Ekonom Minta Menkeu Purbaya Fokus Tingkatkan Kepatuhan Pajak, Bukan Tarif

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa diminta memberi perhatian serius terhadap upaya optimalisasi penerimaan negara. Peningkatan kepatuhan wajib pajak dinilai bisa menjadi prioritas utama dibanding menaikkan tarif pajak yang berpotensi menekan aktivitas usaha.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menegaskan bahwa strategi memperluas basis pajak dan mendorong kepatuhan akan lebih efektif dalam jangka panjang.

“Prioritas penerimaan terletak pada kepatuhan dan basis pajak, bukan menaikkan tarif secara luas,” ujar Syafruddin, Rabu (10/9/2025).

Menurutnya, langkah konkret dapat dilakukan melalui integrasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga data perizinan. Ia juga mendorong perluasan implementasi e-invoicing dan analitik risiko untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

“Lakukan audit berbasis data lintas instansi serta spending review atas belanja pajak, agar insentif benar-benar produktif,” tambahnya.

Tak hanya sektor perpajakan, Syafruddin juga menilai Menkeu perlu memperkuat pendapatan negara bukan pajak (PNBP) melalui tata kelola sumber daya alam (SDA) yang transparan, serta memastikan dividen BUMN berbasis kinerja.

Ia mengingatkan pentingnya kesiapan Indonesia dalam mengadopsi agenda pajak global Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 2.0, agar hak pemajakan tidak hilang ke negara lain.

“Rasio pajak Indonesia yang masih sekitar 10 persen PDB menunjukkan ruang besar untuk mengerek kepatuhan dan memperluas basis tanpa mengguncang aktivitas usaha,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam serah terima jabatan di Kementerian Keuangan pada Selasa (9/9/2025), Purbaya menekankan pentingnya kebijakan fiskal yang tidak terjebak pada pandangan sempit. Ia meminta jajaran Kemenkeu membiasakan diri dengan budaya diskusi terbuka, sekaligus menghindari ‘echo chamber’ atau lingkaran diskusi internal yang terlalu homogen.

“Kita tidak boleh naif. Jangan sampai fokus pada isu kecil yang justru menghambat kebijakan strategis. Biasakan berdiskusi dengan berbagai pihak dan manfaatkan perkembangan teknologi untuk mendapatkan wawasan baru,” kata Purbaya.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal yang tepat hanya bisa lahir jika kementerian mampu membaca tantangan global secara jernih. Mulai dari perlambatan ekonomi, ketegangan geopolitik, perubahan iklim, hingga percepatan teknologi yang membawa risiko sekaligus peluang bagi Indonesia.

“Peran Kementerian Keuangan dalam merancang kebijakan fiskal yang mendukung pembangunan berkelanjutan sangat krusial,” katanya. (alf)

 

id_ID