Pengumpulan Pajak di Wilayah DJP III Baru 74 Persen dari Target

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat (Kanwil DJP  Jabar) III per 30 September 2023, mengumpulkan Rp 20,8 triliun pajak dari Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Jumlah itu mencakup 74,03 persen dari target yang diamanahkan pada tahun ini.

“Hingga triwulan III tahun 2023, kami berhasil mencapai 74,03 persen dari target. Target Kanwil DJP Jawa Barat III untuk tahun 2023 senilai Rp 28,13 triliun. Masih ada waktu hingga akhir tahun dan kami optimis untuk mencapai 100 persen dari target,” kata Kepala Kanwil DJP Jabar III Lucia Widiharsanti, seperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (10/10/2023).

Dia menyebutkan, lima sektor tertinggi yang mendominasi kontribusi terhadap penerimaan Kanwil DJP Jabar III, yaitu industri pengolahan sebesar 35,8 persen atau Rp 7,4 triliun, perdagangan besar dan eceran 25,4 persen atau Rp 5,2 triliun, real estat 5,8 persen atau Rp 1,2 triliun, dan konstruksi 5,45 persen atau Rp 1,1 triliun.

Selain itu, administrasi pemerintahan menyumbang 4,5 persen atau Rp 956 miliar.

Sedangkan, menurut Lucia, untuk setiap jenis pajak, lima kontribusi tertinggi terhadap penerimaan didominasi dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar 38,9 persen atau Rp 8 triliun dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sebesar 16,05 persen atau Rp 3,3 triliun.

Berikutnya, PPh Pasal 25/29 Badan sebesar 14,1 persen atau Rp2,9 triliun, PPN Impor sebesar 11,4 persen atau Rp 2,3 triliun, dan PPh Final sebesar 8,07 persen atau Rp 1,6 triliun. “Penerimaan Rp20,8 triliun didapat dari sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dan dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya. KPP Madya mengawasi wajib pajak dengan penghasilan besar,” kata Lucia.

Dia menyampaikan, KPP Madya Bogor berhasil mengumpulkan Rp 7,2 triliun atau 76,9 persen dari target. KPP Madya Kota Bekasi berhasil mengumpulkan Rp 5,2 triliun atau 67,1 persen dari target.

Sementara itu, lanjut Lucia, di KPP Pratama Ciawi yang mengawasi sebagian wajib pajak di Kabupaten Bogor berhasil mendapat capaian tertinggi di tingkat Kanwil DJP Jabar III. KPP Pratama Ciawi mengumpulkan Rp 884 miliar atau 83,3 persen dari target Rp 1,06 triliun dengan pertumbuhan 5,53 persen dari penerimaan tahun lalu .

“Kami mengucapkan terima kasih kepada wajib pajak yang telah patuh memenuhi kewajiban perpajakan. Setiap rupiah yang dikumpulkan akan berguna bagi pembangunan negara. Masih ada Rp 7,3 triliun yang harus diperjuangkan untuk mencapai 100 peren target,” ucap Lucia. (bl)

Implementasi Pajak Karbon Diharapkan Ubah Perilaku Masyarakat

IKPI, Jakarta: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adi Budiarso menyatakan, implementasi pajak karbon bukan hanya untuk menggalang penerimaan negara. 

Menurutnya, pajak karbon adalah upaya mendorong perubahan perilaku masyarakat terhadap pengurangan emisi karbon.

“Juga dari bagaimana kita mendorong mekanisme perdagangan karbon,” ujarnyaseperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (10/10/2023).

Ia menuturkan, saat ini pemerintah masih mematangkan regulasi mengenai pajak karbon. Pemerintah tengah mempertimbangkan dorongan mekanisme perdagangan karbon, kesiapan meraih komitmen National Determined Contribution (NDC), serta kesiapan industri dalam menyusun regulasi pajak karbon.

Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), regulasi pajak karbon ditargetkan selesai pada 2024 mendatang. Kemudian nantinya akan dilihat lagi perkembangannya.

“Yang bagus dari kita, coba dorong di UU HPP itu ada mekanisme cap sama trade. Artinya, begitu ada penetapan target emisi, itu dia harus bayar pajak atau dia bisa membeli carbon credit. Mekanisme itu yang kita dorong ke depan,” jelas Adi.

Ia menuturkan, beberapa industri sudah tertarik dalam perdagangan karbon. Pemerintah meliputi Kemenkeu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan, dan Kementerian ESDM pun terus melakukan pemantauan.

