Penundaan Pajak Karbon Dinilai Ciptakan Ketidakpastian bagi Industri

IKPI, Jakarta: Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyoroti dampak negatif dari penundaan penerapan pajak karbon terhadap industri. Menurutnya, penundaan ini menciptakan ketidakpastian dalam perencanaan strategi bisnis perusahaan.

“Jika kebijakan ini dijalankan sesuai perencanaan, perusahaan akan memiliki stabilitas dan kepastian hukum dalam transisi energi,” ujar Andri pada Rabu (26/2/2025).

Andri juga menegaskan bahwa alasan ketidaksiapan industri tidak seharusnya dijadikan dalih untuk terus menunda penerapan kebijakan ini. Justru, semakin lama pajak karbon ditunda, semakin sulit bagi perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan regulasi yang ada.

“Industri tidak akan pernah menemukan waktu yang tepat untuk pajak baru jika terus ditanya soal kesiapan. Justru semakin cepat diterapkan, semakin cepat pula perusahaan dapat menyesuaikan diri,” ujarnya.

Sejatinya lanjut Andri, pajak karbon sudah direncanakan untuk diberlakukan sejak tahun 2022, namun terus mengalami penundaan. Alasan ketidaksiapan industri dan kondisi ekonomi sering digunakan sebagai dasar penangguhan, yang akhirnya menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha.

Dari sisi penerimaan negara, pajak karbon memiliki potensi yang besar. Dengan total emisi karbon Indonesia mencapai 930 juta ton CO2e per tahun, penerimaan negara bisa mencapai sekitar Rp 27,9 triliun, dengan tarif pajak karbon yang ditetapkan dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sebesar Rp 30.000 per ton CO2e.

Namun, realisasi penerimaan pajak karbon masih terbatas karena kebijakan ini baru diterapkan pada sektor tertentu, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Andri menjelaskan bahwa sistem cap and trade serta cap and tax yang diterapkan menyebabkan tidak semua emisi dikenakan pajak.

“Pada akhirnya, pajak karbon ini lebih menyerupai cukai yang bertujuan untuk menurunkan emisi, bukan sekadar menambah penerimaan negara,” jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, ekonom Chatib Basri dalam acara SMBC Indonesia Economic Outlook 2025 juga menyinggung penerapan pajak karbon sebagai strategi untuk meningkatkan pendapatan negara serta mendukung program-program sosial.

Menurutnya, kebijakan ini dapat dikaitkan dengan pengenaan cukai terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga hasil penerimaannya bisa dialokasikan untuk kepentingan sosial dan lingkungan. (alf)

DJP Hormati Proses Hukum dalam Kasus Gratifikasi Rp 21,5 Miliar

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan komitmennya dalam mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi dan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan pejabatnya.

“DJP menghormati proses hukum yang berlaku serta berkomitmen mendukung pemberantasan tipikor melalui peningkatan integritas pegawai serta penguatan sistem pengawasan internal,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, Mohamad Haniv (HNV), sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 21,5 miliar. Penetapan tersangka terhadap Haniv diumumkan oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/2/2025).

“Pada tanggal 12 Februari 2025, KPK menetapkan tersangka HNV selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara,” ujar Asep.

KPK menduga Haniv menyalahgunakan jabatannya dengan meminta sejumlah uang dari beberapa pihak saat menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus pada periode 2015-2018. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan bisnis fashion anaknya.

Kasus ini merupakan pengembangan dari proses hukum terhadap tersangka YD, yang lebih dahulu terjerat kasus korupsi pada 2020. KPK terus mendalami perkara ini guna mengungkap pihak-pihak lain yang mungkin terlibat.

