Terlibat Skandal Pajak, PM Inggris Pecat Menteri Keuangan

IKPI, Jakarta: Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak memecat Menteri Tanpa Portofolio sekaligus Ketua Partai Konservatif, Nadhim Zahawi, usai mengetahui sang pejabat terlibat skandal pajak.

Penasihat independen Sunak, Laurie Magnus, mengatakan Zahawi tidak mengabarkan bahwa urusan pajaknya tengah diselidiki saat dia diangkat menjadi menteri keuangan tahun lalu. Zahawi juga disebut tidak pernah memberitahu rincian soal investigasi tersebut.

“Menyusul rampungnya investigasi Penasihat Independen, jelas bahwa telah terjadi pelanggaran serius terhadap kode etik Menteri,” kata Sunak dalam suratnya kepada Zahawi seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (30/1/2023).

“Akibatnya, saya telah memberi tahu Anda mengenai keputusan saya untuk mengeluarkan Anda dari posisi Anda di pemerintahan.”

Zahawi pernah menjabat sebagai menteri di kabinet pemerintah sejak era PM Theresa May sampai PM Liz Truss. Sunak pun menunjuk Zahawi sebagai salah satu menteri kabinetnya sejak diangkat sebagai PM.

Politikus keturunan Irak itu juga sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan di awal pemerintahan Sunak. Namun, Zahawi sebetulnya diangkat Sunak sebagai Menteri Tanpa Portofolio (Minister without portfolio). Di Inggris, jabatan Menteri Tanpa Portofolio seringkali diisi oleh ketua partai berkuasa dan dianggap sebagai jabatan kabinet pemerintah.

Terkadang, jabatan tersebut digunakan untuk memungkinkan ketua partai berkuasa menghadiri rapat kabinet pemerintahan.

Sementara itu, Magnus mengatakan pemecatan Zahawi ini dilakukan lantaran yang bersangkutan tidak jujur atas penyelidikan pajak yang menargetkan dirinya. Zahawi disebut tak merinci laporan apa pun soal urusan pajaknya yang “jelas-jelas kotor” kepada pemerintah.

Magnus menuturkan Zahawi mengakui bahwa penyelidikan pajak yang menyeret dirinya ini adalah masalah serius.

Dia menambahkan, Zahawi telah menunjukkan “kurangnya perhatian” untuk persyaratan “jujur, terbuka, dan menjadi pemimpin teladan melalui perilakunya sendiri.”

Merespons pemecatan ini, Zahawi menyesal dengan sikapnya selama ini. Dia lalu mengatakan akan mendukung Sunak sebagai anggota parlemen.

“Saya (juga) minta maaf kepada keluarga saya atas kerugian yang telah mereka tanggung,” katanya.

Zahawi sempat diperiksa otoritas pajak dan bea cukai Inggris (HMRC) pada tahun lalu. Setelah pemeriksaan, Zahawi mengatakan badan pajak memutuskan bahwa dia “ceroboh” karena tidak sengaja membuat kesalahan dengan membayar pajak lebih sedikit dari yang semestinya.

Saat itu dia mengaku bahwa dirinya membayar denda kepada HMRC.

Terkait pemecatan Zahawi, salah seorang anggota parlemen Konservatif mengatakan langkah itu merupakan “keputusan yang tepat”.

Zahawi menurutnya sudah “seharusnya mengundurkan diri untuk menghindari rasa malu.”

Pemecatan Zahawi ini sendiri menjadi salah satu kemunduran dalam upaya Sunak mengatur ulang pemerintahan Inggris setelah sempat kacau tahun lalu.

Selain Zahawi, wakil perdana menteri Dominic Raab juga kini tengah diselidiki. Investigasi ini pun menjadi momok dalam pemerintahan Rishi Sunak belakangan. (bl)

 

Sebanyak 43,76 Persen Kendaraan Bermotor Belum Bayar Pajak

IKPI, Jakarta: PT Jasa Raharja (Persero) mengungkapkan saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendaftarkan ulang kendaraan bermotornya. Hal itu berarti, masih banyak yang menunggak pembayaran pajak kendaraan bermotor.

