Ekonom: Ekonomi Belum Stabil, Pemerintah Jangan Paksakan Penerimaan Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai upaya pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak perlu dilakukan, namun kondisi perekonomian saat ini kurang mendukung kebijakan perpajakan yang terlalu agresif.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta pada Rabu (12/2/2025) Awalil menyoroti rasio perpajakan Indonesia yang masih rendah, yakni 10,12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024. Ia mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menentukan kebijakan pajak agar tidak membebani masyarakat dan dunia usaha di tengah ketidakpastian ekonomi.

“Perlu dipertimbangkan bahwa di satu sisi pemerintah membutuhkan penerimaan pajak, tetapi di sisi lain berbagai indikator menunjukkan sulit untuk mencapai penerimaan pajak yang besar di 2025,” ujarnya.

Awalil menekankan agar target penerimaan pajak tahun depan tidak dipaksakan tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi yang belum stabil. Ia juga merespons rekomendasi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menyarankan penurunan batas bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk memperluas basis pajak.

Saat ini, PTKP di Indonesia berada di angka Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan untuk orang pribadi, yang menurut OECD setara dengan 65 persen PDB per kapita. Meski demikian, Awalil meminta pemerintah mempertimbangkan dengan matang usulan OECD tersebut. Ia menilai, kebijakan tersebut bisa berdampak signifikan terhadap masyarakat kelas menengah yang baru berkembang.

“Jangan diterapkan di 2025 kalau bisa. Jika ingin mengoptimalkan penerimaan pajak, fokus saja pada wajib pajak yang tidak patuh, bukan dengan kebijakan baru,” kata Awalil.

Selain itu, ia menyarankan pemerintah untuk mengurangi belanja pajak yang tidak efektif guna menekan beban fiskal negara. Program insentif pajak seperti tax amnesty sebaiknya tidak banyak diimplementasikan tahun ini, karena dikhawatirkan justru melemahkan kepercayaan publik terhadap reformasi perpajakan.

“Kalau boleh usul, mungkin jangan tax amnesty lagi. Kalau terus dilakukan, kepercayaan terhadap reformasi perpajakan bisa makin lemah. Masih ada cara lain untuk meningkatkan kepatuhan pajak,” tuturnya.

Dengan berbagai tantangan ekonomi yang ada, Awalil menegaskan bahwa strategi perpajakan yang diterapkan harus realistis dan tidak memberatkan masyarakat serta dunia usaha. (alf)

Coretax Diyakini Jadi Andalan Penerimaan Pajak, Ekonom: Tapi Bukan untuk 2025

  • IKPI, Jakarta: Ekonom Bright Institute Awalil Rizky, menyatakan bahwa sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki potensi besar dalam mendukung peenerimaan pajak di Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa sistem ini tidak akan diimplementasikan pada tahun 2025.

“Coretax itu salah satu andalan, tapi bukan untuk 2025,” ungkap Awalil dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Rabu (12/02/2025).

Menurut Awalil, meski sistem perpajakan ini telah dikembangkan selama beberapa tahun, pemerintah sebaiknya fokus untuk membangun dan menyempurnakan Coretax terlebih dahulu pada tahun ini. Ia menyatakan bahwa meski sistem tersebut sudah berada dalam tahap pengembangan, masih ada banyak aspek yang perlu ditingkatkan agar dapat berfungsi secara optimal.

“Dibangun dulu, bukan dilaksanakan. Mungkin hasilnya baru akan terlihat di tahun-tahun mendatang,” tambah Awalil.

Meskipun demikian, Awalil tetap optimis bahwa Coretax dapat menjadi kunci keberhasilan bagi perekonomian Indonesia di masa depan, khususnya pada tahun 2026 dan seterusnya. Ia berharap, dengan perbaikan yang terus dilakukan, sistem ini dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Kalau untuk 2026 dan seterusnya, saya harus mengakui Coretax itu andalan, dan berharap perekonomian kita bisa pulih,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan DPR telah sepakat untuk menjalankan sistem Coretax secara paralel dengan sistem perpajakan yang lama. Salah satu skenario yang diusulkan adalah pelaporan SPT Tahunan melalui e-Filing di laman Pajak.go.id, serta penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak PKP tertentu sesuai keputusan DJP.