DJP juga mengklarifikasi bahwa Haniv sudah tidak aktif bekerja di institusi tersebut sejak 18 Januari 2019. Kasus ini menjadi perhatian publik mengingat besarnya nilai gratifikasi yang diduga diterima oleh tersangka. KPK menegaskan akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas untuk memastikan tidak ada pihak lain yang turut terlibat dalam praktik korupsi ini. (alf)

DJP Catat 273.555 Wajib Pajak Terbitkan Faktur hingga 24 Februari 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat perkembangan signifikan dalam penerbitan faktur pajak elektronik hingga 24 Februari 2025. Hingga pukul 04.00 WIB, sebanyak 273.555 Wajib Pajak (WP) telah berhasil menerbitkan faktur pajak, sebuah pencapaian yang menggambarkan peningkatan kepatuhan perpajakan di Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyampaikan bahwa hingga tanggal tersebut, jumlah Wajib Pajak yang telah memperoleh sertifikat digital untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) tercatat sebanyak 876.642 WP.

“Jumlah Wajib Pajak yang telah menerbitkan faktur pajak mencapai 273.555, ini menunjukkan kemajuan dalam sistem administrasi perpajakan yang semakin transparan dan efisien,” ujar Dwi dalam keterangan resminya Selasa (25/2/2025).

Jumlah Faktur Pajak yang Diterbitkan dan Divalidasi

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, DJP juga mengungkapkan data terkait jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan dan divalidasi. Untuk masa Januari 2025, sebanyak 61.521.859 faktur pajak berhasil diterbitkan, sementara untuk masa Februari 2025, angka tersebut tercatat mencapai 19.368.610 faktur.

Penerbitan faktur pajak elektronik menjadi salah satu langkah strategis DJP untuk mendorong kepatuhan pajak. Sistem ini tidak hanya membuat administrasi perpajakan lebih efisien, tetapi juga mengurangi potensi penyalahgunaan dokumen perpajakan.

Imbauan DJP bagi Wajib Pajak

Dwi Astuti juga mengimbau agar seluruh Wajib Pajak terus memperbarui informasi terkait pelaporan pajak dan memanfaatkan aplikasi core tax DJP. Informasi tentang penggunaan aplikasi tersebut dapat diakses melalui laman resmi DJP di [https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/](https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/).

Masa Transisi Tanpa Sanksi untuk Wajib Pajak

Menanggapi perkembangan ini, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo sebelumnya juga mengonfirmasi bahwa pemerintah memberikan masa transisi selama 3 bulan untuk Wajib Pajak yang melakukan penyesuaian sistem administrasi faktur pajak, seiring diberlakukannya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Selama masa transisi ini, DJP memastikan tidak ada sanksi bagi Wajib Pajak yang terlambat atau melakukan kesalahan dalam menerbitkan faktur pajak. Suryo menegaskan, “Kami memberikan kemudahan untuk tidak menerapkan sanksi bila terjadi keterlambatan atau kesalahan penerbitan faktur,” ujarnya dalam konferensi pers APBN 2024.

Namun, setelah masa transisi selesai, keterlambatan atau kesalahan penerbitan faktur pajak dapat dikenakan denda sebesar 1 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Dengan semakin banyaknya Wajib Pajak yang memanfaatkan penerbitan faktur pajak elektronik, diharapkan kepatuhan pajak di Indonesia dapat terus meningkat, mendukung tercapainya target penerimaan negara, serta mempercepat reformasi sistem perpajakan. (alf)

Sebanyak 96 Peserta Antusias Ikuti Seminar Perpajakan IKPI Surakarta

IKPI, Surakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surakarta sukses mengadakan seminar perpajakan dengan tema “Tata Cara Pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan Tahun Pajak 2024, Sehubungan Dengan PMK No. 66 dan No. 72 Tahun 2023 serta PMK No. 81 Tahun 2024” di Hotel Swiss-Belinn, Solo, Senin (24/2/2025). Acara ini diikuti 96 peserta yang terdiri dari 52 anggota IKPI Surakarta, 18 dari Cabang Semarang, 1 dari Cabang Banyumas, serta 24 peserta umum.

