KPP Denpasar Barat Edukasi Investor Asing Soal Aturan Pajak di Indonesia

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Barat, Bali, menggelar kegiatan edukasi bagi investor asing dan warga negara asing (WNA) yang berusaha atau memperoleh penghasilan di Indonesia. Tujuannya, agar para pelaku usaha asing memahami kewajiban perpajakan sesuai ketentuan hukum di tanah air.

Kepala KPP Pratama Denpasar Barat, Aris Riantori Faisal, menegaskan pentingnya kepatuhan pajak bagi seluruh wajib pajak, termasuk WNA. “Saya harap wajib pajak memiliki tanggung jawab melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya, Sabtu (16/8/2025).

Kegiatan tersebut dihadiri WNA pelaku usaha, perwakilan usaha asing, hingga individu yang berada di wilayah hukum Indonesia, khususnya Denpasar, dan memperoleh penghasilan di Bali.

Dua penyuluh pajak, Ni Putu Desriana Dewi dan Edi Prasetyo, dihadirkan untuk memberikan penjelasan teknis. Desriana memaparkan bahwa WNA maupun Warga Negara Indonesia (WNI) dapat menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) apabila memenuhi kriteria, antara lain tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun atau memiliki niat menetap.

“Untuk badan usaha, status SPDN berlaku bagi yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Namun ada pengecualian, misalnya unit tertentu dari badan pemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN atau APBD,” jelasnya.

Sementara itu, Edi Prasetyo mengingatkan bahwa wajib pajak memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas. Ia juga memaparkan prosedur pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), termasuk persyaratan administrasi dan survei lapangan.

“Tidak semua wajib pajak bisa menjadi PKP. Jika syaratnya tidak terpenuhi, permohonan akan ditolak,” tegasnya.

Hingga paruh pertama 2025, penerimaan pajak di Bali tercatat mencapai Rp7,62 triliun, atau tumbuh 11,50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp6,83 triliun. (alf)

 

 

 

 

Ekonom: Target Tax Ratio 16% Prabowo Sulit Dicapai

IKPI, Jakarta: Target ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong rasio pajak (tax ratio) Indonesia hingga 16% dinilai masih sulit tercapai dalam waktu dekat. Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengingatkan bahwa selama satu dekade terakhir, rasio pajak Indonesia tak pernah menembus angka 11%.

“Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah sudah mencoba berbagai terobosan, mulai dari Tax Amnesty hingga peluncuran sistem Coretax. Namun, faktanya rasio pajak tetap belum mampu bergerak jauh dari angka 10%,” ujarnya dikutip, Sabtu (16/8/2025).

Yusuf menilai, perbaikan administrasi perpajakan menjadi kunci jika pemerintah ingin mendekati target tersebut. Ia mengingatkan, meski Coretax sempat disebut otoritas sebagai game changer, pelaksanaannya yang tergesa-gesa justru memunculkan kendala bagi wajib pajak.

“Akhirnya DJP pun menyediakan sistem alternatif di luar Coretax untuk pelaporan,” tambahnya.

Selain pembenahan sistem, Yusuf mendorong pemerintah memperkuat sektor-sektor ekonomi yang berpotensi meningkatkan penerimaan negara. Menurutnya, keberhasilan target tax ratio tak hanya ditentukan oleh kebijakan fiskal, tetapi juga oleh kemampuan menggerakkan roda ekonomi secara lebih luas.