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengingatkan DJP untuk terus memitigasi kendala yang mungkin muncul dalam implementasi Coretax agar tidak mengganggu pencapaian target penerimaan pajak.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus memperbaiki sistem Coretax. Dia mengakui adanya keluhan mengenai sistem ini dan menegaskan akan terus melakukan perbaikan demi menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien, digital, dan mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya.

“Saya tahu ada keluhan soal Coretax. Kami akan terus melakukan perbaikan,” ujar Sri Mulyani dalam kegiatan Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta.

Menteri Sri Mulyani juga menekankan bahwa membangun sistem yang kompleks seperti Coretax, yang melibatkan 8 miliar transaksi, bukanlah hal yang mudah. Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa perbaikan sistem akan terus dilakukan untuk memastikan Indonesia memiliki sistem pengumpulan pajak yang lebih andal dan tercatat dengan baik.

Dengan berbagai upaya perbaikan yang dilakukan, diharapkan Coretax dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. (alf)

IKPI Medan Gelar Perayaan Natal dan Bagikan Bantuan Sosial 

IKPI, Jakarta: Dalam rangka menyambut Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan untuk pertama kalinya menggelar Perayaan Natal dan Bantuan Sosial pada Jumat (20/12/2024) di GKPI Jemaat Khusus Sentosa, Medan. Acara ini mengusung tema “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem” dan subtema “Hendaklah Kamu Sehati Sepikir, Dalam Satu Kasih, Satu Jiwa, Satu Tujuan” (Filipi 2:2b), yang menggambarkan semangat persatuan dan kebersamaan dalam momen Natal.

Perayaan ini dipimpin oleh Ketua IKPI Cabang Medan, Ebenezer Simamora, bersama Ketua Bidang Sosial, Pony, serta jajaran pengurus IKPI Medan. Turut hadir dalam acara tersebut Pengurus Pengda Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Hery beserta jajarannya, dan Ketua IKPI Cabang Siantar, Christine Loist.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Acara yang dihadiri oleh 117 peserta ini terdiri dari 20 anggota IKPI dan 97 jemaat gereja setempat. Meskipun sebagian anggota IKPI tidak beragama Kristen, mereka tetap ikut serta dengan antusias, menunjukkan sikap toleransi dan kebersamaan yang tinggi.

Perayaan Natal dimulai dengan ibadah yang dipimpin oleh pendeta gereja setempat. Selanjutnya, para peserta bersama-sama merenungkan makna Natal sebagai waktu berbagi kasih dan kebahagiaan. IKPI Cabang Medan mengingatkan pentingnya nilai-nilai universal seperti cinta kasih, persatuan, dan harmoni yang bisa diterima oleh semua kalangan, tanpa memandang latar belakang agama.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Sebagai bagian dari kegiatan sosial, IKPI Cabang Medan juga memberikan bantuan berupa paket sembako kepada 63 kepala keluarga jemaat GKPI Jemaat Khusus Sentosa. Paket sembako yang diserahkan secara simbolis kepada Pdt. Hotma R. R. H Panggabean, STh ini berisi bahan kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, teh bubuk, mi instan, dan sirup. Bantuan ini merupakan hasil partisipasi aktif anggota IKPI Cabang Medan yang turut serta dalam kegiatan sosial ini.

Ketua IKPI Cabang Medan, Ebenezer Simamora, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kepedulian IKPI terhadap masyarakat, serta upaya untuk mempererat hubungan dengan masyarakat sekitar. “Semoga kegiatan ini membawa kebahagiaan bagi semua pihak dan mempererat hubungan antara IKPI dan masyarakat,” ujarnya di lokasi acara.

Acara ditutup dengan doa bersama dan sesi foto yang menggambarkan kehangatan serta kebersamaan. IKPI Cabang Medan berharap kegiatan semacam ini bisa terus berlanjut dan menjadi tradisi yang dapat mempererat tali persaudaraan antara anggota IKPI, jemaat gereja, serta masyarakat di sekitarnya.