“Tingkat kepatuhan masyarakat sampai dengan Desember 2022 sebesar 56,24 persen. Artinya, masih ada sekitar 43,76 persen masyarakat yang belum mendaftarkan ulang kendaraannya dengan potensi penerimaan pajak lebih dari Rp 120 triliun,” kata Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A Purwantono dalam pernyataan tertulisnya seperti dikutip dari Republika.co.id, Kamis (26/1/2023).

Tim Pembina Samsat Nasional terus mematangkan berbagai aspek pendukung terkait implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Khususnya pasal 74 tentang penghapusan data registrasi kendaraan bermotor bagi penunggak pajak dua tahun setelah masa berlaku STNK.

Rivan menjelaskan, sejak beberapa bulan lalu pemerintah daerah telah memberikan relaksasi penghapusan denda pajak dan menggratiskan biaya BBNKB atas kepemilikan kedua. Dari hasil evaluasi hingga Desember 2022, kata Rivan, ada peningkatan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak sebesar 58,78 persen.

“Periode relaksasi memberikan pertumbuhan transaksi lebih tinggi dibanding penerimaan selama satu tahun,” ucap Rivan.

Berdasarkan hasil konsinyering, lanjut Rivan, implementasi Pasal 74 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 akan dilaksanakan mulai 2023. Untuk itu, Rivan menilai dibutuhkan roadmap lanjutan terkait implementasinya.

“Tentu diperlukan juga penataan data yang baik melalui penerapan single data,” kata Rivan.

Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni menambahkan, inisiatif strategis yang dilakukan oleh Tim Pembina Samsat sangat efektif dalam upaya peningkatan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Agus menegaskan, penerimaan tersebut akan kembali lagi kepada masyarakat.

Agus menilai, penerapan data tunggal antara ketiga instansi di Samsat juga akan meningkatkan akurasi data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. “Dengan data yang semakin akurat serta tingkat kepatuhan masyarakat yang semakin meningkat, Tim Pembina Samsat di seluruh Indonesia dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembangunan serta dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada masyarakat,” jelas Agus.

Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Santyabudi memastikan akan fokus dalam memaksimalkan kevalidan data pemilik kendaraan bermotor. Firman menilai, data yang valid bukan saja penting bagi Polri, tetapi juga juga bisa dimanfaatkan untuk lembaga lain.

“Kemudahan membayar pajak tentu harus dikedepankan. Implementasi peraturan ini memang telah diamanatkan undang-undang untuk taat membayar pajak, sehingga kita akan menghapus barang yang memang sudah tidak ada catatan di negara,” ungkap Firman. (bl)

Masyarakat Berpenghasilan di Bawah Rp 4,5 Juta Tak Wajib Lapor SPT Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pendapatan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 4,5 ke bawah bisa tak lapor SPT. Kendati demikian, ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, namun masyarakat berpenghasilan dibawah PTKP tersebut sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tetapi diimbau untuk tetap melakukan pelaporan SPT.

“Apabila seseorang telah mempunyai NPWP namun penghasilannya di bawah PTKP, Wajib Pajak tersebut dapat melaporkan SPT Tahunan dengan status nihil,” ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (27/1/2023).

Sebagai catatan, untuk pelaporan SPT Tahunan 2022, PTKP yang berlaku untuk orang pribadi masih sebesar Rp 4,5 juta.

Kendati demikian, wajib pajak bisa bebas dari lapor SPT Tahunan, selama telah mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE maka wajib pajak tak perlu lapor SPT setiap tahunnya.

“Bila dikehendaki Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Non-Efektif ke Kantor Pelayanan Pajak dimana WP terdaftar sebagaimana dimaksud dalam PMK-147/PMK.03/2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020,” jelasnya.

