Usulan 10 Pajak Baru Ini Diklaim Bisa Hasilkan Rp388,2 Triliun

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memunculkan wacana penerapan 10 jenis pajak baru yang diyakini mampu menambah penerimaan negara hingga Rp388,2 triliun. Usulan ini disampaikan langsung kepada Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, sebagai alternatif strategi untuk memperluas basis perpajakan.

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyu Askar, menegaskan pemerintah perlu menghindari praktik “berburu di kebun binatang” atau hanya menyasar wajib pajak yang sudah teridentifikasi.

“Kami ingin ini menjadi perdebatan publik, agar semua pihak melihat bahwa ada cara lain yang bisa berdampak besar terhadap penerimaan pajak,” ujarnya dalam peluncuran riset “Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak seperti Berburu di Kebun Binatang” di Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

Sepuluh pajak yang diusulkan meliputi:

• Pajak kekayaan – Potensi Rp81,6 triliun dari 50 orang terkaya di Indonesia.

• Pajak karbon – Rp76,4 triliun.

• Pajak produksi batu bara – Rp66,5 triliun.

• Pajak windfall profit sektor ekstraktif – Rp50 triliun.

• Pajak penghilangan keanekaragaman hayati – Rp48,6 triliun.

• Pajak digital – Rp29,5 triliun.

• Peningkatan tarif pajak warisan – Rp20 triliun.

• Pajak kepemilikan rumah ketiga – Rp4,7 triliun.

• Pajak capital gain atas saham dan aset finansial – Rp7 triliun.

• Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) – Rp3,9 triliun.

Wahyu menilai, pajak-pajak baru ini tidak hanya akan menambah penerimaan negara, tetapi juga mendorong keadilan pajak. “Secara persentase pendapatan, masyarakat miskin membayar pajak lebih besar dibanding orang super kaya,” ujarnya.

Menanggapi usulan tersebut, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menyambut positif kajian CELIOS. Ia menyebut beberapa ide, seperti pajak atas keanekaragaman hayati, baru pertama kali didengar.

“Usulan ini akan kami dalami bersama pemangku kepentingan. Kalau diimplementasikan dengan baik, mudah-mudahan hasilnya optimal,” kata Yon.

Riset CELIOS ini diperkirakan akan memicu diskusi hangat di kalangan pembuat kebijakan, mengingat sebagian pajak yang diusulkan menyasar kelompok berpendapatan tinggi dan sektor-sektor yang selama ini belum digarap secara maksimal. (alf)

 

DJP Catat Setoran Pajak dari PMSE Capai Rp 12,2 Triliun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat jumlah setoran pajak pertambahan nilai dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebesar Rp 12,2 triliun per April 2023. Adapun jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran 2020, sebesar Rp 3,90 triliun setoran 2021, sebesar Rp 5,51 triliun setoran 2022, dan sebesar Rp 2,04 triliun setoran 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan setoran sebesar Rp 12,2 triliun berasal dari 129 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik.

“Sebanyak 129 pelaku usaha PMSE tersebut merupakan bagian dari 148 pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk untuk memungut PPN atas produk digital luar negeri yang dijual di dalam negeri,” kata Dwi seperti dikutip dari Republika, Jumat (5/5/2023).

Per April 2023, pihaknya menunjuk empat pelaku usaha untuk turut memungut pajak pertambahan nilai produk digital dalam PMSE. Empat perusahaan tersebut adalah Agoda Company Pte.Ltd, Tencent Music Entertainment Hong Kong, Supercell Oy, dan WPEngine,Inc.

Dengan penunjukan tersebut, para pelaku usaha berkewajiban memungut pajak pertambahan nilai dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

Selain itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut pajak pertambahan nilai yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receip atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan pajak pertambahan nilai dan telah dilakukan pembayaran.

Ke depan, pihaknya masih akan terus menunjuk para pelaku usaha Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia dan telah memenuhi kriteria.

Kriteria yang dimaksud adalah nilai transaksi dengan pembeli Indonesia melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan dan atau jumlah di Indonesia melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan, untuk memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik atas kegiatannya tersebut. (bl)

id_ID