Perlu diketahui, pajak karbon dalam UU HPP mengatur tentang pengenaan pajak untuk tiap kelebihan emisi karbon yang dikeluarkan oleh badan usaha dari standar yang telah ditetapkan dalam sektornya. Indonesia sendiri mengejar target penurunan emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030. (bl)

 

DJP Catat Peningkatan Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Hingga 90,23 Persen

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 14,59 juta surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan yang dilayangkan wajib pajak per September 2023. Adapun realisasi ini mendorong rasio kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan tahunan sebesar 90,23 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan, secara nasional jumlah surat pemberitahuan tahunan yang masuk sebanyak 14.598.607 surat pemberitahuan tahunan dari target sebanyak 16.178.999 surat pemberitahuan tahunan.

“Jumlah surat pemberitahuan tahunan yang masuk sebanyak 14.598.607 surat pemberitahuan tahunan dari target sebanyak 16.178.999 surat pemberitahuan tahunan,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.co.id , Selasa (10/10/2023).

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menargetkan rasio pelaporan surat pemberitahuan tahunan sampai akhir tahun ini sebesar 83 persen. Artinya, target rasio pelaporan surat pemberitahuan tahunan melampaui target.

Angka tersebut juga masih bersifat sementara mengingat pelaporan surat pemberitahuan tahunan masih bisa dilakukan sampai akhir tahun ini. Adapun batas penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan telah berakhir. 

 Namun, ini bukan berarti menutup kesempatan wajib pajak untuk melapor pajak. Wajib pajak yang belum lapor pajak masih tetap dapat melaporkan surat pemberitahuan tahunan kapanpun, walaupun tentunya dengan risiko pengenaan denda keterlambatan pelaporan pajak. (bl)

 

Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Penerimaan Rp 44 Triliun di Kwartal II 2023

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat (Jakbar) mampu mengumpulkan penerimaan bruto pajak sebesar Rp 47,06 triliun di kuartal III 2023. Sedangkan penerimaan neto pajak sebesar Rp 44,12 triliun.

Jika dilihat persentase capaian penerimaan 80,24% dari target penerimaan sebesar Rp 54.983,75 miliar. Adapun capaian pertumbuhan penerimaan pajak neto sebesar 10,28% (tanpa PPS) dan -6,67% (dengan PPS).

Seperti dikutip dari Liputan6.com, Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat Suparno menjelaskan, penerimaan pajak DJP secara nasional dalam periode yang sama telah mencapai angka penerimaan bruto sebesar Rp 1.552,47 triliun. “Sedangkan penerimaan netto sebesar Rp 1.387,77 triliun atau 80,78% dari target penerimaan sebesar Rp 1.718,03 Triliun,” kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (10/10/2023).

Ia pun merinciankan, realisasi penerimaan Kanwil DJP Jakarta Barat per jenis pajak terdiri dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 19,38 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Rp24,66 triliun, Pajak Lainnya Rp69,16 miliar serta penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp1,36 miliar.

Capaian penerimaan pajak dari empat sektor dominan Kanwil DJP Jakarta Barat yaitu sektor perdagangan Rp 21,01 triliun, sektor industri pengolahan Rp 8,06 triliun, sektor pengangkutan pergudangan Rp 2,51 triliun, dan sektor konstruksi Rp 2,10 triliun.

“Keempat sektor ini memberikan kontribusi sebesar 76,38% dari total penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Barat,” kata dia.

Melanjutkan strategi pillars of success yang telah diterapkan secara konsisten di Kanwil DJP Jakarta Barat, terdapat kenaikan data sebagai berikut:

  • WP Bayar Naik 1,06%
  • WP Terdaftar Naik 5,16%
  • WP Bayar Teratur naik 7,24%
  • WPBayar Wajar naik 6,93%.

Sampai dengan 30 September 2023, jumlah SPT Tahunan yang telah masuk sebanyak 341.699 SPT dari target sebanyak 392.775 SPT.

Dari data ini, tingkat kepatuhan pelaporan wajib pajak di Kanwil DJP Jakarta Barat adalah sebesar 87%. Secara nasional, jumlah SPT Tahunan yang masuk sebanyak 14.598.607 SPT dari target sebanyak 16.178.999 SPT, atau capaian tingkat kepatuhan DJP secara nasional yaitu 90,23%.

Suparno menyampaikan apresiasi kepada seluruh wajib pajak yang telah berkontribusi dalam pembayaran pajak dan telah menyampaikan pelaporan SPT Tahunan. Ucapan terima kasih juga disampaikannya kepada seluruh pihak, baik para pemangku kepentingan maupun pegawai di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Barat yang turut bersinergi dan berkontribusi.

