PODCAST IKPI: Kostaf UI Soroti Rendahnya Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia

IKPI, Jakarta: Ketua Himpunan Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (Kostaf UI) Hafidh Nadhor Tsaqib, menyoroti masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Hal ini berbeda jauh terhadap tingkat kepatuhan pajak di negara-negara di Skandinavia, yang bisa dibilang sudah sangat baik.

Hal tersebut dikatakan Hafidh saat menjadi narasumber di Podcast Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang dipandu oleh pengurus pusat IKPI Hijrah Hafiduddin. Acara ini juga disiarkan langsung melalui link Youtube IKPI pada beberapa waktu lalu.

Menurut Hafidh, terminologi pajak di Indonesia tergolong menyeramkan bagi wajib pajak. Terminologi seperti pajak yang sifatnya memaksa dan tidak dikembalikan secara langsung kepada masyarakat, ini dianggap sebagai momok menakutkan yang tidak bersahabat.

Dia berharap, untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak hendaknya terminologi atau definisi pajak bisa lebih kearah yang positif.

“Kalau menurut saya, definisi pajak adalah investasi masyarakat yang bisa ditagih atau dikembalikan melalui pembangunan infrastruktur atau sesuatu kebijakan yang dampaknya dirasakan langsung oleh mereka, seperti pembangunan jalan umum, pendidikan gratis, transportasi umum gratis dan sebagainya,” kata Hafidh.

Karena lanjut Hafidh, jika mengacu kepada negara-negara di Skandinavia yang memungut pajak besar kepada warganya, ternyata mereka punya tingkat kepatuhan membayar pajak  yang tinggi. Hal ini dikarenakan, warga di negara-negara maju tersebut sangat merasakan manfaat dari pajak yang dibayarkan.

“Mungkin di Indonesia, masyarakatnya belum merasa ada manfaat yang didapat dari pajak yang mereka bayarkan. Jadi harus ada penyadaran dari seluruh pihak kepada wajib pajak agar mereka patuh terhadap kewajibannya dan yakinkan juga bahwa mereka akan mendapatkan manfaat langsung dari pajak yang dibayar,” katanya.

Dia menegaskan, jika regulasi di Indonesia sudah di buat seperti masyarakat harus legowo dan pajak yang dibayarkan jangan diharapkan untuk kembali lagi kepada si pembayar pajak, ini tentunya akan menjadi kesan bahwa pajak di Indonesia menjadi negatif.

“Jadi publik itu beranggapan buat apa mereka membayar pajak jika manfaatnya tidak bisa dirasakan langsung. Karena fungsi pajak adalah untuk kemakmuran masyarakat. Mungkin ini juga salah satu permasalahan yang menjadikan kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih sangat rendah,” ujarnya.

Selain itu lanjut Hafidh, tidak patuhnya wajib pajak akan kewajibannya juga ada yang disebabkan faktor ketidaktahuan mengenai cara melakukan pembayaran pajak atau apakah mereka sudah masuk dalam kategori wajib pajak.

Seperti di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), menurut dia banyak pelaku UMKM yang tidak memiliki pengetahuan tentang pajak. Mereka beranggapan kalau usaha yang dijalankan hanya mencari keuntungan pribadi tanpa harus ada kontribusi terhadap negara atau daerah.

“Nah, ini juga menjadi tanggung jawab kami sebagai mahasiswa yang mengetahui ilmu perpajakan untuk mengedukasi para pelaku UMKM yang memang masih buta masalah pajak,” katanya.

Pada kesempatan ini, sebagai konsultan pajak Hijrah juga memberikan pandangannya terkait tingkat kepatuhan wajib pajak dan definisi pajak di Indonesia.

Menurut Hijrah, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.

Selain itu kata dia, wajib pajak juga tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas apa yang telah diberikan, karena pajak yang dipungut pemerintah baik pusat maupun daerah digunakan untuk keperluan negara dan pembangunan daerah serta pemanfaatannya untuk kemakmuran rakyat.

Hijrah juga melihat, tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan membayar pajak cenderung mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir.

Menurutnya, jika mengutip data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT tahunan mencapai 84,07% pada 2021 dengan SPT yang dilaporkan sebanyak 15,9 juta laporan dari 19 juta wajib pajak.

“Jika dilihat lima tahun belakangan, pada 2017 rasio kepatuhannya sebesar 72,58%. Pada 2018, rasio pajak menurun menjadi 71,1% dengan yang membayar pajak hanya 12,55 juta orang dari total 17,65 juta wajib pajak,” ujarnya.

Dijelaskan Hijrah, pada tahun 2019 rasio kepatuhannya kembali naik menjadi 73,06%, sedangkan masyarakat yang melaporkan SPT tahunan tercatat 13,39 juta dari 18,33 juta wajib pajak.

“Kemudian pada tahun 2020, rasio kepatuhan pajak meningkat kembali menjadi 78%. Setahun setelahnya rasio kepatuhan pajak kembali naik menjadi 84,07%,” katanya. (bl)

PODCAST PAJAK IKPI STUDIO MOCHAMAD SOEBAKIR: https://www.youtube.com/watch?v=xTL49Y72qkE

 

Lima Srikandi IKPI Bicara Keseimbangan Keluarga dan Karir di Hari Ibu

IKPI, Jakarta: Ibu mempunyai peran vital dalam membangun sebuah keluarga. Bagaimana tidak, tugas ibu ternyata bukan hanya sekadar mengurus anak, suami atau berkutat di dapur saja.

Di era modern dan serba digitalisasi ini, rupanya peran ibu di dalam keluarga semakin kompleks. Mereka kebanyakan sudah mempunyai karir sejak belum berkeluarga.

