Dua Terdakwa Pengemplang Pajak Divonis Penjara dan Denda Rp 112 Miliar

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus melakukan penindakan hukum terhadap pengemplang pajak. Kini giliran dua orang terdakwa yakni Ahmad Khadafi alias Vicky Andrean dan Junaidi Priandi dinyatakan bersalah dalam kasus faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya (TBTS) melalui wajib pajak PT EIB dan PT PKB.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh Bawono Effendi membacakan putusan pidana penjara terhadap dua orang terdakwa tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (16/2).

“Menyatakan terdakwa Ahmad Khadafi alias Vicky Andrean dan Junaidi Priandi, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berupa dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak TBTS melalui PT EIB dan PT PKB,” katanya seperti dikutip dari Detik Finance, dalam keterangan tertulis, Selasa (21/2/2023).

Dalam putusan, Ahmad Khadafi alias Vicky Andrean dijatuhkan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan Junaidi Priandi pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan. Masing-masing dikurangi masa tahanan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan.

Selain itu, kedua terdakwa juga dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp 112.256.412.538 yang wajib dibayar dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu tersebut, harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar denda.

“Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar denda, maka terdakwa akan dijatuhi hukuman kurungan pengganti denda selama 6 bulan,” ucapnya.

Sebagai informasi, sidang putusan yang dilakukan merupakan sidang ke-16 sebagai tindak lanjut pengungkapan kasus jaringan penerbit faktur pajak TBTS yang dilakukan secara serentak dalam skala nasional oleh DJP Kementerian Keuangan.

Selama proses penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan I, terdakwa telah diberikan kesempatan untuk menempuh upaya hukum administratif dengan melunasi jumlah pokok pajak kurang bayar ditambah sanksi administrasi sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, namun tidak dimanfaatkan.

Atas putusan tersebut, baik Jaksa Penuntut Umum maupun Terdakwa menyatakan akan pikir-pikir untuk banding. Melalui hasil vonis ini, diharapkan mampu memberikan kesadaran kepada setiap wajib pajak agar senantiasa menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik.

“(Diharapkan) memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana maupun wajib pajak lainnya yang memiliki niat atau berencana untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan,” tandasnya. (bl)

 

 

 

 

 

 

Pemerintah Makin Gencar Kejar Pengemplang Pajak

IKPI, Jakarta  Otoritas pajak di Indonesia semakin gencar untuk mengejar para pengemplang. Dalam dua bulan pertama di tahun 2023 ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan telah menindak empat pengemplang pajak.

Hukuman pidana para pengemplang pajak pun tak main-main, mulai sampai proses penyanderaan hingga penjatuhan vonis penjara. Hukum pun dijatuhkan kepada wajib orang pribadi, hingga wajib pajak sebuah perusahaan.

Penindakan hukum wajib pajak pertama kali yang mencuat ke publik terjadi di Bantul, Yogyakarta. Pria berinisal HP dijatuhkan vonis bersalah oleh Majelis Pengadilan Negeri Bantul.

Adapun para pengemplang pajak yang ditindak secara hukum terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, dari Pulau Jawa hingga Pulau Dewata, Bali.

Seperti diketahui, dalam sistem perpajakan Indonesia terdapat beberapa pelanggaran yang membuat pelakunya dijatuhkan sanksi pidana.

Tindak pidana perpajakan telah diatur di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).

1. Tindak Pindana Pajak di Bantul, Yogyakarta

Majelis Hakim PN Bantul memvonis HP dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda sebesar dua kali jumlah pajak terutang yaitu senilai Rp 88,83 miliar.

HP dijatuhi vonis bersalah karena tidak bersikap jujur dalam melaporkan hasil kekayaannya saat melakukan laporan SPT.

“HP terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan sengaja tidak melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT yang mengakibatkan pajak kurang dibayar,” jelas DJP dilansir dari instagram resminya, yang diunggah pada 8 Februari 2023.

2. Tindak Pidana Pajak di Kalimantan

Penindakan hukum juga terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan. Hal ini diumumkan oleh otoritas pajak pada 8 Februari 2023.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalseteng) menyerahkan seorang pengusaha berinisial KS kepada Kejaksaan Negeri Banjarmasin.