Dengan kegiatan ini, IKPI Cabang Medan tidak hanya merayakan Natal perdana dengan penuh sukacita, tetapi juga menegaskan komitmen untuk berbagi kasih kepada masyarakat. Kegiatan ini menunjukkan bahwa IKPI Cabang Medan tidak hanya berfokus pada profesionalisme di bidang perpajakan, tetapi juga aktif dalam tanggung jawab sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. (bl)

Ombudsman Minta DJP Segera Tindaklanjuti Keluhan Pengguna Coretax

IKPI, Jakarta: Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk segera menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait implementasi sistem perpajakan Coretax. Hal tersebut dikatakan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, melalui keterangan tertulisnya yang diterima , Rabu (12/2/2025).

Dikatakan Yeka, dirinya mempunyai kekhawatiran terkait adanya potensi maladministrasi yang muncul apabila sistem Coretax tidak dikelola dengan baik. Potensi maladministrasi tersebut dapat muncul akibat tiga hal.

Pertama, sistem Coretax yang dianggap tidak kompeten dalam mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. Kedua, adanya potensi penyimpangan prosedur karena banyak keluhan terkait adanya bug pada sistem. Bug tersebut menyebabkan gangguan dalam kinerja aplikasi, menghambat fungsionalitasnya.

Ketiga, Yeka menyebutkan adanya potensi tidak memberikan layanan yang memadai, di mana hingga kini Coretax masih kesulitan memberikan akses yang dijanjikan kepada pengguna, khususnya para wajib pajak.

Ombudsman juga mengingatkan bahwa sistem yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat, dan oleh karena itu, DJP harus segera melakukan perbaikan serta mencari alternatif solusi untuk mempermudah administrasi pelaporan pajak bagi para pengguna. Ombudsman berkomitmen untuk terus memantau perkembangan pembangunan sistem Coretax guna memastikan bahwa layanan perpajakan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.

“Kami akan terus memantau dan mengingatkan agar layanan Coretax tidak berpotensi menimbulkan maladministrasi apabila tidak segera ditangani dengan baik,” ujar Yeka.(alf)

Penerimaan Pajak Digital Capai Rp1,08 Triliun pada Januari 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari sektor digital mencapai Rp1,08 triliun pada Januari 2025. Penerimaan ini berasal dari empat sektor utama, yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), dan pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/2/2025), merinci bahwa pajak PMSE menyumbang Rp774,8 miliar, pajak kripto Rp107,11 miliar, pajak fintech Rp140 miliar, dan pajak SIPP Rp53,77 miliar.

Pajak PMSE Tembus Rp26,12 Triliun

DJP mencatat bahwa hingga 31 Januari 2025, total pajak yang telah dihimpun dari sektor PMSE mencapai Rp26,12 triliun. Setoran ini berasal dari 181 pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut pajak dari total 211 entitas yang terdaftar.

Sepanjang Januari 2025, pemerintah tidak melakukan penunjukan, pembetulan, atau pencabutan status pemungut pajak PMSE.

Pajak Kripto Capai Rp1,19 Triliun

Pajak dari transaksi kripto juga mengalami peningkatan dengan total setoran hingga Januari 2025 mencapai Rp1,19 triliun. Penerimaan ini terdiri dari pajak penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan senilai Rp560,55 miliar dan PPN dalam negeri atas transaksi pembelian di exchanger sebesar Rp634,24 miliar.

Pajak Fintech Tembus Rp3,17 Triliun

Dari sektor P2P lending, total setoran pajak tercatat sebesar Rp3,17 triliun. Rincian penerimaan pajaknya terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp830,54 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman wajib pajak luar negeri Rp720,74 miliar, serta PPN dalam negeri atas setoran masa senilai Rp1,62 triliun.

Pajak SIPP Capai Rp2,90 Triliun

Sementara itu, pajak yang berasal dari transaksi pada Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) mencapai Rp2,90 triliun. Angka ini terdiri dari PPh sebesar Rp195,54 miliar dan PPN Rp2,71 triliun.

