Pentingnya SIT dalam Profesi Konsultan Pajak

Surat Ikatan Tugas (SIT) menjadi dokumen esensial bagi para konsultan pajak dalam menjalankan tugas profesional mereka. Tidak sekadar menjadi kontrak kerja,

SIT berfungsi sebagai landasan hukum yang mengatur hubungan antara konsultan pajak dan klien, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

SIT memberikan kejelasan mengenai cakupan layanan yang diberikan oleh konsultan pajak, termasuk hak dan kewajiban kedua belah pihak. SIT harus mencakup jenis pekerjaan jasa yang diberikan, cakupan layanan, serta hak dan kewajiban antara konsultan pajak dan klien. Hal ini penting untuk memastikan konsultan memiliki panduan kerja yang jelas dalam pelaporan administrasi perpajakan klien.

SIT sebagai Benteng Perlindungan Hukum

Dalam konteks era Coretax yang memperkuat konsekuensi hukum atas pelaporan pajak, SIT menjadi dokumen yang tidak dapat diabaikan. Salah satu poin penting yang harus dimuat dalam SIT adalah pernyataan manajemen (manajemen letter) yang menegaskan bahwa tanggung jawab atas isi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sepenuhnya berada di pihak manajemen atau klien, bukan konsultan pajak.

Hal ini bertujuan untuk memberikan batasan yang jelas terhadap tanggung jawab konsultan, sekaligus melindungi mereka dari risiko hukum akibat pelanggaran perpajakan oleh klien.

Konsultan pajak juga harus mempersiapkan berbagai langkah pendukung untuk meminimalkan risiko hukum. Bukti pendukung seperti tanda terima berkas dari klien, kertas kerja perhitungan pajak, lembar konsultasi yang ditandatangani manajemen, dan dokumentasi lengkap terkait pelaporan SPT menjadi elemen penting yang harus dikelola dengan baik.

Pandanga ini menggarisbawahi pentingnya profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam profesi konsultan pajak. SIT tidak hanya menjadi alat hukum, tetapi juga mencerminkan etika kerja yang menjunjung tinggi kepercayaan antara konsultan pajak dan klien.

Dengan adanya SIT yang jelas dan langkah-langkah pendukung yang memadai, hubungan kerja antara konsultan pajak dan klien dapat berjalan lebih baik. Potensi sengketa hukum yang sering kali merugikan kedua belah pihak pun dapat diminimalkan.

Pada akhirnya, penerapan SIT yang sesuai standar merupakan investasi jangka panjang bagi konsultan pajak untuk menjaga reputasi dan keberlanjutan profesinya.

Pesan ini menjadi pengingat bahwa di tengah kompleksitas dunia perpajakan, konsultan tidak hanya bertugas membantu klien, tetapi juga menjaga integritas hukum dan kepercayaan publik.

Penulis: Ketua Departemen Bantuan Hukum dan Advokasi, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Andreas Budiman

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Aturan Baru Pengkreditan Pajak Masukan pada Coretax

Sistem PPN di Indonesia mengenal metode pengkreditan pajak. Ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) akan dikenakan (dipungut) PPN oleh pihak PKP Penjual, ini yang dinamakan sebagai Pajak Masukan. Ketika melakukan penjualan PKP ini akan memungut PPN atas tagihan penjualan yang diterbitkan kepada pihak pembeli (konsumen). PPN yang dipungut ini yang dinamakan sebagai Pajak Keluaran. Pada setiap masanya, PKP ini memiliki kewajiban untuk menyetorkan PPN yang telah dipungutnya dari konsumen dengan terlebih dahulu memperhitungkan (mengurangkan) Pajak Masukan yang berhubungan dengan Pajak Keluaran dan memenuhi syarat untuk dapat dikreditkan. Proses ini yang disebut sebagai proses pengkreditan Pajak Masukan.

Ketentuan yang berlaku selama ini (sesuai Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dilakukan pemeriksaan. Petunjuk pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN ini diatur lebih lanjut pada Pasal 62 ayat (1) PMK 18/PMK.03/2021 dan Pasal 63 ayat (1) PMK 18/PMK.03/2021.

Artinya bahwa Pajak Masukan yang diperoleh dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama atau dapat dikreditkan pada pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan tersebut. Sebagai contoh (seperti yang dicontohkan pada Lampiran XV PMK 18/PMK.03/2021), untuk Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh PKP Penjual pada tanggal 8 Agustus 2021 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak Agustus 2021, atau Masa Pajak September 2021, Masa Pajak Oktober 2021, dan paling lambat Masa Pajak November 2021.

Ketentuan Baru Mengenai Jangka Waktu Pengkreditan Pajak Masukan

Sejak 1 Januari 2025, PKP yang akan mengkreditkan Faktur Pajak Masukan, hanya dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan oleh pihak PKP Penjual. Prosedur pengkreditan Pajak Masukan yang baru ini diatur dalam Pasal 375 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.

Kemudian pada Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 yang menegaskan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (1), yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukanya dipersamakan dengan Faktur Pajak, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dibuat.

Dari Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 ini dapat kita lihat perbedaan pengaturan dengan ketentuan yang selam ini berlaku (PMK 18/PMK.03/2021 dan PMK 18/PMK.03/2021) yaitu untuk Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya untuk paling lama 3 (tiga) Masa Pajak adalah hanya dibatasi untuk Pajak Masukan yang berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Pada Pasal 470 PMK 81 Tahun 2024 menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama yang dicontohkan pada Lampiran huruf WWW (halaman 547) PMK 81 Tahun 2024 ini.

Artinya bahwa mulai 1 Januari 2025, Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak (selain dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak) hanya dapat dikreditkan pada Masa Pajak sesuai dengan Masa Pajak Faktur Pajak Masukan tersebut diterbitkan.

Dan perlu menjadi perhatian bagi Para Pembaca bahwa ketentuan ini berlaku mulai 1 Januari 2025, artinya semua Faktur Pajak yang diterbitkan di tahun pajak 2024, hanya dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya untuk paling lama 3 (tiga) Masa Pajak, paling lambat hanya dapat dilakukan untuk Masa Pajak Desember 2024.

Jadi misalkan Faktur Pajak Masukan yang terbit di Masa Pajak November 2024, hanya dapat dikreditkan di Masa Pajak November 2024 dan Masa Pajak Desember 2024. Untuk Faktur Pajak Masukan yang terbit di Masa Pajak Desember 2024, hanya dapat dikreditkan di Masa Pajak Desember 2024 saja.

Penulis Anggota Departemen Pengembangan Organisasi, PP-Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Syafrianto

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

 

 

Pererat Kemitraan, IKPI Bersama Sejumlah KPP di Jakbar Tanding Tenis

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bersama beberapa karyawan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah Kanwil Jakarta Barat menggelar kegiatan tenis bersama di Lapangan Tosiga, Tomang, Jumat (23/1/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat kemitraan antara IKPI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Ketua Bidang Olahraga IKPI Wisnu Sambhoro, menyampaikan bahwa pertandingan ini berlangsung dalam suasana penuh keakraban dengan hasil pertandingan berimbang, melibatkan masing-masing enam pemain dari IKPI dan KPP.

