IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia hingga kini belum sepenuhnya menerapkan skema pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT), meskipun payung hukum sudah tersedia lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024. Aturan tersebut mulai berlaku untuk tahun pajak 2025, namun implementasinya masih menyesuaikan perkembangan global.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa penerapan GMT menjadi prioritas sebelum pemerintah meluncurkan skema insentif baru pengganti fasilitas tax holiday.
“GMT-nya kita terapkan dulu,” ujar Bimo ketika ditemui di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso. Ia menekankan bahwa meski regulasi sudah tersedia, pelaksanaan GMT dengan tarif minimum 15 persen masih perlu menunggu kepastian dari tren global.
“Kita sedang diskusi dengan Kemenkeu karena sudah ada PMK-nya. Tapi sama dengan negara lain, pemberlakuannya masih dipertimbangkan lagi. Negara-negara lain juga belum semua menerapkan,” ucapnya.
Bagian dari Kesepakatan Global
GMT merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang diinisiasi G20 dan dikoordinasikan OECD, serta telah didukung lebih dari 140 negara. Hingga kini, lebih dari 40 negara telah mengadopsi kebijakan tersebut, dengan mayoritas memulai pada 2025.
Kebijakan ini bertujuan menekan praktik perlombaan menurunkan tarif pajak (race to the bottom) dengan memastikan perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro tetap membayar pajak minimum 15 persen di setiap negara tempat mereka beroperasi.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk wajib pajak orang pribadi maupun UMKM, melainkan hanya untuk kelompok usaha berskala besar lintas negara.
Dalam aturan yang berlaku di Indonesia, perusahaan multinasional yang berada dalam cakupan GMT akan dikenakan pajak tambahan (top up) bila tarif efektif yang dibayar kurang dari 15 persen. Untuk tahun pajak 2025, pembayaran tambahan harus dilunasi paling lambat 31 Desember 2026.
Sementara itu, pelaporan pajak diberikan tenggat 15 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Khusus tahun pertama, pemerintah memberi kelonggaran menjadi 18 bulan. Dengan begitu, pelaporan pertama untuk tahun pajak 2025 dijadwalkan paling lambat 30 Juni 2027.
Meski menerapkan GMT, pemerintah menegaskan tetap memperhatikan daya saing investasi di dalam negeri. Menurut Bimo, sektor-sektor yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi akan tetap dijaga melalui pemberian insentif yang lebih terarah dan terukur. (alf)