Pemerintah Terus Gali Potensi Pajak Digital

Dalam upaya menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital, pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk atau layanan digital dari luar negeri kepada konsumen Indonesia.

“Pemerintah juga akan terus menggali potensi penerimaan pajak dari ekonomi digital lainnya, termasuk pajak kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman, serta pajak dari SIPP,” kata Dwi Astuti.

Dengan tren digitalisasi yang semakin berkembang, penerimaan pajak dari sektor digital diproyeksikan terus meningkat, memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara. (alf)

Sri Mulyani Ingatkan Investor Bayar Pajak 

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan para investor dan bankir untuk tetap memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Pesan tersebut ia sampaikan dalam Mandiri Investment Forum 2025 di Fairmont Hotel, Jakarta Pusat, pada Selasa (11/2/2025).

Dalam acara tersebut, Sri Mulyani awalnya memberikan doa dan harapan agar PT Bank Mandiri (Persero) Tbk serta para kliennya semakin sukses dan makmur, terutama dalam momen perayaan Tahun Baru Imlek. Namun, ia juga menegaskan bahwa kemakmuran harus diiringi dengan kepatuhan terhadap pajak.

“Jadi, saya berharap Anda akan jauh lebih makmur dan jangan lupa bayar pajak!” katanya.

Selain mengingatkan soal pajak, Sri Mulyani juga menanggapi keluhan terkait implementasi sistem Coretax yang diberlakukan sejak 1 Januari 2025. Ia mengakui adanya kendala dalam sistem tersebut, tetapi berjanji akan terus memperbaikinya.

“Saya tahu beberapa dari Anda masih komplain mengenai Coretax. Kami akan terus memperbaiki, dan membangun sistem kompleks seperti Coretax dengan lebih dari 8 miliar transaksi itu tidak mudah, tapi ini bukan alasan,” ujarnya. (alf)

Lapor SPT 1770SS dengan E-Filing di DJP Online, Ini Panduan Lengkapnya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) melalui e-Filing di djponline.pajak.go.id.

Pelaporan lebih awal disarankan demi kenyamanan bersama dan menghindari kendala teknis menjelang batas waktu pelaporan.

SPT 1770SS: Untuk Siapa?

Formulir SPT 1770SS diperuntukkan bagi WP OP yang hanya memiliki penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan tanpa usaha atau pekerjaan bebas, dengan penghasilan bruto tahunan tidak lebih dari Rp60 juta.

Panduan Pengisian SPT 1770SS Secara Online

Berikut langkah-langkah melaporkan SPT menggunakan e-Filing:

• Siapkan Dokumen Pendukung

• Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari perusahaan

• Kartu Keluarga

• Email aktif

• Login ke DJP Online

• Kunjungi djponline.pajak.go.id

• Masukkan NIK/NPWP dan kata sandi

• Lakukan verifikasi MFA (melalui email, SMS, atau akun M-Pajak)

• Pilih Formulir SPT

• Klik menu Lapor, lalu pilih e-Filing

• Pilih Buat SPT, kemudian jawab pertanyaan sesuai kondisi pajak Anda

• Jika memenuhi kriteria SPT 1770SS, sistem akan mengarahkan Anda ke formulir yang sesuai

• Isi Data Sesuai Bukti Pemotongan

• Masukkan jumlah penghasilan bruto sesuai bukti pemotongan

• Isikan pengurangan, seperti biaya jabatan atau iuran pensiun

• Sesuaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status pernikahan dan tanggungan

• Periksa kembali data yang diinput

• Pernyataan dan Pengiriman SPT

• Centang pernyataan kebenaran data

• Klik Ambil Kode Verifikasi

• Masukkan kode verifikasi yang dikirim via email/SMS

• Klik Kirim SPT dan simpan bukti pelaporan

Dengan pelaporan online melalui e-Filing, Wajib Pajak tidak perlu datang ke kantor pajak, sehingga lebih praktis dan efisien. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi adalah 31 Maret 2025.