(Foto: DOK. Pribadi)

“Kegiatan tenis bersama ini menjadi salah satu bentuk upaya mempererat hubungan antara IKPI dan DJP. Selain itu, ini juga bagian dari rencana kerja bidang olahraga yang telah dirumuskan dalam Rakornas IKPI,” ujar Wisnu Sambhoro, Sabtu (25/1/2025).

Sekadar informasi, peserta dari IKPI yang terlibat antara lain Wisnu Sambhoro (Depok), Hendrik Saputra (Jakarta Pusat), Dicky (Jakarta Barat), dan Santoso (Jakarta Barat).

Sementara, dari KPP hadir sejumlah karyawan yang turut memeriahkan acara.

Menurut Wisnu, selain menjadi ajang olahraga, kegiatan ini juga menjadi momen reuni bagi Wisnu Sambhoro, yang bertemu kembali dengan teman semasa SMA-nya, yang kini menjabat sebagai Kepala Kantor Pajak Pratama Kebon Jeruk 1.
“Kami berencana menjadikan kegiatan ini rutin diadakan setiap bulan. Ke depannya, kami akan mencari lapangan indoor di wilayah Jakarta Barat untuk mendukung kelangsungan program ini,” kata Wisnu.

Melalui kegiatan ini, diharapkan hubungan kerja sama yang baik antara IKPI dan DJP dapat terus terjalin, sejalan dengan visi IKPI dalam mendukung pengelolaan perpajakan yang lebih baik di Indonesia. (bl)

IKPI dan Kanwil DJP Banten Jalin Silaturahmi Pererat Sinergi 

IKPI, Jakarta: Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Banten bersilaturahmi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Serang Barat dan Serang Timur, Rabu (22/1/2025). Pertemuan ini bertujuan untuk mempererat sinergi antara kedua pihak dalam mendukung optimalisasi perpajakan di wilayah Banten.

Ketua IKPI Pengda Banten Kunto Wiyono, memimpin delegasi yang terdiri dari beberapa pengurus dan perwakilan cabang.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Banten)

Peserta dari IKPI yang hadir meliputi:

• Ketua Pengda Banten Kunto Wiyono

• Sekretaris Pengda Banten Michael

• Seksi PPL Pengda Banten Nuraini

• Ketua Cabang Tangerang Selatan Rully Erlangga

• Ketua Cabang Tangerang Kota Edward Mias

• Pengurus Cabang Tangerang Kota Susianto

• Pengurus Cabang Kabupaten Tangerang Rih Purnamasari

Sementara itu, dari pihak DJP, pertemuan dihadiri oleh:

• Kepala Kanwil DJP Banten Cucu Supriyatna

• Kepala Bidang P2 Humas Kanwil Banten Solihun

• Kasie P2 Humas Kanwil Banten

• Tim dari KPP Serang Barat dan KPP Serang Timur, termasuk Kepala KPP Taufiq dan para kepala seksi pengawasan dan pelayanan, serta tim fungsional.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Banten)

Diungkapkan Kunto, pertemuan ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama dalam berbagai aspek perpajakan, termasuk sosialisasi peraturan terbaru dan isu perpajakan nasional.

Salah satu topik utama yang dibahas adalah Coretax, sistem pertukaran data perpajakan terbaru yang menjadi perhatian khusus DJP.

“Kami menyampaikan apresiasi kepada Kanwil DJP Banten yang telah menerima kami dengan baik. Sinergi antara IKPI dan DJP adalah kunci untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta memberikan pemahaman yang lebih baik tentang peraturan perpajakan yang terus berkembang,” ujar Kunto, Jumat (24/1/2025).

Selain itu, pertemuan ini juga menjadi momentum untuk menyampaikan undangan resmi kepada Kanwil DJP dan KPP di wilayah Banten untuk menghadiri acara pelantikan Pengda IKPI Banten dan cabang-cabangnya yang akan digelar pada 7 Februari 2025 mendatang.

Salah satu momen menarik dari pertemuan ini kata Kunto, adalah sambutan antusias dari Kepala Kanwil Cucu Supriyatna. Ia menekankan pentingnya peran konsultan pajak dalam mendukung wajib pajak memenuhi kewajibannya, terutama dalam menghadapi tantangan teknis terkait Coretax.

“Diskusi ini menjadi sangat penting karena Coretax masih menjadi isu utama yang kami hadapi. Kami berharap rekan-rekan konsultan, terutama yang tergabung di IKPI, dapat membantu wajib pajak dalam memahami dan menyelesaikan kendala teknis yang ada,” kata Cucu.

Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi awal dari kerja sama yang lebih erat antara DJP dan IKPI. Dengan sinergi ini, diharapkan mampu memberikan dampak positif, baik dalam hal peningkatan kepatuhan wajib pajak maupun penguatan edukasi perpajakan kepada masyarakat.

“Dengan kerja sama ini, kami yakin pelayanan perpajakan di Banten dapat semakin optimal. Semoga kolaborasi ini terus terjalin dengan baik di masa mendatang,” kata Kunto.

Kunto juga mengingatkan, acara pelantikan pada 7 Februari nanti diharapkan menjadi momentum yang semakin memperkuat sinergi antara IKPI Banten dan DJP dalam mendukung sistem perpajakan yang lebih modern dan transparan. (bl)

IKPI Tingkatkan Kolaborasi dan Transparansi untuk Wujudkan Indonesia Emas 2045

IKPI, Jakarta: Sekretaris Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Assoc. Profesor Edy Gunawan, menekankan pentingnya peningkatan kolaborasi dengan perguruan tinggi dan institusi terkait dalam upaya memajukan profesi konsultan pajak di Indonesia. Dalam berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, ia menyampaikan komitmennya untuk terus memperkuat hubungan antara IKPI dan perguruan tinggi, baik dalam bentuk riset bersama, pengembangan kurikulum, maupun pertukaran pengetahuan. Langkah ini bertujuan untuk mencetak lulusan perguruan tinggi yang siap berkontribusi dalam dunia perpajakan, sekaligus mendukung kemajuan sektor ekonomi nasional.

Edy juga menyampaikan Annual Report kepada anggota IKPI yang memuat laporan kegiatan organisasi, pelaksanaan program, dan laporan keuangan. Annual report tersebut berfungsi sebagai alat transparansi bagi seluruh anggota mengenai progres yang telah dicapai dan tantangan yang dihadapi oleh IKPI selama ini.