Ketua IKPI Cabang Surakarta Suparman, pada kesempatan itu menegaskan pentingnya materi seminar, khususnya dalam pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan tahun pajak 2024. Ia menyampaikan bahwa meskipun saat ini seluruh wajib pajak tengah disibukkan dengan implementasi Coretax, kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan tetap harus dijalankan tanpa ada pengecualian.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surakarta)

Dikatakan Suparman, seminar ini menghadirkan narasumber utama, Anwar Hidayat, yang menyampaikan berbagai aspek penting dalam pengisian SPT Tahunan sesuai dengan peraturan terbaru, yaitu PMK No. 66 dan No. 72 Tahun 2023 serta PMK No. 81 Tahun 2024. Materi yang disampaikan meliputi prosedur pengisian SPT, kebijakan terbaru yang harus diperhatikan, serta tantangan yang mungkin dihadapi oleh wajib pajak dalam proses pelaporan.

Diceritakan Suparman, peserta seminar tampak antusias dalam mengikuti setiap sesi yang disampaikan. Berbagai pertanyaan diajukan terkait implementasi peraturan baru dan bagaimana cara menyesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Diskusi interaktif pun berlangsung dengan hangat, menunjukkan tingginya minat peserta dalam memahami regulasi perpajakan terbaru.

Dengan suksesnya penyelenggaraan seminar ini, diharapkan para peserta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam praktik perpajakan sehari-hari serta lebih siap dalam menghadapi kewajiban pelaporan SPT Tahunan 2024 sesuai dengan regulasi terbaru.

(Foto: DOK IKPI Cabang Surakarta)

Sekadar informasi, seminar ini dibuka oleh perwakilan dari Kantor Pajak Wilayah Jateng II, Kepala Seksi Bimbingan Penyuluh dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengaj II, Bambang Wijayanto.

Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi kepada IKPI Surakarta atas terselenggaranya seminar ini serta berharap agar kegiatan ini dapat mendorong para wajib pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunan. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya siap untuk bekerja sama dalam berbagai kesempatan di masa mendatang guna meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Turut hadir dalam acara ini Kepala Seksi Pengawasan V, Abdul Nasyir dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya, serta Kepala Seksi Pengawasan IV, Gunawan Supriyono dari KPP Pratama Surakarta. (bl)

 

 

IKPI Pekanbaru Perbaiki Panti Asuhan Hikmah dan Salurkan Bantuan Sembako

IKPI, Pekanbaru: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru menggelar aksi sosial dengan menyalurkan bantuan sembako dan memperbaiki atap bocor di Panti Asuhan Hikmah, Pekanbaru, Selasa (25/2/2025). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan dan sebagai wujud kepedulian IKPI terhadap masyarakat yang membutuhkan.

Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Rubialam S Pane (Rubi), menyampaikan bahwa aksi sosial ini tidak hanya sekadar pemberian bantuan, tetapi juga sebagai langkah nyata dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak panti.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

“Kami tidak hanya memberikan sembako dan kebutuhan lainnya, tetapi juga memastikan kondisi panti lebih layak dengan memperbaiki atap yang bocor,” ujarnya, Rabu (26/2/2025).

Sementara itu, Syafni, administrasi Panti Asuhan Hikmah, menjelaskan bahwa kondisi atap bangunan panti cukup memprihatinkan, terutama saat hujan. “Apabila hujan, panti selalu banjir dan air tergenang cukup lama di dalam rumah. Hal ini sudah bertahun-tahun terjadi. Beberapa pengunjung pernah menjanjikan perbaikan, tetapi hingga kini belum terealisasi,” ungkapnya.

Merespons hal tersebut, IKPI Cabang Pekanbaru langsung menyertakan tenaga ahli untuk menghitung anggaran perbaikan atap bocor, dengan harapan dapat segera diperbaiki agar kondisi panti lebih layak bagi anak-anak yang tinggal di sana.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Koordinator dan anggota Bidang Sosial IKPI Pekanbaru, Rita Lisnayati dan Desma, yang hadir pada kegiatan tersebut menyatakan bahwa mereka aktif dalam penyediaan bantuan sembako serta berbincang dengan anak-anak panti. “Kami berharap bantuan ini bisa sedikit meringankan beban panti dan memberikan kenyamanan bagi anak-anak dalam menjalani aktivitas mereka,” ujar Rita.