Tersangka KS melalui CV AWN, diduga telah melakukan dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Perbuatan tersangka KS melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tersangka KS dinilai menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari sektor perpajakan diperkirakan sebesar Rp 372,8 juta.

3. Tindak Pindana Pajak di Badung, Bali

Ada juga pengusaha asal Bali, berinisial KT ditangkap dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung dengan ancaman penjara. Aksinya pun dinilai telah merugikan negara sebesar Rp 1 miliar.

Pengusaha berinisial KT tersebut merupakan penanggung jawab pada CV RJ, bergerak dalam bidang usaha penyewaan alat konstruksi.

KT dijatuhi hukuman, karena telah melakukan berbagai upaya tindak pidana di bidang perpajakan, salah satunya karena dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tersangka diduga dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap pada kurun waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Maret 2016.

“Akibat tindakan yang dilakukan oleh Tersangka ini menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya Rp1.092.730.070,00” ungkap Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Kanwil DJP Bali I Made Artawan dalam siaran pers yang dirilis pada Senin, 13 Februari 2023.

KT terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

4. Penyanderaan Pengusaha di Jakarta

Teranyar, atau tepatnya kemarin Kamis, 16 Februari 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan telah melakukan tindakan penyanderaan terhadap seorang direktur perusahaan, karena memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 6 miliar.

Penyanderaan dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kembangan.

Adapun sosok yang disandera oleh Kanwil DJP Jakbar dan KPP Pratama Jakarta Kembangan yakni LSM alias JL, selaku Direktur PT KSA.

“Penyanderaan (gijzeling) terhadap LSM alias JL selaku Direktur PT KSA dengan tunggakan pajak sebesar Rp 6.038.954.010,” tulis keterangan tertulis DJP, Kamis (16/2/2023).

Pelaksanaan sandera dimulai dengan pembacaan Surat Perintah Penyanderaan (Sprindera) dan selanjutnya dibawa ke Lapas Kelas IIA Salemba, sebagai tempat penitipan penanggung pajak yang disandera.

Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan LSM, tepat pukul 09.00 WIB sandera diserahkan ke pihak lapas.

“Tindakan penagihan aktif terhadap LSM yang merupakan mantan pengurus dari PT KSA dilakukan berdasarkan data yang ada bahwa LSM adalah orang yang bertanggung jawab atas utang pajak yang ada untuk dilakukan penyanderaan,” jelas Kepala KPP Jakarta Kembangan, Taufiq.

Berdasarkan Pasal 58 Ayat (1) PMK Nomor 189/PMK.03/2020, tindakan penyanderaan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak dalam hal mempunyai utang pajak paling sedikit Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya.

Adapun pelaksanaan penyanderaan hanya dapat dilakukan setelah ada Sprindera atas izin Menteri Keuangan atau gubernur dan diterima oleh penanggung pajak.

Waktu penyanderaan maksimal 6 bulan sejak penanggung pajak dimasukkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan.

Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas. (bl)

Ini Instrumen Kebijakan DJP yang Bikin Pengemplang Pajak Tak Bisa Kabur

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah memiliki sejumlah instrumen untuk memperkuat pencegahan penghindaran pajak. Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022.

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan, instrumen pencegahan penghindaran pajak yang tertuang dalam PP itu menggunakan instrumen pencegahan yang spesifik atau specific anti-avoidance rules.

Instrumen itu terdiri dari pengaturan controlled foreign company (CFC), pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing, penanganan skema special purpose company, pembatasan biaya pinjaman, hingga penanganan hybrid mismatch arrangement.

“Apabila spesifik anti avoidance rules yang sudah kami atur dan terapkan itu belum cukup menangkap penghindaran pajak, kita bisa menggunakan instrumen pencegahan yang kita sebut general yang menggunakan prinsip substance over form,” kata Mekar dalam webinar MUC Consulting seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (16/2/2023).

Secara spesifik, Mekar menjelaskan, pengaturan CFC ini antara lain terkait penetapan saat diperolehnya dividen dan dasar perhitungannya. Lalu juga terkait penentuan saat diperolehnya dividen untuk badan usaha di luar negeri yang wajib menyampaikan SPT Tahunan.

“Dan apabila ada wajib pajak di luar negerinya atau tempat dia memiliki kepemilikan tersebut ternyata tidak wajib untuk menyampaikan SPT Tahunan, ini juga nanti diatur dalam PP 55 nya juga sudah spesifik diatur,” ujar Mekar.