“Sejalan dengan visi besar Indonesia Emas 2045, IKPI juga tengah menyusun Roadmap Profesi Konsultan Pajak yang akan menjadi panduan bagi pengembangan profesi ini hingga tahun 2045. Hal ini diharapkan dapat memperkuat peran konsultan pajak sebagai mitra strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia menuju kesejahteraan Bersama,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Dalam upaya memperkuat pengawasan internal dan mencapai tujuan organisasi, IKPI meningkatkan kerja sama dengan Pengawas, yang merupakan salah satu organ perkumpulan. Kerja sama ini bertujuan untuk memperkuat fungsi pengendalian dan transparansi, yang sangat penting dalam menjaga kredibilitas dan keberlanjutan organisasi. Selain itu, IKPI juga terus menjalin kemitraan erat dengan Dewan Penasihat dan Dewan Kehormatan dalam rangka menciptakan sinergi yang solid antar organ-organ perkumpulan.

Selain itu lanjut Edy, evaluasi terhadap tugas, tanggung jawab, dan struktur personal Sekretariat IKPI juga tengah dilakukan untuk meningkatkan peran sekretariat dalam memberikan pelayanan administrasi yang lebih baik.

Edy juga menegaskan, sebagai bagian dari upaya mempererat hubungan dengan anggota, IKPI juga berencana membuka saluran komunikasi langsung antara anggota dengan Pengurus Pusat melalui aplikasi atau website resmi. Saluran ini diharapkan dapat menjadi media untuk menerima masukan dan kritik yang membangun demi perbaikan program-program kerja organisasi.

Terakhir, IKPI akan mengumpulkan Pengurus Pusat, Ketua Pengda, dan Ketua Cabang untuk melakukan pemantapan program kerja pasca terbentuknya Pengurus Pusat yang baru. Hal ini diharapkan dapat memperkuat koordinasi dan implementasi program kerja yang lebih efektif dan terarah.

Dengan berbagai langkah tersebut, IKPI bertekad untuk terus berkontribusi dalam pengembangan profesi konsultan pajak di Indonesia serta mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.(bl)

Urgensi Pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegak Kode Etik Profesi Konsultan Pajak

Toto   

Universitas Esa Unggul Bekasi

A. PENDAHULUAN  

Kata Profesi yang bersumber dari kata “profesional” berasal dari kata bahasa Inggris “profession” yang berarti pekerjaan. Seseorang yang mahir atau ahli dalam menjalankan suatu profesi disebut sebagai profesional. Prinsip dasar profesi adalah bidang pekerjaan yang berlandaskan pada keahlian pendidikan tertentu (keterampilan, profesi, dan sebagainya). Dalam praktiknya, istilah pekerjaan dan profesional sering digunakan secara bergantian dan memiliki beberapa makna. Dalam konteks sehari-hari, istilah pekerjaan dipahami sebagai aktivitas (permanen) (Belanda: baan, Inggris: job atau profesional) untuk mencari penghidupan, baik yang legal maupun yang tidak. (Hornby dkk,  

1995:791) dalam Kamus “The Advanced Learner’s Dictionary of Current English” dinyatakan bahwa “profession is occupation, especially one requiring advanced education and special training.”  

Profesi Konsultan Pajak yang telah ada sejak tahun 1960-an atau saat ini sudah berkisar 65 tahun keberadaannya, masih harus menghadapi dinamika dalam implementasi pengaturan praktiknya terlepas dari permasalahan lainnya yang muncul seputar profesi Konsultan Pajak.  

Sejak awal keberadaannya, Konsultan Pajak telah memainkan peranan penting dalam hal membantu pemerintah untuk mendorong Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Melalui kebijakan pengampunan pajak yang pertama dilakukan pada Tahun 1964, memperlihatkan salah satu wujud peran serta Konsultan Pajak sebagai mitra pemerintah (Toto, 2022).   

Kombinasi sistem penilaian mandiri, Undang – Undang perpajakan yang rumit, hukuman serius bagi ketidakpatuhan, peningkatan aktivitas internasional, dan prospek pengurangan tagihan pajak telah meningkatkan ketergantungan wajib pajak

pada praktisi perpajakan. Namun para praktisi perpajakan tidaklah homogen. Nasihat perpajakan saat ini diberikan oleh berbagai profesional termasuk akuntan, auditor, pengacara, mantan dan pegawai administrasi perpajakan. Otoritas dan ahli pajak yang bekerja di perusahaan, serta mereka yang secara resmi diidentifikasi sebagai Konsultan Pajak karena keanggotaan mereka di lembaga perpajakan profesional.  

Ungkapan “praktisi pajak” berupaya untuk mencakup berbagai macam individu. Beberapa beroperasi sebagai praktisi tunggal atau dalam kemitraan spesialis hukum, akuntansi, atau pajak dan memberikan beragam kategori nasihat perpajakan kepada mereka klien. Profesional pajak yang bekerja in-house biasanya dipekerjakan oleh organisasi dan akan bertindak semata-mata demi kepentingan organisasi tersebut sebagai anggota tim pajak internal.

Praktisi perpajakan telah diakui sebagai aktor kunci dalam proses kepatuhan pajak, yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk tindakan kepatuhan pajak kliennya. Laporan tahun 2008 yang berasal dari  OECD mengakui kekuatan ini serta mengidentifikasi praktisi perpajakan sebagai salah satu faktor risiko kepatuhan pajak yang harus diawasi oleh administrasi perpajakan (Doyle, 2022).   

Namun Fakta maraknya praktik Konsultan Pajak oleh mereka yang belum jelas kompetensinya sudah dialami oleh beberapa figur publik seperti penyanyi Inul Daratista ataupun Maia Estianti serta entertainer lain seperti Deddy Cobuzier yang kapok menggunakan jasa Konsultan Pajak dan pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi mereka selaku pengguna (mkl/hn, detik finance, 2015).  

Kondisi ini terjadi karena pengaturan Konsultan Pajak menetapkan standar kompetensi ketat melalui sertifikasi dan pelatihan berkelanjutan, sementara kuasa bukan Konsultan Pajak belum memiliki pengaturan teknis terkait kompetensi, hanya diwajibkan memahami peraturan perpajakan sesuai Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah.

Selain itu, pengaturan kode etik hanya diberlakukan bagi kuasa wajib pajak yang berstatus sebagai Konsultan Pajak, sedangkan kuasa yang bukan Konsultan Pajak tidak diwajibkan untuk mematuhi standar etik tersebut. Berbeda halnya dengan Indonesia, negara pembanding dalam penelitian ini telah mengatur kode etik Konsultan Pajak secara tegas dan jelas melalui Undang – Undang yang mengatur profesi tersebut.   

Dari penulisan ini dapat dirumuskan dua hal,  

1). Bagaimana Urgensi Pembentukan Undang – Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegakan Kode Etik Profesi  

Konsultan Pajak? 2). Bagaimana Perbandingan Pengaturan Undang – Undang Tentang  

Konsultan Pajak dibeberapa Negara?   