DJP juga mengimbau agar Wajib Pajak melaporkan lebih awal untuk terhindar dari kepadatan sistem dan potensi denda keterlambatan.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.pajak.go.id atau hubungi Kring Pajak 1500200. (alf)

Presiden Prabowo Instruksikan Menkeu Fokus Atasi Kebocoran dan Penggelapan Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerima arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan penerimaan pajak. Presiden menekankan pentingnya mengatasi kebocoran, penggelapan, serta penghindaran pajak guna memperkuat keuangan negara.

“Kita mendapat perhatian dari Bapak Presiden sendiri untuk lebih banyak melakukan pemungutan, terutama dalam mengatasi masalah kebocoran, penggelapan pajak, dan penghindaran pajak,” ujar Sri Mulyani dalam acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2025, Selasa (11/2/2025).

Untuk mencapai target tersebut, Sri Mulyani menyatakan bahwa Kemenkeu akan mengintegrasikan sistem pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) agar lebih efektif dan transparan.

“Dengan integrasi ini, wajib pajak akan memiliki data yang konsisten dan menciptakan layanan yang lebih baik, sehingga tidak ada pengulangan data serta mengurangi biaya kepatuhan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengakui bahwa rasio pajak (tax ratio) Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan rasio pajak dengan berbagai strategi, termasuk melalui pengembangan sistem Coretax yang lebih modern dan efisien.

“Indonesia masih dianggap sebagai negara dengan rasio pajak terhadap PDB yang rendah. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Kami sekarang berinvestasi pada beberapa sistem seperti Coretax,” ujarnya.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan penerimaan pajak negara dapat meningkat secara signifikan, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat stabilitas fiskal Indonesia. (alf)

IKPI Soroti Rancangan PERMA Tindak Pidana Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, mengkritisi rancangan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Dalam Konsultasi Publik yang digelar di Hotel Grand Mercure Kemayoran, ia menyoroti sejumlah pasal yang dinilai bermasalah dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi wajib pajak serta pelaku usaha.

Salah satu pasal yang dikritisi adalah Pasal 3, yang menurut Vaudy melampaui kewenangan Mahkamah Agung (MA). “Seharusnya PERMA hanya mengatur lingkup peradilan di lingkungan MA, tetapi dalam rancangan ini justru mengatur kewenangan penyidik dari institusi lain. Ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2/2025).

(Foto: Istimewa)

Selain itu, Pasal 6 yang mengatur perlakuan terhadap perusahaan dalam kondisi pailit dinilai bertentangan dengan UU Kepailitan. Vaudy menyoroti bahwa dalam kepailitan, aset perusahaan diprioritaskan untuk kreditor, sedangkan negara bukan kreditur. “Perusahaan yang sedang dipailitkan tidak memiliki kuasa untuk melepaskan hartanya karena semua sudah berada di bawah kendali kurator,” jelasnya.

Pasal 8, yang mengatur praperadilan, juga menjadi perhatian. Dalam rancangan PERMA ini, praperadilan mencakup pemeriksaan alat bukti, yang menurut Vaudy bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1981. “Seharusnya, praperadilan hanya memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka, bukan alat bukti. Jika dibiarkan, ini bisa menimbulkan penyimpangan dalam proses hukum,” tegasnya.

Sementara itu, Pasal 14 terkait ultimum remedium atau penyelesaian pajak tanpa pemenjaraan juga dipertanyakan. Ia menyoroti ketidakjelasan perlakuan terhadap dua pihak dalam kasus faktur pajak, yakni penerbit dan pengguna. “Jika penerbit faktur pajak sudah membayar pokok pajak dan dendanya, apakah pengguna faktur pajak juga otomatis terbebas dari hukuman? Begitu pula sebaliknya. Hal ini harus diperjelas,” katanya.

Selain itu, Vaudy menyoroti kewenangan MA dalam memeriksa bukti permulaan. Menurutnya, hal ini seharusnya menjadi ranah administratif, bukan kewenangan Mahkamah Agung. “Jika MA ikut campur dalam ranah administratif, ini bisa menimbulkan ketidakjelasan dalam proses penegakan hukum perpajakan,” tambahnya.