Namun, saat perempuan memutuskan untuk berkeluarga di sinilah terjadi kesepakatan (komitmen) antara pasangan. Artinya, perempuan masih diperbolehkan melanjutkan karirnya atau hanya diminta fokus untuk mengurus keluarga oleh pasangannya.

Di Hari Ibu yang jatuh pada Kamis, 22 Desmber 2022, lima Srikandi dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) masing-masing punya cerita yang berbeda bagaimana mereka menyeimbangkan pekerjaan (karir) dan kepentingan keluarga lewat aplikasi Zoom yang disaksikan oleh 400an anggota IKPI dari berbagai wilayah di Indonesia.

Bertindak sebagai moderator pada bincang profesi dengan tema “Kunci Sukses Wanita pada Profesi Konsultan Pajak” adalah Anggota Departemen PPL IKPI Jemmi Sutiono, serta lima narasumber yang berbagi cerita yakni Engeline Siagian dan Sri Wahyuni Sujono, keduanya adalah Anggota Dewan Pengawas IKPI.

Sedangkan tiga Srikandi lainnya adalah Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari, Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina, serta Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Lilisen.

Cerita menarik pertama kali dipaparkan Engeline Siagian. Menurut dia, profesinya sebagai konsultan pajak memang dirasakan menyita banyak waktu, sementara sebagai ibu rumah tangga ada juga tanggung jawab yang sangat penting dan harus dikerjakannya.

Dengan demikian, sebenarnya ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Tetapi, memang dibutuhkan keseimbangan agar dalam menjalankan pekerjaan dan ibu rumah tangga bisa dilakukan dengan baik.

“Jadi dibutuhkan komitmen kuat antara saya sebagai seorang istri dengan suami dan anak. Komitmen yang sama juga kita buat terhadap pekerjaan, jadi jangan sampai kedua kewajiban ini bertabrakan,” kata Engeline.

Menurut Engeline, dia beruntung karena ada mertua dan asisten rumah tangga yang tinggal bersama dengan keluarga kecilnya. Ibu mertua dan asisten rumah tangganya dikatakan sangat menyayangi anak-anaknya, sehingga dia tidak terlalu khawatir meninggalkan mereka saat dirinya bekerja.

Namun demikian kata dia, pada saat-saat tertentu tetap ada skala prioritas mana yang harus didahulukan. Karena, sangat mustahil kepentingan keluarga dan pekerjaan bisa selalu dijalankan secara bersamaan.

Dia juga menegaskan, harus ada waktu khusus berkualitas yang kita sediakan untuk suami dan anak. Kondisi itu nantinya bisa dimanfaatkan juga untuk meminta dukungan penuh orang-orang yang kita sayangi tersebut atas pekerjaan yang sedang dijalankan.

“Jadi kita harus komitmen dan serius dengan pekerjaan yang diambil. Kalau tidak, mana bisa nanti klien percaya dengan kerja kita. Komitmen dan kepercayaan keluarga itu pertama harus datang dari suami,” ujar Engeline.

Namun demikian, Engeline menyatakan kalau dirinya kurang beruntung karena ibunda sudah dipanggil sang pencipta di usia yang masih terbilang muda. Ini yang menyebabkan dirinya tidak dapat merasakan kasih sayang ibunda secara penuh, apalagi saat itu Oma dari lima cucu ini baru kembali dari menemani suaminya yang menjalani pendidikan di Amerika Serikat.

Saat ini, berkat komitmen dan kepercayaan keluarga yang mendukung karirnya sebagai konsultan pajak. Engeline juga pernah menjabat salah satu pimpinan di kantor konsultan pajak yang mempekerjakan ratusan karyawan.

Cerita lainnya juga diungkapkan Sri Wahyuni Sujono. Dia menyatakan rasa bangganya menjadi konsultan pajak, apalagi saat ini jumlah konsultan pajak perempuan semakin banyak yakni angkanya mencapai 37 persen.

Ini menunjukan kalau profesi konsultan sangat menarik dan menjanjikan secara ekonomi. Namun di tengah kemenarikan menjadi konsultan pajak, ada juga yang perlu diketahui banyak orang khususnya bagi perempuan yang sudah berkeluarga atau akan berkeluarga.

Dari pengalaman Sri, di awal merintis karirnya sebagai konsultan pajak, pekerjaan ini membutuhkan banyak waktu dari pekerjaan kantoran biasannya. Tidak jarang dia mengerjakan pekerjaan hingga larut malam, dan itu dia lakukan selama beberapa tahun.

Dengan demikian, Sri sepakat dengan para rekannya yang juga menjadi narasumber dalam bincang profesi kali ini. Buatlah komitmen yang mantap dengan keluarga khususnya suami, agar pekerjaan yang menyita banyak waktu ini tidak menjadi masalah dikemudian hari.

Sebagai perempuan, Sri juga mengaku bangga bisa bersaing dengan kaum adam dalam menjalankan profesi ini. Sebab, pada masanya memulai karir, banyak dari mereka yang terkesan mengecilkan kemampuan perempuan dan menganggap kaum hawa tidak bisa bekerja keras.

“Disini saya buktikan, bahwa saya mampu untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan pimpinan. Jadi intinya perempuan juga bisa bersaing pada profesi ini,” ujar Sri.

Dia mengungkapkan, pada saat muda memang sering terlintas rasa bersalah karena tidak cukup waktu untuk bersama mereka dikarenakan pekerjaan yang menyita banyak waktu. Tetapi dia menganggap, itu adalah bagian dari hambatan hidup yang harus dijalani.

