diperluas. Selain itu, insentif R&D akan difokuskan pada pengembangan teknologi strategis seperti kecerdasan buatan (AI).

“Pendapatan dari reformasi ini bukan sekadar untuk menambal defisit, tapi sebagai bahan bakar bagi inovasi masa depan,” kata Lee Hyoung-il.

Meski sudah diumumkan secara resmi, reformasi ini masih harus melewati uji politis di Majelis Nasional Korea Selatan. Jika disahkan, tarif dan ketentuan baru akan mulai berlaku atas penghasilan tahun depan, dengan dampak fiskal yang mulai terasa pada 2027. (alf)

 

 

id_ID