Ambisi tax ratio 16% ini pertama kali disampaikan Prabowo pada Maret 2024, saat masih menjadi calon presiden. Saat itu ia membandingkan posisi Indonesia yang hanya di kisaran 10% terhadap PDB, jauh di bawah Malaysia, Thailand, dan Kamboja yang mampu mencapai 16–18%. Prabowo optimistis kenaikan ke level tersebut dapat dicapai melalui efisiensi anggaran dan optimalisasi penerimaan.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan target tax ratio sebesar 10,47% pada 2026. Angka tersebut menjadi yang tertinggi sejak 2022, namun masih jauh dari ambisi yang diusung Presiden. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tax ratio tercatat 10,39% pada 2022, 10,31% pada 2023, dan 10,08% pada 2024. Tahun ini diperkirakan turun tipis menjadi 10,03%, sebelum naik kembali sesuai target pada 2026. (alf)

 

Klinik Pajak Badora Dipadati Perwakilan Negara Asing

IKPI, Jakarta: Puluhan perwakilan negara asing dan organisasi internasional memadati klinik pajak yang digelar Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Badan dan Orang Asing di sela kegiatan Handbook of Policies and Guidelines for Foreign Mission in Indonesia di Double Tree by Hilton Jakarta, Bintaro Jaya, Rabu (13/8/2025).

Kepala KPP Badan dan Orang Asing (Badora) Natalius menjelaskan, pihaknya mengirimkan dua petugas khusus untuk memberikan layanan langsung kepada para peserta, yang terdiri dari jajaran Direktorat Jenderal Protokoler dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, perwakilan negara asing, dan organisasi internasional.

“Kami ingin memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang hak dan kewajiban perpajakan, sekaligus mempererat kerja sama yang sudah terjalin,” ujarnya.

Dua petugas tersebut, Penyuluh Pajak Muda Prasida Nurul Husna dan Pelaksana Pradita Maharani, melayani peserta sejak pukul 11.00 WIB hingga sore hari. Layanan yang diberikan mencakup konsultasi pendaftaran dan perubahan data, pengajuan surat keterangan bebas pajak, hingga restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurut Prasida, kegiatan ini diprakarsai Direktorat Fasilitas Diplomatik (Fasdip) Kemenlu yang sejak 2023 telah menerbitkan handbook panduan layanan keprotokoleran dan kekonsuleran, termasuk bagian khusus tentang perpajakan.

“Pemutakhiran informasi sangat diperlukan agar perwakilan negara asing dan organisasi internasional memperoleh referensi terbaru terkait prosedur dan fasilitas yang tersedia,” jelasnya dikutip, Sabtu (16/8/2025).

Sementara itu, Pradita menambahkan bahwa kehadiran KPP Badan dan Orang Asing sebagai focal point memudahkan peserta mendapatkan solusi atas kendala administrasi pajak, khususnya Nomor Identitas Perpajakan (NIP), fasilitas pembebasan, dan pengembalian pajak.

“Meski bukan subjek pajak, administrasi perpajakan mereka tetap terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing,” katanya.

Kegiatan ini diharapkan semakin memperkuat hubungan antara otoritas pajak dan komunitas diplomatik di Indonesia, sekaligus memastikan pelayanan yang cepat, akurat, dan responsif. (alf)

 

 

 

 

Prabowo Tegaskan Pajak Harus Jadi Instrumen Keadilan

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan pajak ke depan harus berpihak pada prinsip keadilan dan pemerataan. Dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026 di Sidang Pembukaan Masa Sidang DPR RI, Gedung Nusantara, Jakarta, Jumat (15/8/2025), ia menekankan pajak sebagai sarana redistribusi pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Pajak adalah instrumen untuk keadilan, untuk redistribusi pendapatan. Yang kaya bayar pajak, yang tidak mampu dibantu,” kata Prabowo.

Presiden menyatakan penerimaan pajak akan terus ditingkatkan tanpa mengganggu iklim investasi. Insentif fiskal tetap diberikan secara terarah untuk mendukung sektor-sektor strategis yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Prabowo juga menegaskan bahwa APBN harus dikelola secara sehat dan kredibel melalui optimalisasi pendapatan, penguatan kualitas belanja, serta inovasi pembiayaan. Ia menilai roda perekonomian tidak boleh hanya mengandalkan APBN, melainkan harus melibatkan Danantara dan sektor swasta sebagai penggerak utama.