Namun demikian, hambatan yang dijalani Sri terbilang masih pada kegiatan positif yakni menghabiskan waktu untuk pekerjaan. Karena kata dia, ada juga rekannya yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga merasa kebingungan membuang waktu luangnya.

“Kalau tidak ada kegiatan, itu buat kita jadi stres juga. Makanya kesibukan ini bisa diambil dari sisi positifnya. Jadi sekarang saya cukup bersukur karena semua itu sudah bisa dilewati,” ujarnya.

Sri juga menceritakan kalau dirinya se-keluarga juga bermalam Mingguan di kantor klien. Hal ini disebabkan, adanya salah perhitungan dari timnya dan harus segera diperbaiki. Kondisi tersebut menyebabkan Sri yang saat itu sedang asik nonton untuk menikmati malam Minggu dengan keluargapun harus bubar.

“Malam itu juga saya harus mengerjakan kesalahan tersebut hingga pukul 02.30 WIB. Setelah selesai saya bilang kepada anak-anak, inilah pekerjaan ibu. Kalau suami sudah mengerti, karena se profesi,” kata dia.

Semakin usia anak bertambah, mereka semakin mengerti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Bahkan mereka juga rela mengalah agar orang tuanya yang sudah tua tida terlalu capek dengan pekerjaannya.

“Jadi, saat anak-anak sudah masuk SMA mereka bilang kalau cari rumah yang dekat dengan kantor saja, biar sekolah anak-anak sedikit jauh tidak apa-apa. Padahal waktu mereka kecil, saya berpikiran sebaliknya dari yang mereka pikirkan saat ini,” ujarnya.

Yang juga tidak kalah seru adalah, cerita dari Zeti Arina. Perempuan asal Surabaya ini, menceritakan kisah yang sangat menarik untuk disimak atau bahkan dijadikan pelajaran hidup bagi wanita karir yang juga berpofesi sebagai ibu rumah tangga.

Pendapat menarik juga disampaikan Lisa Purnamasari. Dalam bincang profesi ini Lisa mengungkapkan keluarga adalah segalanya.

Karena kata Lisa, dalam menjalankan suatu pekerjaan seorang istri harus mendapatkan persetujuan (ridho) suami. Dengan demikian, pekerjaan itu nantinya akan terasa lebih ringan.

Sebagai ibu rumah tangga dan pekerja, dia mengungkapkan harus ada keseimbangan dalam menjalankan kedua peran ini. Sebab, menurut pandangan Lisa, dalam menjalankan antara pekerjaan dan tugas ibu rumah tangga itu sama pentingnya. Dengan demikian, tugas dari dua pekerjaan berbeda itu harus sama-sama dijalankan dengan serius dan ikhlas.

Lisa juga menceritakan, ada hambatan yang datang pada pekerjaan, persisnya pada awal2 karirnya ketika bekerja di Gani Djemat Group, dimana dia dihadapkan pada pilihan antara memanfaatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke LN atau fokus pada pengobatan/therapy yg sedang dijalankannya dalam rangka ikhtiar untuk mendapatkan keturunan.

Namun demikian, Lisa yang kala itu baru saja menikah harus dapat menentukan prioritasnya dalam pengambilan keputusan.

“Jadi saat itu cita-cita dalam pekerjaan saya memang tidak terlalu muluk, disitulah saya mengambil keputusan mana yang lebih menjadi skala prioritas,” katanya.

Selain peran suami dan anak, Lisa juga tidak mengesampingkan peran sang bunda yang telah membesarkan dan mendidiknya hingga saat ini.

Di matanya, ibunda adalah orang tua yang luar biasa. Sejak ditinggal oleh Ayahanda, sang ibu yang tadinya ibu rumah tangga, terpaksa harus bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup dan biaya pendidikan ke-empat anaknya.

Ibunda Lisa menurutnya mempunyai perhatian yg detail terhadap anak-anaknya, mulai dari hal terkecil seperti sekadar memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada anaknya. Ini dilakukan sang bunda sampai saat ini, walaupun anak-anaknya sudah berkeluarga dan tidak lagi tinggal serumah dengannya.

“Ibu selalu mengunjungi rumah anaknya saat hari lahir tiba. Nampaknya itu menjadi perhatian dan kebiasan ibu untuk anaknya yang tak hilang sampai saat ini,” kata Lisa.

Terkadang ibu juga memberikan anaknya yang berulang tahun dengan kejutan-kejutan kecil, seperti membawa kado.

Tetapi menurut Lisa, rupanya pemikiran ibunda berbeda dengan sang anak. Walaupun mereka sudah berusia dewasa, perhatian dan kasih sayang bunda tak akan hilang hanya karena termakan usia.”Hal ini terkadang yang membuat kita malu kepada ibunda. Karena kesibukan pekerjaan, biasanya anak ada yang lalai dalam memberikan perhatian yang sama kepada orang tuanya,” kata Lisa.

Berbicara pekerjaan, kini Lisa telah membangun konsultan pajak sendiri dan memiliki puluhan pegawai yang membantunya baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap.

Tetapi, sesibuk apapun Lisa dalam melakukan pekerjaannya, keluarga merupakan prioritas utama yang akan dia pilih dibandingkan dengan segudang pekerjaan yang membutuhkan jasanya.

Rupanya pendapat Zeti dalam menjalankan karir dan ibu rumah tangga juga sama dengan tiga nara sumber sebelumnya, yakni menjalankan komitmen dengan suami. Menurtnya, hal itu adalah merupakan syarat utama yang wajib dijalankan oleh para wanita karir yang telah memiliki keluarga.