  1. METODE PENELITIAN 

Jenis Penelitian  

Metode Penelitian Urgensi Pembentukan Undang – Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegakan Kode Etik Profesi Konsultan Pajak menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang memaparkan permasalahan mengenai praktik Konsultan Pajak dengan menganalisa peraturan perundang-undangan perpajakan dan pengalaman penulis sebagai Konsultan Pajak dengan mempelajari dan mengkaji peraturan yang mengatur tentang praktik Konsultan Pajak serta peraturan organisasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) serta perbandingan dengan ketentuan hukum yang sudah diterapkan di negara Jepan dan Australia yang mengatur praktik Konsultan Pajak.  

Sumber Data.  

Bahan Hukum Primer  

Bahan hukum primer yaitu bahan ilmu hukum yang berasal dari Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175 Tahun 2022, Tax Agent Service Act Tahun 2009 dan Japan Zeirishi Act.  

Bahan Hukum Sekunder  

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti Undang – Undang. Selain itu ada juga pendapat para ahli dan sumber informasi dari internet yang selaras dengan penulisan.  

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum  

Penelitian hukum normatif menggunakan metode studi pustaka yang mencakup kajian dokumen. Proses ini meliputi pengumpulan dan analisis bahan hukum, serta penelaahan informasi relevan dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, dan dokumen resmi terkait peraturan perundang-undangan, untuk mendukung kajian secara mendalam. Pendekatan ini memungkinkan peneliti menggali dan memahami berbagai aspek hukum secara sistematis dan komprehensif. Analisis Bahan hukum  

Setelah semua bahan hukum berhasil dikumpulan maka selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode deduktif. Penyusunan dilakukan dengan menggunakan cara deskriptif analitis melalui pengumpulan, Menyusun dan menganalisis bahan hukum tersebut. Interpretasi dilakukan secara gramatikal dan sistematis, penafsiran Undang – Undang menurut istilah yang ada didalamnya dan merupakan keterkaitan pasal satu dengan lainnya dalam perundangundangan (Sidharta, 2013).

Selanjutnya, disampaikan dalam bentuk penjelasan yang logis dan sistematis guna memperoleh kejelasan dalam penyelesaian, kemudian diambil kesimpulan untuk menjawab masalah penelitian dengan mengandalkan prinsipprinsip umum lalu diambil faktor-faktor khusus sehingga dapat dihasilkan kesimpulan dari halhal yang bersifat umum.  

C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN  

Bagaimana Urgensi Pembentukan Undang – Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegakan Kode Etik Profesi Konsultan Pajak.  

Keberadaan kuasa menurut Undang – Undang adalah untuk memberi kesempatan bagi Wajib Pajak meminta bantuan pihak lain yang dianggap lebih memahami perpajakan sebagai kuasanya. Bantuan ini meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perpajakan.  

Konsultan Pajak merupakan salah satu pihak yang dapat bertindak sebagai kuasa Wajib Pajak yang telah diakui sejak tahun 1960-an hingga terbitnya Undang – Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pengaturan teknis dan ketat mengenai peran Konsultan Pajak sebagai kuasa Wajib Pajak diatur dalam beberapa regulasi.

Berbagai regulasi terkait kuasa wajib pajak dalam hal Konsultan Pajak di Indonesia meliputi Keputusan Menteri Keuangan Nomor PMK 97/PMK.03/2005, lalu ada juga PMK  22/PMK.03/2008, ditambahkan juga PMK  229/PMK.03/2014, kemudian PMK 175/PMK.01/2022. Terakhir PMK 175/PMK.01/2022 mengatur tentang  Konsultan Pajak, termasuk hak, kewajiban, dan persyaratan profesi tersebut.  

Kuasa Konsultan Pajak disyaratkan harus berpendidikan minimal Sarjana (S1) dan memiliki Sertifikasi Konsultan Pajak yang hanya bisa diperoleh jika seseorang telah dinyatakan lulus mengikuti uji sertifikasi yang diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan tingkatan yang berbeda dari tingkat A sampai C. Bagian terpenting lainnya, kuasa sebagai Konsultan Pajak diwajibkan mematuhi kode etik yang dimiliki oleh asosiasi profesi (jdihkemenkeugoid, 2022).

Lalu bagaimana dengan kuasa bukan Konsultan Pajak?  

Kuasa bukan Konsultan Pajak secara umum, dalam pengaturannya disebutkan hanya memerlukan bukti kepemilikan sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta berstatus akreditasi A, minimal jenjang Diploma III, yang dibuktikan dengan menyerahkan salinan sertifikat brevet atau ijazah.  

Dalam Pasal 49 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dinyatakan bahwa seorang kuasa meliputi Konsultan Pajak dan bukan Konsultan Pajak. Lalu dinyatakan kembali dalam Pasal 32 ayat (3) dan ayat (3a) Undang – Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan beserta penjelasannya, menyatakan bahwa Wajib Pajak Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan. Selanjutnya diamanatkan oleh Undang – Undang untuk mengatur secara teknis melalui Peraturan Menteri Keuangan.  

Hingga saat skripsi ini ditulis, Peraturan teknis yang terbit sebagai pemenuhan amanat Undang – Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (atau aturan sebelumnya dalam pasal 32 ayat (3a) Undang – Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan) baru sebatas pengaturan terhadap Konsultan Pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 Tentang Konsultan Pajak.   

Jika pengaturan yang jelas dalam tataran teknis yang meliputi standar kompentensi masih belum ada bagi seorang kuasa wajib pajak khususnya kuasa bukan Konsultan Pajak, lalu bagaimana dengan standar etika yang merupakan bagian penting dalam pelaksanaan profesi seorang kuasa wajib wajib pajak.

Sejauh ini pengawasan terhadap etika dalam pelaksanaan kuasa oleh Konsultan Pajak merujuk kepada kode etik yang disusun oleh Asosiasi Konsultan Pajak yang dalam penulisan ini menggunakan rujukan kode etik Konsultan Pajak dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. Dalam kode etik tersebut isi pengaturannya dapat diringkas sebagai berikut:

Konsultan Pajak Indonesia wajib memenuhi prinsip kepribadian, keahlian, integritas, kerahasiaan, kepatuhan hukum, serta menghindari benturan kepentingan.

Kepribadian: Konsultan Pajak harus warga negara Indonesia yang bertakwa, jujur, menjunjung keadilan, dan mematuhi hukum serta UUD 1945.

Keahlian: Dapat menolak memberikan jasa di luar keahliannya, namun tidak atas dasar diskriminasi agama, suku, atau keyakinan.

Integritas: Menjaga kepercayaan klien, bersikap jujur, dan melindungi rahasia penerima jasa tanpa mengorbankannya.

Kerahasiaan: Informasi klien wajib dijaga kecuali atas perintah hukum. Prinsip ini juga berlaku bagi staf dan pihak terkait.

Kepatuhan hukum: Tidak menangani kasus tanpa dasar hukum.

Benturan kepentingan: Wajib mundur jika terjadi konflik kepentingan.

