Empat Jenis Baru SPT Masa PPN Berlaku Tahun 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menetapkan klasifikasi baru untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seiring implementasi sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax. Pembaruan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 serta diperjelas melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-1/PJ/2025 dan PER-12/PJ/2025.

Mengacu pada Pasal 162 ayat (1) huruf a angka 2 PMK 81/2024, terdapat empat jenis SPT Masa PPN yang mulai berlaku untuk masa pajak Januari 2025. Keempat jenis tersebut meliputi:

1. SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Digunakan oleh PKP untuk melaporkan penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang, pengkreditan pajak masukan, serta pelunasan pajak baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak ketiga. SPT ini juga mencakup PKP yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atau pihak lain dalam negeri yang memiliki kewajiban serupa.

2. SPT Masa PPN bagi PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Diperuntukkan bagi PKP dengan omzet tertentu yang menghitung pajak masukan berdasarkan pedoman khusus, termasuk masa sebelum dikukuhkan sebagai PKP.

3. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN dan Pihak Lain Non-PKP

Ditujukan bagi instansi atau badan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN meski tidak berstatus PKP, termasuk pihak lain yang berkedudukan di Indonesia.

4. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik)

SPT ini digunakan oleh pelaku usaha PMSE luar negeri yang ditunjuk sebagai pemungut PPN di Indonesia. Formulirnya dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, sebagaimana diatur dalam PER-12/PJ/2025.

Klasifikasi baru ini menggantikan jenis-jenis SPT sebelumnya seperti formulir 1111, 1117 DM, 1107 PUT, dan SPT Unifikasi untuk instansi pemerintah. Perubahan ini menandai transformasi sistem pelaporan perpajakan ke arah yang lebih digital dan terintegrasi lewat Coretax DJP.

Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi reformasi administrasi pajak yang lebih adaptif terhadap perkembangan digital dan model bisnis baru, seperti e-commerce lintas negara.

Selain reformasi SPT Masa PPN, DJP juga tengah mencermati sejumlah isu strategis lain seperti dampak program pemutihan terhadap penerimaan pajak daerah, efektivitas insentif fiskal di Ibu Kota Nusantara (IKN), penanganan lebih bayar PPh Pasal 25, serta pengelolaan dana abadi pemerintah daerah. Semua ini menjadi bagian dari upaya memperkuat sistem fiskal nasional dalam jangka panjang. (alf)

 

 

id_ID