Namun, Vaudy menekankan bahwa aturan yang dibuat harus benar-benar proporsional dan sesuai dengan hukum yang berlaku, agar tidak merugikan dunia usaha serta tetap menjamin kepastian hukum bagi wajib pajak.

“Kami berharap Mahkamah Agung benar-benar mempertimbangkan seluruh masukan dari pemangku kepentingan sebelum PERMA ini disahkan, agar tidak ada celah yang bisa merugikan wajib pajak maupun negara,” katanya.

Sementara itu, dalam keterangan resminya dikutip, Selasa (11/2/2025) Mahkamah Agung (MA) menggelar Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Mahkamah Agung (RANPERMA) tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perpajakan di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Senin (10/2/2025).

Acara tersebut, dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi dari MA, di antaranya Ketua Kamar Pembinaan dan Ketua Kamar Pidana. Hadir pula pejabat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), akademisi, serta perwakilan dari berbagai lembaga hukum dan organisasi profesi, termasuk IKPI yang diwakili Associate Professor Edy Gunawan, Donny Rindorindo, Heru, Hendro dan Prof. Agus dari Universitas Pelita Harapan (UPH).

Dalam konsultasi publik ini, Ketua Kamar Pembinaan MA Syamsul Ma’arif, yang mewakili Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial Suharto, menyatakan bahwa setelah tahap ini, mereka akan meninjau kembali masukan yang diberikan sebelum menerbitkan PERMA secara resmi. Aturan ini diharapkan menjadi payung hukum utama dalam penanganan tindak pidana perpajakan, dengan tujuan mengoptimalkan pemulihan kerugian negara dan mencegah kebocoran penerimaan pajak.

Ia berharap dengan adanya PERMA ini, perkara perpajakan dapat ditangani lebih efisien, adil, dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelanggar pajak. (bl)

Fitur Prepopulated Dalam Coretax Permudah Pelaporan PEB, PIB hingga Cukai

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berinovasi dalam mempermudah wajib pajak dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Mulai Masa Pajak Januari 2025, DJP menghadirkan mekanisme prepopulated dalam sistem Coretax DJP untuk pelaporan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dan Cukai (CK-1).

Dikutip dari Instagram @pajakjakartapusat, Selasa (11/2/2025) dengan fitur ini, wajib pajak yang memiliki transaksi ekspor, impor, atau cukai dapat langsung menarik data dari sistem Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tanpa perlu menginput secara manual. Fitur ini tersedia dalam menu Dokumen Lain di sub-menu Pajak Masukan untuk PIB dan Pajak Keluaran untuk PEB serta CK-1.

Tata Cara Penggunaan Fitur Prepopulated

• Prepopulated Data PIB (Pajak Masukan)

• Masuk ke Menu Dokumen Lain → Pajak Masukan.

• Pilih Tindakan Lainnya → Prepopulated Data.

• Pilih Masa Pajak dan Tahun Pajak sesuai dengan Masa Pajak SSP atas PIB.

• Pilih Prepopulated PIB, lalu klik Membuat.

• Sistem akan menarik data PIB sesuai dengan yang tercatat di DJBC.

• Prepopulated Data PEB & CK-1 (Pajak Keluaran)

• Masuk ke Menu Dokumen Lain → Pajak Keluaran.

• Pilih Tindakan Lainnya → Prepopulated Data.

• Pilih Masa Pajak dan Tahun Pajak yang sesuai.

• Pilih Prepopulated PEB untuk ekspor atau Prepopulated CK-1 untuk cukai.

• Klik Membuat, lalu tunggu sistem mengambil data dari DJBC.

Kemudahan dan Manfaat Prepopulated Data

• Mengurangi Kesalahan Input

Data langsung diambil dari DJBC sehingga lebih akurat.

• Menghemat Waktu

Wajib pajak tidak perlu menginput satu per satu secara manual.

• Tercatat Secara Otomatis

Semua dokumen yang berhasil diproses akan tercatat di kolom Perekam sebagai DJBC.

Wajib pajak disarankan untuk melakukan penarikan data secara berkala, misalnya setiap minggu, untuk memastikan kelengkapan dokumen dalam sistem Coretax DJP. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.pajak.go.id. (alf)

en_US