Larangan: Meliputi menjalankan profesi lain yang berkaitan dengan ASN (kecuali riset dan pendidikan), memberikan informasi menyesatkan, menjamin hasil, atau melakukan tindakan yang melanggar hukum dan etika profesi. Konsultan wajib menyerahkan dokumen klien saat penggantian konsultan, melapor pelanggaran kode etik, serta menjaga solidaritas profesi dengan tidak merebut klien atau karyawan dari teman seprofesi. Pelanggaran kode etik terhadap teman seprofesi tidak boleh diumumkan melalui media.  

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai organisasi Konsultan Pajak satusatunya hingga pertengahan tahun 2019 dimana seluruh anggotanya 100% telah memenuhi standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 Tentang Konsultan Pajak mengupayakan terbitnya Undang – Undang Konsultan Pajak sebagai upaya menetapkan standar yang jelas mengenai kompetensi, integritas, dan akuntabilitas Konsultan Pajak, serta memberikan kewenangan kepada asosiasi profesi untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada anggotanya yang melanggar kode etik untuk menjaga etika, standar dan kompetensi yang jelas.

Melalui proses politik, perjalanan mengusulkan Undang – Undang dimulai sejak tahun 2007 dilanjutkan tahun 2009 hingga 2011 melalui diskusi para ahli di Dewan Perwakilan Daerah. Rancangan Undang – Undang Konsultan Pajak pada saat itu mulai disusun, namun prosesnya terhenti disaat penyusunan naskah akademik yang menjadi salah satu syarat utama yang disebutkan dalam Undang – Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 tahun 2011. (jdihkemenkeu, 2011)  

Selanjutnya sejak 2014 hingga menjelang pertengahan 2018 berangkat dari kesadaran yang terus terjaga dalam diri Ketua Umum IKPI saat itu Bapak Mochamad Soebakir, melihat pernyataan seorang Anggota Dewan dari Komisi XI Fraksi Golkar yakni Bapak Mukhamad Misbahkun tentang pentingnya peranan Konsultan Pajak dalam meningkatkan kepatuhan sukarela (Redaktur DDTC News, 2018) di media masa, beliau langsung bergerak untuk mengundang sang anggota dewan pada perayaan hari ulang tahun IKPI yang ke 53 di bulan Agustus 2018.  

Proses penyusunan Rancangan Undang – Undang dilanjutkan untuk dimatangkan dengan koordinasi bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hingga akhirnya proses berlanjut dalam pembahasan yang dituangkan dalam risalah rapat pleno rancangan Undang – Undang tentang Konsultan Pajak tertanggal 4 Juli 2018 yang dalam kesimpulan akhirnya sepakat untuk menyempurnakan draft rancangan Undang – Undang diserahkan kepada tenaga ahli dan pengusul dan nanti akan ditetapkan pada rapat berikutnya, apakah langsung panja atau langsung dibawa ke rapat pleno Baleg.

Dalam laporan singkat rapat, Badan Legislasi menyimpulkan bahwa hasil rapat terkait pengambilan keputusan atas konsepsi RUU Konsultan Pajak menyepakati dan menyetujui RUU tersebut, yang telah melalui proses pengharmonisasian dan pemantapan konsepsi, untuk disampaikan kepada Pengusul RUU guna diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hingga September 2018, sosialisasi melalui gelar diskusi publik terus dilakukan, salah satunya adalah bersama Vokasi Universitas Indonesia di Depok dengan kegiatan yang diberi judul Optimalkan Peran Akademisi, Vokasi UI, dan FIA UI Gelar Diskusi Publik RUU Konsultan Pajak. Melalui Surat Keputusan (SK) DPR Nomor 19 tertanggal 31 Oktober 2018 RUU Konsultan Pajak masuk kedalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas dengan nomor urut 18.  

Landasan filosofis RUU Konsultan Pajak adalah meningkatkan profesionalisme dan kemandirian profesi melalui pengaturan kualifikasi, etika, serta hak dan tanggung jawab. Regulasi ini melindungi Wajib Pajak dari praktik tidak kompeten, mendukung otoritas pajak meningkatkan penerimaan negara, dan mewujudkan tata kelola perpajakan yang terpercaya. Sedangkan landasan sosilogisnya adalah Pajak sebagai tulang punggung negara, menyumbang 85,63% APBN 2017. Meski rasio pajak  

Indonesia rendah (11%) dan kepatuhan Wajib Pajak masih kurang (63,16%), peran Konsultan Pajak strategis. Mereka mendukung otoritas pajak meningkatkan kepatuhan, mengurangi sengketa, serta melindungi Wajib Pajak. Undang-Undang Konsultan Pajak diperlukan untuk menjamin profesionalisme dan integritas profesi ini. Lalu landasan yuridisnya adalah Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menetapkan Indonesia sebagai negara hukum, di mana semua aspek kehidupan harus berdasarkan hukum nasional. Saat ini, profesi Konsultan  Pajak diatur melalui PMK No.  111/PMK.03/2014 dan Perdirjen Pajak No. PER-13/PJ/2015.

Namun, aturan ini hanya setingkat Peraturan Menteri, tidak memiliki landasan hukum yang kuat sebagaimana diatur UU No. 12 Tahun 2011. Profesi lain seperti Akuntan Publik (UU No. 5/2011) dan Advokat (UU No. 18/2003), memiliki pengaturan setingkat undang-undang. Negara lain, seperti Jepang dan Australia, juga mengatur profesi ini pada tingkat undang-undang. Oleh karena itu, UU Konsultan Pajak diperlukan untuk memperkuat landasan hukum, menyelaraskan regulasi internasional, dan mendukung pelaksanaan peraturan perpajakan secara efektif. (Badan Legislasi DPR, 2017).  

Membandingkan dengan profesi lain yang ada di Indonesia seperti diuraikan diatas, yakni Akuntan Publik dimana lingkup pekerjaan yang dilakukan dapat dikatakann hampir mirip dengan Profesi Konsultan Pajak, problematika kode etik juga kerap terjadi dikalangan anggotanya, namun pengaturan dengan sangat jelas telah ada melalui Undang – Undang Akuntan Publik tahun 2011, yang mendefenisikan Profesi Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa atau menjalankan praktik Akuntan Publik dan selanjutnya Undang – Undang tersebut menjadi rujukan dalam penegakan kode etik profesi (Aflii, 2016).  

Bagaimana Perbandingan Pengaturan Undang – Undang Tentang Konsultan Pajak dibeberapa Negara?  

Merujuk pada Teori Perbandingan Hukum. Perbandingan Hukum hendaknya dilakukan sebagai jalan untuk mencari kebenaran. Perbandingan Hukum tidak boleh berhenti hanya pada tataran legal text tetapi lebih mendalam atau pre “text” yakni alasan atau latar belakang yang menyebabkan keluarnya teks tersebut. (Buana, M. S., & SH, 2024). Perbandingan hukum juga dapat dilakukan baik secara luas ataupun terbatas merujuk pada teori komparabilitas. Perbandingan hukum yang dilakukan secara luas memiliki sifat inklusif berpegang pada prinsip everything is comparable even if looks incomparable sehingga perbandingan tersebut dilakukan terhadap subjek hukum apapun.