Menyongsong akhir tahun 2023, Suparno mengajak seluruh wajib pajak dan pengampu kepentingan untuk terus bersama-sama meningkatkan peran serta dalam kesadaran dan kepatuhan perpajakan, untuk terus melanjutkan perjuangan dan pembangunan, berkolaborasi bersama untuk mewujudkan Indonesia Maju. Terus Melaju Untuk Indonesia Maju. (bl)

DPR Desak Pemerintah Segera Buat Roadmap Pajak Karbon

IKPI, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah segera membuat roadmap sebelum menerapkan pajak karbon sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021. Anggota DPR Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa roadmap tersebut nantinya harus mengatur mengenai objek pajak, jenis karbon, tarif pajak dan siapa wajib pajaknya.

Pasalnya kata Misbakhun, pemerintah sempat menyampaikan bahwa pajak karbon tersebut akan dikenakan kepada PLTU. Sayangnya, Misbakhun mengatakan bahwa tidak ada detail aturan siapa yang akan membayar pajak tersebut.

“Waktu itu yang mau digarap pemerintah adalah PLTU. Nah, PLTU itu penanggungjawabnya siapa, apakah nanti pajaknya dibayar pemerintah atau dibayar oleh para pemilik PLTU itu sendiri, itulah yang penting,” tuturnya seperti dikutip dari Bisnis di Jakarta, Senin (9/10/2023).

Dia menegaskan bahwa DPR bakal mendukung pemerintah untuk menerapkan pajak karbon itu kepada PLTU, selama pemerintah memiliki roadmap yang jelas serta melibatkan DPR untuk membuat roadmapnya.

“Roadmapnya itu harus dibuat dulu. Kalau nanti pemerintah kemudian mau menerapkan karbon tax tapi roadmapnya belum selesai, gimana padahal itu amanat Undang-Undang. Terus kita arahnya mau kemana. Kita dukung penuh penerapan pajak karbon. Tapi objeknya atas apa dulu karena karbon ini kan banyak,” katanya.

Menurut Misbakhun, jika roadmap untuk pajak karbon tersebut masih belum jelas maka bursa karbon juga tidak bisa diterapkan karena beleid yang dibuat pemerintah masih belum jelas dan mengambang.

“Keduanya ini sama-sama butuh roadmap yang jelas dan harus segera diselesaikan. Bursa karbon ini baru bisa berjalan kalau sudah ada pajaknya,” ujarnya. (bl)

Pemerintah Kenakan Pajak Jastip Barang Impor

IKPI, Jakarta: Pemerintah akhirnya turun tangan untuk mengatasi serbuan barang impor yang sering dikeluhkan pelaku usaha karena merusak pasar di dalam negeri. Bahkan, sampai meringsek pasar industri lokal hingga kemudian tiarap dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para menteri melakukan pengawasan dan pengetatan serbuan barang impor. Termasuk, pengawasan barang impor yang masuk lewat jasa titip (jastip).

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan impor barang jastip akan diperketat pengawasannya di pelabuhan, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Untuk barang impor lewat jastip harga di atas US$500 atau setara Rp 7,8 juta (kurs Rp15.629) akan dikenakan pajak bea masuk (BM).

“Jangan sampai ada orang yang kerjanya bolak-balik hanya untuk impor jasa barang titipan,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (6/10/2023).

Selain itu menurutnya dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga sudah membuat regulasi untuk batas barang impor jastip yang dikenakan pajak Bea Masuk.

“Kementerian Keuangan sudah membuat regulasi untuk jarak barang titipan itu yang bebas di bawah US$ 500, yang sisanya tentu dikenakan bea masuk,” kata Airlangga.

Selain itu guna membatasi arus barang impor murah, Airlangga juga mengatakan ada usulan untuk pembentukan Satuan Tugas pengawasan. Yang terdiri dari Kepolisian, Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Badan Karantina.

Termasuk penguatan pengawasan perdagangan digital dan kelembagaan melalui Badan Perlindungan Konsumen hingga KPPU.

“Agar bisa menjaga unfair practice tetapi di sektor digital. dan juga pengenaan semua standar baik SNI, BPOM, maupun sertifikasi halal untuk sektor e-commerce,” Jelasnya. (bl)

 

Seminar Perpajakan, PMK Natura dan PMK Penyusutan Aktiva Masih Menarik Diperbincangkan

IKPI, Jakarta:Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pontianak, menggelar seminar perpajakan di Hotel Mercure Pontianak, baru-baru ini. Seminar kali ini mengangkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK 66/2023) tentang Natura/Kenikmatan dan (PMK 72/2023) tentang Penyusutan Aktiva Tetap.