“Kita akan terus mendorong skema pembiayaan kreatif… sehingga tidak semua harus bergantung pada APBN,” ujarnya.

RAPBN 2026 menargetkan pendapatan negara Rp3.147,7 triliun dengan belanja Rp3.786,5 triliun. Defisit diperkirakan Rp638,8 triliun atau 2,48% dari PDB. Anggaran difokuskan pada delapan prioritas, mulai dari ketahanan pangan, ketahanan energi, program Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan desa, koperasi, UMKM, pertahanan semesta, serta percepatan investasi, perdagangan, dan perumahan. (alf)

 

 

 

 

 

Ketum IKPI Lepas Ratusan Peserta Gowes HUT ke-60, Perkuat Edukasi Pajak dan Kedekatan dengan Masyarakat

IKPI, Jakarta: Suasana meriah dan penuh semangat mewarnai kawasan start dan finish gowes di halaman kantor pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Pejaten, Jakarta Selatan Sabtu (16/8/2025) pagi. Ratusan pesepeda, baik dari kalangan anggota IKPI maupun masyarakat umum, memadati area acara yang menjadi salah satu rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 IKPI.

Kegiatan gowes ini menjadi momen istimewa karena merupakan kali pertama diselenggarakan oleh pengurus pusat IKPI. Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menjelaskan bahwa tujuan utama dari acara ini bukan sekadar olahraga bersama, tetapi juga sebagai langkah strategis memperluas peran organisasi di tengah masyarakat.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Kami ingin IKPI tidak hanya dikenal di internal atau oleh mitra kerja, tetapi juga oleh masyarakat luas, khususnya para wajib pajak. Di Indonesia ada sekitar 80 juta wajib pajak, hampir 20 juta wajib lapor SPT, sementara konsultan pajak hanya sekitar 7.500 orang. Artinya, peran kami perlu lebih dikenal,” kata Vaudy.

Ia menegaskan, HUT ke-60 IKPI menjadi momentum penting untuk membawa organisasi lebih dekat dengan publik. Selain gowes, sepanjang Agustus ini pengurus telah menyiapkan rangkaian kegiatan besar yang melibatkan masyarakat secara langsung. “Kami ingin tagline IKPI untuk Nusa – Bangsa tidak hanya menjadi slogan, tetapi diwujudkan dalam aksi nyata yang bermanfaat,” ujarnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ketua Panitia HUT ke-60 IKPI, Nuryadin Rahman, merinci bahwa perayaan tahun ini dikemas dalam format maraton acara sejak awal bulan. “Yang pertama kita diawali dengan Lomba Cerdas Cermat, kemudian pada 3 Agustus mengadakan Turnamen Golf. Hari ini, 16 Agustus, kita gowes bersama. Setelah ini, pada 24 Agustus akan ada donor darah yang menargetkan rekor MURI di profesi keuangan. Lalu pada 25 Agustus final Lomba Cerdas Cermat, 26 Agustus seminar nasional dihadiri 1.500 peserta, dan puncaknya pada 27 Agustus di Hotel Pullman Central Park,” paparnya.

Menurut Nuryadin, konsep rangkaian kegiatan ini memang dirancang untuk menyentuh berbagai kalangan dari pelajar, profesional, hingga masyarakat umum sehingga keberadaan dan kontribusi konsultan pajak semakin dirasakan luas.

Antusiasme masyarakat terhadap gowes perdana IKPI terlihat dari jumlah peserta yang melebihi target. Tercatat sekitar 130 orang mendaftar resmi, namun jumlah tersebut meningkat mendekati 150 peserta karena banyak warga yang bergabung spontan pada hari pelaksanaan. Rute yang ditempuh mengombinasikan jalur perkotaan yang aman bagi pesepeda, dengan titik-titik pemberhentian yang memungkinkan peserta berinteraksi dan berbagi informasi mengenai perpajakan.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Vaudy menyampaikan bahwa ke depan, acara olahraga massal seperti ini akan menjadi agenda rutin. “Tahun depan kami berencana mengadakan fun run dan half marathon. Konsepnya tetap sama: olahraga sambil mendekatkan diri ke masyarakat, sekaligus mengedukasi soal pentingnya pajak,” ujarnya.