Dengan demikian, wajib pajak yang masuk kategori NE tak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya.

Berikut ini kategori wajib pajak yang biasanya bisa mengubah status menjadi wajib pajak NE:

– Yang penghasilannya turun menjadi di bawah PTKP

– Pengusaha yang sudah berhenti melakukan kegiatan usaha

– Pekerja yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan

– Pensiunan yang tidak lagi memiliki penghasilan

– Wajib pajak bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia

Adapun, wajib pajak yang ingin memberlakukan NE harus menyiapkan sejumlah dokumen, antara lain:

– Fotokopi KTP

– Berkas permohonan Wajib Pajak Non-Efektif Orang Pribadi

– Formulir penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang sudah diisi

– Surat pernyataan bermaterai diunduh di situs resmi DJP

– Formulir penetapan Wajib Pajak Non-Efektif diunduh di situs resmi DJP (bl)

 

Pemerintah Catat Restitusi Pajak Tahun 2022 Rp 280,41 Triliun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat pengembalian uang wajib pajak dalam bentuk restitusi sepanjang tahun lalu mencapai Rp280,41 triliun. Jumlah pengembalian ini naik 42,99 persen year-on-year (yoy) dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi restitusi terbesar.

“Realisasi restitusi per jenis pajak didominasi oleh restitusi PPN Dalam Negeri sebesar Rp223,83 triliun atau tumbuh 69,60 persen yoy,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor seperti dikutip dari Bisnis.com, Jumat (27/1/2023).

Sementara itu, restitusi yang bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 mengeciil 11,88 persen yoy dari Rp54,29 triliun pada 2021 menjadi Rp47,84 triliun sepanjang 2022.

Sekadar informasi, restitusi pajak adalah pengembalian atas pembayaran berlebih yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang tidak seharusnya terutang.

Melonjaknya restitusi atau pengembalian pembayaran pajak sepanjang 2022 sebagai imbas diterapkannya relaksasi, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Aturan yang berlaku pada 1 Januari 2022 ini menyesuaikan jumlah batas lebih bayar restitusi PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjadi Rp5 miliar. Jumlah ini lebih besar dari ketentuan sebelumnya yakni Rp1 miliar.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto mengatakan kenaikan batas atas nilai pengembalian atas kelebihan pajak pendahuluan dari Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar merupakan salah satu faktor utama, yang mendorong kenaikan restitusi pada 2022.

“Jadi, mungkin semakin banyak wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Perlu diingat, restitusi PPN pendahuluan merupakan fasilitas yang diberikan untuk wajib pajak tertentu yang memenuhi kriteria, sehingga dengan fasilitas ini wajib pajak bisa mendapatkan restitusi yang diajukan tanpa melalui tahap pemeriksaan,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menjelaskan restitusi pajak terjadi setiap tahun karena pajak yang dibayar lebih besar dari nilai yang seharusnya terutang. Jenisnya dapat berupa PPh badan (25/29) dan PPN.

PPh Badan direstitusi karena terdapat hasil pemeriksaan atau dari proses sengketa pajak. Adapun PPN direstitusi lantaran adanya kasus PPh Badan atau PKP berisiko rendah yang dikategorikan sebagai wajib pajak patuh.

Sebagai catatan, PPN merupakan jenis pajak yang memotret tingkat konsumsi masyarakat, sedangkan PPh Badan atau pajak korporasi adalah gambaran bagi ketahanan pelaku usaha. (bl)

 

 

 

Target Pajak 2023, Pemerintah Perluas Basis Hingga Penguatan Strategi Pengawasan

IKPI, Jakarta: Untuk mencapai target penerimaan pajak Rp 1.718 triliun pada 2023, pemerintah akan melakukan optimalisasi penerimaan pajak melalui perluasan basis pajak dan penguatan strategi pengawasan serta mendukung pertumbuhan investasi dan ekonomi.