Sedangkan perbandingan hukum secara terbatas memiliki sifat ekslusif dengan prinsip comparison is possible only if the instances are comparable and the results interpretable dengan berpegang pada tiga unsur dalam kegiatan kajian perbandingan hukum yaitu, comparatum (elemen perbandingan dalam kajian), comparandum (subjek perbandigan) dan tertium comparationis (elemen umumyang terdapat dalam masing-masing entitas hukum yang diperbandingkan). (Lukito, 2019). Sehingga kita dapat membandingkan juga bagaimana pengaturan Seorang Kuasa Wajib Pajak di Negara lain.  

Dalam penulisan skripsi ini sebagai bahan perbandingan digunakan negara Australia dan Jepang yang diketahui telah memiliki pengaturan setingkat Undang – Undang. Diketahui keberadaan Undang – Undang tersebut telah ada sejak tahun 1951, Zeirishi Act di Jepang dan sejak tahun 2009, Tax Agent Services Act di Australia.  

Mission Zeirishi atau dalam terjemahan bebas adalah Akuntan Pajak di Jepang sebagai pakar dalam masalah perpajakan, adalah berusaha dari sudut pandang yang independen dan adil, sesuai dengan prinsip sistem penilaian mandiri, untuk membuktikan diri layak mendapatkan kepercayaan para pembayar pajak dan memastikan pemenuhan kewajiban pajak yang ditetapkan dalam Undang – Undang dan peraturan terkait pajak (Japan Federation of Zeirishi Associations/JFCPTAA, 2016). Dalam pasal 36 sampai dengan pasal 38 terdapat larangan yang jelas diatur di dalamnya dan wajib untuk ditaati tentang suatu sikap dan etika yang harus dimiliki oleh seorang Zeirishi.  

Menariknya dalam pasa 39 disebutkan, Seorang Zeirishi harus mematuhi peraturan asosiasi dari Asosiasi Zeirishi yang berafiliasi dengannya dan Federasi Asosiasi Zeirishi Jepang. Secara tegas juga disebutkan dalam pasal 58 Bab 8 tentang Ketentuan Pidana, Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 36 (termasuk dalam hal pasal tersebut diberlakukan mutatis mutandis sesuai dengan Pasal 48-16 atau Pasal 50 Ayat 2) dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak dua juta yen (Japan Federation of Zeirishi Associations/JFCPTAA, 2016). Melalui pengaturan yang demikian di dalam   – Undang, secara tegas mendorong secara langsung profesionalisme Zeirishi dalam menjalankan prakteknya.  

Serupa dengan Jepang, dalam Tax Agent Services Act disebutkan, tujuan dari Undang – Undang tersebut adalah untuk mendukung kepercayaan dan keyakinan publik terhadap integritas profesi pajak dan sistem perpajakan dengan memastikan bahwa layanan agen pajak diberikan kepada masyarakat sesuai dengan standar perilaku profesional dan etika yang tepat (the Office of Parliamentary Counsel, 2009). Part 3 Tax Agent Services Act secara khusus mengatur Kode Etik Profesional yang mencakup kewajiban, sanksi administratif, dan tanggung jawab lain bagi agen pajak.

Agen pajak wajib menerapkan hukum perpajakan dengan benar sesuai kondisi klien, memberi nasihat tentang hak dan kewajiban pajak, serta tidak menghalangi administrasi hukum perpajakan. Mereka diwajibkan memiliki asuransi ganti rugi profesional untuk melindungi dari potensi kerugian akibat kesalahan atau kelalaian. Agen pajak juga harus bertindak bertanggung jawab saat bekerja dengan entitas lain, tidak mempekerjakan pihak yang tidak memenuhi syarat tanpa persetujuan Dewan, dan menghindari hubungan dengan entitas yang didiskualifikasi untuk mencegah praktik pajak yang tidak etis.

Selain itu, agen pajak harus menjalin komunikasi tepat waktu dengan Dewan, termasuk menanggapi permintaan atau arahan dengan cepat. Kepatuhan terhadap standar hukum dan kewajiban tambahan yang ditetapkan memastikan integritas profesional serta melindungi klien dan sistem perpajakan. (the Office of Parliamentary Counsel, 2009)  

D. KESIMPULAN DAN SARAN  

Pengaturan kuasa wajib pajak di Indonesia masih belum memadai, terutama bagi kuasa bukan Konsultan Pajak. Saat ini, hanya Konsultan Pajak yang diwajibkan memiliki sertifikasi, pendidikan berkelanjutan, dan mematuhi kode etik, sedangkan kuasa bukan Konsultan Pajak diatur secara minimal tanpa standar kompetensi yang jelas. Kondisi ini berisiko memberikan layanan yang tidak profesional dan merugikan wajib pajak. Pentingnya Pengesahan Undang – Undang Konsultan Pajak di Indonesia mendesak dilakukan guna menetapkan standar kompetensi, sekaligus penegakan etika, dan pengawasan, melindungi wajib pajak, serta mendukung sistem perpajakan yang profesional dan akuntabel apalagi sudah pernah berproses di DPR.  

Negara seperti Jepang (melalui Zeirishi Act) dan Australia (melalui Tax Agent Services Act) telah menetapkan standar kompetensi, penegakan etika, dan sanksi pelanggaran, sehingga meningkatkan profesionalisme profesi Zeirishi dan Tax Agent. Penting bagi Indonesia untuk dapat mengimplementasikan hal serupa dengan mencontoh kedua negara tersebut yang secara geografis sangat dekat dengan Indonesia serta memiliki konsep pemajakan yang sama yakni self-assessment  system. 

REFRENCE  

Aflii. (2016). PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI PADA SUATU KANTOR AKUNTAN PUBLIK 

0, 1–23.  

Badan Legislasi DPR. (2017). Naskah Akademik RUU Konsultan Pajak-2017 

Buana, M. S., & SH, M. H. (2024). Perbandingan Hukum Tata Negara: Filsafat, Teori, dan Praktik.  

Sinar Grafika.  

Doyle, E. (2022). Encouraging Ethical Tax Compliance Behaviour: the Role of the Tax Practitioner in Enhancing Tax Justice. Law and Contemporary Problems, 85(4), 137–157.  

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. (2019). ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA IKPI – KONGRES XI. In Ikpi.Com 

Japan Federation of Zeirishi Associations/JFCPTAA. (2016). CERTIFIED PUBLIC TAX  

ACCOUNTANT ACT (Zeirishi Act) International Relations Department Japan Federation of  

Zeirishi Associations/JFCPTAA. https://www.nichizeiren.or.jp/eng/pdf/Zeirishi_Act.pdf jdihkemenkeu. (2011). Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 

jdihkemenkeugoid. (2022). 175/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak. 2.  