Selain itu, Vaudy mengajak seluruh pihak untuk menyebarkan informasi positif tentang perpajakan, termasuk peran strategisnya dalam pembangunan. “Pajak menyumbang sekitar 80 persen penerimaan APBN. Jalan tol, bandara, dan infrastruktur lainnya dibangun dari pajak. Manfaatnya mungkin tidak langsung terasa, tapi akan dirasakan oleh anak cucu kita. Karena itu, mari kita wujudkan kepatuhan pajak secara sukarela,” pungkasnya.

Dengan semangat kebersamaan dan kesadaran akan pentingnya pajak bagi negara, gowes HUT ke-60 IKPI tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga simbol komitmen konsultan pajak untuk terus hadir, melayani, dan mendidik masyarakat demi kemajuan bangsa. (bl)

Pemerintah Pastikan 2026 Tanpa Kenaikan Tarif Pajak dan PNBP

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memastikan pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak apapun pada 2026. Kepastian ini ia sampaikan dalam Live Special Talkshow CNBC dengan tema “Nota Keuangan dan RAPBN 2026: Membaca Arah Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2026”, Jumat (15/8/2025).

Anggito menegaskan, selain menahan kenaikan tarif pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pemerintah juga tidak berencana menghadirkan jenis pajak baru. Fokus tahun depan, katanya, adalah mengoptimalkan penerimaan yang ada.

“2026 kita harus ganti tanda petik dari sisi optimalisasi pajak dan PNBP. Pajak sudah kita sampaikan, tidak akan ada jenis pajak baru,” ujar Anggito.

Ia hanya menyebutkan, hanya ada kenaikkan cukai pada tahun ini. Meski tanpa kenaikan tarif, pemerintah tetap akan memperkuat penegakan kepatuhan, memperbaiki administrasi, dan memperluas basis pajak (tax base).

Anggito optimistis, dengan pertumbuhan ekonomi 5,4%, penerimaan pajak akan meningkat seiring peningkatan kepatuhan dan investasi di bidang perpajakan.

Kebijakan ini juga berarti pemerintah belum akan menerapkan PPN 12% terhadap seluruh barang dan jasa pada 2026.

Selain itu, pernyataan tersebut menegaskan pemerintahan Presiden Prabowo masih menunda pelaksanaan penyesuaian tarif PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). (alf)

 

 

Pemerintah Patok Target Pajak Rp2.357,7 Triliun di RAPBN 2026

IKPI, Jakarta: Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka ini melonjak 13,5% dibandingkan proyeksi capaian tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp2.076,9 triliun.

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan target tersebut saat menyampaikan RAPBN 2026 beserta Nota Keuangan pada rapat paripurna DPR, Jumat (15/8/2025). Pajak kembali menjadi tulang punggung penerimaan negara dengan kontribusi mencapai 74,92% dari total pendapatan yang dipatok sebesar Rp3.147,7 triliun.

Selain pajak, penerimaan dari kepabeanan dan cukai dipatok Rp334,3 triliun atau naik 7,7% dari estimasi tahun ini sebesar Rp310,4 triliun. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) justru ditargetkan turun 4,7% menjadi Rp455 triliun dari outlook 2025 yang mencapai Rp477,2 triliun.

Prabowo menegaskan, pajak yang terkumpul tahun depan akan menjadi penopang utama berbagai program strategis. Di antaranya ketahanan pangan (Rp164,4 triliun), ketahanan energi (Rp402,4 triliun), serta program Makan Bergizi Gratis senilai Rp335 triliun yang ditujukan bagi 82,9 juta penerima. Alokasi signifikan juga disiapkan untuk sektor pendidikan (Rp757,8 triliun) dan kesehatan (Rp244 triliun).