Karena jika tidak ada komitmen diawal dengan suami, kesibukan pekerjaan konsultan pajak yang menyita banyak waktu biasanya akan menyisakan masalah. “Jadi ketika sama-sama sudah berkomitmen, percayalah keberatan-keberatan keluarga khususnya dalam permasalahan pembagian waktu itu akan dapat diminimalisir,” kata Zeti.

Dia juga menegaskan, istri yang ideal itu adalah bergantung kepada penerimaan suami terhadap pasangannya. Jadi jika komitmen itu benar-benar bisa dijalankan dengan baik, maka Insha Allah suami akan mengatakan bahwa istrinya adalah pasangan yang ideal.

Zeti juga tidak memungkiri kalau dirinya bukan istri yang bisa setiap saat menemani suami makan, mengambilkannya handuk, atau membuatkannya kopi. Tetapi, ada waktu-waktu tertentu yang memang dia sediakan untuk memiliki waktu berkualitas bersama suami dan anak-anak.

“Jadi kalau sudah komitmen mengizinkan istri untuk berkarir, suami juga harus siap di mana ada waktu-waktu dirinya harus melayani kebutuhan sendiri (mandiri),” katanya.

Jika ada pekerjaan di luar kota atau-pun luar negeri yang memakan waktu lama, Zeti juga selalu menawarkan suami dan anaknya untuk turut serta dalam kegiatannya. Jika mereka tidak sedang ada kegiatan, maka Zeti memboyong keluarganya untuk ikut menemani perjalanan kerja.

Kesuksesan Zeti dalam berkarir kini sudah terlihat. Saat ini dia sudah memiliki 25 karyawan handal yang bisa dipercaya dan siap membantu tugas-tugas beratnya.

Sementara itu, perjuang berbeda disampaikan Lilisen. Dia mengaku harus berjuang menghadapi kerasnya kehidupan. Sebab, sang bunda sudah menghadap sang pencipta saat usianya masih anak-anak.

Akhirnya, Lilisen kecil saat itu diasuh oleh sang nenek yang datang langsung dari negeri tirai bambu. Didikan nenek yang keras terhadap cucu-cucunya, membuat mereka tak bisa santai-santai dalam menjalani hidup seperti layaknya anak-anak kecil pada umumnya yang banyak menghabiskan waktu kecil mereka untuk bermain.

Saat itu kata Lilisen, nenek sangat keras mengajarkan cucunya untuk berprilaku disiplin, tanggung jawab, dan serius dalam menjalankan pendidikan.

Rupanya sikap keras nenek terhadap Lilisen terbayar sudah. Dalam karirnya sebagai konsultan pajak, kini dia sudah memiliki sejumlah karyawan.

Lilisen menceritakan, dirinya menjadikan profesi konsultan pajak dikarenakan tuntutan ekonomi sehingga dia dan suaminya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga.

Menjadi pekerja sekaligus merangkap sebagai ibu rumah tangga rupanya memang dirasakan berat oleh Lilisen. Apalagi saat itu dirinya mempunyai bayi, dan tidak ada orang untuk membantu mengasuhnya.

Akibatnya, Lilisen harus membawa anaknya itu ikut menemani ibunya bekerja. Kondisi ini dialami dia selama beberapa bulan hingga akhirnya Lilisen mendapatkan pengasuh untuk sang buah hati.

Singkat cerita, bayi yang dahulu ikut menemani sang ibu bekerja kini sudah besar dan bersekolah. Disinilah masalah baru muncul, karena sebagai seorang ibu, rupanya Lilisen sangat konsen dengan perhatiannya terhadap tumbuh kembang anak hingga pendidikannya.

Lilisen rupanya adalah sosok ibu yang mau turun tangan langsung untuk mendidik anaknya sendiri. Darisinilah dia mulai selektif menerima klien untuk pekerjaannya, di mana keluarga adalah prioritas utama yang menjadi tujuan hidup dari Lilisen.

Dari sejak dini Lilisen mengaku sudah mengajarkan anaknya untuk berdisiplin, tanggung jawab, serta tertib dalam pendidikan. Hal ini dilakukan, agar saat mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan menjalani hal yang baru dalam situasi apapun, mereka sudah harus siap karena dasar ilmunya sudah diajarkan orang tua.

Hal ini juga yang diajarkan nenek Lilisen saat dia masih anak-anak, dan ilmu itu kini dia turunkan kepada anak-anaknya. (bl)

Zeti Arina: Pekerjaan Saya Menyita Waktu, Tetapi Percayalah Jika Keluarga Membutuhkan Saya Ada

IKPI, Jakarta: Ibu adalah sosok malaikat tanpa sayap yang bersedia memberikan seluruh kasihnya. Ibu adalah sandaran bagi anak-anaknya ketika mereka sedang terpuruk. Ibu juga adalah sosok manajer dalam rumah tangga yang mengatur segala kebutuhan keluarga.

Ibu adalah sosok yang rela berkorban apa pun demi sang buah hati. Ibu adalah seorang yang mencintai anaknya mulai dari kandungan sampai menginjak dewasa. Ibu yang selalu memberikan kebahagian kepada anak-anaknya dan Ibu yang selalu mengingatkan anak-anaknya jika ada perilaku yang menyimpang. Ibu rela berkorban mementingkan kepentingan anak-anaknya daripada diri sendiri.

Seribu kalimat-pun seakan tak cukup untuk menggambarkan perjuangan dan pengorbanannya dalam mengurus anak dan suami yang dicintai.

Ada banyak pengorbanan ibu disaat hamil dan melahirkan. Ibu melakukan banyak pengorbanan secara mental maupun fisik. Dari emosi yang naik turun, mudah menangis hingga mual maupun muntah.