Adapun yang terkait transfer pricing, ia berujar, diatur penetapan harga transfer dalam Pasal 36 PP 55 Tahun 2022. Dalam aturan itu DJP mulanya akan menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan dalam hal tidak menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU), menerapkan PKKU namun tidak sesuai ketentuan, dan harga transfer tidak memenuhi PKKU.

Setelah itu Penentuan kembali besarannya penghasilan dan atau pengurangan dilakukan dengan harga transfer sesuai PKKU untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Penentuan harga transfer sesuai PKKU akan dilakukan dengan menggunakan banyak metode yang bisa dipilih berdasarkan ketetapan dan keandalan yang dipengaruhi hubungan istimewa.

“Apabila ada selisih antara nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang tidak sesuai dengan PKKU dengan nilai yang sesuai dengan PKKU itu merupakan bentuk pembagian laba secara tidak langsung, sehingga kami perlakukan itu sebagai dividen,” tuturnya.

Terkait instrumen special purpose company, ia menekankan, pengaturannya dalam PP ini mengenai penetapan pihak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud penguasaan tersebut, dengan ketentuan bahwa terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

Sementara itu, untuk instrumen pengaturan pembatasan biaya pinjaman, menurut Mekar terkait dengan pembatasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak dengan tiga metode.

“Pertama kita sebut dengan metode penentuan perbandingan tingkat harga tertentu antara utang dan modal, metode penetapan persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan pendapatan usaha sebelum dikurangi EBITDA, serta metode lainnya,” ujar Mekar.

Instrumen terakhir dan baru yang akan DJP atur, yaitu hybrid mismatch arrangement, menurut mekar terkait dengan penghitungan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan tidak membebankan pembayaran wajib pajak dalam negeri kepada wajib pajak luar negeri.

“Pengaturan tersebut yang terjadi biasanya dapat dilakukan dalam hal wajib pajak luar negeri yang pertama ternyata yang menjadi biaya di luar negerinya tidak dianggap sebagai penghasilan dikenai pajak, atau pembebanan dari Indonesia tersebut di luar negeri dijadikan pembebanan pembayaran sebagai pengurang penghasilan di negara atau yurisdiksi di mana wajib pajak luar negeri tersebut berdomisili,” tutur dia. (bl)

 

 

 

DJP Kalseteng Serahkan Tersangka dan Barang Bukti Pidana Perpajakan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalseteng) menyerahkan seorang pengusaha berinisial KS kepada Kejaksaan Negeri Banjarmasin.

Seperti dikutip dari situs resmi Ditjen Pajak, Rabu (8/2/2023), penyerahan tersangka tersebut juga menyertakan barang bukti dan harta kekayaannya yang telah disita terkait proses penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan pada tanggal 16 Desember 2022.

Tersangka KS melalui CV AWN, diduga telah melakukan dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Secara lebih rinci, modus yang dilakukan adalah, pertama, tidak seluruhnya melaporkan omset/penyerahan maupun perolehan/pembelian pada SPT Masa PPN CV AWN masa Januari 2018 sampai dengan Desember 2018.

Kedua, melaporkan SPT Masa PPN secara rutin dengan status nihil dan lebih bayar kompensasi agar terhindar dari sanksi denda terlambat pelaporan, dan bertujuan untuk menunda pembayaran dan/atau tidak membayar pajak (PPN) yang seharusnya dibayar ke Kas Negara.

Perbuatan tersangka KS melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Pasal 64 ayat (1) KUHP yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari sektor perpajakan diperkirakan sebesar Rp 372,8 juta.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Kalselteng Budi Susila menyampaikan bahwa peristiwa ini hendaknya menjadi perhatian dan peringatan kepada para wajib pajak agar menjalankan pemenuhan kewajiban perpajakannya baik menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dengan benar, lengkap, dan jelas.

Budi juga berharap penegakan hukum yang secara tegas diterapkan pada kasus ini dapat menghasilkan efek jera bagi wajib pajak.