Ketua IKPI Cabang Pontianak Kian On mengatakan, pengambilan kedua tema tersebut dalam seminar perpajakan kali ini mengingat PMK tersebut masih baru dan tentunya masih harus banyak diberikan edukasi kepada konsultan pajak maupun kepada wajib pajak. Sebab banyak sekali kasus-kasus yang terjadi kadang masih dalam perdebatan, dikarenakan terbitnya PMK tersebut.

(Foto: Dok IKPI Cabang Pontianak)

Dia menggambarkan, bahwa seminar kali terlihat sangat menarik. Pasalnya, begitu banyaknya wajib pajak umum yang ikut sehingga kami IKPI Cabang Pontianak sangat semangat sekali dan pada saat sesi tanya jawab juga sangat banyak yang bertanya terutama peserta umum.

“Setelah selesai seminar, kami coba review kepada peserta umum dan mereka mengatakan IKPI memang hebat mengangkat kedua topik tersebut. Karena, dengan terbitnya kedua PMK ini mereka tentunya harus menyesuaikan lagi kerjanya dengan aturan terbaru,” katanya.

Ditanya apakah PMK itu dianggap mengganggu wajib pajak dan konsultan pajak, Kian On menyatakan bahwa PMK ini seharusnya tidak mengganggu konsultan pajak/wajib pajak badan. Justru menurut dia, dengan terbitnya PMK itu malah lebih memperjelas kebijakan perpajakan sehingga ada acuan yang lebih baku untuk setiap kasus yang berkaitan dengan PMK tersebut.

“Jadi PMK itu bisa sebagai acuan bagi konsultan pajak/wajib pajak badan pada saat mengambil keputusan,” ujarnya.

Menurut Kian On, PMK 66/2023 memang bisa mengurangi penghasilan bersih para pekerja tentulah untuk pekerja yang sudah bergaji diatas 100jt keatas. “Tetapi menurut saya dengan level gaji sebesar itu apabila ada natura/kenikmatan yang seharusnya ditanggung oleh pekerja mungkin tidak menjadi persoalan sebab pekerja tersebut income perusahaan mereka juga sudah besar,” katanya.

Namun demikian, Kian On meminta agar kepada DJP di Kanwil/KPP juga turut memberikan sosialisasi kepada asosiasi konsultan pajak khususnya IKPI. Karena, setiap ada PMK baru yang mempengaruhi hitungan pajak juga akan disosialisasikan juga kepada para wajib pajak, khususnya yang menjadi klien dari konsultan pajak tersebut.

“Saya selalu menyampaikan kepada semua wajib pajak, terutama klien saya agar mulai dari sekarang harus terbit pajak dan harusnya selalu update aturan pajaknya. Hal ini dimaksudkan, agar aturan yang diterapkan pada perpajakan tidak keliru diterapkan wajib pajak,” ujarnya.

Dengan demikian kata dia, update peraturan tentulah harus mengikuti seminar pajak dan bagi konsultan pajak haruslah ikut PPL kalau ada aturan yang belum dimengerti, dan tentu IKPI Pusat selalu menyelenggarakan baik secara online/offline.

Sekadar informasi, seminar ini diikuti oleh 111 peserta yakni 23 dari Anggota IKPI Cabang Pontianak,
7 mahasiswa dan 81 dari peserta umum. (bl)

 

IKPI Pontianak dan Komwasjak Bahas Permasalahan SP2DK di Kalimantan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pontianak mendapatkan kunjungan dari Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) pada 5 Oktober 2023. Dalam pertemuannya, mereka membahas berbagai persoalan terkait dengan perpajakan diantaranya, optimalisasi saluran pengaduan, dan substansi pengaduan berulang yang diterima Komwasjak.

Ketua IKPI Pontianak Kian On mengatakan, dalam diskusi yang diikuti oleh tiga orang perwakilan Komwasjak dan tujuh orang perwakilan IKPI Pontianak ini berjalan cukup hangat. Ada empat fokus pembahasan yang dibicarakan, salah satunya adalah penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang banyak terjadi di Kalimantan Barat.

