IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus mengakselerasi transformasi digital di bidang perpajakan. Salah satu langkah strategisnya adalah memperbarui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, dengan fokus pada integrasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam platform Digital ID.
“Dengan adanya Digital ID, variabel informasi dari tiap individu akan semakin kaya dan relevan bagi kepentingan optimalisasi penerimaan pajak,” ujar Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam taklimat media di Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Digital ID, atau Identitas Kependudukan Digital, merupakan bentuk elektronik dari KTP yang dapat diakses melalui gawai. Identitas ini mengacu pada Permendagri Nomor 72 Tahun 2022 dan menyajikan data pribadi serta dokumen kependudukan dalam format digital yang lebih dinamis dan terintegrasi.
Bimo menyebutkan bahwa integrasi data tersebut merupakan bagian dari arsitektur besar e-government, sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Tak hanya itu, ia juga menyinggung peluncuran Payment ID oleh Bank Indonesia yang dijadwalkan pada 17 Agustus 2025. Menurutnya, inisiatif tersebut senafas dengan visi pemerintah dalam membangun sistem layanan publik yang saling terhubung, efisien, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.
“Kolaborasi ini bukan hanya soal teknis perpajakan, tapi mencerminkan arah kebijakan nasional dalam memperkuat ekosistem digital,” tambah Bimo.
DJP dan Dukcapil sendiri telah menandatangani pembaruan perjanjian kerja sama (PKS) pada 29 Juli 2025. PKS ini mencakup tiga pilar utama: validasi NIK, pemutakhiran data kependudukan, dan layanan face recognition untuk memperkuat administrasi dan pengawasan pajak.
“Ini bagian dari reformasi perpajakan yang berkelanjutan. Kami ingin sistem perpajakan yang tidak hanya kuat dari sisi pengawasan, tetapi juga unggul dalam memberikan layanan publik yang cepat, pasti, dan murah,” tegas Bimo.
Meski biasanya diperbarui tiap tiga tahun, kali ini jangka waktu PKS diperpanjang menjadi lima tahun sebagai bentuk komitmen jangka panjang.
Dengan dukungan teknologi dan sinergi antarlembaga, DJP optimistis langkah ini akan memperkuat pondasi pajak digital di Indonesia dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara berkelanjutan. (alf)