Kunjungan diakhiri dengan sesi foto bersama dan doa untuk anak-anak panti agar dapat meraih cita-cita mereka di masa depan. Sesuai dengan program sosial IKPI, perbaikan kebocoran atap panti akan segera direalisasikan dalam waktu dekat.

“Kami berharap kehadiran IKPI di sini tidak hanya membawa bantuan materi, tetapi juga semangat dan harapan baru bagi anak-anak panti untuk terus berjuang meraih masa depan yang lebih baik,” kata Rubi. (bl)

DJP Catat Kemajuan Implementasi Coretax dan Peningkatan Layanan Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kemajuan signifikan dalam implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) serta peningkatan jumlah wajib pajak yang menggunakan layanan elektronik pajak. Hingga 24 Februari 2025 pukul 04.00 WIB, sebanyak 876.642 wajib pajak telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong PPh.

Selain itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak tercatat sebanyak 273.555.

DJP juga mencatat bahwa hingga 24 Februari 2025 pukul 00.02 WIB, sebanyak 5,03 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) telah disampaikan. Dari jumlah tersebut, 4,88 juta berasal dari wajib pajak orang pribadi, sementara 148,98 ribu dari wajib pajak badan. Mayoritas pelaporan SPT Tahunan dilakukan melalui saluran elektronik, yaitu sebanyak 4,92 juta, sementara 109,68 ribu masih disampaikan secara manual.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangan tertulisnya diterima, selasa (25/2/2025) mengimbau wajib pajak untuk terus mengikuti pengumuman resmi dari DJP terkait perkembangan implementasi Coretax. Panduan penggunaan aplikasi Coretax dapat diakses melalui laman resmi DJP di https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/.

Penyempurnaan Coretax dan Peningkatan Layanan

DJP terus menyempurnakan implementasi Coretax guna meningkatkan layanan perpajakan. Sejumlah perbaikan telah dilakukan untuk mengatasi kendala yang sebelumnya dihadapi, di antaranya:

• Perbaikan modul registrasi untuk impersonate dan passphrase.

• Penambahan server database guna meningkatkan kapasitas lalu lintas data.

• Perbaikan validasi data skema impor faktur pajak dengan format *.xml.

• Penambahan kanal e-faktur melalui desktop bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan lebih dari 10.000 faktur pajak per bulan.

• Perbaikan skema penandatanganan digital dalam proses penerbitan dokumen faktur pajak.

Dampak dari upaya perbaikan ini cukup signifikan, antara lain:

• Penambahan kanal desktop meningkatkan jumlah faktur pajak yang ditandatangani, dengan 980.088 faktur pajak dalam lima hari terakhir telah berstatus “approved”.

• Kapasitas unggah faktur pajak melalui skema impor format *.xml meningkat dari 100 menjadi 15.000 per unggahan.

• Kapasitas unggah faktur pajak melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) meningkat dari 21 menjadi 50 faktur pajak per menit.

• Peningkatan proses penandatanganan faktur pajak dalam skema impor format *.xml dari 270 menjadi 1.000 faktur pajak per menit.

• Data dan informasi faktur pajak menjadi lebih lengkap, mengatasi kendala sebelumnya terkait kelengkapan data.