Belum lagi saat melahirkan, Ibu harus kuat secara mental maupun fisik agar bayi lahir dengan selamat. Ibu rela mengorbankan hidupnya demi kehidupan sang buah hati.

Perjuangan Ibu tidak habis sampai di situ. Setelah mengandung dan melahirkan, Ibu juga harus membina dan merawat anaknya. Dengan penuh hati-hati, ibu selalu mengajarkan anaknya mengucap kata demi kata. Mengeja setiap deretan kata yang terucap dari mulutnya untuk anaknya ikuti.

Ibu memberi semangat saat anaknya mulai menyerah. Tak jemu-jemu memberikan nasihat dengan penuh cinta dan semangat yang menguatkan. Ibu tidak akan pernah rela anaknya merasakan kesulitan yang pernah ia rasakan.

Kebahagiaan anak adalah segalanya bagi ibu. Di setiap doanya selalu terselip doa untuk anaknya. Ibu berjuang demi memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Di zaman yang sudah masuk dalam era moderenisasi dan digitalisasi, di mana pola pikir semua orang terus berkembang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik, kini seorang ibu juga banyak yang merangkap sebagai wanita karir.

Apa yang dilakukan ibu untuk berkarir, bukan berarti karena kondisi ekonomi keluarga yang masih kekurangan sehingga ibu harus turun tangan membantu suaminya untuk mencari nafkah.

Tetapi sebagian ibu yang masih memilih berkarir setelah berumah tangga, adalah bersama suaminya untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan kehidupan terbaik, mulai dari pendidikan, makanan sehat dan penuh gizi, serta fasilitas lain yang memudahkan anak-anaknya untuk menimba ilmu.

Untuk mengetahui bagaimana perjuangan seorang ibu, yang juga merangkap sebagai wanita karir IKPI.or.id telah melakukan wawancara dengan Zeti Arina.

Perempuan asal Surabaya, Jawa Timur ini berpofesi sebagai konsultan pajak yang sepak terjangnya sudah tidak diragukan lagi, baik dalam menangani klien dari perusahaan nasional maupun internasional.

Zeti yang aktif berorganisasi di Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini juga mendapatkan kepercayaan besar dari Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, untuk menahkodai IKPI Surabaya.

Padatnya kegiatan Zeti, tentunya sangat menyita waktu. Apalagi berbagi waktu dengan keluarga, di mana pekerjaan dan keluarga adalah dua hal yang sama pentingnya bagi seorang wanita karir.

Mengapa Zeti memilih konsultan pajak sebagai profesinya, dan bagaimana dia membagi waktu diantara padatnya pekerjaan dengan keluarga, berikut petikan wawancara wartawan internal IKPI Bayu Legianto dengan Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina pada Senin (19/12/2022) yang disampaikan melalui pesan Whatsapp.

Pertanyaan:

1. Seistimewa apa profesi konsultan pajak di mata ibu, sehingga profesi ini ibu tetapkan sebagai pekerjaan utama?

Dulu ketika saya awal-awal bekerja rasanya jurusan akuntansi paling favorit bahkan jarang yang tertarik dengan pajak , terinspirasi ketika membaca buku Blue Ocean Strategy saya berfikir bila mayoritas orang tidak menyukai pajak berarti ini profesi ini belum banyak saingannya sehingga laut biru terbentang luas di depan mata dan tidak perlu berdarah-darah bersaing di laut merah.

Jadi, sesimple itu ketika saya memutuskan untuk memilih profesi Konsultan Pajak. Dari situ saya meyakini profesi konsultan pajak menjanjikan masa depan yang cerah.

2. Konsultan pajak adalah pekerjaan yang sangat menyita banyak waktu, bagaimana cara ibu mengatur waktu untuk keluarga?

Saya kira semua perkerjaan menyita waktu termasuk pekerjaan ibu rumah tangga yang tiada habisnya tinggal bagaimana kita memanage sebaik-baiknya. Harus disiplin dengan jadwal dan pandai memanfaatkan waktu luang, kadang saya mengajak suami dan anak ketika bekerja.

Saya anggap bekerja itu liburan, bisa makan siang bareng atau mampir ke tempat yg diinginkan.
Bila punya team harus berani mendelegasikan tugas ke anggota team dengan supervisi ketat sehingga kita lebih banyak ambil peran strategis bukan yang sifatnya klerikal dan sangat menyita waktu.

3. Apa keberatan terbesar keluarga (suamin & anak) yang mereka sampaikan kepada ibu, saat pekerjaan sedang padat dan tidak bisa ditunda? Bagaimana cara memberikan pengertian kepada mereka?

Saya selalu katakan ke keluarga, sejujurnya setiap saat saya pasti sibuk, tetapi percayalah kalau dibutuhkan kapanpun saya akan ada karena keluarga adalah nomer satu.

Setiap keputusan penting yang akan diambil harus dirundingkan dan disepakati di depan. Sudah dijelaskan gambaran dan konsekuensi profesi konsultan pajak. Bila suami mengijinkan harus komit untuk men-support sehingga saya merasa kesuksesan saya menjalani profesi ini karena support penuh dari suami dan anak.

Tidak terbayangkan kalau saya punya suami yang pencemburu, terus minta dilayani setiap saat apalagi punya anak yang tidak mandiri, tentunya akan timbul permasalahan dan komplin.

Pola asuh harus kita sesuaikan dengan profesi kita. Saya menyekolahkan anak di full day school, ketika saya berangkat kerja anak saya juga berangkat, ketika saya pulang anak saya juga pulang. Malam haru dan khir pekan kita gunakan waktu yang berkualitas untuk keluarga.