Kurniawati, putri. (2017). Apakah Standar Kompetensi itu? Universitas Nusantara PGRI Kediri, 01, 1–7.  

Lukito, R. (2019). Perbandingan Hukum (Fara, Ed.; Kedua). Gadjah Mada University Press.  

mkl/hn (detik finance). (2015, February). Kapok Pakai Konsultan Pajak 

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2831299/pernah-ketipu-inul-kapok-pakaikonsultan-pajak.  

Redaktur DDTC News. (2018). Konsultan Pajak Punya Peran Tingkatkan Kepatuhan Sukarela 

https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/12713/misbakhun-konsultan-pajak-punya-perantingkatkan-kepatuhan-sukarela  

Redi, A. (2022). Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Tarmizi, Ed.; Ketiga). Sinar Grafika.  

Sidharta, B. A. (2013). Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. 1, 30.  

Suhayati, E. (2020). Definisi Perilaku, Sikap, Kode Etik Dan Etika Profesi. 1–11.  

the Office of Parliamentary Counsel, C. (2009). Tax Agent Services Act 2009. www.legislation.gov.au  

Toto. (2022). Jajak Pajak (Rais Rozali, Ed.; 1st ed., Vol. 1). AkuprimPublishing.  

Wajdi, F. (2020). Etika profesi hukum / Dr.Mardani. Buku Ajar Eitka Profesi Hukum, 132.  

   

 

IKPI Tingkatkan Kolaborasi dan Profesionalisme melalui Program Pengembangan Sumber Daya Anggota

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperkuat pengembangan profesionalisme untuk anggotanya melalui Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL). Program ini difokuskan pada peningkatan pengetahuan serta kompetensi anggota IKPI dalam dunia perpajakan, yang terus berkembang.

Ketua Departemen PPL Benny Wibowo, menjelaskan bahwa program ini mencakup berbagai kegiatan, termasuk kegiatan rutin PPL kepada anggota IKPI mengenai update peraturan perpajakan yang terus berubah. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa para anggota IKPI selalu mengikuti perkembangan regulasi perpajakan terbaru.

“Perpajakan adalah bidang yang sangat dinamis, dengan aturan yang terus berubah mengikuti perubahan kegiatan perekonomian yang semakin mengglobal. Kami ingin setiap konsultan pajak di IKPI memiliki pengetahuan terbaru agar bisa memberikan layanan terbaik kepada klien,” kata Benny di Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Salah satu langkah besar yang diambil kata Benny, adalah memperkuat kolaborasi dengan perguruan tinggi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan perpajakan di Indonesia, IKPI bekerja sama dengan sejumlah universitas untuk mengadakan seminar khusus untuk mahasiswa dengan melibatkan narasumber yang merupakan praktisi konsultan pajak dari Pengda atau Pengcab IKPI setempat.

Program ini bertujuan untuk memberikan wawasan langsung tentang dunia profesi konsultan pajak kepada mahasiswa dan mempersiapkan mereka untuk terjun ke industri setelah lulus. “Kami berharap lulusan perguruan tinggi siap menghadapi tantangan di dunia perpajakan,” ujarnya.

Melalui program-program ini, ia berharap dapat mencetak konsultan pajak yang lebih kompeten, memiliki keterampilan praktis, serta etika profesional yang tinggi. Ini juga diharapkan dapat mendorong terciptanya sistem perpajakan yang lebih efisien, transparan, dan berkeadilan di Indonesia.(bl)

IKPI Minta P2PK Kemenkeu Kembali Buka Daftar Ulang Izin Konsultan Pajak Terdampak PMK 111/PMK 03/2014

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, menyoroti tantangan berat yang dihadapi para konsultan pajak di tengah penerapan regulasi baru terkait izin praktik. Salah satu isu utama yang menjadi perhatian adalah jumlah anggota IKPI yang terlambat mendaftar ulang izin konsultan pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 111/PMK.03/2014.

Vaudy menyebutkan, berdasarkan Pasal 31 ayat (4) PMK tersebut, konsultan pajak yang telah memiliki izin praktik sebelum aturan ini diberlakukan diwajibkan untuk melakukan pendaftaran ulang izin mereka paling lambat enam bulan setelah peraturan diterbitkan. Namun, terdapat sekitar 400 anggota IKPI yang belum memenuhi kewajiban ini tepat waktu.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Keterlambatan ini tidak hanya berdampak pada status izin anggota, tetapi juga meningkatkan beban administrasi dan operasional bagi konsultan pajak,” kata Vaudy di Jakarta, Rabu (22/1/2025).

Selain itu, mereka juga harus menghadapi proses perpanjangan izin praktik yang wajib diajukan maksimal dua tahun setelah diterbitkannya sertifikat konsultan pajak.

“Jadi yang daftar ulang terjadi di akhir 30 Juni 2015 dan sekarang ini tidak ada konsultan pajak yang bisa mendaftar lagi karena penerapan PMK tersebut,” kata Vaudy.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Namun demikian, Vaudy dalam berbagai kesempatan telah meminta kebijakan kepada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Kementerian Keuangan (P2PK Kemenkeu) agar membuka kembali pendaftaran tersebut, sehingga ratusan anggota IKPI ini bisa mendapatkan kembali izin praktiknya.

“Kami telah menyampaikan masalah ini baik melalui surat resmi ataupun tetap muka dengan Kepala P2PK Ibu Erawati, pada pertemuan di kantornya Oktober 2024 dan 19 Jan 2025 saat beliau menghadiri Rakor IKPI di Bogor. Beliau menyatakan akan mempertimbangkan hal itu,” kata Vaudy. (bl)

Dukung Regulasi Perpajakan, IKPI Minta Pemerintah Buat Aturan Main untuk Kuasa WP Non-Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam rangka memperkuat peran konsultan pajak dan memastikan praktik perpajakan yang transparan dan kompeten, sejumlah regulasi baru telah diberlakukan di Indonesia. Salah satunya adalah ketentuan mengenai kuasa wajib pajak (WP) non-konsultan pajak yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Berdasarkan pasal 32 ayat (3a), seorang kuasa yang ditunjuk wajib pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam bidang perpajakan, kecuali jika kuasa yang ditunjuk adalah keluarga dekat wajib pajak.

Dengan diterapkannya regulasi tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) berharap agar regulator juga memberikan perhatian lebih kepada pembinaan dan pengawasan terhadap kuasa wajib pajak non-konsultan pajak. Tujuannya adalah menciptakan “equal playing field” atau perlakuan yang adil dalam sektor perpajakan.

Karena, yang terjadi saat ini seseorang selain konsultan pajak, wajib pajak juga dapat menunjuk pihak lain atau keluarga untuk mewakili kepentingannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan, selama memenuhi ketentuan yang ada.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dalam pernyataan resminya menyatakan, bahwa pihaknya mendukung penuh regulasi yang bertujuan meningkatkan kualitas kompetensi dalam sektor perpajakan. Namun, ia juga menekankan pentingnya perhatian yang sama terhadap kuasa wajib pajak non-konsultan pajak, terutama terkait dengan pengawasan yang lebih ketat oleh regulator.