Dalam RAPBN 2026, belanja negara dipatok Rp3.786,5 triliun, sehingga defisit anggaran mencapai Rp638,8 triliun atau 2,48% dari produk domestik bruto (PDB). Pemerintah juga menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 2,5%, penurunan tingkat pengangguran ke kisaran 4,44–4,96%, serta penghapusan kemiskinan ekstrem hingga 0–0,5%. (alf)

 

 

Lonjakan PBB-P2 di Daerah Dinilai Imbas Pemangkasan Dana Transfer, Istana Membantah

IKPI, Jakarta: Pakar otonomi daerah sekaligus Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof. Djohermansyah Djohan, menilai kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah daerah tak lepas dari persoalan fiskal yang mendera pemerintah daerah. Ia menyoroti bahwa langkah tersebut erat kaitannya dengan pemangkasan signifikan dana transfer dari pemerintah pusat.

“Presiden yang baru terpilih menginstruksikan efisiensi, dan nilainya besar untuk kepentingan daerah. Ada data yang beredar, lebih dari Rp50 triliun dana transfer dipangkas. Tentu daerah otonom terkena imbasnya,” ujar mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu, Kamis (14/8/2025).

Menurutnya, sebagian besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih bergantung pada Dana Transfer ke Daerah (TKD), baik Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Kondisi makin pelik karena banyak bupati dan wali kota yang baru dilantik Februari 2025 mewarisi APBD yang disusun pemerintahan sebelumnya, namun kemudian mendapati alokasi dana dari pusat menyusut drastis—bahkan hingga ratusan miliar rupiah.

“Posisi APBD di Februari itu sudah terpaku. Begitu dicek, dana dari pusat banyak hilang—ada yang Rp100 miliar, ada yang Rp200 miliar. Saat perubahan APBD di Maret, April, atau Mei, kepala daerah mulai berimprovisasi mencari cara agar pembangunan yang direncanakan tetap berjalan,” terangnya.

Ia menyebut opsi seperti kerja sama dengan swasta atau memaksimalkan pendapatan dari BUMD membutuhkan waktu lama, sementara kepala daerah terdesak untuk memenuhi janji kampanye. Alhasil, banyak yang memilih langkah cepat: menaikkan pajak daerah, termasuk PBB-P2.

Namun, Djohermansyah mengkritik keras kebijakan tersebut karena dinilai tanpa kajian mendalam dan minim pelibatan publik. “Tiba-tiba naiknya mencolok, bahkan ratusan persen. Masyarakat tentu kaget dan keberatan, apalagi PBB ini dibayar semua warga, baik di desa maupun kota,” ujarnya.

Ia menegaskan, meski Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah memberi kewenangan daerah untuk mengatur NJOP dan tarif pajak, keputusan itu seharusnya tetap mempertimbangkan kondisi makroekonomi, daya beli, kemiskinan, dan pengangguran di wilayah masing-masing.

Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, menepis anggapan bahwa lonjakan PBB-P2 di daerah, termasuk di Pati, disebabkan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat.

“Menyebut ini sebagai imbas kebijakan efisiensi adalah tanggapan prematur. Efisiensi sudah berjalan sejak awal 2025 dan berlaku untuk seluruh daerah, bukan hanya satu-dua kabupaten/kota,” kata Hasan di Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025).

Hasan menegaskan bahwa kenaikan PBB-P2 adalah keputusan otonom masing-masing daerah. “Kalau seperti di Pati, itu murni dinamika lokal. Kalau mau bicara dampak efisiensi pusat, konteksnya harus seluruh 500-an kabupaten/kota di Indonesia,” tegasnya. (alf)

 

ADB Kucurkan Pinjaman USD500 Juta untuk Modernisasi Sistem Pajak Indonesia

IKPI, Jakarta: Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai USD500 juta untuk mendukung modernisasi sistem perpajakan di Indonesia. Pendanaan ini menjadi tahap awal dari tiga subprogram dalam kerangka Program Mobilisasi Sumber Daya Domestik (Domestic Resource Mobilization/DRM) yang dirancang untuk memperkuat basis penerimaan negara.