“Dengan berbagai baseline yang cukup baik selama tahun 2022 akan menjadi dasar untuk melangkah di tahun 2023. Berbagai tantangan dan peluang yang muncul akan menjadi peluang untuk melangkah di tahun 2023,” kata Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal dalam seminar daring bertajuk Economic & Taxation Outlook Year 2023 pada Rabu (25/01/2023).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjalankan empat strategi untuk mencapai target pajak 2023. Pertama, melakukan optimalisasi perluasan basis pemajakan. Hal ini dilakukan melalui tindak lanjut program pengungkapan sukarela yang sudah dilakukan di tahun 2022 lalu. “Berdasarkan data yang dimiliki ada 3,6 juta surat imbauan. Tentu akan kita evaluasi mana yang sudah dan belum cocok Kalau belum cocok akan kita tindak lanjuti di tahun 2023,” katanya.

Dari sisi kemudahan administrasi, DJP sudah melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hingga 8 Januari 2023 sudah ada 53 juta NIK yang terintegrasi dengan NPWP. DJP menargetkan agar 69 juta NIK yang bisa terintegrasi dengan NPWP. “Kita berharap proses ini selesai pada Maret, sehingga nanti ketika kaitanya dengan implementasi core tax di tahun 2024 seluruh NIK sudah matching dengan NPWP sehingga tidak ada masalah lagi dalam administrasi perpajakan,” ujarnya.

Kedua, penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan. DJP memperkuat data analisis dan sistem untuk memastikan daftar sasaran prioritas pengawasan. Daftar saran prioritas penegakan hukum akan mencerminkan wajib pajak yang beresiko.

“Kalau memberikan gambaran yang utuh, kita bisa memberikan perbaikan ke sistem manajemen risiko dan memberikan hasil secara optimal. Yang kami sasar adalah wajib pajak yang belum sepenuhnya mematuhi ketentuan kewajiban perpajakan yang berlaku,” kata Yon.

Ketiga, percepatan reformasi bidang Sumber Daya Manusia (SDM), organisasi proses bisnis dan regulasi. Langkah ini dilakukan melalui persiapan implementasi core tax system, perluasan kanal pembayaran pajak, penegakkan hukum yang berkeadilan dan pemanfaatan kegiatan digital forensik.

“Reformasi yang kita lakukan bisa tetap kita kejar dengan baik. Kami berharap core tax bisa akan dijalankan. Tahun ini kita siapkan implementasi core tax dan pelayanan pembayaran pajak sudah kita siapkan,” ujarnya.

Keempat, memberikan insentif fiskal yang terarah dan terukur. Langkah ini untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan kemudahan investasi. Menurut Yon insentif fiskal yang terarah dan terukur memainkan peran yang sangat signifikan bagi perekonomian.

“Tidak semata-mata berapa jumlah uang yang dikumpulkan tetapi Kemenkeu melihat bagaimana uang-uang yang tidak jadi dikumpulkan dalam bentuk pajak, bisa memberikan manfaat yang besar,” kata Yon.

 

Kasus Meikarta, DPR Akan Panggil Menteri Investasi Hingga Ditjen Pajak

IKPI, Jakarta: Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade bakal memanggil beberapa pihak untuk mengklarifikasi kasus Meikarta terhadap konsumennya. Pihak yang diundang DPR mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ditjen Pajak, Gubernur BI hingga Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia.

“Pimpinan Komisi VI akan bersurat kepada pimpinan DPR untuk minta izin rapat gabungan melibatkan Komisi III, Komisi VI dan Komisi XI,” kata Andre seperti dikutip dari Tempo.co Rabu (25/1/2023).

Andre mengatakan, alasannya mengajak Komisi III adalah berkaitan dengan persoalan PKPU dan soal tiba-tiba adanya tuntutan hukum kepada konsumen.