4. Nikmat apa yang ibu dapatkan/rasakan selama menjadi konsultan pajak, dan apakah profesi ini bisa dijadikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan pendapatan menjanjikan?

Banyak nikmatnya, bisa punya penghasilan yang bagus, bisa sambil jalan-jalan ketika posisi klien ada obyek wisata yang menarik.

Saya punya pengalaman berwisata ke Papua sekalian menangani pemeriksaan. Saya bisa sering jalan-jalan karena punya penghasilan yang cukup, bisa menyekolahkan anak ke luar negeri.

5. Seandainya profesi konsultan pajak dianggap banyak masyarakat bukan profesi yang menarik, apalagi menjanjikan secara pendapatan ekonomi, lantas apa yang ibu lakukan untuk meyakinkan masyarakat agar mereka tertarik untuk menjadi konsultan pajak?

Kembali ke minat masing-masing, menjadi konsultan perlu menjadi pembelajar sejati karena peraturan yang sangat dinamis.

Dunia kerjapun sudah bergeser, dulu perusahaan lebih mementingkan sisi pelaporan akuntasinya sekarang harus seimbang akuntasi dan pajaknya. Jadi pajak akan selalu diperlukan, dan menjadi profesi yang menjanjikan.

6. Selain bekerja sebagai konsultan pajak, waktu ibu juga pastinya tersita untuk mengurus IKPI sebagai organisasi yang menaungi profesi ibu. Apa harapan besar yang ibu ingin sampaikan di hari perayaan nanti, baik harapan untuk IKPI maupun untuk pribadi?

Harapan untuk IKPI menjadi naungan anggota untuk makin berdaya, menjadi asosiasi kelas dunia dan aktif berkolaborasi dengan semua pihak sehingga makin dikenal di masyarakat.

Harapan pribadi semoga semua pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran untuk organisasi dengan niat tulus untuk ikut membesarkan organisasi semakin jaya, hanya berharap kapada ridho Tuhan terbalas anugerah berkah melimpah, dan dikaruniai sehat walafiat.

7. Apa masalah terbesar yang pernah ibu hadapi pada profesi ini, dan bagaimana menyelesaikannya?

Pada masa awal-awal menjalani profesi sebagai konsultan pajak, sebelum adanya reformasi perpajakan banyak ketemu calon klien yang tidak paham peran konsultan pajak.

Ada sebagian Wajib Pajak yang menganggap kalau sudah menggunakan konsultan bayar pajaknya pasti kecil kalau perlu gak usah bayar pajak.

Padahal peran konsultan pajak bukan pencuri pajak, karena prihatin masih ada stigma negatif tentang peran konsultan pajak akhirnya saya menulis buku dengan judul “Konsultan Pajak = Pencuri Pajak?’ yang sebenarnya isinya adukasi klien tentang profesi konsultan dan bagaimana membayar pajak dengan hemat tapi tidak melanggar aturan.

8. Saat ibu tumbuh dewasa, apa konsultan pajak memang menjadi tujuan pekerjaan utama untuk mencari nafkah?

Sejak kecil tidak pernah bermimpi menjadi konsultan pajak, tetapi ketika bekerja ada teman kantor yang sangat ketakutan menghadapi masa pensiun, dari situ saya berfikir pingin punya kantor sendiri, tidak takut mengahadapi pensiun, waktunya lebih fleksible akhirnya saya mantab memulai profesi sebagai konsultan pajak.

9. Adakah peristiwa yang mengubah cara pandang ibu terhadap konsultan pajak?

Sebelum saya menjadi konsultan pajak saya bekerja di beberapa perusahaan asing, mereka sangat konsen untuk taat aturan, jangan sampai karena salah kebijakan sudah susah-susah investasi di Indonesia bisa bangkrut karena kena sanksi pajak misalnya.

Dari situ saya marasa profesi konsultan perlu profesionalitas tinggi, tidak seperti anggapan masyarakat waktu itu bahwa konsultan pajak perannya hanya seperti makelar kasus.

10. Seperti apa tahun pertama saat menjadi seorang ibu?

Saya bersyukur punya ibu yang mau membantu dan mengawasi pengasuh anak saya, punya suami yang mau bahu membahu merawat anak. Karena mengasuh anak bukan tugas istri semata.

11. Apakah kehidupan sekarang seperti apa yang ibu idam-idamkan saat tumbuh dewasa?

Mengenai punya kantor yang jam kerjanya fleksibel, punya team yang solid, memberi lapangan pekerjaan ke banyak orang memang itu yang saya inginkan tetapi dari kecil saya tidak bercita-cita jadi konsultan pajak.

12. Selain hal-hal yang kami tanyakan diatas, apakah ada hal yang ingin ibu sampaikan kepada masyarakat atau anggota IKPI secara keseluruhan untuk kejadian ini?

Untuk masyarakat sekarang era keterbukaan informasi, bukan saatnya menghindari pajak karena cepat atau lambat akan terbuka semua datanya. Bila punya kemampuan melaksanakan hak dan kewajiban pajak sendiri lakukan dengan benar dan rajin-rajinlah meng update pengetahuan pajak supaya tidak ketinggalan.

Bagi yang mampu membayar konsultan pajak tentu ini lebih tepat, karena semua akan berjalan baik ditangan ahlinya, saran saya akan pilihlah konsultan pajak terdaftar yang mempunyai ijin resmi.
Buat anggota IKPI jadilah pembalajar sejati, jangan pernah ragu untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan sesama konsultan atau dengan profesi lain karena rejeki bisa datang darimana saja, sesama konsultan bukan saingan karena punya keahlian dan penggemar masing-masing.

