Dirjen Pajak Sebut Deposit Pajak Melejit 1.300 Persen, Dorong Penerimaan tapi Picu Kekhawatiran di Daerah

IKPI, Jakarta: Deposit pajak mengalami lonjakan tajam pada 2025, bahkan tercatat menyentuh 1.301 persen dari target semula. Fenomena ini ikut mendongkrak penerimaan dari komponen pajak lainnya. Namun, di sejumlah daerah, tren ini justru memunculkan kekhawatiran karena berpotensi mengganggu perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) bagi pemerintah daerah.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengonfirmasi peningkatan signifikan deposit pajak sejak diberlakukannya sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, pada 1 Januari 2025. Menurutnya, fitur deposit justru dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam menyetor terlebih dahulu kewajiban perpajakannya sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

“Deposit ini sebenarnya kemudahan bagi wajib pajak, mereka bisa menyetor dulu kewajiban perpajakan kemudian melaporkan SPT,” kata Bimo dalam Media Brefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

Ia menegaskan bahwa peningkatan deposit bukanlah masalah besar. Sistem akan secara otomatis mendistribusikan nilai setoran ke jenis pajak yang sesuai begitu SPT dilaporkan. “Sampai SPT itu dilaporkan, maka itu masih menjadi deposit. Jadi tidak ada masalah, nanti akan di-clear up ketika SPT sudah disampaikan,” jelasnya.

Namun, tidak semua pihak merasa tenang. Di daerah seperti Kabupaten Bener Meriah, Aceh, lonjakan deposit justru memunculkan persoalan teknis yang berdampak pada perhitungan DBH Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pasalnya, penghitungan DBH mensyaratkan rincian jenis dan nilai pajak yang dibayarkan pemerintah daerah.

Dalam sebuah kegiatan bimbingan Coretax DJP di KP2KP Rimba Raya, Kepala KP2KP Nurdin menyampaikan bahwa lebih dari 45 persen setoran pajak SKPD di Bener Meriah sejak awal tahun tercatat sebagai deposit. “Jika tidak teralokasi dengan benar, maka akan memengaruhi nilai DBH dan berdampak ke pembangunan daerah,” ujarnya.

Bendahara Inspektorat Bener Meriah, Saipudin, juga meminta adanya penegasan dari Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPA). Menurutnya, banyak bendahara masih menggunakan sistem deposit karena kendala teknis di awal penerapan Coretax belum sepenuhnya teratasi.

Motor Penggerak Pajak Lainnya

Meski memunculkan dinamika di daerah, tren lonjakan deposit terbukti ikut menyumbang besar terhadap penerimaan pajak nasional. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan, Yon Arsal, menyebut deposit pajak sebagai pendorong utama melesatnya komponen “pajak lainnya” sepanjang semester pertama 2025.

“Beberapa penerimaan kini masuk terlebih dahulu sebagai deposit. Ketika wajib pajak melaporkan SPT, dana tersebut langsung teratribusi sesuai jenis pajaknya,” jelas Yon dalam keterangannya pada 14 Juli lalu.

Berdasarkan Prognosis APBN Semester II-2025, komponen “pajak lainnya” diprediksi mencapai Rp 109,3 triliun, jauh melampaui target awal Rp 7,8 triliun. Pertumbuhan sebesar 1.301,2 persen ini menjadikannya penyumbang tertinggi di antara semua jenis pajak.

Selain itu, PBB juga diramal naik dari target Rp 27,1 triliun menjadi Rp 30,1 triliun. Di sisi lain, penerimaan dari PPh dan PPN justru diperkirakan terkoreksi. PPh diramal turun dari target Rp 1.209,3 triliun menjadi Rp 1.041,6 triliun, sementara PPN dan PPnBM diprediksi melorot dari Rp 945,1 triliun ke Rp 895,9 triliun. (alf)

 

id_ID