PER-7/PJ/2025 Tegaskan Kriteria Wajib Pajak Nonaktif, Ini Daftarnya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menetapkan aturan baru mengenai kriteria penetapan wajib pajak nonaktif melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-7/PJ/2025. Dalam beleid ini, DJP merinci lebih lanjut syarat dan prosedur bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam menetapkan status nonaktif, baik atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan.

Definisi wajib pajak nonaktif dijelaskan dalam Pasal 1 angka 20 sebagai pihak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, namun belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Status ini merupakan pembaruan dari istilah sebelumnya, yaitu “wajib pajak nonefektif.”

Delapan Kriteria Penetapan

Dalam Pasal 34 ayat (2), DJP menetapkan delapan kondisi yang bisa menjadi dasar penetapan wajib pajak nonaktif. Di antaranya:

• Orang pribadi yang menghentikan usaha atau pekerjaan bebas sehingga tidak lagi memenuhi syarat objektif;

• Orang pribadi tanpa usaha dan tidak berpenghasilan, atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

• WNI yang ingin menjadi subjek pajak luar negeri, tetapi belum memenuhi ketentuannya;

• WNI yang telah menjadi subjek pajak luar negeri (SPLN);

• WNI penduduk yang tidak lagi memenuhi syarat subjektif dan objektif;

• Wanita kawin yang memilih bergabung dengan NPWP suami namun masih tercatat memiliki NIK sendiri;

• Badan usaha yang tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif, namun proses penghapusan NPWP belum selesai;

• Instansi pemerintah yang tidak lagi berstatus sebagai pemungut atau pemotong pajak, tetapi NPWP belum dihapus.

Penuhi 6 Syarat Akumulatif

Selain delapan kategori tersebut, penetapan secara jabatan juga memungkinkan jika wajib pajak memenuhi enam syarat akumulatif sesuai Pasal 38 ayat (2), yaitu:

• Tidak melaporkan SPT Masa atau Tahunan selama lima tahun terakhir;

• Tidak ada pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga selama lima tahun;

• Tidak melakukan pembayaran pajak selama lima tahun;

• Tidak memiliki tunggakan atau sengketa pajak;

• Tidak sedang dalam proses pemeriksaan, penyidikan, atau bukti permulaan;

• Tidak sedang menikmati insentif atau fasilitas pajak.

Notifikasi Lewat Coretax hingga Kurir

Setelah penetapan, DJP melalui KPP akan mengirim surat pemberitahuan status nonaktif kepada wajib pajak. Surat ini akan dikirim melalui berbagai saluran seperti sistem Coretax, email yang terdaftar, atau lewat pos dan jasa kurir.

Kebijakan ini menjadi langkah penting dalam memperbarui basis data wajib pajak aktif, sekaligus efisiensi administrasi perpajakan. DJP berharap masyarakat dapat memahami kriteria ini dan segera mengurus permohonan jika merasa memenuhi syarat sebagai wajib pajak nonaktif. (alf)

 

Sejumlah Entitas Dikecualikan dari Pengenaan Pajak Mininun Global, Ini Daftarnya! 

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia resmi memberlakukan kebijakan Pajak Minimum Global atau Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) untuk mengatasi penghindaran pajak lintas negara. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024, yang merupakan implementasi dari pedoman OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

GloBE diterapkan sebagai pajak tambahan untuk Grup Perusahaan Multinasional (PMN) dengan peredaran bruto global minimal 750 juta euro. Kebijakan ini dirancang untuk menanggulangi penggerusan basis pajak dan pengalihan laba, yang kerap dilakukan melalui struktur usaha lintas negara.

Meskipun demikian, terdapat beberapa entitas yang dikecualikan dari ketentuan ini, berdasarkan peraturan terbaru.

Berikut adalah penjelasan mengenai entitas yang tidak dikenakan ketentuan GloBE sesuai PMK Nomor 136 Tahun 2024:

• Badan Pemerintah

Badan pemerintah dikecualikan karena berfungsi sebagai perpanjangan tangan negara, baik dalam menjalankan fungsi pemerintahan maupun mengelola aset negara. Keuntungan dan aset badan ini dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah, termasuk pada saat pembubaran.

• Organisasi Internasional

Organisasi internasional, yang sepenuhnya dimiliki oleh negara-negara anggota, dikecualikan jika memiliki kesepakatan dengan negara tempat mereka beroperasi. Kesepakatan ini biasanya memberikan hak istimewa dan kekebalan tertentu.

• Organisasi Nirlaba

Entitas yang didirikan untuk tujuan nonkomersial, seperti pendidikan, sosial, atau keagamaan, tidak dikenakan GloBE. Hal ini disebabkan karena laba yang diperoleh tidak untuk keuntungan pemilik atau pihak lain.

• Entitas Dana Pensiun

Terdapat dua jenis entitas dana pensiun yang dikecualikan:

• Entitas yang menyediakan manfaat pensiun bagi pekerja.

• Entitas jasa pensiun yang mengelola investasi untuk kepentingan dana pensiun.

• Entitas Dana Investasi

Dana investasi yang memenuhi tujuh kriteria tertentu juga dikecualikan. Beberapa kriterianya meliputi pengelolaan profesional, tujuan untuk menghasilkan laba investasi, dan kepatuhan pada regulasi di yurisdiksi terkait.

• Entitas Dana Investasi Real Estate

Entitas ini dikenakan pajak satu kali pada tingkat entitas atau pemegang kepentingannya, dengan penundaan maksimal satu tahun. Ketentuan berlaku selama entitas utamanya memiliki aset tidak bergerak dan dimiliki secara luas.

Kebijakan GloBE adalah bagian dari upaya global untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan internasional. Indonesia, sebagai bagian dari OECD/G20 Inclusive Framework, mendukung transparansi dan akuntabilitas perpajakan, terutama dalam menghadapi kompleksitas struktur Grup PMN.

Melalui PMK Nomor 136 Tahun 2024, pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan pajak, mencegah praktik penghindaran pajak, dan mendukung pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan. (alf)

id_ID