“Sebagai profesi yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keuangan negara, kami berharap pemerintah dapat memberikan pembinaan dan pengawasan yang setara terhadap semua pihak yang mewakili wajib pajak, tidak hanya konsultan pajak. Hal ini akan menciptakan persaingan yang sehat dan meningkatkan integritas dalam sistem perpajakan Indonesia,” ujar Vaudy di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Dijelaskannya, salah satu regulasi yang mendukung ketentuan ini adalah Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dalam pasal 51 dan 52, dinyatakan bahwa baik konsultan pajak, pihak lain, maupun keluarga yang ditunjuk harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, yang mencakup jenjang pendidikan, sertifikasi, atau pembinaan oleh asosiasi atau Kementerian Keuangan.

“Dengan adanya regulasi ini, diharapkan wajib pajak dapat lebih selektif dalam menunjuk kuasa untuk kepentingan perpajakannya,” kata Vaudy.

Selain itu, Vaudy juga menyampaikan keluhan anggotanya mengenai Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP). Beberapa masalah yang dihadapi oleh peserta ujian antara lain kesulitan pendaftaran, rendahnya kuota pada Tingkat B dan C, serta tingginya angka ketidakhadiran peserta.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, terdapat juga kekhawatiran mengenai perbedaan biaya antara ujian berbayar yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya dan gratis seperti saat ini. Kekuatiran tersebut antara lain pembatasan jumlah peserta, lokasi pelaksanaan yang diikuti oleh bukan peserta yang berdomisili di kota tersebut, dan tingkat kelulusannya. Karenanya, IKPI berkomitmen untuk menjadi penyelenggara USKP dan meningkatkan kualitas pelaksanaan ujian sertifikasi ini.

Menurut data anggota IKPI per September 2024, pada tingkat Sertifikasi A, terdapat 2.891 orang dengan kuota yang terbatas yaitu 465 orang untuk Tingkat B dan 536 orang untuk Tingkat C. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan untuk mendapatkan sertifikasi konsultan pajak semakin ketat, sementara angka kelulusan dan kuota yang terbatas menjadi kendala bagi para calon konsultan pajak. (bl)

IKPI dan DJP Bahas Kerja Sama hingga Hubungan Kemitraan Strategis

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) berkesempatan untuk bertemu dengan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Selasa (21/1/2025). Pertemuan itu dalam rangka membahas potensi kerja sama strategis antara kedua pihak.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menyatakan, pertemuan yang berlangsung pada pukul 09.00 WIB di Kantor Pusat DJP ini menjadi momentum penting bagi upaya IKPI dalam memperkuat peran serta konsultan pajak dalam memberikan layanan terbaik kepada wajib pajak di Indonesia.

Menurut Vaudy, dalam pertemuan tersebut mengungkapkan bahwa pembentukan sebuah Tax Center menjadi agenda utama yang dibicarakan. Tax Center ini nantinya diharapkan dapat menjadi pusat informasi dan edukasi terkait perpajakan bagi masyarakat, khususnya bagi para wajib pajak yang membutuhkan pemahaman yang lebih dalam mengenai kewajiban perpajakan mereka.

“Kerja sama ini adalah langkah besar untuk memperkuat sinergi antara IKPI dan DJP. Kami berharap melalui pembentukan Tax Center ini, masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan informasi yang tepat dan jelas mengenai perpajakan. Ini juga menjadi salah satu upaya kami untuk lebih mendekatkan layanan kepada wajib pajak,” kata Vaudy usai pertemuan tersebut.

Selain itu, dalam pertemuan tersebut, pihak DJP yang diwakili Direktur P2Humas Dwi Astuti menyampaikan kesiapan mereka untuk mendampingi IKPI dalam pelaksanaan sosialisasi perpajakan kepada wajib pajak. DJP berjanji bersedia untuk memberikan dukungan penuh kepada IKPI dalam rangka meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang peraturan pajak yang berlaku dan cara melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar.

“Kami sangat mengapresiasi komitmen DJP yang bersedia menjadi mitra dalam sosialisasi ini. Kolaborasi yang solid ini akan sangat membantu para wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakan mereka dengan lebih mudah dan transparan,” ujarnya.

Menurut Vaudy, pertemuan ini menandakan awal dari kerja sama yang lebih erat antara IKPI dan DJP untuk menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih baik di Indonesia, sekaligus memberikan manfaat langsung bagi para wajib pajak di tanah air.

“Dengan adanya Tax Center yang akan segera dibentuk, diharapkan informasi dan edukasi perpajakan dapat lebih mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.

Sekadar informasi, pada 17-19 Januari 2025 IKPI telah mengadakan rapat koordinasi (Rakor) dengan menghadirkan sekira 230 pengurus se-Indonesia.

Selain sebagai pemantapan implementasi kebijalan internal, Rakor ini juga bertujuan untuk membantu pemerintah dalam menjalankan fungsi IKPI sebagai mitra strategis DJP dalam membantu melakukan sosialisasi peraturan perpajakan, serta melakukan edukasi kepada para wajib pajak.

“Harapannya, kami bisa terus membantu pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” kata Vaudy.

Apresiasi Kemitraan Strategis dengan IKPI 

Pada kesempatan itu, Dwi menyatakan dirinya menyambut hangat kemitraan strategis yang terjalin dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan asosiasi konsultan pajak lainnya. Menurutnya, hubungan baik ini penting untuk mendukung upaya peningkatan kepatuhan pajak masyarakat dan pengusaha.

“Publikasi dan komunikasi yang selama ini dilakukan oleh IKPI telah memberikan kontribusi yang positif,” ujarnya.

Namun, ia juga mengingatkan agar konten media yang diterbitkan tidak berseberangan dengan konteks kemitraan, demi menjaga hubungan yang kondusif dan produktif.

Dwi juga menegaskan pentingnya hubungan jangka panjang antara pemerintah, asosiasi konsultan pajak, pengusaha, dan UMKM. Ia menyebutkan bahwa kehadiran sistem perpajakan yang andal sangat mendukung keberlanjutan hubungan ini.

“Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan sistem perpajakan yang relevan dan efisien,” katanya.

Selain itu, ia meminta dukungan IKPI untuk memberikan masukan yang konstruktif demi keberhasilan program-program DJP.

Hadir pada pertemuan itu, dari IKPI:

1.Ketua Umum Vaudy Starworld

2.Wakil Ketua Umum Jetty

3.Sekretaris Umum Edy Gunawan

4. Ketua Departemen Humas Jemmi Sutiono

Dari DJP:

1.Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti

2.Kepala Subdit Kerjasama dan Kemitraan Direktorat P2Humas DJP Natalius

3.Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan Direktorat P2Humas DJP Tirta

4.Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan Direktorat P2humas DJP Sri Hartiwiek

(bl)

en_US