WHO Dorong Kenaikan Harga Rokok, Alkohol, dan Minuman Manis hingga 50% Lewat Pajak Kesehatan

IKPI, Jakarta: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan langkah global untuk menaikkan harga produk rokok, alkohol, dan minuman manis hingga 50% melalui mekanisme perpajakan dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Seruan ini disampaikan dalam Konferensi PBB tentang Pembiayaan untuk Pembangunan yang digelar di Seville, Spanyol.

Melalui inisiatif bertajuk “3 by 35”, WHO menargetkan tercapainya peningkatan harga secara menyeluruh pada ketiga jenis produk tersebut, dengan proyeksi tambahan penerimaan negara mencapai US$1 triliun atau sekitar Rp16,2 kuadriliun pada 2035.

Langkah ini merupakan bentuk dukungan terkuat WHO terhadap penggunaan pajak sebagai instrumen untuk mencegah penyakit tidak menular (PTM) yang semakin membebani sistem kesehatan di banyak negara. PTM seperti diabetes dan kanker banyak dikaitkan dengan konsumsi minuman manis, alkohol, dan produk tembakau.

“Pajak kesehatan adalah salah satu alat paling efektif dan efisien untuk menyelamatkan nyawa sekaligus meningkatkan pendapatan negara,” ujar Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Promosi Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, Jeremy Farrar seperti dikutip dari Reuters, Kamis (3/7/2025).

Ia menambahkan, dunia tak bisa lagi menunda aksi nyata menghadapi krisis kesehatan yang semakin kronis.

Dampak Ganda

WHO menyebutkan bahwa kebijakan ini dapat menjadi solusi ganda, tidak hanya untuk menekan konsumsi produk berisiko, tetapi juga membantu negara-negara berkembang yang sedang menghadapi defisit anggaran, utang publik yang menanjak, serta penurunan bantuan pembangunan.

Contoh penerapan pajak serupa di Kolombia dan Afrika Selatan menjadi rujukan utama dalam menyusun estimasi potensi penerimaan pajak global. WHO sendiri selama puluhan tahun telah aktif mendorong pajak tembakau, dan dalam beberapa tahun terakhir memperluas seruan untuk mencakup alkohol dan minuman bergula.

Namun, untuk pertama kalinya, WHO menetapkan target kuantitatif dan waktu pelaksanaan untuk ketiga kategori tersebut secara bersamaan.

Tak berhenti di situ, WHO juga mengisyaratkan kemungkinan ekspansi kebijakan pajak ke produk makanan ultra-proses seperti camilan tinggi gula dan garam yang selama ini dianggap berkontribusi besar terhadap meningkatnya beban penyakit metabolik. WHO kini tengah menyusun definisi resmi untuk kategori makanan tersebut dan berencana mengumumkannya dalam waktu dekat.

Inisiatif “3 by 35” diklaim mendapat dukungan kuat dari berbagai lembaga internasional, termasuk Bloomberg Philanthropies, Bank Dunia, dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Selain advokasi, inisiatif ini juga menawarkan dukungan teknis dan kebijakan bagi negara yang siap melaksanakan reformasi pajak kesehatan secara nyata.

Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menegaskan bahwa inisiatif ini adalah jawaban terhadap tantangan kesehatan dan ekonomi global yang semakin kompleks.

“Dengan kebijakan fiskal yang cerdas, kita tidak hanya menyelamatkan nyawa, tapi juga memperkuat ketahanan sistem kesehatan nasional,” ujarnya.(alf)

 

 

 

id_ID