“Seluruh wajib pajak diingatkan untuk tidak mudah tergiur dengan tawaran penggunaan faktur pajak dari pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengurangi pajak yang seharusnya dibayar, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi dan kontribusi wajib pajak dapat ditingkatkan guna menunjang kemandirian pembiayaan pembangunan nasional menuju Indonesia maju,” kata Budi. (bl)

DJP Serahkan Rp 5,6 Miliar Barbuk Tindak Pidana Perpajakan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyerahkan tanggung jawab tersangka tindak pidana di bidang perpajakan, beserta barang bukti (barbuk) kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur melalui Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sebab telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 5, 6 miliar.

Penyerahan barang bukti itu dilakukan pada 4 Januari 2023 oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur. Dalam hal ini penyerahan dilakukan setelah berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Adapun tersangka, melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan, atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

Kemudian tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut selama Tahun Pajak 2019 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 huruf c, Pasal 39 ayat 1 huruf d dan Pasal 39 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Akibat perbuatannya, tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp5.651.124.773,00. Sebelum dilakukan penyerahan tanggung jawab tersangka, Tim Penyidik Kanwil DJP Jakarta Timur telah melaksanakan pemeriksaan bukti permulaan terkait dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka,” kata DJP seperti dikutip dari Viva.co.id, dalam keterangannya Kamis, (12/1/2023).

DJP mengatakan, selama proses pemeriksaan bukti permulaan tersebut Tim Penyidik Kanwil DJP Jakarta Timur telah memberitahukan bahwa tersangka memiliki hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) UU KUP. (bl)

 

Kanwil DJP Jateng II Serahkan Tersangka Pengemplang Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II melalui Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) menyerahkan tersangka kasus pajak berinisial P ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali.

Seperti dikutip dari Antara News, Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II Slamet Sutantyo di Solo, Rabu mengatakan berdasarkan hasil penyidikan ditemukan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp449.000.000 dari tindak pidana yang dilakukan tersangka.

Ia mengatakan tindak pidana perpajakan yang dilakukan tersangka melalui perusahaannya CV KU.

Tersangka P disangkakan melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP).

Oleh karena itu, katanya. untuk mempermudah proses peradilan yang akan dilakukan, tersangka ditahan sementara selama 14 hari ke depan di Lapas Kelas II B Boyolali oleh Kejaksaan Negeri Boyolali.

Terkait hal itu, ia mengatakan seharusnya kejadian tersebut tidak perlu terjadi jika wajib pajak patuh memenuhi kewajiban perpajakan.

“Setiap wajib pajak telah kami berikan edukasi atas hak dan kewajiban perpajakan sehingga kami sangat menyayangkan dengan terjadinya hal seperti ini. Apalagi sampai harus mendapat sanksi pidana,” katanya.

Sementara itu, kata dia, DJP melaksanakan penegakan hukum untuk memberikan efek jera kepada wajib pajak yang memiliki tendensi untuk melakukan tindak pidana perpajakan.

“Selain itu, penegakan hukum seperti ini disebarluaskan dengan tujuan agar wajib pajak selalu memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.

Sebelumnya, papar dia, pihaknya telah melakukan langkah persuasif dengan memberikan imbauan dan edukasi kepada wajib pajak agar melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan secara tertib.

“Namun, wajib pajak tidak mengindahkan langkah persuasif yang diberikan sehingga terpaksa dilakukan langkah penegakan hukum pidana dan penyitaan aset sebagai langkah pemulihan atas kerugian negara yang timbul,” katanya.(bl)

 

DJP Tangkap Bos Tekstil Penerbit Faktur Fiktif

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menangkap dan menyerahkan salah seorang direktur perusahaan tekstil ke Kejaksaan Negeri Kota Bandung karena dugaan melakukan tindak pidana perpajakan melalui faktur fiktif.

Tim Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Ditjen Pajak menemukan bahwa salah seorang direktur perusahaan tekstil berinisial M melakukan pengemplangan pajak.

Terdapat dugaan kuat bahwa M menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.

Berdasarkan temuan Ditjen Pajak, M melakukan perbuatan pidana tersebut dari Januari 2016 hingga Desember 2017 atau sekitar 2 tahun. Hal itu dilakukannya melalui perusahaan tekstil yang dipimpinnya, yakni PT ISM.

“Akibat perbuatannya, negara telah dirugikan Rp6 miliar,” dikutip dari unggahan Twitter Ditjen Pajak pada Selasa (13/12/2022).