“Lalu Komisi VI akan datangkan Menteri Investasi, kami ingin menelusuri apakah izin dari Meikarta lengkap atau sudah kadaluarsa, karena kasus Meikarta ini adalah sogok menyogok soal perizinan waktu itu kan yang sudah diproses oleh KPK,” kata Andre.

Selanjutnya untuk Komisi XI, politikus Partai Gerindra itu mengatakan, pihaknya ingin memperjelas soal aliran pajak yang telah disetorkan oleh konsumen kepada Meikarta.

“Kami ingin ada OJK, Gubernur BI juga Ditjen Pajak,” kata Andre.

Sekadar informasi, polemik Meikarta dengan konsumen ini bermula ketika proyek yang digadang-gadang sebagai hunian masa depan ini terbelit sejumlah kasus mulai dari kasus suap yang melibatkan pejabat pemerintah daerah dan dimejahijaukan, hingga perusahaan tak bisa memenuhi kewajiban serah terima unit ke banyak konsumennya.

Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) terus menuntut pengembang atas hak-haknya untuk serah terima unit.

Karena gerah dengan dorongan itu, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk selaku pengembang Meikarta secara resmi menggungat secara perdata 18 pembeli unit apartemen Meikarta yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM). Atas gugatan senilai Rp 56 miliar dengan tuduhan pencemaran nama baik.(bl)

Kemenkeu Perkirakan Penerimaan Pajak Tahun 2023 Masih Berat

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerimaan pajak pada tahun 2023 masih berat. Sejumlah risiko atau tantangan dari sisi internal dan eksternal diperkirakan membatasi pertumbuhan pada tahun ini. Demikian dikatakan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam KAPj Goes to Campus: Economic & Taxation Outlook Year 2023, Rabu (25/1/2023).

Menurut Yon, penerimaan pajak pada tahun ini perlu diwaspadai karena masih tingginya ketidakpastian ekonomi, baik secara global maupun domestik.

Dia menuturkan banyak lembaga internasional memperkirakan perekonomian Indonesia masih akan turun cukup signifikan pada tahun ini. Hal tersebut dinilai akan membawa dampak negatif bagi perekonomian dalam negeri.

“Inflasi juga belum sepenuhnya terkendali dengan baik, meskipun sudah lebih baik dari tahun 2022, namun tetap berada pada level yang cukup tinggi,” ujar Yon.

Dia juga menyampaikan bahwa isasi harga komoditas pada tahun ini juga akan menjadi tantangan, setelah pada 2022 memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak berkat melambungnya harga komoditas. Akan tetapi, hampir sebagian besar jenis komoditas yang menjadi andalan Indonesia mengalami perlambatan harga pada tahun ini, sehingga penerimaan pajak dari sektor komoditas dan pertambangan diperkirakan melandai.

“Seharusnya kalau ini ada pemulihan atau moderasi harga, tentu di satu sisi belanja pemerintah bisa kita tekan walaupun kemudian ada risiko penerimaannya yang juga akan tertekan,” tuturnya.

Sekada informasi, sepanjang 2023 pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun. Nilai ini hanya naik 0,07 persen jika dikomparasikan dengan realisasi pajak tahun lalu yang mencapai Rp1.716,8 triliun.

Menurut Yon, target penerimaan pajak tahun ini merupakan bentuk antisipatif terhadap sumber penerimaan pajak yang tidak dapat diulang, seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berkontribusi Rp61 triliun terhadap penerimaan negara tahun lalu.

“Kami perlu antisipasi beberapa kegiatan yang pada tahun kemarin sifatnya tidak berulang lagi pada pada 2023, contohnya PPS kemudian [kenaikan] harga komoditas yang mungkin sepenuhnya tidak akan berulang,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan bahwa untuk mencapai target 2023, DJP akan mendorong dua program prioritas yakni penerimaan dari kegiatan pengawasan pembayaran masa dan penerimaan dari pengawasan kepatuhan material.