Ketika ada anggota belum punya pengalaman untuk banding saya bantu dan ajarin untuk bisa banding, dikerjakan sama- sama sehingga selanjutnya sudah bisa mengerjakan sendiri. Ketika teman konsultan mendapatkan klien PMA tetapi brevetnya masih B bisa dikerjakan sama- sama dengan yang punya Brevet C. Sebaliknya yang brevet C ketika menerima klien OP bisa diarahkan ke teman yang brevet A.
Ketika saya mendapat klien untuk due diligent saya mengajak kerjasama lawyer, notaris, akuntan, konsultan HRD maupun ahli IT begitu juga sabaliknya saya sering digandeng mereka untuk bekerja bersama- sama.

Untuk yang baru menjalani profesi konsultan pajak anda harus menjadi seperti slogan coca-cola dimana saja kapan saja selalu ada, artinya harus memperluas network sebanyak-banyaknya yang itu menjadi sarana untuk mendapatkan klien.

Ibaratnya ada pameran mobil mewahpun anda harus datang dengan sok kenal sok dekat(SKSD) berkenalan, siapa tau ketemu bos besar sedang lihat model mobil mewah terbaru, sebenarnya juga sedang memerlukan konsultan pajak karena kebetulan menerima SP2DK yang harus segera ditanggapi suratnya.

 

Konsultan Pajak Lilisen Tetap Utamakan Keluarga

KetIKPI, Jakarta: Di era modern saat ini, peran seorang ibu dalam rumah tangga menjadi lebih kompleks. Artinya, ibu bukan lagi hanya sekadar mengurus anak, mengurus suami dan melakukan pekerjaan rumah tangga, tetapi perannya juga bisa lebih besar seperti bersama-sama suami mencari nafkah untuk membangun ekonomi keluarga.

Saat ini, banyak perempuan yang tetap melanjutkan karirnya, meskipun dia sudah menjadi seorang ibu.

Untuk menyambut hari ibu yang jatuh pada 22 Desember 2022, IKPI.or.id melakukan wawancara dengan Lilisen. Selain sebagai seorang ibu, dia berprofesi sebagai konsultan pajak dan aktif berorganisasi.

Saat ini, Lilisen dipercaya menjabat sebagai Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru, oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan.

Sebagai konsultan pajak yang juga aktif berorganisasi, bagaimana Lilisen bisa membagi waktunya dengan keluarga.

Berikut petikan wawancara wartawan internal IKPI Bayu Legianto dengan Ketua IKPI Cabang Pekanbaru Lilisen, Jumat (16/12/2022).

1. Seistimewa apa profesi konsultan pajak di mata ibu, sehingga profesi ini ibu tetapkan sebagai pekerjaan utama?

Profesi konsultan pajak memberikan income yang lumayan bagi saya, selain itu memberikan kesempatan bagi saya berperan aktif membantu negara dalam hal mengedukasi Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara. 

2. Konsultan pajak adalah pekerjaan yang sangat menyita banyak waktu, bagaimana cara ibu mengatur waktu untuk keluarga?

Saat anak-anak masih kecil, saya lebih mengutamakan keluarga, di mana saat anak masih SD, saya sendiri yang mengajar anak. Anak-anak sudah membuat PR, jadi saat saya pulang kantor, saya bisa langsung mengecek. Jika saat ada ujian, saya pulang kantor lebih cepat dari biasa. Untuk kantor dari bulan Januari staf sudah mulai lembur supaya laporan perpajakan klien bisa tepat waktu dilaporkan. Jadi bisa dikatakan kantor berjalan seadanya saja. Setelah anak-anak besar barulah saya aktif di beberapa organisasi, kumpul teman dan fokus di kantor.

3. Apa keberatan terbesar keluarga (suami & anak) yang mereka sampaikan kepada ibu, saat pekerjaan sedang padat dan tidak bisa ditunda? Bagaimana cara memberikan pengertian kepada mereka?

Sangat beruntung saya mendapat suami dan anak-anak yang pengertian. Jadi tidak ada komplain dari mereka. Namun saya pun berusaha tetap mengutamakan urusan keluarga.

4. Nikmat apa yang ibu dapatkan/rasakan selama menjadi konsultan pajak, dan apakah profesi ini bisa dijadikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan pendapatan menjanjikan?

Secara material hidup saya nyaman dan memberi kebebasan secara finansial, secara immaterial saya bangga sebagai konsultan pajak. Ya profesi ini bisa dijadikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan pendapatan menjanjikan.

5. Seandainya profesi konsultan pajak dianggap banyak masyarakat bukan profesi yang menarik, apalagi nenjanjikan secara pendapatan ekonomi, lantas apa yang ibu lakukan untuk meyakinkan masyarakat agar mereka tertarik untuk menjadi konsultan pajak?

Orang pribadi dan badan usaha wajib membayar dan melaporkan pajaknya. Dalam melaksanakan kewajiban ini atau menghadapi masalah perpajakan mereka butuh bantuan dari pihak lain. Konsultan pajaklah yang berkompeten untuk membantu mereka.

Perbandingan jumlah konsultan pajak dan wajib pajak di Indonesia masih jauh sekali. Jadi peluang karir konsultan pajak akan selalu terbuka karena hampir setiap perusahaan membutuhkannya.

Asalkan tekun dan sabar pasti bisa menjadi konsultan pajak yang terkenal dan tentunya material akan mengikuti. Menurut saya profesi konsultan pajak ini tidak mengenal resesi ekonomi, bahkan masa pandemi kemaren konsultan pajak banyak dicari karena peraturan yang berubah-ubah mengenai perpajakan.