Menurut Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga, program ini menjadi langkah strategis bagi keberlanjutan fiskal Indonesia. “Dengan digitalisasi administrasi pajak dan penguatan kerja sama pajak internasional, Indonesia akan memiliki kemampuan lebih besar untuk membiayai prioritas pembangunan sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (14/8/2025).

Reformasi yang diusung mencakup tiga pilar utama, peningkatan efisiensi administrasi pajak, perluasan kerja sama pajak lintas negara, serta penyusunan kebijakan pajak yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

ADB memperkirakan, subprogram awal ini mampu mengerek rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 1,28 poin persentase pada 2030. Peningkatan ini diharapkan menciptakan ruang fiskal untuk memperbesar investasi dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Salah satu elemen penting dalam program ini adalah penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax)—platform digital baru Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang akan merampingkan proses administrasi, memperbaiki akurasi data, dan memperkuat kemampuan deteksi ketidakpatuhan.

Selain itu, reformasi juga difokuskan pada penanggulangan praktik penghindaran pajak internasional, sejalan dengan Kerangka Inklusif OECD/G20 mengenai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Di sisi lain, pelaku usaha, khususnya sektor usaha kecil dan menengah (UKM), akan merasakan manfaat dari penyederhanaan proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan percepatan penyelesaian sengketa pajak.

ADB meyakini, rangkaian reformasi ini akan mempercepat langkah Indonesia menuju status negara berpenghasilan menengah ke atas, sekaligus memperkuat daya saing perekonomian di tingkat global. (alf)

 

DPR Ingatkan Pemda Tingkatkan PAD Jangan Hanya Andalkan Kenaikan Pajak

IKPI, Jakarta: Anggota Komisi II DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk lebih bijak dalam menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Ia menegaskan, menaikkan pajak bukanlah solusi berkelanjutan dan justru berpotensi menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

“Bukan hanya di Pati, Jawa Tengah, tapi banyak daerah lain yang mencoba menaikkan PAD lewat kenaikan pajak. Pemda harus berhati-hati dan mengedepankan inovasi, bukan sekadar membebani rakyat,” ujar Deddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Politikus PDI Perjuangan itu menyebut, menaikkan pajak merupakan “jalan pintas” yang tidak memerlukan kreativitas, namun risikonya besar. “Cara paling mudah ya menaikkan pajak. Tidak perlu orang pintar untuk itu. Tapi, kalau dibiarkan, ini bisa memicu gejolak di banyak daerah,” tegasnya.

Selain itu, Deddy juga menyoroti pentingnya efisiensi belanja daerah. Ia mendorong pemda memangkas pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik, mengingat potensi penurunan transfer dana dari pemerintah pusat. “Kalau tren ini berlanjut, transfer ke daerah tahun depan bisa terpangkas lagi, dan dampaknya akan dirasakan semua pihak,” tambahnya.

Pernyataan Deddy muncul di tengah sorotan publik terhadap kisruh kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati. Kebijakan yang sempat menaikkan tarif hingga 250 persen itu memicu aksi unjuk rasa ribuan warga pada Rabu (13/8) di alun-alun kota, bahkan mendorong desakan agar Bupati Pati Sudewo mundur.

Merespons tekanan publik, Bupati Sudewo akhirnya membatalkan kebijakan tersebut. “Tarif PBB-P2 akan dikembalikan seperti tahun 2024,” kata Sudewo pada 8 Agustus lalu, didampingi Kajari Pati, Dandim 0718 Pati, dan Kapolresta Pati. Ia mengaku keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan masifnya penolakan dari masyarakat. (alf)

 

 

 

en_US