Sebelumnya, Suryo menyatakan bahwa DJP juga akan mengejar target penerimaan pajak sepanjang 2023 salah satunya dengan memastikan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Selain itu, DJP kata dia akan terus menindaklanjuti Program Pengungkapan Sukarela yang telah selesai pada Juni 2022. Pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan juga akan dilakukan.

Di sisi lain, Peneliti Perpajakan CITA Fajry Akbar menilai bahwa pemerintah perlu mengincar wajib pajak yang tidak mengikuti PPS pada 2022.

Menurutnya, hal tersebut bisa ditempuh dengan mengoptimalisasi data Automatic Exchange of Information atau AEOI. “Justru yang tidak ikut PPS yang harus menjadi incaran pemerintah. Pemerintah bisa mengoptimalkan data dari AEOI untuk mengincar pajak bagi kelompok kaya,” ujarnya.

Melalui AEOI, kata Fajry, DJP dapat mengetahui aset keuangan wajib pajak di beberapa negara. Hal yang tidak mungkin dilakukan sebelum adanya AEOI. Meski demikian, dia menilai masih ada kendala terkait dengan pemanfaatan data.

“Tidak semua data yang diberikan dalam bentuk lengkap, tapi semua itu akan terus mengalami perbaikan sehingga tidak ada celah untuk menyembunyikan aset keuangan di luar negeri,” katanya. (bl)

 

Tukang Bakso Keliling Tak Kena Pajak, Menkeu Tegaskan Prinsip Pajak Gotong Royong Berkeadilan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan tukang bakso keliling tidak kena pajak. Alih-alih bayar pajak, golongan masyarakat bawah seperti itu justru diberi banyak bantuan.

Sri Mulyani mengatakan prinsip pajak adalah gotong royong dan berkeadilan di mana yang kuat membantu dan yang lemah dibantu agar sama-sama sejahtera.

“Tukang bakso keliling tidak kena pajak, tapi sebaliknya diberi banyak bantuan, misalnya gas LPG (3 kg) dan Program Keluarga Harapan (PKH),” katanya dikutip dari unggahan di Instagram resmi @smindrawati, Kamis (26/1/2023).

Intinya usaha kecil yang omzet penjualannya di bawah Rp 500 juta per tahun dibebaskan dari pajak. Sedangkan perusahaan besar yang mendapat keuntungan di atasnya, baru dikenakan pajak.

“Kalau tukang baksonya sudah punya 5 ruko, setiap ruko menghasilkan Rp 100 juta setahun, jadi 5 ruko Rp 500 juta, pantas nggak bayar pajak? Matur nuwun (terima kasih),” ucap Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun mencontohkan besaran pajak yang harus dibayar tukang bakso jika usahanya sudah besar dengan omzet hingga di atas Rp 500 juta per tahun.

“Jadi tukang bakso kalau omzetnya sampai Rp 600 juta, Rp 600 juta dikurangi Rp 500 juta, Rp 100 juta. Yang kena pajak hanya Rp 100 juta, dikali 0,5 dibagi Rp 100 juta, cilik (kecil) banget,” imbuhnya.(bl)

Ini Harta yang Harus Dilaporkan Dalam SPT Pajak Tahunan

IKPI, Jakarta: Wajib Pajak (WP) punya kewajiban untuk melaporkan harta yang diperoleh setiap tahunnya. Semua harta yang dimiliki atau diperoleh sepanjang tahun 2022 lalu harus dilaporkan melalui SPT Pajak tahun 2023 ini.
Untuk periode pelaporan SPT Tahunan, Wajib pajak orang pribadi memiliki batas waktu sampai 31 Maret 2023 dan wajib pajak badan sampai 30 April 2023.