Dengan berbagai perbaikan yang telah dilakukan, DJP berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan perpajakan di Indonesia guna memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya secara lebih efisien dan transparan. (alf)

Update 24 Februari 2025! Sebanyak 5,03 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatatkan angka signifikan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan hingga 24 Februari 2025. Berdasarkan data terbaru, sebanyak 5,03 juta wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) mereka.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangan resminya pada Selasa (24/2/2025) menyampaikan, “Sampai dengan tanggal 24 Februari 2025 pukul 00.02 WIB, terdapat sejumlah 5,03 juta SPT Tahunan yang sudah disampaikan.” Angka tersebut terdiri dari 4,88 juta wajib pajak orang pribadi dan 148.980 wajib pajak badan usaha.

Pelaporan SPT Dominasi Saluran Elektronik

Sebagian besar pelaporan SPT dilakukan melalui saluran elektronik, dengan jumlah mencapai 4,92 juta, sementara hanya 109.680 SPT yang dilaporkan secara manual. DJP mengimbau wajib pajak untuk terus mengikuti perkembangan informasi resmi terkait pelaporan pajak, terutama yang diumumkan melalui kanal resmi DJP.

Sertifikat Digital dan Faktur Pajak

Dwi Astuti juga melaporkan, hingga pukul 04.00 WIB pada 24 Februari 2025, terdapat 876.642 wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital untuk penandatanganan faktur pajak dan bukti potong PPh. Sejumlah 273.555 wajib pajak juga sudah menerbitkan faktur pajak, dengan 61.521.859 faktur yang telah divalidasi untuk masa Januari 2025 dan 19.368.610 untuk masa Februari 2025.

Tiga Saluran Utama Penerbitan Faktur Pajak

DJP mengumumkan bahwa pembuatan faktur pajak kini dapat dilakukan melalui tiga saluran utama, yakni Coretax, e-Faktur Client Desktop, dan e-Faktur Host-to-Host melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 yang berlaku sejak 12 Februari 2025.

Dwi menambahkan bahwa data faktur pajak yang diterbitkan melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia secara periodik di Coretax DJP paling lambat H+2 setelah penerbitan faktur pajak.

Bantuan bagi Wajib Pajak yang Mengalami Kendala

DJP juga memberikan dukungan bagi wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam pelaporan atau penerbitan faktur pajak. Wajib pajak dapat menghubungi kantor pajak terdekat atau layanan Kring Pajak di nomor 1500 200.

Untuk panduan lebih lanjut mengenai penggunaan aplikasi Coretax DJP, wajib pajak dapat mengakses informasi lengkap melalui laman resmi DJP di [https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/](https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/).

Dengan data yang terus berkembang, DJP berharap wajib pajak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan lebih mudah dan efisien melalui pemanfaatan teknologi digital.(alf)

Melalui Podcast, IKPI dan Pajak.com Perkuat Kolaborasi Tingkatkan Literasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan literasi perpajakan di Indonesia dengan menjalin kerja sama strategis bersama Pajak.com. Kerja sama ini bertujuan untuk memperluas pemahaman masyarakat mengenai hak dan kewajiban perpajakan serta meningkatkan kepatuhan pajak secara keseluruhan.

Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, mengungkapkan bahwa pihaknya menyambut baik program edukasi perpajakan yang digagas bersama Pajak.com. Menurutnya, program Podcast perpajakan ini berpotensi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pajak.

“Pajak.com ini sangat menarik karena bergerak di bidang kemediaan yang fokus mempublikasikan kegiatan-kegiatan profesional. Kami menanggapi program ini dengan baik, dan ini adalah peluncuran perdana untuk menarik antusiasme pasar dan wajib pajak,” ujar Jemmi.

Lebih lanjut, Jemmi menegaskan pada Podcast perdananya dengan Pajak.com, diharapkan bisa menjadi wadah edukasi perpajakan terutama di era digital. Dengan perkembangan teknologi, masyarakat diharapkan lebih mudah memahami hak dan kewajibannya dalam hal perpajakan.

“Harapannya, literasi perpajakan dapat membuka cakrawala berpikir masyarakat agar lebih sadar terhadap kepentingan pajak. Hak dan kewajiban perpajakan harus seimbang, karena selama ini hak wajib pajak jarang disuarakan,” kata Jemmi.

