Golf Tak Dikenai Pajak Hiburan, Ini Alasannya! 

IKPI, Jakarta: Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur Jakarta, Yustinus Prastowo, menegaskan bahwa olahraga golf tidak lagi termasuk dalam objek pajak hiburan, meskipun sebelumnya sempat dikenai bersamaan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini ditegaskan sebagai bentuk penerapan prinsip keadilan dalam sistem perpajakan, terutama setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Prinsipnya tidak boleh ada pajak berganda atas objek yang sama. Jadi sekarang golf hanya dikenai PPN sebesar 11 persen,” ujar Yustinus di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Yustinus menjelaskan bahwa sebelumnya golf sempat menjadi objek pajak ganda, yakni pajak hiburan dan PPN. Namun, kondisi tersebut digugat oleh para pengelola lapangan golf, dan berujung pada terbitnya Putusan MK Nomor 52/PUU-IX/2012. MK menilai bahwa jasa penyediaan lapangan dan peralatan golf bukanlah bagian dari kategori hiburan yang dapat dikenai pajak hiburan.

Sebaliknya, olahraga padel dan sejumlah cabang olahraga lain kini justru dikenai pajak hiburan. Mengapa demikian? Yustinus menyebut hal itu sebagai bentuk penerapan keadilan perpajakan terhadap berbagai jenis olahraga komersial yang sejak lama telah dikenai pungutan serupa.

“Jadi pengenaan pajak hiburan atas padel bukan untuk memberatkan, tetapi untuk menciptakan kesetaraan. Banyak cabang olahraga permainan lainnya telah lebih dulu dikenakan pajak hiburan, seperti tenis meja, squash, panahan, biliar, hingga kolam renang,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengatur hal ini melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang menyatakan bahwa penyewaan sarana dan prasarana olahraga merupakan kegiatan komersial yang dapat dikenai pajak. Kemudian, Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 menetapkan jenis-jenis olahraga yang masuk dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bidang hiburan, termasuk padel.

Menurut Ketua Pelaksana Penyuluhan Bapenda DKI Jakarta, Andri Mauludi Rijal, pajak hiburan sebesar 10 persen dikenakan atas transaksi sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan melalui aplikasi digital.

“Pajak berlaku atas penyediaan jasa hiburan kepada konsumen, termasuk penyewaan fasilitas olahraga yang bersifat komersial,” ujar Andri.

Yustinus pun menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam pungutan pajak, serta memastikan bahwa penerimaan daerah benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

“Masyarakat tak perlu cemas. Pajak ini untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Mari tetap berolahraga agar sehat, dan bersama-sama kita gotong royong melalui pajak demi kebaikan bersama,” pungkasnya. (alf)

 

en_US