Menurut Kian On, banyak wajib pajak merasa ketakutan saat menerima SP2DK dari KPP. Selain karena wajib pajak harus menanggapi SP2DK dalam jangka waktu 14 hari, dalam beberapa kasus, wajib pajak justru merasa tertekan ketika berusaha memberikan klarifikasi atas SP2DK tersebut.

Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-05/PJ/2022, SP2DK dapat ditanggapi dengan tatap muka, media audio visual maupun tertulis. Namun demikian, dalam beberapa kasus, terdapat beberapa catatan terkait penerbitan SP2DK ini antara lain, SP2DK diterbitkan oleh KPP tanpa memperhatikan kapan waktu-waktu sibuk wajib pajak, misalnya di masa-masa Maret, April saat WP diharuskan melaporkan SPT tahunannya.

Selain itu lanjut Kian On, SP2DK diterbitkan dengan meminta penjelasan serta data sebagai bukti dari penjelasan sebanyak dan sekompleks, seperti wajib pajak dilakukan pemeriksaan, padahal harusnya terdapat perbedaan mekanisme terkait hal ini.

Meski sudah menjawab melalui surat kata dia, jika wajib pajak tidak hadir ke KPP dianggap belum kooperatif oleh KPP. Namun, ketika wajib pajak datang secara tatap muka ke KPP, justru mendapatkan tekanan dari oknum pegawai pajak di KPP, di mana pilihannya setuju dengan argumentasi mereka. Jika tidak setuju maka akan dilanjutkan pemeriksaan.

“Mudah-mudahan dari Komwasjak yang mendengar masukan maupun keluhan yang kami sampaikan bisa diteruskan ke DJP agar kedepan pembahasan yang sudah kami diskusikan dapat menjadi masukan untuk perubahan yang lebih baik,” kata Kian On melalui keterangan tertulisnya, Senin (9/10/2023).

Dikatakannya, dalam kesempatan itu Komwasjak juga sangat semangat mendengar masukan-masukan dari kami, dan menurut mereka daerah Kalimantan yang unit adalah Pontianak sebab banyak sekali pengaduan yang masuk ke Komwasjak.

“Kami IKPI Cabang Pontianak mengucapkan terima kasih banyak kepada Komwasjak yang bersedia berdiskusi dan mendengar masukan ini,” ujarnya.

Kian On juga mengatakan bahwa pada kesempatan itu Komwasjak menekankan kalau ada yang tidak sesuai atau ada kendala apapun pada saat konsultan pajak atau wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakan, atau yang terkendala oleh pihak-pihak yang tidak sesuai dengan aturan silahkan buat pengaduan kepada mereka.

Sekadar informasi, dalam pertemuan itu IKPI Pontianak dan Sekretariat Komwasjak memfokuskan pada pembahasan:

1. Putusan Pengadilan Pajak yang tidak/sulit dilaksanakan

2. Permohonan imbalan bunga sesuai Putusan Banding atau Putusan Mahkamah Agung RI yang tidak segera ditindaklanjuti.

3. Penerbitan SP2DK yang tidak terdapat Batasan materi dan frekuensi penerbitan

4. Penolakan permohonan pengembalian pendahuluan

Diketahui, Komwasjak juga memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan tidak lanjut penyelesaian pengaduan di instansi perpajakan, salah satunya DJP. Kewenangan tersebut dilaksanakan dengan cara melakukan pemantauan penyelesaian terhadap substansi pengaduan yang bersifat strategis yang berpotensi sistemik. (bl)

 

Rasio Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah Rendah, Menkeu Minta Ada Pembenahan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti masih rendahnya tingkat pungutan pajak dan retribusi di daerah. Menurutnya, tingkat rasio itu baru sebesar 60%.

Da menganggap, masih banyak ruang untuk menaikkan rasio pungutan pajak dan retribusi daerah itu, salah satunya dengan memperbaiki administrasi perpajakannya tanpa harus menaikkan tarifnya.

Hal ini, dia sampaikan saat memberikan kata sambutan dalam acara rapat koordinasi Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) di Jakarta, Selasa (3/10/2023). Dia pun memastikan akan mendorong penguatan local taxing power.

“Kita melihat pajak dan retribusi daerah collection rate-nya baru 60%. Ini artinya, administrasi perpajakan yang modern dan efisien di level daerah akan membantu meningkatkan rasio pemungutan pajak di daerah tanpa meningkatkan beban dengan menaikkan rate,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (9/10/2023).

Karena rendahnya tingkat pemungutan pajak itu, dia menegaskan pemerintah daerah perlu berbenah dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Ini menjadi turunan UU HKPD. Diatur di situ area intervensi penguatan local taxing power melalui kebijakan dan penguatan pajak daerah sehingga dengan pp ini dan niat transformasi digitalisasi kami harap ini jadi sinkron dan saling memperkuat,” tutur Sri Mulyani.