Sejalan dengan IKPI, Pemimpin Redaksi Pajak.com, Aldino Kurniawan, juga menegaskan komitmen perusahaannya dalam memperkuat kerja sama ini. Pajak.com berperan sebagai media yang tidak hanya memberitakan informasi perpajakan tetapi juga turut serta dalam edukasi masyarakat.

“Kami sejak awal sudah menjajaki kerja sama dengan IKPI, baik dalam pemberitaan maupun hal-hal yang bersifat edukasi secara umum,” ungkap Aldino. Menurutnya, peran media dan konsultan pajak menjadi faktor penting dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih baik.

Salah satu inisiatif yang akan dilakukan adalah penyajian edukasi perpajakan melalui format yang lebih menarik, seperti podcast. “Kami berharap melalui kerja sama dengan IKPI, khususnya dalam format podcast, bisa menghadirkan literasi perpajakan dengan cara yang lebih variatif dan kekinian,” kata Aldino.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Investasi dan Pengembangan Bisnis Organisasi, IKPI Argi Evansarid Hughie Janitra, mengungkapkan bahwa kegiatan Podcast ini sebagai bentuk komitmen konkret, atas Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pajak.com beberapa Waktu lalu.

“Terima kasih juga buat Pajak.com. Akhirnya kita bisa launching PKS ini sebagai awal yang baik,” ujar Argi. Ia berharap kerja sama ini dapat berjalan secara rutin dan semakin sering dilakukan ke depannya.

Argi juga menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari internal IKPI, Pajak.com, serta pembaca setia Pajak.com dan anggota IKPI. Ia mengungkapkan harapannya agar kerja sama ini tidak hanya sebatas podcast, tetapi juga mencakup berbagai bentuk aktivitas lainnya.

“Kami ingin terus menggali lebih banyak format edukasi yang bisa diterima oleh masyarakat luas, termasuk seminar daring, webinar, hingga pelatihan langsung yang bisa melibatkan berbagai kalangan, mulai dari pelaku usaha hingga akademisi,” ujar Argi.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa kerja sama ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perpajakan masyarakat, tetapi juga untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam menciptakan kebijakan perpajakan yang lebih adil dan transparan.

Dengan adanya kerja sama ini, IKPI dan Pajak.com semakin menegaskan perannya dalam meningkatkan literasi perpajakan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pajak. Melalui berbagai inisiatif yang akan terus dikembangkan, keduanya berharap dapat memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat, meningkatkan kepatuhan pajak, serta mendukung kebijakan perpajakan yang lebih baik dan berimbang di Indonesia.

Sekadar informasi, Podcast perdana hasil kolaborasi IKPI Bersama Pajak.com ini mengangkat tema “Coretax: Lanjut atau Berhenti? Tantangan, Peluang, dan Manfaat Coretax” ini dilakukan di Studio Podcast Mochamad Soebakir, IKPI, Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025). Podcast ini menghadirkan dua narasumber berkompeten di bidang perpajakan yakni Pino Siddharta (Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI) dan Ajib Hamdani (Analis Kebijakan Ekonomi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Podcast ini dipandu oleh Jemmi Sutiono (Ketua Departemen Humas, IKPI) sebagai moderator. (bl)

Anggota, Masyarakat hingga Pelaku Usaha Antusias ikuti Seminar Pajak IKPI Makassar

IKPI, Makassar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Makassar kembali menyelenggarakan seminar selama pada 21 dan 22 Februari 2025. Seminar ini merupakan yang ketiga kalinya sejak kepengurusan periode 2024 – 2029 terbentuk.

Ketua IKPI Makassar Ezra Palisungan mengatakan, acara ini berlangsung di Hotel Grand Asia, Panakukang, Kota Makassar dan dihadiri oleh 94 peserta, yang terdiri dari anggota IKPI serta peserta umum dari berbagai perusahaan.