Tersangka dijerat pasal 39A huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 28/2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Tersangka diancam pidana penjara minimal 2 hingga 6 tahun serta didenda minimal dua hingga enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak,” dikutip dari cuitan Ditjen Pajak.

Ditjen Pajak menyatakan bahwa akan terus menjalankan penegakan hukum pidana pajak yang berkeadilan. Tujuannya, agar memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan efek gentar kepada wajib pajak lainnya. (bl)

DJP Sita Dua Ruko Pengemplang Pajak Rp9,2 Miliar

IKPI, Jakarta: Tim penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggeledah sekaligus menyita dua unit ruko pengemplang pajak Rp9,2 Miliar berinisial M alias A yang berlokasi di Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (16/9/2022).

Diketahui, tersangka M alias A merupakan pemilik PT GIPE dan PT DPM Cabang Palembang. Melalui kedua perusahaannya tersebut, ia diduga kuat telah mengemplang pajak dengan cara menerbitkan dan menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya serta menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sejak Januari 2017 sampai dengan Desember 2018.

Dikutip dari website resmi DJP, dalam kasus ini M alias A disangkakan Pasal 39 ayat 1 huruf d dan/atau Pasal 39A huruf a jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Sebagai konsekuensi atas perbuatan pidana yang dilakukannya, M alias A dapat dijatuhi hukuman pidana penjara minimal enam bulan hingga maksimal enam tahun serta dapat didenda minimal dua kali hingga enam kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan/atau jumlah pajak dalam faktur pajak.

Kedua ruko yang telah disita selanjutnya akan dinilai oleh tim penilai Kantor Wilayah DJP Sumatra Selatan dan Bangka Belitung untuk menjadi barang bukti dalam persidangan serta jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.

Dalam menegakkan hukum pidana pajak, tujuan yang ingin dicapai DJP bukan hanya timbulnya efek jera kepada tersangka dan efek gentar kepada calon pelaku, tetapi juga terpulihkannya kerugian pada pendapatan negara.

Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 44B UU KUP, DJP masih memberikan kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya agar penyidikan dapat dihentikan dengan cara melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi administratif. (bl)

 

DJP Serahkan Pengemplang Pajak Rp 26,9 Miliar ke-Kejari Jaksel

IKPI, Jakarta: Direktorat Penegakan Hukum, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan menyerahkan tersangka tindak pidana penggelapan pajak dan pencucian uang Rp 26,9 miliar berinisial RK, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), Kamis (27/10/2022).

Kasubdit Forensik Digital dan Barang Bukti Ditektorat Gakkum DJP Machrijal Desano mengungkapkan, RK merupakan petinggi PT LMJ, perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa keamanan.

“Jadi tim penyidik penegakan hukum Direktorat Jenderal Pajak menyerahkan tersangka dan barang bukti penggelapan pajak dan pencucian uang kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Machrijal di Kejari Jaksel, Kamis (27/10/2022).

Dikatakan Machrijal, RK diduga kuat sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut dengan cara tidak menyampaikan SPT. Kemudian, tersangka juga tidak menyetorkan sebagian pajak yang telah dipungut dengan cara hanya melaporkan sebagian penyerahan jasa kena pajak dalam SPT perusahaan miliknya.

“RK hanya membayar pajak ke kas negara atas sebagian dari pajak yang telah dipungut oleh perusahaannya,” kata Machrijal.

Dia mengungkapkan, hasil duit pajak yang digelapkan oleh RK digunakan untuk membeli sejumlah aset, seperti 2 unit apartemen di Depok Jawa barat, membeli bahan material dan membayar tukang untuk pembangunan di beberapa bidang tanah miliknya.

Adapun anjut Machrijal, penyidik Direktorat Gakkum DJP melakukan penyitaan dan pemblokiran aset milik RK sebagai jaminan untuk pemulihan kerugian negara.

Aset-aset yang disita oleh penyidik meliputi, uang tunai Rp613 juta, 8 unit bus pariwisata, 2 unit apartemen, dan beberapa bidang tanah yang tersebar di sejumlah wilayah.

Atas perbuatannya RK dijerat dengan Pasal 39 ayat 1 huruf c d dan i UU KUP dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun dan ancaman denda paling banyak 4 kali dari nilai pajak yang belum dibayar.

Dia juga dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No.8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. (bl)

en_US