Penguatan local taxing power melalui intervensi kebijakan pajak daerah ini menurutnya bisa dilakukan dengan pengaturan tarif pajak, perluasan objek pajak, serta opsen pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor sambil diselaraskan dengan pengaturan pemerintah pusat.

“Ini bisa menciptakan sinergi di tingkat daerah dan pusat tanpa harus meningkatkan beban bagi dunia usaha dan masyarakat,” tutur Sri Mulyani.

Adapun untuk mendorong modernisasi administrasi perpajakan di Pemda, ia menilai bisa dilakukan kerja sama optimalisasi pemungutan dengan memanfaatkan data bersama wajib pajak antara yang ada dipusat dan daerah.

“Kami di Kemenkeu tentu dengan data perpajakan yang jauh lebih luas dan berskala nasional bisa sama-sama daerah untuk memanfaatkan data tersebut dalam tingkatkan local taxing power,” ucapnya.

Selain itu, peningkatan rasio pungutan juga bisa dilakukan dengan meningkatkan bimbingan dan super visi modernisasi administrasi perpajakan di daerah, meningkatkan kompetensi dan technical skill dari sumber daya manusia perpajakan daerah dan kolaborasi memanfaatkan data dan informasi sistem perpajakan.

“Saat ini, Kemenkeu sedang investasi untuk bangun core tax system. Ini investasi yang luar biasa penting dan besar yang akan tingkatkan kemampuan perpajakan kita setara infrastruktur perpajakan negara-negara lain, saya harap ini beri manfaat ke seluruh daerah,” kata Sri Mulyani. (bl)

DJP Lelang Mobil Sitaan, Harga Mulai Rp 25 Juta

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melelang mobil sitaan dengan harga yang menggiurkan. Ditjen Pajak akan melelang tiga mobil, yaitu Toyota Innova, Datsun Go, dan Mazda Tribute 3.0 melalui situs lelang.go.id.

Mobil-mobil tersebut dilelang oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) daerah Bangka, Bandung, dan Tasikmalaya. Mobil tersebut dilelang mulai dari Rp 25 juta. Untuk mengikuti lelang ini, detikers harus membayar uang jaminan sebesar Rp 8 juta hingga Rp 15 juta.

Apabila tidak mendapatkan barangnya, uang jaminan tersebut akan dikembalikan. Dikutip dari lelang.go.id, Jumat (6/10/2023), berikut informasi-informasi terkait lelang mobil oleh Ditjen Pajak:

1. Toyota Innova
Nilai Limit: Rp 25.000.000

Cara Penawaran: Closed bidding

Jaminan: Rp 12.500.000

Batas Akhir Jaminan: 17 Oktober 2023

Batas Akhir Penawaran: 18 Oktober 2023 jam 14.00 WIB

Kode Lot Lelang: N6F03T

2. Datsun Go
Nilai Limit: Rp 40.301.000

Cara Penawaran: Closed bidding

Jaminan: Rp 8.060.200

Batas Akhir Jaminan: 16 Oktober 2023

Batas Akhir Penawaran: 17 Oktober 2023 jam 10.30 WIB

Kode Lot Lelang: X4CQVG

3. Mazda Tribute 3.0
Nilai Limit: Rp 50.120.000

Cara Penawaran: Closed bidding

Jaminan; Rp 15.000.000

Batas Akhir Jaminan: 26 Oktober 2023

Batas Akhir Penawaran: 27 Oktober 2023 jam 11.00 WIB

Kode Lot Lelang: EMDKXD

Dilansir dari laman resmi DJKN, dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mengikuti lelang ini adalah KTP, NPWP, serta rekening tabungan. Selain itu, detikers juga harus mempunyai akun lelang.go.id untuk mengikuti lelang.

Cara Bikin Akun Lelang
Adapun cara untuk membuat akun lelang.go.id sebagai syarat untuk mengikuti lelang, yaitu:

1. Buka situs lelang.go.id

2. Klik “Daftar” pada sisi kanan atas

3. Masukkan data diri berupa nama lengkap sesuai KTP, e-mail, nomor telepon, dan password

4. Buka e-mail yang digunakan untuk membuat akun lelang.go.id

5. Buka e-mail yang berisi kode aktivasi dan klik “Aktivasi” untuk mengaktifkan akun lelang.go.id

en_US