Seluruh harta yang dilaporkan ini pun tidak ada minimal nilainya. Mulai dari uang tunai, sepeda, handphone, rumah, saham bahkan utang wajib dilaporkan di SPT. Tak terkecuali berbagai macam produk investasi yang telah menjadi aset wajib pajak.

Namun wajib pajak tidak perlu khawatir karena harta yang dilaporkan tidak akan dikenakan kembali pajaknya. Lalu harta apa saja harta yang mesti dilaporkan?

Dalam lampiran Petunjuk Pengisian Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan ada 6 jenis harta yang harus dilaporkan dalam SPT Pajak Tahunan. Berikut ini daftarnya.

Daftar Harta yang Perlu Dilaporkan ke SPT Tahunan

1. Kas dan setara kas, seperti uang tunai, tabungan, giro, deposito, dan setara kas lainnya.

2. Piutang.

3. Investasi, termasuk di dalamnya saham, obligasi, surat utang, reksadana, instrumen derivatif, penyertaan modal dalam perusahaan tertutup dan terbuka, serta investasi lainnya.

4. Alat transportasi, sepeda, sepeda motor, mobil, dan alat transportasi lainnya.

5. Harta bergerak lainnya, termasuk logam mulia, batu mulia, barang seni dan antik, kapal pesiar, pesawat terbang, peralatan elektronik (seperti PC, laptop, dan smartphone), furnitur, dan harta bergerak lainnya.

6. Harta tidak bergerak, seperti tanah dan atau bangunan baik untuk tempat tinggal atau usaha seperti rumah, ruko, apartemen, kondominium, gudang, dan lain-lain.

Demikian daftar harta yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Begini Cara Daftar Akun Pajak Agar Bisa Lapor SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Ingat lagi bahwa Wajib Pajak (WP) perlu melaporkan SPT Tahunan sebelum batas akhir 31 Maret 2023. Lapor SPT ini bisa dilakukan secara online melalui laman pajak.go.id dengan syarat sudah punya akun yang terdaftar.

“Lapor SPT Tahunan di pajak.go.id

Karenanya bagi #KawanPajak yang belum memiliki akun di pajak.go.id, segera daftar akun untuk melakukan seluruh kewajiban perpajakan.

Setelah memiliki akun, #KawanPajak bisa dengan segera melakukan pelaporan SPT Tahunan,” tulis keterangan seperti mengutip akun Instagram @ditjenpajakri, Selasa (24/1/2023).

Lantas, bagaimana cara buat akun di laman pajak.go.id agar bisa lapor SPT Tahunan?

Sebelumnya, lapor SPT Tahunan sebetulnya bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara offline atau online. Jika memilih offline, wajib pajak harus mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama terdekat. Nantinya wajib pajak mengisi formulir SPT Tahunan yang tersedia. Setelah itu, baru menyerahkan formulir tersebut kepada petugas.

Akan tetapi jika tidak ingin repot, wajib pajak bisa lapor SPT Tahunan secara online yaitu melalui laman pajak.go.id. Sebagai catatan, wajib pajak harus sudah memiliki akun pajak yang terdaftar agar bisa login.

Apabila belum punya akun tersebut, wajib pajak bisa mengikuti langkah-langkah berikut ini.

1. Akses laman pajak.go.id

2. Setelah itu pilih Login

3. Karena pengguna baru, wajib pajak memilih “Daftar disini” untuk membuat akun

4. Lalu registrasi akun dengan mengisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), EFIN, dan kode keamanan seperti yang tertera pada layar

5. Lalu klik Submit

6. Selanjutnya masukan nama, email, nomot telepon, dan membuat kata sandi

7. Jangan lupa memasukan kode keamanan kembali

8. Kemudian tekan Submit

9. Pendaftaran berhasil, wajib pajak selanjutnya mengecek email aktivasi akun pada kotak masuk utama atau kotak masuk lainnya

10. Setelah email masuk, tekan “Aktifkan Akun”

11. Akun pajak sudah aktif

en_US