IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memperluas cakupan wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang dikenai kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan (PPh). Kebijakan ini dituangkan dalam PER-11/PJ/2025, yang mulai berlaku menggantikan ketentuan lama.
Mengacu pada Pasal 16 ayat (2) peraturan tersebut, dua kelompok orang pribadi kini ditetapkan sebagai pemotong PPh, yaitu:
• Orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, dan
• Orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha.
Namun, ketentuan ini hanya berlaku bagi mereka yang telah menyelenggarakan pembukuan. Dengan kata lain, kewajiban pemotongan tidak berlaku bagi pelaku usaha atau profesional yang masih menggunakan pencatatan sederhana.
Terdapat dua jenis pajak yang wajib dipotong:
• PPh Pasal 23 atas sewa selain tanah dan/atau bangunan, dengan tarif 2% dari jumlah bruto.
• PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan, dikenakan tarif 10% dari jumlah bruto dan bersifat final.
Setiap pemotongan PPh tersebut harus dibuktikan dengan penerbitan Bukti Potong Unifikasi, sebagai dokumen formal pelaporan.
Dengan berlakunya PER-11/2025, maka dua ketentuan sebelumnya KEP-50/PJ/1994 dan KEP-50/PJ/1996 resmi dicabut. Sebelumnya, subjek pemotong PPh terbatas pada profesi tertentu, seperti akuntan, dokter, notaris, dan pengusaha dengan pembukuan. Kini, cakupannya mencakup lebih banyak pelaku ekonomi perorangan.
Aturan ini menjadi sinyal bahwa DJP tengah memperluas basis pemungutan PPh secara sistematis, termasuk dari sektor-sektor informal yang telah memiliki kapasitas administrasi memadai. (alf)