Diungkapkannya, pada hari pertama, seminar dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama mengangkat topik “Critical Point dalam Penyusunan SPT PPh OP 2024” dengan narasumber Dr. Suwandi Ng, akademisi dan konsultan pajak dari Universitas ATmajaya Makassar. Sesi kedua menghadirkan penyuluh dari Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara yang membahas “Update Coretax: Fitur, Setting, dan Pelaporan SPT Masa”.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Makassar)

Selanjutnya kata Ezra, pada hari kedua menghadirkan narasumber Anwar Hidayat dari Jakarta dengan topik “Seluk-Beluk Manajemen Pajak Pasca Implementasi Coretax dan Isu-Isu PPN Terkini”. Dalam sesi ini, peserta antusias mengajukan pertanyaan, berbagi pengalaman, serta membahas kendala yang mereka hadapi dalam penerapan regulasi pajak di lapangan.

Ia menjelaskan, pemilihan topik seminar disesuaikan dengan kondisi terkini yang dihadapi anggota IKPI dan wajib pajak secara umum. “Sebentar lagi kita akan disibukkan dengan penyusunan SPT PPh Orang Pribadi, sementara implementasi Coretax masih menyisakan banyak tantangan. Selain itu, beberapa peraturan terkait PPN juga mengalami perubahan di tahun 2025 ini,” ujar Ezra, Selasa (25/02/2025).

Ezra menegaskan bahwa IKPI Cabang Makassar berkomitmen untuk terus meningkatkan profesionalisme anggotanya dengan memperbarui pengetahuan terkait perubahan regulasi dan isu perpajakan terbaru. Selain itu, IKPI juga ingin berkontribusi dalam membantu otoritas pajak dengan mengedukasi wajib pajak serta memperkenalkan eksistensi IKPI di Makassar melalui kegiatan semacam ini.

Dengan adanya seminar ini, ia berharap IKPI Makassar dapat semakin memperkuat perannya dalam memberikan edukasi perpajakan serta menjalin hubungan yang lebih erat dengan wajib pajak dan otoritas pajak di wilayah tersebut. (bl)

DJP: Insentif PPh DTP Tak Ganggu Penerimaan Tetapi Diharapkan Dukung Pemulihan Ekonomi

IKPI,Jakarta: Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menegaskan pemberian insentif pajak berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) tidak akan mengganggu penerimaan pajak negara. Sebaliknya, kebijakan ini justru diharapkan dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi.

Dikutip dari acara Squawk Box CNBC TV pada Senin (24/2/2025), Dwi menyatakan bahwa skema PPh DTP dirancang untuk mengurangi beban pajak yang biasa dipotong dari gaji pekerja. Dengan pengurangan beban tersebut, penghasilan bersih yang diterima oleh karyawan menjadi lebih besar, yang berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat.

“Pajak yang biasanya dipotong dari gaji karyawan kini ditanggung pemerintah. Hal ini akan meningkatkan pendapatan yang bisa dibelanjakan oleh pekerja, yang diharapkan dapat memperkuat konsumsi masyarakat,” ujarnya.

Menurut Dwi, peningkatan konsumsi ini akan menciptakan perputaran uang yang lebih besar dalam perekonomian, yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara. “Yang kita harapkan adalah multiplier effect, di mana pergerakan ekonomi dari konsumsi masyarakat ini akhirnya akan membawa dampak yang positif untuk penerimaan negara,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa meskipun pemerintah menanggung PPh 21 untuk pekerja, kewajiban pembayaran pajak tersebut tetap dilakukan oleh pemberi kerja setiap bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, yang diterbitkan pada 4 Februari 2025, mengatur tentang insentif pajak PPh 21 DTP sebagai bagian dari stimulus ekonomi. Kebijakan ini diambil sebagai langkah untuk mempertahankan daya beli masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian nasional pasca-kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 lalu.

Penerbitan PMK tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mendorong konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar penting dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi. (alf)

en_US