6. Selain bekerja sebagai konsultan pajak, waktu ibu juga pastinya tersita untuk mengurus IKPI sebagai organisasi yang menaungi profesi ibu. Apa harapan besar yang ibu ingin sampaikan di hari perayaan nanti, baik harapan untuk IKPI maupun untuk pribadi?

Harapan untuk IKPI, semoga menjadi wadah bagi para anggotanya untuk menuangkan kreatifitas dan inovasi sehingga lebih bermanfaat untuk organisasi ini kedepannya dan tidak lupa mengedepankan keterbukaan dan kekeluargaan.

Untuk pribadi, semoga saya selalu menjadi pribadi yang lebih baik, selalu bersyukur, optimis dan berguna bagi orang-orang di sekitar saya.

7. Apa masalah terbesar yang pernah ibu hadapi pada profesi ini, dan bagaimana menyelesaikannya?

Pada profesi ini dulu sebelum zaman m-banking, klien sering meminta staf untuk membantu membayarkan pajak ke bank, tanpa sepengetahuan saya. Yang mana ternyata tidak disetorkan ke negara untuk beberapa perusahaan dengan total sekitar Rp 500 juta.

Akibatnya dengan terpaksa rumah staf tsb dijual untuk dapat membayar pajak perusahaan. Dan saya membuat surat ke semua klien, tidak akan bertanggung jawab jika hal demikian terjadi lagi.

8. Saat ibu tumbuh dewasa, apa konsultan pajak memang menjadi tujuan pekerjaan utama untuk mencari nafkah?

Ya, saat saya masih kuliah saya sudah bekerja part time di kantor akuntan publik divisi perpajakannya untuk membayar uang kuliah saya dan sampai tamat kuliah saya bekeyakinan akan membuka usaha sendiri.

9. Adakah peristiwa yang mengubah cara pandang ibu terhadap konsultan pajak?

Saat tidak lulus masuk kedokteran, saya melihat tante saya yang bekerja sebagai pembukuan dan merasa profesi ini menjanjikan.

Saya ikut kursus akuntansi untuk menyiapkan diri kuliah di jurusan akuntansi. Saat itu istilahnya bon A bon B.

10. Seperti apa tahun pertama saat menjadi seorang ibu?

Gundah gulana haha… karena keluarga saya di Padang, saya di Pekanbaru yang mana saya terpaksa membawa bayi ke kantor, sampai saya mendapatkan baby sister yang baik.

11. Apakah kehidupan sekarang seperti apa yang ibu idam-idamkan saat tumbuh dewasa?

Tidak, saya awalnya bercita cita menjadi dokter.

12. Selain hal-hal yang kami tanyakan diatas, apakah ada hal yang ingin ibu sampaikan kepada masyarakat atau anggota IKPI secara keseluruhan untuk kejadian ini?

Buat masyarakat bijaklah dalam memilih konsultan pajak yang bersertifikat konsultan pajak dan memiliki izin konsultan pajak.

Buat anggota IKPI jadilah konsultan pajak yang tepercaya dan berkualitas, menjaga kode etik, dan jangan mengambil klien teman.

Bagi konsultan pajak yang baru, tetap semangat dan yakin dengan profesi konsultan pajak, jangan mudah menyerah.

 

 

Natal Bersama IKPI, Anggota Diharapkan Jadi Teladan dan Berpegang Pada Etika Profesi

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali mengajak seluruh anggotanya untuk mengikuti kegiatan Natal Bersama IKPI, yang rencanannya akan diselenggarakan pada 7 Januari 2023 di Gedung House of Blessing, Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat.

Ketua Panitia Natal Bersama IKPI Kiman Mustika mengatakan, tema Natal tahun ini adalah “Mari Bangkit & Jadilah Terang”. Artinya, anggota IKPI diharapkan dalam segala tindakannya selalu menjadi teladan dan berpegang pada etika profesi.

“Secara umum harapan kami pada Natal tahun ini adalah berdoa semoga perekonomian Indonesia segera pulih, terlebih pasca hantaman pandemi Covid-19 yang meluluhlantakan perekonomian dunia,” kata Kiman, Rabu (14/12/2022).

Diungkapkan Kiman, perayaan Natal Bersama IKPI ini merupakan kegiatan yang diselenggarakan untuk tahun ke-5.”Kami akan masukan ini sebagai agenda rutin tahunan. Karena selain lebih menjalin keakraban sesama anggota, Natal ini bisa sebagai ajang koreksi diri agar kita bisa terus introspeksi dengan memperbaiki segala kekurangan di tahun mendatang,” katanya.

Kiman menargetkan sebanyak 1.500 anggota IKPI bisa berpartisipasi pada kegiatan ini. Perhitungannya, sekitar 500 peserta datang langsung ke lokasi acara, dan 1.000 orang lainnya mengikuti melalui aplikasi Zoom.

Menurutnya, selain mengundang Ketua Umum IKPI Bapak Ruston Tambunan, pada kegiatan ini mereka juga mengundang sejumlah pejabat dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan kantor wilayah (Kanwil DJP) untuk turut hadir dalam kegiatan tahunan ini.

Sekadar informasi, selain Natal Bersama IKPI, ada juga kegiatan penggalangan donasi yang masuk dalam rangkaian. Adapun hasil donasi itu nantinya digunakan untuk acara Natal dan Corporate Social Responsibility (CSR) ke panti asuhan, panti Jompo dan Panti Werda.

“Kami tidak menetapkan target nominal karena ini untuk tujuan sosial dan bersifat sukarela,” kata Kiman. (bl)

en_US